• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengolahan Limbah Cair Rumah Sakit Kota Bogor secara Biologis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengolahan Limbah Cair Rumah Sakit Kota Bogor secara Biologis"

Copied!
57
0
0

Teks penuh

(1)

MUHAMMAD INOKI

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Biologis. Dibimbing oleh SRI MULIJANI dan DWI DARMAYANTI.

Limbah rumah sakit PMI di Kota Bogor dan rumah sakit pembanding dengan

sistem pengolahan yang sama, tetapi menggunakan koagulan polialuminium

klorida, dianalisis parameter padatan tersuspensi total, pH, kebutuhan oksigen

kimia (COD), kebutuhan oksigen biokimia, amonia, fosfat, dan koliform total.

Semua parameter telah memenuhi baku mutu KepMLH No. 58/MNLH/12/1995,

kecuali nilai COD pada bulan ketiga, diduga karena pemakaian detergen yang

berlebihan. Uji

t

berpasangan terhadap parameter limbah sebelum dan sesudah

pengolahan menunjukkan hasil yang berbeda nyata. Karena itu, sistem pengolahan

air limbah di rumah sakit PMI Bogor telah efektif, meskipun belum sebaik rumah

sakit pembanding.

ABSTRACT

MUHAMMAD INOKI. Biological Hospital Wastewater Treatment in Bogor.

Supervised by SRI MULIJANI and DWI DARMAYANTI.

(3)

MUHAMMAD INOKI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains pada

Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(4)
(5)

Disetujui

Pembimbing I Pembimbing II

Dr Sri Mulijani, MSi

NIP 19630401 199103 2 001

NIP 19730604 200501 2 008

Dwi Darmayanti VS, ST, MSi

Diketahui

Ketua Departemen Kimia

NIP 19501227 197603 2 002

Prof Dr Ir Tun Tedja Irawadi, MS

(6)

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas berkat limpahan

rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah dengan judul

Pengolahan Limbah Cair Rumah Sakit Secara Biologis Rumah Sakit Kota Bogor.

Salawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW,

keluarganya, dan semoga kita semua menjadi pengikutnya hingga akhir zaman.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr Sri Mulijani, MSi dan Dwi

Darmayanti VS, ST, MSi selaku pembimbing yang senantiasa memberikan

arahan, dorongan semangat, dan doa kepada penulis selama melaksanakan

penelitian. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada

kepala Laboratorium

Kesehatan Daerah (drg Erna Djam’ah Wilagasoemantri), Kepala Badan

Lingkungan Hidup Kota Bogor Ibu Lilis Sukartini, dan Kepala Seksi Analisa

Dampak Lingkungan Ibu Mari Mariam BE.

Terima kasih tak terhingga penulis ucapkan kepada Ibunda tercinta, istri,

serta seluruh keluarga, atas doa dan kasih sayangnya. Penulis juga mengucapkan

terimakasih kepada Bapak Toni, Ahmad, Habib Priyono, Leli Purnamasari, Kun

Soleha, Sudartono, Heri Suherman, Giri Winawirawan, dan staf Labkesda lainnya

yang telah membantu memberi masukan dan saran.

Penulis berharap karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi perkembangan

ilmu pengetahuan.

Bogor, Februari 2012

(7)

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 30 Mei 1976 dari Ayah H. Tatang

Ruhijat (alm) dan Ibu Hj. Titin Sutini. Penulis adalah putra ketujuh dari delapan

bersaudara. Tahun 1994 penulis lulus dari SMA Negeri I Ciawi Kabupaten Bogor

dan pada tahun 1995 penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB),

diterima di Departemen Kimia Program Studi Diploma II, Fakultas Matematika

dan Ilmu Pengetahuan Alam dan lulus pada tahun 1997. Bulan Juli–Agustus 2008

penulis melaksanakan praktik lapangan di PT Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk

Citeurep Bogor dengan judul Analisis Kuantitatif Pasir Besi sebagai bahan baku

semen. Pada tahun 2000 penulis lulus seleksi masuk Universitas Padjadjaran

Bandung, diterima di Departemen Kimia Program Studi Diploma III, Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam dan lulus pada tahun 2002. Bulan

Februari–April 2002, penulis melaksanakan praktik lapangan di Pusat Penelitian

dan Pengembangan Geologi Bandung dengan judul Analisis Umur Tanah dengan

Instrument Geiger Muller. Tahun 2002–2003 penulis bekerja di PT Metro Lintas

Nusa Sentul Bogor sebagai Supervisor Quality Control. Tahun 2003–2004 penulis

bekerja sebagai staf laboratorium di PT Pyridam Farma, Tbk. Pada tahun 2004

penulis lulus ujian seleksi nasional penerimaan pegawai negeri sipil dan

ditempatkan di kota Bogor.

(8)

vi

Halaman

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

PENDAHULUAN ... 1

TINJAUAN PUSTAKA

Limbah Cair Rumah Sakit ... 1

Proses Pengolahan Biologi ... 1

Gambaran Unit Proses Biologi ... 2

Dasar Mikrobiologi ... 2

Proses Lumpur Aktif ... 3

Karakteristik Air Limbah ... 4

pH dan Suhu ... 5

Padatan Tersuspensi Total (TSS) ... 5

Oksigen Terlarut (DO) ... 5

Kebutuhan Oksigen Biokimia (BOD) ... 5

Kebutuhan Oksigen Kimia (COD) ... 6

Fosfat ... 6

Amonia ... 6

Koliform Total ... 6

BAHAN DAN METODE

Bahan dan Alat ... 7

Metode Penelitian... 7

HASIL DAN PEMBAHASAN

Padatan Tersuspensi Total (TSS) ... 8

Kadar COD dan BOD ... 9

Kadar Fosfat ... 10

Kadar Amonia ... 10

Koliform Total ... 10

SIMPULAN DAN SARAN ... 11

DAFTAR PUSTAKA ... 11

(9)

vii

1.

Rantai reaksi aerob ... 2

2.

Proses pemecahan lumpur aktif ... 3

3.

Hubungan oksigen terlarut dengan nisbah F/M pada flok aerob ... 4

4.

Titik pengambilan sampel pada bak inlet... 7

5.

Titik pengambilan sampel pada bak outlet... 7

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1

Bagan alir penelitian ... 13

2

Hasil penelitian... 14

3

Skema pengolahan limbah cair rumah sakit pembanding ... 21

(10)
(11)

PENDAHULUAN

Keberadaan limbah pada umumnya tidak dikehendaki di lingkungan. Salah satu yang cukup dikhawatirkan ialah limbah rumah sakit. Rumah sakit merupakan institusi kesehatan dengan inti kegiatan pelayanan preventif, rehabilitatif, dan promotif. Kegiatan tersebut dapat berdampak positif dan negatif. Dampak positif ialah meningkatnya kesehatan masyarakat, sedangkan dampak negatifnya antara lain pencemaran sampah dan limbah

medis maupun non-medis yang dapat

menimbulkan penyakit. Upaya penyehatan lingkungan rumah sakit diperlukan untuk melindungi masyarakat dan karyawan dari bahaya pencemaran tersebut. Hasil penelitian Ditjen P2MPL Direktorat Penyediaan Air dan Sanitasi yang melibatkan Dinas Kesehatan Kabupaten dan Kota menyebutkan bahwa rumah sakit di Indonesia yang memiliki instalasi pengolahan air limbah (IPAL) baru sebanyak 36%. Dari jumlah tersebut, limbah cair yang setelah diolah, memenuhi baku mutu baru mencapai 52% (Giyatmi 2003).

Limbah cair rumah sakit umumnya banyak mengandung mikroorganisme (bakteri, virus, dsb.), senyawa kimia, dan obat-obatan yang dapat membahayakan kesehatan masyarakat di sekitarnya. Limbah yang bersumber dari laboratorium paling perlu diwaspadai karena bahan-bahan kimia yang digunakan untuk uji laboratorium tidak dapat diurai hanya dengan aerasi atau lumpur aktif. Bahan-bahan itu mengandung logam berat dan inveksikus yang harus disterilisasi atau dinormalkan terlebih dahulu. Untuk foto röntgen, misalnya, terkandung bahan radioaktif yang cukup berbahaya. Pengelolaan limbah cair yang baik sangat dibutuhkan agar mutu efluen tidak melebihi baku mutu yang ditetapkan oleh pemerintah, dalam hal ini KepMNLH No.58/ MNLH/12/1995.

Berangkat dari hal tersebut, dilakukan penelitian untuk mengevaluasi limbah cair Rumah Sakit PMI Kota Bogor dan satu rumah sakit lainnya sebagai pembanding berdasarkan KepMNLH No.58/MNLH/12/1995. Jenis dan sumber data yang digunakan adalah data primer dan sekunder. Uji non-parametrik dan

uji t berpasangan dilakukan terhadap

parameter kebutuhan oksigen secara kimia (COD), kebutuhan oksigen secara biokimia (BOD), padatan tersuspensi total (TSS), fosfat, pH, suhu, amonia, dan koliform total. Hasil outlet dibandingkan dengan baku mutu KepMNLH No.58/MNLH/12/1995.

TINJAUAN PUSTAKA

Limbah Cair Rumah Sakit

Limbah cair rumah sakit merupakan salah satu sumber pencemaran air yang sangat potensial. Hal ini disebabkan oleh kandungan senyawa organik yang cukup tinggi, senyawa kimia yang berbahaya, serta mikroorganisme patogen di dalamnya (Said 2003). Limbah cair rumah sakit berasal dari seluruh kegiatan rumah sakit yang meliputi limbah domestik cair, yakni buangan kamar mandi, dapur, air pencuci pakaian; limbah cair klinis, misalnya air bekas membilas luka atau darah; air limbah laboratorium; dan lain-lain (Said 2003). Berdasarkan KepMNLH No.58/MNLH/12/ 1995 tentang Baku Mutu Limbah Cair Rumah Sakit, setiap rumah sakit wajib menyediakan sarana pengelolaan limbah cair maupun padat sebelum dibuang ke saluran umum.

Karakteristik air limbah meliputi sifat fisika, kimia, dan biologi. Dengan mengetahui jenis cemaran dalam air limbah, unit proses yang dibutuhkan dapat ditentukan. Sebagai contoh, kontaminasi oleh padatan tersuspensi membutuhkan unit proses sedimentasi atau penapisan dan penghilangan debu. Dalam pembuangan air limbah, prinsip yang penting adalah mengurangi emisi dan mengembalikan bahan-bahan yang masih berguna ke dalam sumbernya. IPAL yang baik hanya perlu sedikit perawatan, aman dalam pengoperasian, hemat energi, dan produk samping (misalnya, lumpur) minimum (Qasim 1985).

