• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makalah Tekling (Pengolahan Limbah Secara Biologi Anaerobik)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Makalah Tekling (Pengolahan Limbah Secara Biologi Anaerobik)"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

Makalah

Teknologi

Lingkungan I

Pengolahan Biologis

Anaerobik

DISUSUN OLEH :

RIANITA SALI

(1513052)

KA02

(2)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pengolahan limbah cair secara anaerobic berbeda dengan pengolahan lumpur (sludge) secara anaerobic. Alasannya adalah bahwa bagian terbesar bahan organic dalam limbah cair dilarutkan dalam pengolahan limbah cair anaerobic. Ketika kandungan organic terlarut dalam limbah cair dihilangkan, berarti proses pengolahan haruslah merupakan sebuah proses yang sangat baik dan memiliki kontak yang cukup lama antara substansi terlarut dalam limbah dengan mikroorganisme yang beperan dalam proses tersebut. Hal ini berarti bahwa untuk pengolahan limbah cair anaerobic terdapat perbedaan antara waktu tinggal hidraulik (HRT) dengan umur lumpur (sludge age) yang biasanya sama pada pengolahan lumpur secara anaerobic.

Pengolahan limbah cair anaerobic pertama untuk limbah cair industry dibangun pada tahun 1929 untuk mengolah limbah produksi ragi di Slagelse, Denmark. Meskipun plant ini telah berusia 30 tahun, perkembangannya cukup lambat. Pengembangan proses ini kemudian muncul ketika diperkenalkannya pengolahan anaerobic dengan menggunakan UASB (Up flow anaerobic sludge blanket) pada tahun 1980.

Pengolahan anaerobic pada umumnya memiliki biaya operasi yang relative rendah dan perolehan gas yang cukup banyak. Prosesnya sangat baik diterapkan pada limbah cair terkonsentrasi di mana pengolahan aerobic untuk oksidasi senyawa organic akan menghabiskan banyak biaya terutama untuk listrik.

Proses ini akan lebih baik lagi jika kondisi pengolahan bertemperatur cukup hangat karena akan mereduksi volum reactor. Metode yang lainnya yang digunakan untuk mengurangi volum reactor adalah dengan mempertahankan tingginya konsentrasi lumpur di dalam reactor. Perkembangan proses anaerobic yang semakin pesat menyebabkan munculnya berbagai modifikasi proses seperti adanya uasb dan filter terfluidisasi yang kini telah menjadi cabang bioteknologi dan teknologi kimia.

Pengolahan anaerobic memeiliki keuntungan lain yaitu mampu menurunkan kandungan organic dengan jumlah yang sangat banyak dan hamper tanpa ada nutrisi yang ditambahkan.

(3)

Metode ini cocok dijadikan sebagai proses pendahuluan atau pretreatment yang diikuti dengan metode lain untuk menghasilkan unjuk kerja yang optimal. Namun perlu dicatat bahwa dalam proses pengolahan anaerobic, produksi metana adalah satu-satunya proses yang berkontribusi pada pengurangan COD dalam limbah. Pengurangan padatan tersuspensi misalnya dengan pengendapan, hanya sejumlah kecil dari COD yang bisa dihilangkan setelah proses anaerobic.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud pengolahan biologis anaerobik? 2. Apa saja klasifikasi dari karbohidrat?

3. Bagaimana struktur dari karbohidrat? 4. Apa sifat-sifat dari karbohidrat?

5. Apa saja fungsi dan aplikasi karbohidrat dalam kehidupan sehari-hari dan di industri?

1.3 Tujuan Masalah

1. Memahami definisi dari karbohidrat

2. Mengetahui klasifikasi penggolongan karbohidrat 3. Memahami dan mengetahui struktur dari karbohidrat 4. Mengetahui sifat-sifat dari karbohidrat

5. Mengetahui aplikasi karbohidrat dalam kehidupan sehari-hari dan di industri

(4)

ISI

2.1 Pengertian Pengolahan Air Limbah Secara Biologi Anaerob

Limbah cair adalah kotoran dari masyarakat dan rumah tangga dan juga berasal dari industri, air tanah, air permukaan serta buangan lainnya. Dengan demikian air buangan ini merupakan hal yang bersifat kotoran umum.

