• Tidak ada hasil yang ditemukan

BM

Gambar 5 Hasil pengukuran kadar COD.

Hasil uji t-berpasangan menunjukkan

bahwa kadar COD mempunyai nilai p = 0.01. Dengan p < 0.05, dapat ditarik simpulan bahwa ada perbedaan antara kadar COD sebelum dan sesudah pengolahan. Nilai df = 3 dan nilai t = 5.817. Jadi, pengolahan limbah cair dapat menurunkan kadar COD.

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 Konsentrasi (mg/L) 1 2 3 4 Bulan COD BOD

Gambar 6 Hubungan kadar COD dan BOD pada bak outlet

Tabel 1 Data sekunder pengujian Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Kota Bogor

Tahun Suhu pH BOD-5 COD TSS NH

3 -N PO 4 -P Koliform Total 30 oC 6–9 30 mg/L 80 mg/L 30 mg/L 0.1 mg/L 2 mg/L 1000 jumlah /100 ml Baku Mutu 2006 28 7.54 38.89 98.8 5 0.1 3.17 350 2007 - - - - 2008 27.5 7.2 8 23 52 0.018 2.91 84 2009 28.1 7.6 15 64 19 0.006 0.925 110 Sumber: BPLH (2010)

Kadar Fosfat

Fosfat merupakan senyawa yang mudah larut dalam air. Fosfat dalam limbah cair rumah sakit harus dipantau kadarnya karena kandungan fosfat yang tinggi akan menyebabkan suburnya alga dan organisme lainnya sehingga menurunkan konsentrasi oksigen terlarut dan juga menyebabkan pencemaran lingkungan. Kadar fosfat dalam badan air tawar adalah 0.01 mg/L (Alkatiri et al. 2005).

Kadar fosfat limbah cair rumah sakit PMI kota Bogor sebelum dan setelah pengolahan didapatkan masih di bawah baku mutu, kecuali pada bulan kedua (Gambar 7). Hal ini dikarenakan penggunaan detergen yang tidak ramah lingkungan yang banyak pada bulan kedua.

Fosfat yang terdapat pada air limbah rumah sakit dapat berasal dari limbah makanan, dapur, dan limbah dari tempat pencucian karena pemakaian detergen yang berlebih. Fosfat merupakan unsur penting

dalam proses metabolisme organisme

biologis. Kandungan fosfat dalam IPAL bersumber sebagian besar dari penggunaan detergen tidak ramah lingkungan yang berlebihan yang berasal dari proses laundry.

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8 2 Konsentrasi (mg/L) 1 2 3 4 Bulan Inlet Outlet BM

Gambar 7 Hasil pengukuran kadar fosfat

Hasil uji t-berpasangan menunjukkan

bahwa kadar fosfat mempunyai nilai p =

0.176. Dengan p > 0.05, dapat ditarik simpulan bahwa tidak ada perbedaan antara kadar fosfat sebelum dan sesudah pengolahan. Nilai df = 3 dan t = -1.766. Jadi, pengolahan

limbah cair belum secara optimum

menurunkan kadar fosfat.

Kadar Amonia

Salah satu permasalahan limbah cair rumah sakit ialah kandungan amonia (NH3)

yang melebihi nilai ambang, amonia dan nitrit termasuk senyawa pencemar yang berasal dari

hara, dari senyawa NH3–N atau NO2–N.

Dalam kondisi anaerob (kurang oksigen), mungkin timbul dampak lingkungan yang merugikan. Proses pengolahan yang lazim dilakukan untuk menghilangkan atau mengurangi kandungan amonia /nitrit meliputi proses presipitasi, klorinasi dengan aerasi, dan unit lumpur aktif dengan sistemaerasi (Siregar 2005). Hasil pengukuran rerata kadar amonia sebelum pengolahan adalah 1.38, 2.31, 1.70, dan 1.63 mg/L. Hasil tersebut masih berada di atas baku mutu (0.1 mg/L) sehingga perlu dilakukan pengolahan. Kadar amonia sesudah proses pengolahan turun menjadi 0.18, 0.02, 0.05, dan 0.05 mg/L, dan telah berada di bawah baku mutu, kecuali pada proses pengambilan bulan pertama. Menurut Putranto (2001), meningkatnya kadar amoniak dapat dikarenakan proses aerasi yang kurang baik atau tidak dilakukan pengolahan lumpur lebih lanjut.

Lumpur dalam bak penjenih tidak pernah dibuang keluar, tetapi dikembalikan ke bak aerasi sehingga jasad bakteri yang merupakan

protein akan dicerna kembali oleh

mikroorganisme di dalam bak aerasi. Pada bak aerasi, bakteri tumbuh subur karena banyaknya asupan makanan dari lumpur aktif yang

dikembalikan. Kemudian lumpur yang

dihasilkan dari proses aerasi diendapkan di tangki penjernih sehingga siklus berputar kembali. Karena itu, limbah cair yang menuju badan air kadar nitrogennya akan menurun.