Proses Pengolahan Biologi

Unit proses biologi memanfaatkan aktivitas mikroorganisme untuk mengurai cemaran secara alami. Sebagian besar air limbah mengandung zat organik sehingga proses biologi merupakan tahapan yang penting. Dibandingkan dengan proses alami, proses biologi biasanya lebih cepat dan membutuhkan tempat lebih sedikit. Namun, peningkatan intensitas menyebabkan proses lebih sensitif sehingga memerlukan proses kontrol yang intensif dan teliti (Alkitri et al.2005).

(12)

yang spesifik, antara lain meliputi waktu tinggal, konsentrasi oksigen, atau perubahan kondisi proses yang terkendali seperti dalam kasus pembersihan fosforus (Siregar 2005).

Tujuan lebih lanjut bergantung pada media yang diolah. Pengolahan air limbah domestik pada umumnya bertujuan membersihkan zat-zat organik, mula-mula diubah bentuknya menjadi lumpur, kemudian dibuang. Seluruh proses biologi tersebut hanya merupakan proses transformasi, bukan pembersihan. Zat-zat organik terlarut diubah menjadi partikulat yang kemudian dapat dihilangkan melalui sedimentasi atau filtrasi (Sugiharto 1991).

Gambaran Unit Proses Biologi

Proses biologi lazim digolongkan dalam 2 kriteria dasar. Kriteria pertama adalah aktivitas metabolik, yakni aerob dan anaerob. Kriteria kedua adalah reaktor yang membatasi mikroorganisme, ditandai oleh proses pertum-buhan bakteri yang melekat atau tersuspensi.

Proses aerob ditandai oleh adanya molekul oksigen yang terlarut. Selain proses aerob dan anaerob, dikenal proses anoksik yang ditandai oleh tidak adanya oksigen terlarut serta penggunaan oksigen dalam senyawa kimia secara terus-menerus oleh mikroorganisme. Proses ini digunakan dalam denitrifikasi. Pada proses aliran lambat, pertumbuhan bakteri cukup untuk menggantikan kehilangan bakteri akibat aliran keluar, sedangkan pada proses dengan kecepatan tinggi dan waktu tinggal hidraulik pendek, pengembalian (recycling) bakteri merupakan cara yang paling banyak digunakan untuk mengontrol densitas bakteri di dalam reaktor (Siregar 2001).

Dalam attached growth process,

mikroorganisme tumbuh di permukaan bahan pendukung di dalam reaktor dan tidak terbawa keluar sehingga tidak perlu pengembalian massa bakteri. Biasanya digunakan batuan sebagai bahan pengisi, tetapi bahan pengisi plastik mulai banyak digunakan dalam proses aerob maupun anaerob, karena densitas pengemasan yang lebih tinggi dan kebutuhan volume reaktor lebih kecil untuk kapasitas pengolahan yang sama (Siregar 2001).

Unit proses biologi hanya sebagian dari keseluruhan sistem pengolahan. Umumnya, tahapan proses dalam IPAL skala besar meliputi pembersihan bahan kasar, pasir, bahan yang mengapung, dan yang dapat mengendap. Unit pengolahan berturut-turut terdiri atas penyaring, grit chamber, dan bak sedimentasi (dan floatasi). Proses biologi diikuti oleh bak sedimentasi untuk

memisahkan mikroorganisme yang terkumpul dari cairan. Selanjutnya, mikroorganisme atau

lumpur distabilkan di dalam pelumat dan

dikurangi kandungan airnya di dalam bak-bak pengering sebelum menuju pembuangan akhir (Said 1999).

Dasar Mikrobiologi

Pada tahap pertama rantai aerob (Gambar 1), senyawa organik diambil oleh bakteri, kemudian diubah menjadi massa bakteri dengan menghasilkan air, karbon dioksida, dan amonia. Pada tahap kedua, biomassa yang dihasilkan pada tahap pertama digunakan oleh mikroorganisme lain, misalnya siliata. Tahap ini juga menghasilkan air, karbon dioksida, dan amonia. Pada tahap selanjutnya, amonia dinitrifikasi oleh bakteri menjadi nitrit (NO2-) dan nitrat (NO3-). Jika diurai lebih lanjut pada kondisi anoksik, nitrat akan direduksi menjadi gas nitrogen dan dilepaskan ke atmosfer.

Gambar 1 Rantai reaksi aerob.

Pada proses lumpur aktif dengan kecepatan tinggi, proses hanya meliputi tahap pertama. Dengan peningkatan waktu reaksi secara bertahap, proses nitrifikasi dan denitrifikasi dengan kecepatan rendah dapat terjadi. Kecuali untuk denitrifikasi yang membutuhkan kondisi anoksik, lama proses (waktu tinggal mikroorganisme di dalam sistem) merupakan parameter kendali yang penting.

Bertambahnya lumpur Penurunan biomassa oleh aktivitas siliata dan autooksidasi Zat Organik Bakteri

H2O

CO2

NH3

Kelekatan lumpur H2O

CO2

NH3

Nitrobacter

NO2 NO3

(13)

Meskipun sampai tingkat tertentu mikroorganisme mampu menyesuaikan diri

dengan perubahan kondisi lingkungan,

beberapa kebutuhan dasar harus dipenuhi pada saat proses berlangsung. Pemenuhan kebutuhan dasar ini dilakukan dengan membuat desain yang tepat dan melaksanakan pengoperasian yang memenuhi syarat.

Air limbah yang diolah bersifat biodegradabel(dapat diuraikan secara biologi) apabila nisbah BOD/COD berkisar antara 0.5–0.6 yang menandakan air limbah tersebut dapat diolah. Nisbah BOD/COD yang mendekati nol menunjukkan bahwa air limbah tersebut mengandung zat yang bersifat toksik.

Kisaran pH yang disukai dalam proses aerob berkisar 6.5–8.0. Kisaran nilai pH yang sangat sempit ini berakibat terhadap kepekaan proses sehingga dibutuhkan kontrol pH yang lebih teliti. Nilai pH dapat dipengaruhi dan diubah oleh proses pengolahan itu sendiri. Di negara-negara tropis, suhu air limbah biasanya berada dalam kisaran yang menguntungkan bagi proses pengolahan biologi, yaitu 20−30 oC. Suhu yang lebih

tinggi diterapkan dalam proses aerob

termofilik, yakni mencapai 60 oC.

Kriteria desain yang diperoleh dari literatur biasanya diterapkan di negara beriklim sedang. Suhu berpengaruh terhadap kecepatan proses, maka penggunaan kriteria desain tanpa pertimbangan yang teliti dapat menyebabkan pengoperasian yang tidak efisien. Untuk kehidupannya, mikroorganisme membutuhkan beberapa jenis hara dan unsur kelumit. Di dalam air limbah domestik, jumlah keduanya memadai, namun di dalam air limbah sering kali kekurangan. (Siregar 2005).

Proses Lumpur Aktif (Activated Sludge)

Proses lumpur aktif banyak dipakai untuk pengolahan air limbah secara biologis. Di dalam sistem ini, bakteri disuspensikan untuk terus bergerak dan tidak mengendap melalui adukan, arus resirkulasi, atau gerakan lain yang ditimbulkan oleh aerator(Wesley 1989). Dengan demikian, lumpur aktif mengandung populasi bakteri aktif untuk pengolahan air limbah. Pada proses kontinu, lumpur aktif yang terbawa bersama air limbah hasil pengolahan dipisahkan dalam tangki pengenap. Sebagian disirkulasikan kembali ke tangki aerasi, sebagian lainnya diambil sebagai hasil pekatan. Beningan yang dihasilkan oleh proses lumpur aktif relatif jernih dan memenuhi syarat untuk dibuang.

McKinney telah menghubungkan flokulasi dengan nisbah makanan terhadap mikroorganisme (nilai F/M) dan menunjukkan bahwa mikroorganisme (bakteri) di dalam lumpur aktif akan menggumpal dengan cepat

pada kondisi kelaparan. Flokulasi ini

diakibatkan oleh pembentukan lapisan lumpur polisakarida yang lengket sehingga

mikroorganisme menempel. Flagela juga

terjerat dalam bahan lumpur tersebut. Organisme bentuk filamen terdapat di dalam kebanyakan lumpur aktif, kecuali pada limbah dari industri kimia dan petrokimia. (Palm et al. 1987) telah mengidentifikasi 3 macam lumpur aktif, yaitu filamentous bulking, non-bulking,

dan pin-point seperti ditunjukkan pada Gambar 2.

Gambar 2 Proses pemecahan lumpur aktif. Kerangka filamen Perpanjangan filamen Keadaan 1 Filamentous Bulking

Keadaan 2 Non- Bulking

Keadaan 3 Pin-point

Partisi terdispersi

Lumpur non-bulking dihasilkan dari operasi

plug-flow atau selector plant configuration, atau

dari limbah yang kompleks. Lumpur pinpoint

dihasilkan dari operasi dengan nisbah F/M yang rendah pada umur lumpur yang lama. Lumpur

aktif jenis filamentous bulking yang mudah

(14)

0.50 0.45 0.40 0.35 0.30 0.25 0.20 0.15 4 3 2 1 0

Nisbah F/ M

O k s ig e n t e r la r u t u n t u k f lo k a e r

Chudoba (1985) menunjukkan bahwa kecepatan pertumbuhan organisme sangat dipengaruhi oleh konsentrasi bahan organik dan nisbah F/M. Sistem campuran dengan konsentrasi bahan organik rendah cenderung memberikan pertumbuhan lumpur berbentuk filamen. Pada konsentrasi bahan organik yang tinggi, flok yang terbentuk menarik bahan organik dari larutan lebih cepat daripada penarikan filamen. Oleh karena itu, untuk memperoleh gradien konsentrasi bahan organik yang tinggi digunakan sistem operasi

pengolahan biologis secara plug-flow,

pemakaian selector atau contactor (Wesley 1989).

Pengaruh Suhu dan pH Pada Proses Oksidasi Biokimia

Variasi suhu sangat berpengaruh pada proses pengolahan limbah secara biologi. Ada 3 daerah suhu, yaitu mesofilik (4−39 oC), termofilik (55 oC), dan psikrofilik (lebih kecil dari 4 oC). Untuk pertimbangan ekonomis dan alasan geografis, kebanyakan proses biologis aerob dioperasikan pada daerah mesofilik. Pada daerah suhu tersebut, laju reaksi biologi akan bertambah dengan naiknya suhu sampai suhu maksimum 31 oC (Wesley 1989). Di atas 35.5 oC terjadi penurunan jumlah flok biologi.