Pengolahan air limbah secara biologi anaerob merupakan pengolahan air limbah dengan mikroorganisme tanpa injeksi udara/oksigen kedalam proses pengolahan. Pengolahan air limbah secara biologi anaerob bertujuan untuk merombak bahan organic dalam air limbah menjadi bahan yang lebih sederhana yang tidak berbahaya. Disamping itu pada proses pengolahan secara biologi anaerob akan dihasilkan gas-gas seperti gas CH4 dan CO2. Proses ini dapat diaplikasikan

untuk air limbah organic dengan beban bahan organic (COD) yang tinggi.

Anaerobic Baffled Reactor (ABR) merupakan sistem pengolahan tersuspensi anaerob, dalam biorektor berpenyekat. Pertumbuhan tersuspensi (suspended growth) lebih menguntungkan dibanding pertumbuhan melekat (attached growth) karena tidak membutuhkan media pendukung serta tidak mudah tersumbat.

Anaerobic Baffled Reactor (ABR) dikembangkan oleh McCarty dan rekan-rekannya di Universitas Stanford (McCarty, 1981 dalam Wang, 2004). ABR merupakan UASB (Upflow Anaerobic Sludge Blanket) yang pasang secara seri, namun tidak membutuhkan butiran (granule) dalam operasinya (Barber and Stucky 1999 dalam Wang, 2004), sehingga memerlukan periode start-up lebih pendek (Movahedyan, 2007). Serangkaian sekat vertikal dipasang dalam ABR membuat limbah cair mengalir secara under and overdari inlet menuju outlet, sehingga terjadi kontak antara limbah cair dengan biomassa aktif (Nachaiyasit and Stucky, 1997 dalam Movahedyan, 2007). Profil kosentrasi senyawa organik bervariasi sepanjang ABR sehingga menghasilkan pertumbuhan populasi mikroorganisme berbeda pada masing-masing kompartemen (Foxon et.al.) tergantung pada kondisi lingkungan spesifik yang dihasilkan oleh senyawa hasil penguraian (Nachaiyasit and Stucky, 1997 dalam Bell, 2002). Bakteri dalam bioreaktor mengapung dan mengendap sesuai karakteristik aliran dan gas yang dihasilkan, tetapi bergerak secara horisontal ke ujung reaktor secara perlahan sehingga meningkatkan cell retentation time. Limbah cair berkontak dengan biomassa aktif selama mengalir dalam reaktor, sehingga efluen terbebas dari padatan biologis (biological solids). Konfigurasi tersebut mampu menunjukkan tingkat penyisihan COD yang tinggi (Grobicki and Stucky, 1991 dalam Wang, 2004).

(5)

Pengolahan anaerobik adalah pengolahan air limbah dengan menggunakan bakteri anaerob atau tanpa membutuhkan oksigen dalam proses pengolahan atau penguraian air limbahnya oleh bakteri. Pengolahan anaerob dapat digunakan dalam proses pengolahan air limbah industri dan air limbah domestik (McCarty and Smith, 1986). Dan telah direkomendasikan oleh beberapa peneliti (Nachaiyasit and Stucky, 1997; Barber and Stucky, 1999; Wang et al., 2004).

Dalam pengolahan air limbah secara anaerobik mempunyai kelebihan dan kekurangan bila dibandingkan dengan proses pengolahan lainnya. Kelebihan dan kekurangannya antara lain sebagai berikut (Metcalf and Eddy, 2003): kelebihan pengolahan anaerob : efisiensi yang tinggi, mudah dalam konstruksi dan pengoperasiannya, membutuhkan lahan/ruang yang tidak luas, membutuhkan energi yang sidikit, menghasilkan lumpur yang sedikit, membutuhkan nutrien dan kimia yang sedikit. Sedangkan kekurangan dari pada pengolahan anaerob : penyisihan kandungan nutrient dan patogen yang rendah, membutuhkan waktu yang lama untuk start-up, menimbulkan bau.