Hasil uji t-berpasangan menunjukkan

bahwa kadar amoniak mempunyai nilai p =

0.005. Dengan p < 0.05, dapat ditarik simpulan bahwa ada perbedaan antara kadar amoniak sebelum dan sesudah pengolahan. Nilai df = 3 dan nilai t = 7.453. Jadi, pengolahan limbah cair dapat menurunkan kadar amoniak

.

Kadar Koliform Total

Dalam limbah cair rumah sakit, kadar atau jumlah bakteri koliform total harus dipantau secara berkala demi mencegah terjadinya pencemaran lingkungan. Mikroorganisme koliform termasuk bakteri Gram negatif, tidak berspora, aerob, berbentuk batang, dan dapat memfermentasikan laktosa dengan asam

menjadi gas pada suhu 37 oC selama 48 jam.

Koliform dapat digunakan sebagai indikator dalam pengawasan sanitasi (Cowan & Steel’s 1974).

Pada bulan pertama, kandungan koliform total limbah cair rumah sakit di atas baku mutu

yang telah ditetapkan dikarenakan pompa yang memasok disinfektan tidak berfungsi dengan baik. Pada bulan-bulan berikutnya, telah digunakan pompa yang berfungsi dengan baik.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Evaluasi hasil pengolahan limbah cair rumah sakit kota Bogor secara biologis tahun 2010 masih mendapatkan parameter di atas baku mutu KepMNLH No. 58/MENLH/12/ 1995, dan bila dibandingkan dengan rumah sakit pembanding dengan pengolahan yang sama, tetapi menggunakan PAC, hasil analisis rumah sakit pembanding lebih baik dan luas tanah yang digunakan pengolahan limbah cair lebih efisien.

Saran

Diperlukan pengawasan dan informasi terhadap pemakaian dosis detergen yang bersifat biodegradabel dalam proses laundry.

DAFTAR PUSTAKA

Alkatiri S, Kuntaman, Mulyastuti TH. 2005.

Efektivitas hasil pengolahan air limbah rumah sakit [skripsi]. Surabaya: Fakultas Kedokteran, Universitas Airlangga

Berlanga B, penemu; … 1998. Process,

formula and installation for the treatment and sterilization of biological, solid, liquid, ferrous metallic, non-ferrous metallic, toxic and dangerous hospital waste material. US patent 5 820 541.

Chudoba J. 1985 Microbial growth

characteristics.18:47-78 J. gen. Microbiol.

Connell WD, Miller GJ. 1995. Kimia dan

Ekotoksikologi Pencemaran. Koestoer Y, penerjemah. Jakarta: UI Pr. Terjemahan dari: Aquatic Invironment.

Cowan ST & Steel’s. 1974. Manual for The Identification of Medical Bacteria. Ed ke-2. Cambridge: Cambridge Univ Pr.

[Depkes RI] Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Pedoman Sanitasi Rumah Sakit di Indonesia. Jakarta

Giyatmi 2003. Efektivitas pengolahan limbah cair rumah sakit Dokter Sardjito Yogyakarta terhadap pencemaran radioaktif [disertasi].Yogyakarta: Program Pascasarjana, Universitas Gadjah Mada. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup

Nomor 58/MENLH/12/1995. 1995. Baku Mutu Limbah Cair bagi Kegiatan di RS. Jakarta.

Mahida UN. 1986. Pencemaran Air dan

Pemanfaatan Limbah Industri. Jakarta: CV Rajawali.

McKinney RE. 1963. Advance in Biological

Waste Treatment. New York: Pergamon Pr.

Palm JC et al. 1980. Three generic types of activate sludge. J Water Pollut Control Feed 52:484-531

Said NI. 1999. Teknologi pengolahan air limbah rumah sakit dengan sistem

“biofilter anaerob-aerob”. Di dalam:

Prosiding Seminar Teknologi Pengelolaan Limbah. Jakarta: 29 Juli 2009; hlm 78-80.

Siregar SA. 2005. Instalasi Pengolahan Air Limbah. Jakarta: Kanisius.

Siregar TM. 2001. Pengaruh penambahan inokulum pada pengolahan limbah cair rumah sakit: studi kasus pengolahan limbah cair RSUD Pasar Rebo, Jakarta menggunakan M-bio pada reaktor fixed-film aerobic [tesis]. Jakarta: Program Pascasarjana, Universitas Indonesia. Sugiharto, A. 1991. Dasar-dasar Pengelolaan

Air Limbah. Jakarta: UI Pr.

Wesley E. 1989. Industrial Water Pollution

Control, Ed ke-2. Singapura: Mc Graw-Hill.

Dokumen terkait