Protozoa akan menghilang pada suhu 40 oC

dan pada 43.3 oC flok menjadi rusak dan

terdispersi kembali dalam larutan karena kecepatan pengenapan menurun tajam. Oleh

karena itu, direkomendasikan suhu

maksimum kolam aerasi adalah 35.5 oC.

Penurunan suhu kolam aerasi akan

menyebabkan kenaikan jumlah padatan

tersuspensi dalam efluen.

Kebanyakan proses oksidasi biokimia mempunyai daerah pH efektif yang relatif

sempit, yaitu 5−9 dengan kondisi optimum

pada pH 6.5−8.5 (Wesley 1989). Nilai pH

tersebut adalah pH dari campuran larutan

dalam kontak dengan pertumbuhan biologi dan bukan pH larutan masuk. Larutan limbah terencerkan ketika masuk ke dalam tangki

aerasi dan ternetralkan oleh CO2 yang

dihasilkan bakteri. Untuk limbah yang bersifat asam dan basa, hasil akhir adalah bikarbonat

(HCO3¯ ) yang merupakan larutan penyangga

efektif untuk sistem aerasi pada pH tetap sekitar 8.

Karakteristik Air Limbah

Karakteristik air limbah yang lazim diukur antara lain suhu, pH, alkalinitas, padatan, kebutuhan oksigen, nitrogen, dan fosforus. pH menggambarkan kondisi keasaman air limbah. Skalanya 1−14, kisaran nilai pH 1−7 termasuk kondisi asam, pH 7−14 termasuk basa, dan pH 7 netral. Alkalinitas merupakan ukuran kemampuan air limbah untuk dinetralisasi. Kontributor utama alkalinitas adalah ion bikarbonat, karbonat, dan hidroksida. Beberapa proses yang bergantung pada pH adalah koagulasi, disinfeksi, pelumatan, dan pembentukan lumpur.

Kadar padatan meliputi total padatan tersuspensi dan terlarut, sebagai fraksi atsiri yang digunakan untuk menentukan kepekatan air limbah, efisiensi proses, dan beban unit proses. Pengukuran yang bervariasi terhadap konsentrasi residu diperlukan untuk menjamin kemantapan proses kontrol (Siregar 2005). Kebutuhan oksigen dalam air limbah ditunjukkan melalui 3 cara, yaitu kebutuhan oksigen teoretis, biokimia (BOD), dan kimia (COD). Kebutuhan oksigen teoretis adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan dalam proses oksidasi fraksi organik dalam air menjadi karbon dioksida dalam air:

C6H12O6 + 6O2 6CO2 + 6H2O

BOD adalah oksigen yang diperlukan oleh mikroorganisme untuk mengoksidasi senyawa

kimia. Nilai BOD bermanfaat untuk

mengetahui apakah air limbah telah

mengalami biodegradasi, yakni dengan

membandingkan BOD dengan COD. Oksidasi berjalan lambat dan secara teoretis waktunya tidak terbatas. Dalam 5 hari (BOD5), oksidasi

karbon organik mencapai 60−70% dan dalam

20 hari mencapai 95%.

COD adalah kebutuhan oksigen dalam proses oksidasi secara kimia. Nilai COD selalu lebih besar daripada nilai BOD karena kebanyakan senyawa lebih mudah teroksidasi secara kimia daripada secara biologi. Pengukuran COD memerlukan waktu lebih Gambar 3 Hubungan oksigen terlarut dengan

(15)

singkat dibandingkan dengan BOD. Jika korelasi antara BOD dan COD diketahui, kondisi air limbah dapat diketahui.

Nitrogen terdapat dalam limbah organik dalam 4 bentuk, yaitu nitrogen organik, nitrogen (ion amonium dan amonia bebas), nitrit, dan nitrat. Fosforus merupakan unsur penting dalam proses metabolisme organisme. Pada proses biologis, diperlukan konsentrasi

minimum untuk mencapai kerja yang

optimum. Fosforus terdapat dalam air limbah dalam bentuk fosfat (Sugiharto 1991)

pH dan Suhu

pH digunakan untuk menyatakan tingkat keasaman atau kebasaan suatu larutan, didefinisikan sebagai logaritma aktivitas ion

hidrogen (H+) yang terlarut. Koefisien

aktivitas ion hidrogen tidak dapat diukur secara eksperimental, maka nilainya didasarkan pada perhitungan teoretis. Skala pH bukanlah skala mutlak. Ia bersifat relatif terhadap sekumpulan larutan standar yang pH-nya ditentukan berdasarkan persetujuan internasional (Depkes RI 1995). Suhu adalah ukuran panas atau dinginnya suatu benda. Alat ukur suhu disebut termometer.

Padatan Tersuspensi Total (TSS)

Padatan tersuspensi total adalah semua zat padat (pasir, lumpur, dan liat) atau partikel yang tersuspensi dalam air, dapat berupa komponen hidup (biotik) seperti fitoplankton,

zooplankton, bakteri, fungi, ataupun

komponen mati (abiotik) seperti partikel-partikel anorganik. Zat padat tersuspensi merupakan tempat berlangsungnya reaksi-reaksi kimia yang heterogen, dan berfungsi sebagai bahan pembentuk endapan paling awal yang dapat menghalangi kemampuan produksi zat organik di suatu perairan. Penetrasi cahaya matahari ke permukaan dan bagian yang lebih dalam menjadi tidak berlangsung efektif akibat terhalangi oleh zat padat tersuspensi, sehingga fotosintesis tidak berlangsung sempurna. Zat padat tersuspensi di laut antara lain berasal dari darat melalui aliran sungai, ataupun dari udara dan perpindahan karena resuspensi endapan akibat pengikisan (Permana et al.1980).

Oksigen Terlarut ( DO)

Oksigen terlarut (dissolved oxygen, DO) merupakan salah satu parameter penting dalam analisis mutu air. Nilai DO biasanya diukur dalam bentuk konsentrasi yang

menunjukkan jumlah

tersedia dalam suatu perairan. Semakin besar nilai DO air, semakin baik mutu air tersebut.

Sebaliknya nilai DO yang rendah,

menunjukkan bahwa air telah tercemar. Pengukuran DO juga bertujuan melihat sejauh mana badan air mampu menampung biota air seperti kemampuan air untuk membersihkan cemaran juga ditentukan oleh banyaknya oksigen dalam air. Oleh sebab itu, pengukuran parameter ini sangat dianjurkan di samping parameter lain seper

Di dalam suatu badan air, oksigen berperan menguraikan komponen-komponen kimia

menjadi lebih sederhana. Oksigen

mengoksidasi zat organik sehingga tidak lagi membahayakan lingkungan. Oksigen juga dibutuhkan oleh mikroorganisme, baik yang aerob maupun anaerob, dalam proses metabolismenya. Dengan adanya oksigen dalam air, mikroorganisme semakin giat dalam menguraikan kandungan zat organik dalam air. Reaksi yang terjadi dalam penguraian tersebut adalah

Komponen Organik + O2 + Nutrien + H2O + sel baru + Nutrien + Energi

Kebutuhan Oksigen Biokimia(BOD)

Parameter BOD dan atau COD digunakan untuk menentukan tingkat penurunan mutu air akibat masuknya bahan organik dari luar. BOD menunjukkan jumlah oksigen terlarut yang dibutuhkan oleh mikroorganisme hidup untuk memecah atau mengoksidasi bahan organik dalam air (Connell & Miller 1995).

Oleh karena itu, nilai BOD menunjukkan

jumlah atau kadar bahan organik dalam air, tetapi hanya mengukur secara relatif jumlah oksigen yang dibutuhkan mikroorganisme untuk mengoksidasi atau menguraikan bahan-bahan organik tersebut. Nilai BOD tinggi menunjukkan bahwa mikroorganisme menghabiskan banyak oksigen untuk mengoksidasi bahan organik dalam air sehingga dalam air terjadi defisit oksigen. Banyaknya mikroorganisme yang tumbuh

dalam air disebabkan oleh banyaknya

makanan yang tersedia (bahan organik). Oleh karena itu, secara tidak langsung BOD selalu dikaitkan dengan kadar bahan organik dalam

air. BOD5 merupakan penentuan kadar BOD

baku, yaitu pengukuran jumlah oksigen yang dihabiskan dalam waktu 5 hari oleh mikroorganisme pengurai secara aerob dalam suatu volume air pada suhu 20 oC. Uji COD di Mikroorganisme

(16)

sisi lain, mengukur semua bahan organik, baik yang dapat diurai oleh mikroorganisme maupun yang tidak dapat diurai. Oleh karena itu, hasil uji COD akan lebih tinggi dari pada hasil uji BOD (Said 1999).

Kebutuhan Oksigen Kimia (COD)

COD adalah jumlah oksigen (mg O2) yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat organik yang ada dalam 1 liter sampel air (Sugiharto 1991). Sampel direfluks selama 2 jam dengan perak sulfat (Ag2SO4) sebagai katalis. Merkuri(II) sulfat digunakan untuk menghilangkan gangguan klorida yang umumnya ada di dalam air.

(CHO)n + Cr2O72- + H+ O2 + H2O

Untuk memastikan semua zat organik habis teroksidasi, zat pengoksidasi K2Cr2O7 digunakan berlebih. Sisa K2Cr2O7 selanjutnya ditentukan melalui titrasi dengan fero amonium sulfat (FAS), dengan reaksi sebagai berikut:

6 Fe2+ + Cr2O72- + 14 H+ 6 Fe3+ + 2 Cr3+ + 7 H2O Indikator feroin digunakan untuk menentukan titik akhir titrasi, yaitu di saat warna hijau-biru larutan berubah menjadi cokelat-merah.

Sisa K2Cr2O7 dalam larutan blangko

merupakan K2Cr2O7 awal, karena blangko diharapkan tidak mengandung zat organik yang dapat dioksidasi oleh K2Cr2O7 (Mahida 1986).

Fosfat

Fosfat merupakan senyawa yang mudah larut dalam air. Fosfat dalam air limbah cair rumah sakit harus dipantau kadarnya karena kandungan fosfat yang tinggi akan menyebabkan tumbuh suburnya alga dan organisme lainnya, yang akhirnya menurunkan konsentrasi oksigen terlarut dan menyebabkan pencemaran lingkungan. Kadar fosfat dalam badan air tawar adalah 0.01 mg/L (Alkatiri et al. 2005).