2.2 Pengolahan secara Anaerob menurut Eckenfelder, et.al (1988) Mekanisme Reaksi Pengolahan Limbah Cair dengan Proses Anaerobik

Penguraian senyawa organik seperti karbohidrat, lemak dan protein yang terdapat dalam limbah cair dengan proses anaerobik akan menghasilkan biogas yang mengandung metana (50-70%), CO2 (25-45%) dan sejumlah kecil nitrogen, hidrogen dan hidrogen sulfida.

Sebenarnya penguraian bahan organik dengan proses anaerobik mempunyai reaksi yang begitu kompleks dan mungkin terdiri dari ratusan reaksi yang masing- masing mempunyai mikroorganisme dan enzim aktif yang berbeda.

Penguraian dengan proses anaerobik secara umum dapat disederhanakan menjadi 2 tahap: 1. Tahap pembentukan asam

2. Tahap pembentukan metana

Langkah pertama dari tahap pembentukan asam adalah hidrolisa senyawa organik baik yang terlarut maupun yang tersuspensi dari berat molekul besar (polimer) menjadi senyawa organik sederhana (monomer) yang dilakukan oleh enzim-enzim ekstraseluler.

(6)

Pembentukan asam dari senyawa-senyawa organik sederhana (monmer) dilakukan oleh bakteri-bakteri penghasil asam yang terdiri dari sub divisi acids/farming bacteria dan acetogenic bacteria. Asam propionat dan butirat diuraikan oleh acetogenic bacteria menjadi asam asetat.

Pembentukan metana dilakukan oleh bakteri penghasil metana yang terdiri dari sub divisi acetocalstic methane bacteria yang menguraikan asam asetat menaji metana dan karbon dioksida. Karbon dioksida dan hidrogen yang terbentuk dari reaksi penguraian di atas, disintesa oleh bakteri pembentuk metana menjadi metana dan air.

Proses pembentukan asam dan gas metana dari suatu senyawa organik sederhana melibatkan banyak reaksi percabangan. Mosey (1983) yang menggunakan glukosa sebagai sampel untuk menjelaskan bagaimana peranan keempat kelompok bekteri tersebut menguraikan senyawa ini menjadi gas metana dan karbon tlioksida sebagai berikut :

1. Acid forming bacteria menguraikan senyawa glukosa menjadi :

a. C6H12O6 + 2H2O 2CH3COOH + 2CO2 + 4H2 (as. asetat)

b. C6H12O6 CH3CH2CH2COOH + 2CO2 + 2H2 (as. butirat)

c. C6H12O6 + 2H2 2CH3CH2COOH + 2H2O (as. propionat)

2. Acetogenic bacteria menguraikan asam propionat dan asam butirat menjadi CH3CH2COOH CH3COOH + CO2 + 3H2 (as. asetat)

CH3CH2CH2COOH 2CH3COOH + 2H2 (as. asetat)

3. Acetoclastic methane menguraikan asam asetat menjadi CH3COOH CH4 + CO2 (metana)

4. Methane bacteria mensintesa hidrogen dan karbondioksida menjadi : 2H2 + CO2 CH4 + 2H2O (metana)

2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Proses Anaerobik

Lingkungan besar pengaruhnya pada laju pertumbuhan mikroorganisme baik pada proses aerobik maupun anaerobik yaitu :

a. Temperatur

Pada proses anaerob, diperlukan temperatur yang lebih tinggi untuk mencapai laju reaksi yang diperlukan. Pada proses anaerob, penambahan temperatur dapat dilakukan dengan memanfaatkan panas dari gas methane yang merupakan by-product proses anaerob itu sendiri.