Amonia

Salahsatu permasalahan yang ada dalam limbah cair rumah sakit ialah kandungan

amonia (NH3) yang melebihi ambang batas.

Amonia dan nitrit termasuk senyawa pencemar yang berasal dari senyawa hara NH3–N atau NO2–N. Dalam kondisi anaerob (kurang oksigen), dampak lingkungan yang

ditimbulkan dapat merugikan. Proses

pengolahan yang lazim dilakukan untuk menghilangkan atau mengurangi kandungan hara (amonia /nitrit) secara teoretis antara lain presipitasi, klorinasi dengan aerasi, dan unit

lumpur aktif dengan sistem aerasi (Siregar

2001).

Presipitasi

Bakteri koliform merupakan golongan biasanya dilakukan untuk menghilangkan logam-logam berat, hara, serta zat anorganik yang terlarut dalam limbah cair. Caranya, pH limbah awal, biasanya sekitar 8– 9, dinaikkan dengan menambahkan basa hingga mencapai 11 dan terbentuk endapan. Metode ini dapat menurunkan kadar amonia dari 200 ppm menjadi 50 ppm.

Klorinasi lazim dilakukan dengan

penambahan kalsium hipoklorit disertai

dengan aerasi. Di samping terjadi pergeseran kesetimbangan amonia, di dalam limbah juga

berlangsung proses disinfeksi. Kalsium

hipoklorit adalah oksidator kuat yang akan menghancurkan zat-zat organik termasuk ammonia dan nitrit serta membunuh bakteri-bakteri patogen yang ada dalam air. Penggunaan teknik ini harus hati-hati dan wajib memakai alat pelindung diri (PPE) yang memadai, seperti respirator dan sarung tangan polietilena (Berlanga 1998).

Koliform Total

untuk menentukan suatu sumber terkontaminasi oleh Berdasarkan penelitian, bakteri koliform ini

menghasilkan zat yang dapat

menyebabkan pembusuk ini juga menghasilkan bermacam-macam racun seperti dapat menimbulka berlebih di dalam tubuh. Bakteri koliform dapat digunakan sebagai indikator karena densitasnya berbanding lurus dengan tingkat patogen pada air seperti daya tahan yang lebih tinggi daripada patogen serta lebih mudah diisolasi dan ditumbuhkan. Dalam limbah cair rumah sakit, kadar atau jumlah bakteri koliform total harus dipantau secara berkala. Mikroorganisme koliform termasuk bakteri Gram negatif, tidak berspora,

aerob, berbentuk batang, dan dapat

memfermentasikan laktosa dengan asam

menjadi gas pada suhu 37 oC selama 48 jam.

Koliform dapat digunakan sebagai indikator

Δ

(17)

dalam pengawasan sanitasi (Cowan & Steel’s 1974).

BAHAN DAN METODE

Bahan dan Alat

Sampel yang digunakan dalam penelitian adalah limbah cair rumah sakit bagian inlet,

proses, dan outlet. Bahan yang digunakan

meliputi larutan bufer pH 4, 7, 10, larutan pelumat kalium dikromat 0.01667 M, asam sulfat, indikator feroin, larutan standar fero amonium sulfat (FAS) 0.1 M, larutan basa azida, larutan mangan, indikator kanji 1%, KIO3 0.1 N, natrium tiosulfat 0.025 N, bufer fosfat, larutan magnesium sulfat, larutan kalsium klorida, larutan besi(III) klorida, larutan NaOH 1 N, larutan aliltiourea, asam sulfat 5 N, larutan kalium antimonil tartat, larutan amonium molibdat, asam askorbat 0.1 M, fenol, larutan natrium hipoklorit, larutan nitroprusida, dan larutan standar amonia.

Peralatan yang digunakan selama penelitian adalah spektrofotometer ultraviolet-tampak (UV-Vis) Labomed USA, pH-meter, tanur, oven, desikator, inkubator, penghitung koloni, dan alat-alat kaca.

METODE PENELITIAN

Sebelum analisis, metode penelitian

dilakukan perencanaan dan persiapan pengambilan sampel yang meliputi penentuan posisi dan jumlah titik, peralatan yang digunakan dan keselamatan kerja yang tepat (sesuai kebutuhan), kondisi sampel selama pengambilan (pemindahan, penyimpanan, dan pengangkutan). Pada bak inlet sampel diambil mengikuti garis diagonal dengan kedalaman yang berbeda-beda di titik a, b, c dan bagian dekat sudut dinding (Gambar 3).

Gambar 3 Titik pengambilan contoh pada bak inlet.

Sampel kemudian dibawa ke laboratorium

untuk dihomogenkan dengan shaker sebelum

digunakan untuk analisis. Hal tersebut berlaku untuk pada bak ekualisasi maupun aerasi, kecuali pada bak outlet diambil sampel yang akan dibuang pada badan air (Gambar 4).

Pengambilan sampel yang representatif akan memengaruhi hasil analisis, diharapkan sampel yang digunakan betul-betul mewakili dari yang dianalisis.

Pengujian Oksigen Terlarut (DO)

Sampel sebanyak 125 mL dimasukkan ke dalam botol 125 mL, tanpa ada gelembung udara. Dengan cepat ditambahkan 1 mL larutan mangan dan 1 mL larutan azida basa ke dalam botol dengan menggunakan pipet dan ditutup segera sehingga tidak ada udara dalam botol.

Botol lalu segera dibolak-balikan hingga terbentuk gumpalan, lalu botol didiamkan beberapa menit sampai semua gumpalan mengendap. Setelah endapan memisah dari larutan, ditambahkan 1 mL asam sulfat melalui dinding botol lalu dikocok sampai semua endapan larut. Sebanyak 100 mL larutan tersebut dipipet ke dalam labu erlemeyer lalu dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat 0.025 N hingga bewarna kuning pucat. Sebanyak 1 mL indikator kanji 1% ditambahkan, lalu dikocok, kemudian titrasi dilanjutkan sampai warna biru hilang.

Pengujian COD

Sampel sebanyak 2.5 mL dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang bersih dan kering, lalu ditambahkan 1.5 mL larutan pelumat dan 3.5 mL larutan asam sulfat. Tabung atau ampul ditempatkan dalam reaktor COD,

dipanaskan pada suhu 150 oC selama 2 jam.

Setelah 2 jam, tabung didinginkan ke suhu kamar, dipindahkan ke erlenmeyer 100 mL

a

Gambar 4 Titik pengambilan sampel pada outlet.

a

b

(18)

dan ditambahkan indikator feroin 2–3 tetes, sebelum titrasi dengan larutan FAS 0.1 M yang telah distandardisasi sampai terbentuk warna merah bata.

Pengujian TSS

Sampel sebanyak 100 mL yang telah

dihomogenisasi diukur dengan alat

Spektroquant Nova 60 A. Pengukuran dilakukan dengan program TSS, yaitu 032, yang terdapat pada alat tersebut.

Pengujian Amonia Cara Fenat

Sampel sebanyak 25 mL dimasukkan ke dalam erlenmeyer 100 mL, lalu ditambahkan 1 mL larutan fenol dan 1 mL natrium nitroprusida dan dihomogenkan. Selanjutnya ditambahkan 2.5 mL larutan pengoksidasi dan labu segera ditutup dengan plastik atau parafin film. Campuran dibiarkan selama 1 jam untuk pembentukan warna. Sejumlah

volume larutan tersebut kemudian

dipindahkan ke dalam kuvet, dibaca dan dicatat serapannya pada panjang gelombang 640 nm.

Pengujian Kadar Fosfat Dengan Spektrofotometer Cara Asam Askorbat

Sampel sebanyak 50 mL dimasukkan ke dalam erlemeyer, lalu ditambahkan 8 mL larutan campuran (amonium molibdat, kalium antimonil tartat, dan asam askorbat) dan dihomogenkan. Sejumlah larutan tersebut dipindahkan ke kuvet, dibaca dan dicatat serapannya pada panjang gelombang 880 nm dalam kisaran waktu 10–30 menit.

Pengujian Koliform Total dengan metode Plate Count

Sampel sebanyak 1 mL dimasukkan ke dalam botol yang berisi 9 mL bufer pepton-air, hingga membuat deret pengenceran 10–1, 102, dan 10–3. Dari setiap pengenceran dipindahkan 1 mL, ke dalam cawan petri steril. Media violet red bile agar

Teknik Pengolahan dan Analisis Data

(VRBA) yang telah dicairkan pada suhu kamar dituangkan ke dalam petri sebanyak 10–15 mL lalu digoyangkan dengan hati-hati hingga isinya bercampur merata (homogen) dan dibiarkan membeku (5–10 menit). Cawan petri diinkubasi dengan posisi terbalik pada

suhu 36 + 1 oC selama 24 jam. Koloni

berwarna merah gelap yang berukuran 0,5 mm atau lebih dihitung dan dinyatakan

sebagai koloni bakteri koliform yang terbentuk

dalam cawan petri. Hasil perhitungan

dinyatakan sebagai jumlah bakteri per gram atau per mililiter dengan mengalikan jumlah koloni koliform dalam cawan dengan faktor pengenceran yang digunakan.

Pengolahan dan analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan uji t dengan menggunakan program komputer SPSS versi 10.0. Interpretasi hasil ialah sebagai berikut: (a) Jika t hitung ≤ 0.01 maka nilai hasil uji

dinyatakan sangat signifikan; (b) Jika p > 0.01 maka nilai hasil uji dinyatakan signifikan; dan (c) Jika p > 0.05 maka hasil uji dinyatakan tidak signifikan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Telah dilakukan analisis terhadap limbah cair Rumah Sakit PMI kota Bogor dan didapatkan data sekunder dari Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Kota Bogor (Tabel 1). Parameter COD, BOD-5, TSS, dan fosfat pada Tabel 1 melebihi baku mutu yang telah ditetapkan KepMNLH No.58/MNLH/12 /1995 sehingga perlu dilakukan evaluasi kembali berupa pengamatan dan analisis mutu limbah cair. Data primer hasil pengujian selengkapnya diberikan pada Lampiran 2. Selanjutnya data tersebut dianalisis statistik dengan uji t. Uji statistik ini dimaksudkan untuk mengetahui perbedaan kadar sebelum dan sesudah pengolahan, sekaligus untuk mengetahui tingkat penurunan kadar oleh pengolahan limbah yang telah dilakukan.

Kadar TSS

Dari hasil uji laboratorium limbah cair rumah sakit PMI kota Bogor, didapatkan kadar TSS setelah pengolahan adalah <25 mg/L (limit deteksi alat Spectroquant Nova 60 A). Kadar tersebut telah berada di bawah baku mutu yang ditetapkan. Penurunan yang terjadi dikarenakan proses aerasi. Menurut Putranto (2001), apabila lumpur aerasi tidak pernah dibuang keluar atau tidak diolah lebih lanjut, maka akan meningkatkan kadar TSS. Karena

itu, seharusnya tidak semua lumpur

(19)

dihasilkan dari proses aerasi akan diendapkan di tanki penjernih sehingga siklus berputar.

Kadar COD dan BOD

COD adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat organik pada sampel air. Karena itu, COD merupakan ukuran pencemaran air oleh zat-zat organik yang secara alamiah dapat dioksidasi melalui proses kimia, dan yang mengakibatkan berkurangnya oksigen terlarut di dalam air. Empat kali uji laboratorium limbah cair untuk parameter COD menunjukkan hasil yang berbeda-beda. Rerata kadar COD sebelum pengolahan mencapai 284, 226, 185, dan 282 mg/L (Gambar 5). Hal ini dikarenakan pada bak inlet terkandung banyak sekali senyawa organik yang dapat dioksidasi secara kimia. Contohnya antara lain protein, lemak, karbohidrat yang berasal dari darah, dan sisa makanan. Hasil analisis tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan dengan Baku Mutu Air Limbah untuk Kegiatan Rumah Sakit yang menetapkan batas maksimum kadar COD yang masih diperkenankan adalah 80 mg/L. Kadar COD sesudah pengolahan turun menjadi 31.68, 30.78, 82.09, dan 52.27 mg/L (Gambar 5). Kadar COD ini juga masih di bawah baku mutu, kecuali pada bulan ketiga. Artinya pada bulan ke-3, penggunaan jumlah zat kimia yang dapat dioksidasi mengalami peningkatan di rumah sakit tersebut.

Kadar COD yang besar berhubungan dengan kadar BOD yang kecil. Hal ini dikarenakan semakin banyak senyawa kimia yang dapat teroksidasi, semakin sedikit mikroorganisme yang hidup. Selain itu, senyawa kimia mudah sekali teroksidasi sedikit dibandingkan dengan cara biologis yang membutuhkan waktu lama. Hubungan antara COD dan BOD diperlihatkan pada Gambar 6.

0

50

100

150

200

250

300

Konsentrasi

(mg/L)

1

2

3

4

Bulan

Inlet

Outlet

BM

Gambar 5 Hasil pengukuran kadar COD.

Hasil uji t-berpasangan menunjukkan

bahwa kadar COD mempunyai nilai p = 0.01. Dengan p < 0.05, dapat ditarik simpulan bahwa ada perbedaan antara kadar COD sebelum dan sesudah pengolahan. Nilai df = 3 dan nilai t = 5.817. Jadi, pengolahan limbah cair dapat menurunkan kadar COD.

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 Konsentrasi (mg/L)

1 2 3 4

Bulan

COD

BOD

Gambar 6 Hubungan kadar COD dan BOD pada bak outlet

Tabel 1 Data sekunder pengujian Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Kota Bogor

Tahun Suhu pH BOD-5 COD TSS NH

3

-N PO 4

-P Koliform Total

30 oC 6–9

30 mg/L 80 mg/L 30 mg/L 0.1

mg/L 2 mg/L

1000 jumlah /100

ml Baku Mutu

2006 28 7.54 38.89 98.8 5 0.1 3.17 350

2007 - - - -

2008 27.5 7.2 8 23 52 0.018 2.91 84

2009 28.1 7.6 15 64 19 0.006 0.925 110

(20)

Kadar Fosfat

Fosfat merupakan senyawa yang mudah larut dalam air. Fosfat dalam limbah cair rumah sakit harus dipantau kadarnya karena kandungan fosfat yang tinggi akan menyebabkan suburnya alga dan organisme lainnya sehingga menurunkan konsentrasi oksigen terlarut dan juga menyebabkan pencemaran lingkungan. Kadar fosfat dalam badan air tawar adalah 0.01 mg/L (Alkatiri et al. 2005).

Kadar fosfat limbah cair rumah sakit PMI kota Bogor sebelum dan setelah pengolahan didapatkan masih di bawah baku mutu, kecuali pada bulan kedua (Gambar 7). Hal ini dikarenakan penggunaan detergen yang tidak ramah lingkungan yang banyak pada bulan kedua.

Fosfat yang terdapat pada air limbah rumah sakit dapat berasal dari limbah makanan, dapur, dan limbah dari tempat pencucian karena pemakaian detergen yang berlebih. Fosfat merupakan unsur penting

dalam proses metabolisme organisme

biologis. Kandungan fosfat dalam IPAL bersumber sebagian besar dari penggunaan detergen tidak ramah lingkungan yang berlebihan yang berasal dari proses laundry.

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8 2 Konsentrasi (mg/L)

1 2 3 4

Bulan

Inlet Outlet BM

Gambar 7 Hasil pengukuran kadar fosfat

Hasil uji t-berpasangan menunjukkan

bahwa kadar fosfat mempunyai nilai p =

0.176. Dengan p > 0.05, dapat ditarik simpulan bahwa tidak ada perbedaan antara kadar fosfat sebelum dan sesudah pengolahan. Nilai df = 3 dan t = -1.766. Jadi, pengolahan

limbah cair belum secara optimum

menurunkan kadar fosfat.

Kadar Amonia

Salah satu permasalahan limbah cair rumah sakit ialah kandungan amonia (NH3)

yang melebihi nilai ambang, amonia dan nitrit termasuk senyawa pencemar yang berasal dari

hara, dari senyawa NH3–N atau NO2–N.

Dalam kondisi anaerob (kurang oksigen), mungkin timbul dampak lingkungan yang merugikan. Proses pengolahan yang lazim dilakukan untuk menghilangkan atau mengurangi kandungan amonia /nitrit meliputi proses presipitasi, klorinasi dengan aerasi, dan unit lumpur aktif dengan sistemaerasi (Siregar 2005). Hasil pengukuran rerata kadar amonia sebelum pengolahan adalah 1.38, 2.31, 1.70, dan 1.63 mg/L. Hasil tersebut masih berada di atas baku mutu (0.1 mg/L) sehingga perlu dilakukan pengolahan. Kadar amonia sesudah proses pengolahan turun menjadi 0.18, 0.02, 0.05, dan 0.05 mg/L, dan telah berada di bawah baku mutu, kecuali pada proses pengambilan bulan pertama. Menurut Putranto (2001), meningkatnya kadar amoniak dapat dikarenakan proses aerasi yang kurang baik atau tidak dilakukan pengolahan lumpur lebih lanjut.

Lumpur dalam bak penjenih tidak pernah dibuang keluar, tetapi dikembalikan ke bak aerasi sehingga jasad bakteri yang merupakan

protein akan dicerna kembali oleh

mikroorganisme di dalam bak aerasi. Pada bak aerasi, bakteri tumbuh subur karena banyaknya asupan makanan dari lumpur aktif yang

dikembalikan. Kemudian lumpur yang

dihasilkan dari proses aerasi diendapkan di tangki penjernih sehingga siklus berputar kembali. Karena itu, limbah cair yang menuju badan air kadar nitrogennya akan menurun.

Hasil uji t-berpasangan menunjukkan

bahwa kadar amoniak mempunyai nilai p =

0.005. Dengan p < 0.05, dapat ditarik simpulan bahwa ada perbedaan antara kadar amoniak sebelum dan sesudah pengolahan. Nilai df = 3 dan nilai t = 7.453. Jadi, pengolahan limbah cair dapat menurunkan kadar amoniak

.

Kadar Koliform Total

Dalam limbah cair rumah sakit, kadar atau jumlah bakteri koliform total harus dipantau secara berkala demi mencegah terjadinya pencemaran lingkungan. Mikroorganisme koliform termasuk bakteri Gram negatif, tidak berspora, aerob, berbentuk batang, dan dapat memfermentasikan laktosa dengan asam

menjadi gas pada suhu 37 oC selama 48 jam.

Koliform dapat digunakan sebagai indikator dalam pengawasan sanitasi (Cowan & Steel’s 1974).

(21)

yang telah ditetapkan dikarenakan pompa yang memasok disinfektan tidak berfungsi dengan baik. Pada bulan-bulan berikutnya, telah digunakan pompa yang berfungsi dengan baik.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Evaluasi hasil pengolahan limbah cair rumah sakit kota Bogor secara biologis tahun 2010 masih mendapatkan parameter di atas baku mutu KepMNLH No. 58/MENLH/12/ 1995, dan bila dibandingkan dengan rumah sakit pembanding dengan pengolahan yang sama, tetapi menggunakan PAC, hasil analisis rumah sakit pembanding lebih baik dan luas tanah yang digunakan pengolahan limbah cair lebih efisien.

Saran

Diperlukan pengawasan dan informasi terhadap pemakaian dosis detergen yang bersifat biodegradabel dalam proses laundry.

DAFTAR PUSTAKA

Alkatiri S, Kuntaman, Mulyastuti TH. 2005. Efektivitas hasil pengolahan air limbah rumah sakit [skripsi]. Surabaya: Fakultas Kedokteran, Universitas Airlangga

Berlanga B, penemu; … 1998. Process,

formula and installation for the treatment and sterilization of biological, solid, liquid, ferrous metallic, non-ferrous metallic, toxic and dangerous hospital waste material. US patent 5 820 541.

Chudoba J. 1985 Microbial growth

characteristics.18:47-78 J. gen. Microbiol.

Connell WD, Miller GJ. 1995. Kimia dan

Ekotoksikologi Pencemaran. Koestoer Y, penerjemah. Jakarta: UI Pr. Terjemahan dari: Aquatic Invironment.

Cowan ST & Steel’s. 1974. Manual for The Identification of Medical Bacteria. Ed ke-2. Cambridge: Cambridge Univ Pr.

[Depkes RI] Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Pedoman Sanitasi Rumah Sakit di Indonesia. Jakarta

Giyatmi 2003. Efektivitas pengolahan limbah cair rumah sakit Dokter Sardjito Yogyakarta terhadap pencemaran radioaktif [disertasi].Yogyakarta: Program Pascasarjana, Universitas Gadjah Mada.

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 58/MENLH/12/1995. 1995. Baku Mutu Limbah Cair bagi Kegiatan di RS. Jakarta.

Mahida UN. 1986. Pencemaran Air dan

Pemanfaatan Limbah Industri. Jakarta: CV Rajawali.

McKinney RE. 1963. Advance in Biological

Waste Treatment. New York: Pergamon Pr.