(7)

Gas dapat dihasilkan jika suhu antara 4 - 60°C dan suhu dijaga konstan. Bakteri akan menghasilkan enzim yang lebih banyak pada temperatur optimum. Semakin tinggi temperatur reaksi juga akan semakin cepat tetapi bakteri akan semakin berkurang. Beberapa jenis bakteri dapat bertahan pada rentang temperatur tertentu dapat dillihat pada tabel berikut: Pengaruh temperatur terhadap daya tahan hidup bakteri

Jenis Bakteri Rentang Temperatur 0C Temperatur

Optimum 0C

a. Cryophilic 2 – 30 12 – 18

b. Mesophilic 20 – 45 25 – 40

c. Thermophilic 45 – 75 55 – 65

Proses pembentukan metana bekerja pada rentang temperatur 30-40°C, tapi dapat juga terjadi pada temperatur rendah, 4°C. Laju produksi gas akan naik 100-400% untuk setiap kenaikan temperatur 12°C pada rentang temperatur 4-65°C. Mikroorganisme yang berjenis thermophilic lebih sensitif terhadap perubahan temparatur daripada jenis mesophilic. Pada temperatur 38°C, jenis mesophilic dapat bertahan pada perubahan temperatur ± 2,8°C.

Untuk jenis thermophilic pada suhu 49°C, perubahan suhu yang dizinkan ± 0,8°C dan pada temperatur 52°C perubahan temperatur yang dizinkan ± O,3°C.

b. pH (Keasaman) dan Alkalinitas

Proses anaerob yang memanfaatkan bakteri methanogen lebih sensitif pada pH dan bekerja optimum pada kisaran pH 6,5 – 7,5. Sekurang-kurangnya, pH harus dijaga pada nilai 6,2 dan jika konsentrasi sulfat cukup tinggi maka kisaran pH sebaiknya berada pada pH 7 – 8 untuk menghindari keracunan H2S. Alkalinitas bikarbonat sebaiknya tersedia pada kisaran 2500 hingga 5000 mg/L untuk mengatasi peningkatan asam-asam volatil dengan menjaga penurunan pH sekecil mungkin. Biasanya dilakukan penambahan bikarbonat ke dalam reaktor untuk mengontrol pH dan alkalinitas.

(8)

Sel mikroorganisme mengandung Carbon, Nitrogen, Posfor dan Sulfur dengan perbandingan 100 : 10 : 1 : 1. Untuk pertumbuhan mikroorganisme, unsur-unsur di atas harus ada pada sumber makanannya (substart). Konsentrasi substrat dapat mempengaruhi proses kerja mikroorganisme. Kondisi yang optimum dicapai jika jumlah mikroorganisme sebanding dengan konsentrasi substrat.

Kandungan air dalam substart dan homogenitas sistem juga mempengaruhi proses kerja mikroorganisme. Karena kandungan air yang tinggi akan memudahkan proses penguraian, sedangkan homogenitas sistem membuat kontak antar mikroorganisme dengan substrat menjadi lebih intim.

d. Produksi Lumpur dan Kebutuhan Nutrien

Pada pengolahan anaerob, produksi lumpur adalah sebanyak 0,1 kg VSS/kg COD tersisihkan. Kebutuhan nutrien pada pengolahan anaerob adalah seperlima dari proses aerob.

Parameter Anaerob

Kebutuhan energi Rendah

Tingkat pengolahan 95 %

Produksi lumpur Rendah

Stabilitas proses terhadap toksik dan perubahan beban

Rendah sampai sedang

Kebutuhan nutrien Rendah

Bau Berpotensi menimbulkan bau

Kebutuhan alkalinitas Tinggi untuk beberapa Indistri

Produksi biogas Ada (dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi)

Start-up time 2 – 4 bulan

Karakteristik Limbah Cair yang Dapat Diolah Secara Anaerob

a. Konsentrasi COD berkisar >3000 mg/L b. Konsentrasi BOD >4000 mg/L

c. Tingkat keasaman (pH) yang rendah sekitar 5-7

(9)