Palm JC et al. 1980. Three generic types of activate sludge. J Water Pollut Control Feed 52:484-531

Said NI. 1999. Teknologi pengolahan air limbah rumah sakit dengan sistem

“biofilter anaerob-aerob”. Di dalam:

Prosiding Seminar Teknologi Pengelolaan Limbah. Jakarta: 29 Juli 2009; hlm 78-80.

Siregar SA. 2005. Instalasi Pengolahan Air Limbah. Jakarta: Kanisius.

Siregar TM. 2001. Pengaruh penambahan inokulum pada pengolahan limbah cair rumah sakit: studi kasus pengolahan limbah cair RSUD Pasar Rebo, Jakarta menggunakan M-bio pada reaktor fixed-film aerobic [tesis]. Jakarta: Program Pascasarjana, Universitas Indonesia.

Sugiharto, A. 1991. Dasar-dasar Pengelolaan Air Limbah. Jakarta: UI Pr.

Wesley E. 1989. Industrial Water Pollution

(22)
(23)

Populasi

Subjek Limbah sebelum diolah

Uji t-berpasangan

Limbah setelah diolah

Kadar COD, BOD, amonia, pH, fosfat, dan koliform total

Kadar COD, BOD, amonia, pH, fosfat, dan koliform total

(24)

Lampiran 2 Hasil Penelitian

a. Pengukuran Konsentrasi Fosfat

No Konsentrasi Bulan ke-1 Bulan ke-2 Bulan ke-3 Bulan ke-4

A [PO4

3-] A [PO4

3-] A [PO4

3-] A [PO4

3-]

1 0.0 0.000 0.000 0.000 0.000

2 0.2 0.068 0.077 0.072 0.078

3 0.4 0.154 0.172 0.161 0.172

4 0.8 0.378 0.355 0.386 0.394

5 1.0 0.518 0.419 0.521 0.549

Persamaan kurva standar

y = - 0.02683 + 0.5217 x

y = - 0.002 + 0.4305 x

y = - 0.016 + 0.5118 x

y = - 0.0237 + 0.5465 x

R2 = 0.9879 R2 = 0.9976 R2 = 0.9892 R2 = 0.9894 6 Inlet 0.054 0.1549 0.398 0.9292 0.098 0.2228 0.112 0.2483 7 0.056 0.1588 0.400 0.9338 0.100 0.2267 0.115 0.2538 8 0.054 0.1549 0.396 0.9245 0.097 0.2209 0.110 0.2447 9 Proses 0.165 0.3677 0.551 1.2846 0.058 0.1447 0.052 0.1385 10 0.168 0.3734 0.549 1.2799 0.062 0.1525 0.050 0.1349 11 0.168 0.3734 0.548 1.2776 0.060 0.1486 0.052 0.1385 12 Outlet 0.179 0.3945 0.549 1.2799 0.183 0.3889 0.063 0.1587 13 0.182 0.4003 0.546 1.2729 0.185 0.3928 0.059 0.1513 14 0.178 0.3926 0.548 1.2776 0.186 0.3948 0.062 0.1568

b. Pengukuran Konsentrasi Amonia

No Konsentrasi Bulan ke-1 Bulan ke-2 Bulan ke-3 Bulan ke-4

A [NH3] A [NH3] A [NH3] A [NH3]

1 0.0 0 0 0 0

2 0.1 0.051 0.040 0.032 0.042

3 0.2 0.091 0.049 0.082 0.086

4 0.3 0.148 0.075 0.120 0.128

5 0.5 0.214 0.176 0.208 0.221

6 1.0 0.366

Persamaan kurva standar

y = 0.0059 + 0.4312 x

y = - 0.0056 + 0.3345 x

y = - 0.0043 + 0.4214 x

y = - 0.0018 + 0.4416 x

(25)

c. Pengukuran COD

Standardisasi FAS oleh larutan pelumat

Volume larutan pelumat (K2Cr2O7 0.01667 M) = 5 mL

Volume akuades = 10 mL

Indikator feroin

Pengukuran ke - Volume FAS (mL) Konsentrasi FAS [M] Rerata

1 5.0 0.1000 0.0990

5.1 0.0980

2 5.2 0.0962 0.0962

5.2 0.0962

3 5.2 0.0962 0.0962

5.2 0.0962

5.1 0.0980 0.0980

4 5.1 0.0980

Contoh perhitungan untuk pengukuran ke-1 ulangan ke-1:

[FAS] =

FAS

0.1000

O 7 Cr 2 K 2

V

V

×

= 5.0 0.1000 5×

= 0.1000 M

Nama sampel

Pengukuran ke -1 Pengukuran ke -2 Pengukuran ke -3 Pengukuran ke -4

VFAS

(mL)

COD (mg/L)

VFAS

(mL)

COD (mg/L)

VFAS

(mL)

COD (mg/L)

VFAS

(mL)

COD (mg/L)

Blangko 1.4 1.6 1.7 1.5

1.4 1.6 1.7 1.5

Inlet 0.5 285.12 0.9 215.49 1.1 184.70 0.6 282.24

0.5 285.12 0.9 215.49 1.1 184.70 0.6 282.24

0.51 281.95 0.8 246.72 1.1 184.70 0.6 282.24

Proses 1.3 31.68 1.5 30.78 1.6 30.78 1.4 31.36

1.3 31.68 1.5 30.78 1.6 30.78 1.4 31.36

1.3 31.68 1.5 30.78 1.5 61.57 1.4 31.36

Outlet 1.3 31.68 1.5 30.78 1.4 92.35 1.3 62.72

1.3 31.68 1.5 30.78 1.4 92.35 1.3 62.72

1.3 31.68 1.5 30.78 1.5 61.57 1.4 31.36

Contoh perhitungan untuk pengukuran ke-1 ulangaan ke-1:

COD =

contoh contoh FAS blangko

FAS

)

(

V V

V

× [FAS] × 8000

=

(

)

5 . 2

5 . 0 4 . 1 −

× 0.0990 × 8000

(26)

d. Pengukuran BOD

1. Standardisasi Natrium Tiosulfat 0.025 N oleh KIO3

Ulangan ke - Volume KIO3 (mL) Volume Na2S2O3 (mL) Faktor Na2S2O3 Rerata

1 10 0.0 – 7.5 1.0667 1.0462

2 10 7.5 – 15.3 1.0256

F = 5 . 7 8 = 1.0667

2. Kadar BOD outlet

Pengukuran ke -

Volume Na2S2O3 (mL)

DO0

(mg/L)

Volume Na2S2O3 (mL)

DO5

(mg/L)

BOD5

(mg/L) Rerata

1 3.51 7.61 3.10 6.72 0.89 1.42

3.49 7.57 3.00 6.50 1.07

3.50 7.60 3.05 5.30 2.30

2 3.72 8.20 3.00 6.50 1.70 2.07

3.78 8.20 2.95 6.40 1.80

3.70 8.02 3.05 5.30 2.72

3 3.00 6.50 2.80 6.07 0.43 0.40

2.90 6.29 2.75 5.96 0.33

3.00 6.50 2.75 5.96 0.54

4 4.30 9.32 3.10 6.72 2.60 3.40

4.40 9.54 2.85 6.18 3.36

4.40 9.54 3.05 5.30 4.24

Contoh perhitungan untuk pengukuran ke-1 ulangaan ke-1:

BOD0 = VNa2S2O3 × faktor Na2S2O3 ×

dititrasi yang uji botol BOD botol 2) ( 1) ( V V V V × 2 1 1000 −

V × 0.2

= 3.51 × 1.0667 × 100 125 × 2 125 1000

− × 0.2

= 7.61 mg O/L

BOD5 = VNa2S2O3 × faktor Na2S2O3 ×

dititrasi yang uji botol 2 botolBOD 1

)

(

)

(

V

V

V

V

× 2 1 1000 −

V × 0.2

= 3.10 × 1.0667 × 100 125 × 2 125 1000

− × 0.2

= 6.72 mg O/L

Jadi kadar BOD ialah BOD0 − BOD5

(27)

e. Data primer analisis kualitas limbah cair Rumah Sakit PMI

Area

Ulangan ke -

Parameter

TSS pH COD BOD [NH3] [PO4] Koliform Total

Inlet 1 68 6.25 285.12 – 1.378 0.155 58 × 104 2 70 6.27 285.12 – 1.373 0.159 59 × 104 3 64 6.25 281.95 – 1.396 0.155 62 × 104 Rerata 67 6.26 284.06 – 1.382 0.156 59.67 × 104 1 97 6.55 215.49 – 2.313 0.929 84 × 104 2 98 6.57 215.49 – 2.307 0.934 73 × 104 3 95 6.6 246.72 – 2.319 0.925 79 × 104 Rerata 97 6.57 225.90 – 2.313 0.930 78.7 × 104 1 85 7.00 184.70 – 1.700 0.223 59 × 104 2 84 7.02 184.70 – 1.705 0.227 12.5 × 104 3 84 7.02 184.70 – 1.695 0.221 14 × 104 Rerata 84 7.01 184.70 – 1.700 0.224 28.5 × 104 1 93 7.38 282.24 – 1.634 0.248 35 × 104 2 92 7.40 282.24 – 1.630 0.254 49 × 104 3 93 7.38 282.24 – 1.639 0.245 63 × 104 Rerata 93 7.39 282.24 – 1.634 0.249 49 × 104 Proses 1 575 6.50 31.68 – 0.049 0.368 –

2 578 6.52 31.68 – 0.044 0.373 −

3 577 6.54 31.68 – 0.049 0.373 −

Rerata 577 6.52 31.68 – 0.047 0.371 −

1 577 7.08 30.78 – 0.023 1.285 −

2 578 7.10 30.78 – 0.020 1.280 −

3 576 7.08 30.78 – 0.020 1.278 −

Rerata 577 7.09 30.78 – 0.021 1.281 −

1 578 7.10 30.78 – 0.157 0.145 −

2 579 7.12 30.78 – 0.153 0.153 −

3 578 7.12 61.57 – 0.155 0.149 −

Rerata 578 7.11 41.05 – 0.155 0.149 −

1 620 7.08 31.36 – 0.122 0.139 −

2 611 7.10 31.36 – 0.117 0.135 −

3 612 7.10 31.36 – 0.122 0.139 −

Rerata 614 7.09 31.36 – 0.120 0.138 − Outlet 1 <25 6.96 31.68 0.89 0.179 0.395 1.8 × 104

(28)

f. Data Sekunder Pengujian BPLH Kota Bogor Rumah Sakit dengan Sistem Aerasi Secara Biologi dengan Koagulan PAC