Pengolahan air limbah secara biologi anaerob merupakan pengolahan air limbah dengan mikroorganisme tanpa injeksi udara/oksigen kedalam proses pengolahan. Pengolahan air limbah secara biologi anaerob bertujuan untuk merombak bahan organic dalam air limbah menjadi bahan yang lebih sederhana yang tidak berbahaya. Disamping itu pada proses pengolahan secara biologi anaerob akan dihasilkan gas-gas seperti gas CH4 dan CO2. Proses ini dapat diaplikasikan

untuk air limbah organic dengan beban bahan organic (COD) yang tinggi

Pada proses pengolahan secara biologi anaerob terjadi empat (4) tahapan proses yang terlibat diantaranya :

a. Proses hydrolysis : suatu proses yang memecah molekul organic komplek menjadi molekul organic yang sederhana

b. Proses Acidogenisis : suatu proses yang merubah molekul organic sederhana menjadi asam lemak

c. Proses Acetogenisis : suatu proses yang merubah asam lemak menjadi asam asetat dan terbentuk gas-gas seperti gas H2, CO2, NH4 dan S

d. Proses Methanogenisis : suatu proses yang merubah asam asetat dan gas-gas yang dihasilkan pada proses acetogenisis menjadi gas methane CH4 dan CO2

Keempat proses tersebut terjadi secara berurutan, ke empat proses tersebut dapat digambarkan seperti berikut

(10)

Berdasarkan model pertumbuhan mikroorganisme, pengolahan air limbah secara biologi anaerob dibagi menjadi 2 (dua) model yaitu :

1. Model Pertumbuhan Mikroorganisme Tersuspensi

Model pertumbuhan mikroorganisme tersuspensi, yaitu suatu model pertumbuhan mikro

organisme yang tersuspensi (tercampur merata) didalam air limbah. Model

pertumbuhan mikroorganisme tersuspensi pada pengolahan air limbah secara biologi anaerob seperti gambar disamping

Tangki Digester

Pada tangki digester (anaerobic reactor) dilengkapi dengan pengaduk yang bertujuan untuk mensuspensikan

(11)

mikroorganisme dalam digester. Pada bagian atas tangki terdapat lubang (man hole) agar manusia bisa masuk kedalam tangki digester untuk maintenance (pemeliharaan) dan juga lubang kecil untuk pengukuran tekanan didalam tangki digester. Operasional pengolahan air limbah secara biologi anaerob seperti terlihat dalam gambar berikut

Operasional instalasi pengolahan air limbah secara biologi anaerob dengan model pertumbuhan mikroorganisme tersuspensi seperti berikut

a. Pembiakan mikroorganisme dalam tangki digester, dan lakukan pengadukan agar mikroorganisme tersuspensi

b. Alirkan air limbah kedalam tangki digester, besarnya aliran air limbah diatur sesuai dengan waktu tiinggal dalam tangki digester

c. Pada proses pengolahan secara biologi anaerob akan dihasilkan gas-gas seperti CH4, CO2 dan NH3, gas-gas ini akan memberikan tekanan pada tangki yang dapat mengakibatkan pecahnya tangki digester akibat tekanan gas. Dalam rangka mengatasi tekanan gas-gas tersebut, maka dibutuhkan pengeluaran gas-gas tersebut secara kontinyu. d. Air limbah yang telah diolah, dialirkan kedalam tangki clarifier yang bertujuan untuk

memisahkan antara air limbah hasil pengolahan dengan mikroorganismenya, air limbah hasil pengolahan mengalir secara over flow dari bagian atas tangki clarifier sedangkan mikroorganisme yang mengendap pada tangki clarifier dipompa dan dialirkan kembali kedalam tangki digester.

Proses pengolahan dengan metode Anaerobic digestion dapat dioperasikan dengan multi-stage process yaitu dua (2) atau empat (4) tahapan tergantung pada hasil pengolahan yang akan dicapai dan besarnya bahan organic dalam air limbah.