Tahun Suhu pH BOD5 COD TSS NH3-N PO4-P Koliform Total

Baku

Mutu 30 6 – 9 30 80 30 0.1 2 10.000

Satuan o

C (mg/L) (mg/L) (mg/L) (mg/L) (mg/L) Koloni/100 mL

2006 29.0 7.15 6.31 15.68 7.6 0.151 2.89 350

2007 28.8 7.00 12 28 10 0.084 0.41 400

2008 27.8 7.10 12 33 50 0.0011 1.95 90

2009 27.9 7.60 16 45 6 0.060 0.871 105

g. Data Primer Rumah Sakit Pembanding dengan Sistem Aerasi secara Biologi dengan Koagulan PAC

1. Pengukuran COD

Standardisasi FAS oleh larutan pelumat

Volume larutan pelumat (K2Cr2O7 0.01667 M) = 5 mL

Volume akuades = 10 mL

Indikator feroin

Pengukuran ke - Volume FAS (mL) Konsentrasi FAS (M) Rerata

1 5.0 0.1000 0.0990

2 5.1 0.0980

Contoh perhitungan untuk pengukuran ke-1 ulangan 1:

[FAS] =

FAS O Cr

K2 2 7 0.1000

V V ×

= 5.0 0.1000 5×

= 0.1000 M

Nama sample Pengukuran ke -1 VFAS (mL) COD (mg/L)

Blangko 1.4

1.4

Inlet 0.2 384

0.2 384

0.2 384

Proses 1.3 31.68

1.3 31.68

1.3 31.68

Outlet 1.3 31.68

1.3 31.68

1.3 31.68

Contoh perhitungan untuk pengukuran ke-1 ulangaan ke-1:

COD =

contoh

contoh FAS blangko

FAS )

(

V V

V

× [FAS] × 8000

=

(

)

5 . 2

2 . 0 4 . 1 −

× 0.0990 × 8000

(29)

2. Pengukuran NH3 dan PO4

No ID/Konsentrasi Pengukuran NH3 Pengukuran (PO4

3-)

[NH3] [PO43-] A [NH3] A [PO43-]

1 0 0.0 0.000 0.000

2 0.1 0.2 0.033 0.072

3 0.2 0.4 0.063 0.161

4 0.3 0.8 0.085 0.386

5 0.5 1.0 0.160 0.521

Persamaan kurva standar

y = - 0.000743 + 0.3134 x

y = - 0.0160 + 0.5118 x

R2 = 0.9936 R2 = 0.9952

6 Inlet 0.238 0.762 0.844 1.681

7 0.239 0.765 0.844 1.681

8 0.238 0.762 0.844 1.681

9 Proses 0.221 0.708 0.162 0.348

10 0.220 0.704 0.163 0.350

11 0.219 0.701 0.163 0.350

12 Outlet 0.168 0.538 0.098 0.121

13 0.167 0.535 0.098 0.121

14 0.168 0.538 0.098 0.121

3. Pengukuran kadar BOD Outlet

Pengukuran ke -

Volume Na2S2O3 (mL)

DO0

(mg/L)

Volume Na2S2O3

(mL)

DO5

(mg/L)

BOD5

(mg/L) Rerata

1 4.30 9.33 3.10 6.73 2.60 2.78

4.40 9.55 3.10 6.73 2.82

4.40 9.55 3.05 6.62 2.93

Contoh perhitungan untuk pengukuran ke-1 ulangaan ke-1:

BOD0 = VNa2S2O3× faktor Na2S2O3 ×

dititrasi yang uji botol BOD botol 2) ( 1) ( V V V V × 2 1 1000 −

V × 0.2

= 4.30 × 1.0667 × 100 125 × 2 125 1000

− × 0.2

= 9.33 mg O/L

BOD5 = VNa2S2O3× faktor Na2S2O3 ×

dititrasi yang uji botol BOD botol 2) ( 1) ( V V V V × 2 1 1000 −

V × 0.2

= 3.10 × 1.0667 × 100 125 × 2 125 1000

− × 0.2

= 6.73 mg O/L

Jadi kadar BOD ialah BOD0 – BOD5

(30)

h. Hasil pengukuran dengan menggunakan uji t-berpasangan parameter inlet dan outlet

Parameter N Standar Deviasi t df Sig.(2-tailed)

pH 4 0.4488 -0.657 3 0.558

COD 4 66.1576 5.817 3 0.010

Amoniak 4 0.45077 7.458 3 0.005

Fosfat 4 0.18832 -1.763 3 0.176

(31)

Lampiran 3. Skema pengolahan limbah cair rumah sakit pembanding

Dapur

Bak Homogenisasi dan aerasi

PAC

Torn

Filter

Bak Aerasi

Bak Klorinasi

Bak Klorinasi

Bak Pengendap 2

Torn Badan

Air Kolam Ikan

F i l t e r Laboratorium

Operasi Klinik

Domestik

(32)

Lampiran 4. Skema sistem pengolahan limbah cair Rumah Sakit PMI Kota Bogor

1

6

5 4

2 3

(33)

Biologis. Dibimbing oleh SRI MULIJANI dan DWI DARMAYANTI.

Limbah rumah sakit PMI di Kota Bogor dan rumah sakit pembanding dengan

sistem pengolahan yang sama, tetapi menggunakan koagulan polialuminium

klorida, dianalisis parameter padatan tersuspensi total, pH, kebutuhan oksigen

kimia (COD), kebutuhan oksigen biokimia, amonia, fosfat, dan koliform total.

Semua parameter telah memenuhi baku mutu KepMLH No. 58/MNLH/12/1995,

kecuali nilai COD pada bulan ketiga, diduga karena pemakaian detergen yang

berlebihan. Uji

t

berpasangan terhadap parameter limbah sebelum dan sesudah

pengolahan menunjukkan hasil yang berbeda nyata. Karena itu, sistem pengolahan

air limbah di rumah sakit PMI Bogor telah efektif, meskipun belum sebaik rumah

sakit pembanding.

ABSTRACT

MUHAMMAD INOKI. Biological Hospital Wastewater Treatment in Bogor.

Supervised by SRI MULIJANI and DWI DARMAYANTI.

(34)

PENDAHULUAN

Keberadaan limbah pada umumnya tidak dikehendaki di lingkungan. Salah satu yang cukup dikhawatirkan ialah limbah rumah sakit. Rumah sakit merupakan institusi kesehatan dengan inti kegiatan pelayanan preventif, rehabilitatif, dan promotif. Kegiatan tersebut dapat berdampak positif dan negatif. Dampak positif ialah meningkatnya kesehatan masyarakat, sedangkan dampak negatifnya antara lain pencemaran sampah dan limbah

medis maupun non-medis yang dapat

menimbulkan penyakit. Upaya penyehatan lingkungan rumah sakit diperlukan untuk melindungi masyarakat dan karyawan dari bahaya pencemaran tersebut. Hasil penelitian Ditjen P2MPL Direktorat Penyediaan Air dan Sanitasi yang melibatkan Dinas Kesehatan Kabupaten dan Kota menyebutkan bahwa rumah sakit di Indonesia yang memiliki instalasi pengolahan air limbah (IPAL) baru sebanyak 36%. Dari jumlah tersebut, limbah cair yang setelah diolah, memenuhi baku mutu baru mencapai 52% (Giyatmi 2003).

Limbah cair rumah sakit umumnya banyak mengandung mikroorganisme (bakteri, virus, dsb.), senyawa kimia, dan obat-obatan yang dapat membahayakan kesehatan masyarakat di sekitarnya. Limbah yang bersumber dari laboratorium paling perlu diwaspadai karena bahan-bahan kimia yang digunakan untuk uji laboratorium tidak dapat diurai hanya dengan aerasi atau lumpur aktif. Bahan-bahan itu mengandung logam berat dan inveksikus yang harus disterilisasi atau dinormalkan terlebih dahulu. Untuk foto röntgen, misalnya, terkandung bahan radioaktif yang cukup berbahaya. Pengelolaan limbah cair yang baik sangat dibutuhkan agar mutu efluen tidak melebihi baku mutu yang ditetapkan oleh pemerintah, dalam hal ini KepMNLH No.58/ MNLH/12/1995.

Berangkat dari hal tersebut, dilakukan penelitian untuk mengevaluasi limbah cair Rumah Sakit PMI Kota Bogor dan satu rumah sakit lainnya sebagai pembanding berdasarkan KepMNLH No.58/MNLH/12/1995. Jenis dan sumber data yang digunakan adalah data primer dan sekunder. Uji non-parametrik dan

uji t berpasangan dilakukan terhadap

parameter kebutuhan oksigen secara kimia (COD), kebutuhan oksigen secara biokimia (BOD), padatan tersuspensi total (TSS), fosfat, pH, suhu, amonia, dan koliform total. Hasil outlet dibandingkan dengan baku mutu KepMNLH No.58/MNLH/12/1995.

TINJAUAN PUSTAKA

Limbah Cair Rumah Sakit

Limbah cair rumah sakit merupakan salah satu sumber pencemaran air yang sangat potensial. Hal ini disebabkan oleh kandungan senyawa organik yang cukup tinggi, senyawa kimia yang berbahaya, serta mikroorganisme patogen di dalamnya (Said 2003). Limbah cair rumah sakit berasal dari seluruh kegiatan rumah sakit yang meliputi limbah domestik cair, yakni buangan kamar mandi, dapur, air pencuci pakaian; limbah cair klinis, misalnya air bekas membilas luka atau darah; air limbah laboratorium; dan lain-lain (Said 2003). Berdasarkan KepMNLH No.58/MNLH/12/ 1995 tentang Baku Mutu Limbah Cair Rumah Sakit, setiap rumah sakit wajib menyediakan sarana pengelolaan limbah cair maupun padat sebelum dibuang ke saluran umum.

Karakteristik air limbah meliputi sifat fisika, kimia, dan biologi. Dengan mengetahui jenis cemaran dalam air limbah, unit proses yang dibutuhkan dapat ditentukan. Sebagai contoh, kontaminasi oleh padatan tersuspensi membutuhkan unit proses sedimentasi atau penapisan dan penghilangan debu. Dalam pembuangan air limbah, prinsip yang penting adalah mengurangi emisi dan mengembalikan bahan-bahan yang masih berguna ke dalam sumbernya. IPAL yang baik hanya perlu sedikit perawatan, aman dalam pengoperasian, hemat energi, dan produk samping (misalnya, lumpur) minimum (Qasim 1985).

Proses Pengolahan Biologi

Unit proses biologi memanfaatkan aktivitas mikroorganisme untuk mengurai cemaran secara alami. Sebagian besar air limbah mengandung zat organik sehingga proses biologi merupakan tahapan yang penting. Dibandingkan dengan proses alami, proses biologi biasanya lebih cepat dan membutuhkan tempat lebih sedikit. Namun, peningkatan intensitas menyebabkan proses lebih sensitif sehingga memerlukan proses kontrol yang intensif dan teliti (Alkitri et al.2005).

(35)

PENDAHULUAN

Keberadaan limbah pada umumnya tidak dikehendaki di lingkungan. Salah satu yang cukup dikhawatirkan ialah limbah rumah sakit. Rumah sakit merupakan institusi kesehatan dengan inti kegiatan pelayanan preventif, rehabilitatif, dan promotif. Kegiatan tersebut dapat berdampak positif dan negatif. Dampak positif ialah meningkatnya kesehatan masyarakat, sedangkan dampak negatifnya antara lain pencemaran sampah dan limbah

medis maupun non-medis yang dapat

menimbulkan penyakit. Upaya penyehatan lingkungan rumah sakit diperlukan untuk melindungi masyarakat dan karyawan dari bahaya pencemaran tersebut. Hasil penelitian Ditjen P2MPL Direktorat Penyediaan Air dan Sanitasi yang melibatkan Dinas Kesehatan Kabupaten dan Kota menyebutkan bahwa rumah sakit di Indonesia yang memiliki instalasi pengolahan air limbah (IPAL) baru sebanyak 36%. Dari jumlah tersebut, limbah cair yang setelah diolah, memenuhi baku mutu baru mencapai 52% (Giyatmi 2003).

Limbah cair rumah sakit umumnya banyak mengandung mikroorganisme (bakteri, virus, dsb.), senyawa kimia, dan obat-obatan yang dapat membahayakan kesehatan masyarakat di sekitarnya. Limbah yang bersumber dari laboratorium paling perlu diwaspadai karena bahan-bahan kimia yang digunakan untuk uji laboratorium tidak dapat diurai hanya dengan aerasi atau lumpur aktif. Bahan-bahan itu mengandung logam berat dan inveksikus yang harus disterilisasi atau dinormalkan terlebih dahulu. Untuk foto röntgen, misalnya, terkandung bahan radioaktif yang cukup berbahaya. Pengelolaan limbah cair yang baik sangat dibutuhkan agar mutu efluen tidak melebihi baku mutu yang ditetapkan oleh pemerintah, dalam hal ini KepMNLH No.58/ MNLH/12/1995.

Berangkat dari hal tersebut, dilakukan penelitian untuk mengevaluasi limbah cair Rumah Sakit PMI Kota Bogor dan satu rumah sakit lainnya sebagai pembanding berdasarkan KepMNLH No.58/MNLH/12/1995. Jenis dan sumber data yang digunakan adalah data primer dan sekunder. Uji non-parametrik dan

uji t berpasangan dilakukan terhadap

parameter kebutuhan oksigen secara kimia (COD), kebutuhan oksigen secara biokimia (BOD), padatan tersuspensi total (TSS), fosfat, pH, suhu, amonia, dan koliform total. Hasil outlet dibandingkan dengan baku mutu KepMNLH No.58/MNLH/12/1995.

TINJAUAN PUSTAKA

Limbah Cair Rumah Sakit

Limbah cair rumah sakit merupakan salah satu sumber pencemaran air yang sangat potensial. Hal ini disebabkan oleh kandungan senyawa organik yang cukup tinggi, senyawa kimia yang berbahaya, serta mikroorganisme patogen di dalamnya (Said 2003). Limbah cair rumah sakit berasal dari seluruh kegiatan rumah sakit yang meliputi limbah domestik cair, yakni buangan kamar mandi, dapur, air pencuci pakaian; limbah cair klinis, misalnya air bekas membilas luka atau darah; air limbah laboratorium; dan lain-lain (Said 2003). Berdasarkan KepMNLH No.58/MNLH/12/ 1995 tentang Baku Mutu Limbah Cair Rumah Sakit, setiap rumah sakit wajib menyediakan sarana pengelolaan limbah cair maupun padat sebelum dibuang ke saluran umum.

Karakteristik air limbah meliputi sifat fisika, kimia, dan biologi. Dengan mengetahui jenis cemaran dalam air limbah, unit proses yang dibutuhkan dapat ditentukan. Sebagai contoh, kontaminasi oleh padatan tersuspensi membutuhkan unit proses sedimentasi atau penapisan dan penghilangan debu. Dalam pembuangan air limbah, prinsip yang penting adalah mengurangi emisi dan mengembalikan bahan-bahan yang masih berguna ke dalam sumbernya. IPAL yang baik hanya perlu sedikit perawatan, aman dalam pengoperasian, hemat energi, dan produk samping (misalnya, lumpur) minimum (Qasim 1985).

Proses Pengolahan Biologi

Unit proses biologi memanfaatkan aktivitas mikroorganisme untuk mengurai cemaran secara alami. Sebagian besar air limbah mengandung zat organik sehingga proses biologi merupakan tahapan yang penting. Dibandingkan dengan proses alami, proses biologi biasanya lebih cepat dan membutuhkan tempat lebih sedikit. Namun, peningkatan intensitas menyebabkan proses lebih sensitif sehingga memerlukan proses kontrol yang intensif dan teliti (Alkitri et al.2005).

(36)

yang spesifik, antara lain meliputi waktu tinggal, konsentrasi oksigen, atau perubahan kondisi proses yang terkendali seperti dalam kasus pembersihan fosforus (Siregar 2005).

Tujuan lebih lanjut bergantung pada media yang diolah. Pengolahan air limbah domestik pada umumnya bertujuan membersihkan zat-zat organik, mula-mula diubah bentuknya menjadi lumpur, kemudian dibuang. Seluruh proses biologi tersebut hanya merupakan proses transformasi, bukan pembersihan. Zat-zat organik terlarut diubah menjadi partikulat yang kemudian dapat dihilangkan melalui sedimentasi atau filtrasi (Sugiharto 1991).

Gambaran Unit Proses Biologi

Proses biologi lazim digolongkan dalam 2 kriteria dasar. Kriteria pertama adalah aktivitas metabolik, yakni aerob dan anaerob. Kriteria kedua adalah reaktor yang membatasi mikroorganisme, ditandai oleh proses pertum-buhan bakteri yang melekat atau tersuspensi.

Proses aerob ditandai oleh adanya molekul oksigen yang terlarut. Selain proses aerob dan anaerob, dikenal proses anoksik yang ditandai oleh tidak adanya oksigen terlarut serta penggunaan oksigen dalam senyawa kimia secara terus-menerus oleh mikroorganisme. Proses ini digunakan dalam denitrifikasi. Pada proses aliran lambat, pertumbuhan bakteri cukup untuk menggantikan kehilangan bakteri akibat aliran keluar, sedangkan pada proses dengan kecepatan tinggi dan waktu tinggal hidraulik pendek, pengembalian (recycling) bakteri merupakan cara yang paling banyak digunakan untuk mengontrol densitas bakteri di dalam reaktor (Siregar 2001).

Dalam attached growth process,

mikroorganisme tumbuh di permukaan bahan pendukung di dalam reaktor dan tidak terbawa keluar sehingga tidak perlu pengembalian massa bakteri. Biasanya digunakan batuan sebagai bahan pengisi, tetapi bahan pengisi plastik mulai banyak digunakan dalam proses aerob maupun anaerob, karena densitas pengemasan yang lebih tinggi dan kebutuhan volume reaktor lebih kecil untuk kapasitas pengolahan yang sama (Siregar 2001).

Unit proses biologi hanya sebagian dari keseluruhan sistem pengolahan. Umumnya, tahapan proses dalam IPAL skala besar meliputi pembersihan bahan kasar, pasir, bahan yang mengapung, dan yang dapat mengendap. Unit pengolahan berturut-turut terdiri atas penyaring, grit chamber, dan bak sedimentasi (dan floatasi). Proses biologi diikuti oleh bak sedimentasi untuk

memisahkan mikroorganisme yang terkumpul dari cairan. Selanjutnya, mikroorganisme atau

lumpur distabilkan di dalam pelumat dan

dikurangi kandungan airnya di dalam bak-bak pengering sebelum menuju pembuangan akhir (Said 1999).

Dasar Mikrobiologi

[image:36.595.322.507.341.610.2]

Pada tahap pertama rantai aerob (Gambar 1), senyawa organik diambil oleh bakteri, kemudian diubah menjadi massa bakteri dengan menghasilkan air, karbon dioksida, dan amonia. Pada tahap kedua, biomassa yang dihasilkan pada tahap pertama digunakan oleh mikroorganisme lain, misalnya siliata. Tahap ini juga menghasilkan air, karbon dioksida, dan amonia. Pada tahap selanjutnya, amonia di

Gambar

Gambar 1  Rantai reaksi aerob.
sangat sempit ini berakibat terhadap kepekaan aerob berkisar 6.5–8.0. Kisaran nilai pH yang Gambar 2
Gambar 4 Titik pengambilan sampel pada   outlet.
Tabel  1  Data sekunder pengujian Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Kota Bogor
+5

Referensi

Dokumen terkait

Metode kisah merupakan salah satu upaya untuk mendidik murid agar dapat mengambil pelajaran dari kejadian di masa lampau. Apabila kejadian tersebut merupakan

Jumlah pestisida yang digunakan dalam waktu penyemprotan akan menimbulkan efek keracunan yang lebih besar dibandingkan dengan penggunaan satu jenis pestisida karena

Pesan yang ingin disampaikan dalam program kegiatan PSTA (Parent Student Teacher Assosiation) yaitu agar setiap orang tua member memahami dengan adanya parent lobby talk

Karena kelemahan beton, maka yang diperhitungkan adalah beban yang bekerja dengan baik pada daerah tekan penampang, dan hubungan tegangan-regangan yang timbul karena

Berdasarkan hasil uji Independent Sample T-test nilai post-test dapat diketahui bahwa nilai signifikan sistole ρ = 0,000 dan nilai signifikan diastole ρ =

Dengan memanjatkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, Persaudaraan Setia Hati Terate telah menyelenggarakan Parapatan Luhur 2016 yang menghasilkan penyempurnaan Anggaran

Untuk mengetahui cue s yang berhubungan dengan rasa takut pada wanita ketika melalui TPO bawah tanah Stasiun Manggarai, dilakukan pengelompokkan elemen-elemen pembentuk