(12)

2. Model Pertumbuhan Mikroorganisme Melekat

Model pertumbuhan mikroorganisme melekat, yaitu suatu model pertumbuhan mikroorganisme yang melekat pada suatu media porous. Model pertumbuhan mikroorganisme melekat pada pengolahan air limbah secara biologi anaerob seperti gambar berikut :

Operasional instalasi pengolahan air limbah secara biologi anaerob dengan model pertumbuhan mikroorganisme melekat seperti berikut :

1. Pembiakan mikroorganisme dalam media trickling fliter, pembiakan mikroorganisme dilakukan dengan mengalirkan mikroorganisme kedalam trickiling filter melalui distributor, mikroorganisme akan mengalir dari bagian atas kebawah dan menempel pada media porous, setelah mencapai ketebalan tertentu dan merata pada media porous aliran mikroorganisme dihentikan.

2. Alirkan air limbah kedalam trickling filter melalui distributor, pastikan aliran air limbah mengenai media porous secara merata agar terjadi kontak antara air limbah dengan mikroorganismenya.

(13)

3. Air limbah yang telah berkontak dengan mikroorganisme akan keluar melalui bagian bawah trickling filter, aliran air akan mengandung mikroorganisme dalam jumlah yang kecil, mikroorganisme ini dipisahkan dalam tangki clarifier dan dialirkan kembali ke dalam trickling filter, sedangkan air limbah hasil pengolahan akan mengalir secara over flow dari bagian atas tangki clarifier.

4. Pada proses pengolahan secara biologi anaerob akan dihasilkan gas-gas seperti CH4, CO2,

NH3, gas-gas ini dikeluarkan dari bagian atas tangki trickling filter.

5. Gas-gas yang dihasilkan pada pengolahan air limbah secara biologi anaerob seperti CH4

dan CO2 dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar.

Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam operasional pengolahan air limbah secara biologi anaerob ini adalah :

1. Laju alir air limbah masuk, laju alir air limbah yang masuk perlu dilakukan pengendalian agar waktu kontak antara air limbah dan mikroorganisme terpenuhi, laju alir air limbah yang terlalu besar dapat mengakibatkan lepasnya mikroorganisme yang telah melekat pada media porous

2. Bahan media porous, bahan media yang dipergunakan harus porous agar mikroorganisme dapat melekat dengan kuat dan tidak mudah lepas akibat aliran air limbah

3. Penyusunan media porous, penyusunan media porous akan mempengaruhi waktu kontak antara air limbah dan mikroorganisme. Media porous disusun sedemikian rupa sehingga dapat memberikan waktu kontak yang agak lama.

Berbagai media porous yang telah dibuat untuk trickling filter seperti berikut :

Media porous yang dibuat sangat diharapkan dapat memberikan waktu tinggal (waktu kontak) yang cukup lama, seperti gambar diatas dibuat bentuk yang berbelok-belok sehingga waktu kontaknya menjadi lebih lama.

2.5 Perbedaan Mendasar Pengolahan Air Limbah Secara Biologi Anaerob dengan Aerob

(14)

Perbedaan mendasar pengolahan air limbah secara biologi anaerob dengan aerob adalah :

Pada pengolahan air limbah secara biologi anaerob, bahan organic (COD) dikonversi menghasil 90% menjadi gas CH4, dan CO2 dan 10% nya lumpur. Gas-gas yang dihasilkan dapat

dimurnikan dengan proses absorbsi gas CO2, sehingga dihasilkan gas CH4 murni yang dapat

dimanfaatkan sebagai bahan bakar.

Pada pengolahan air limbah secara biologi aerob, bahan organic (COD) dikonversi

menghasil 50% panas (gas CO2) dan 50% nya lumpur. Ini menunjukan pada pengolahan air

limbah secara biologi anaerob akan menghasilkan lumpur jauh lebih kecil dibanding pengolahan secara biologi aerob.

Waktu pengolahan air limbah secara biologi anaerob lebih lama dibandingkan dengan pengolahan air limbah secara biologi aerob.

Berdasarkan analisis proses pengolahan air limbah secara biologi, dapat diketahui bahwa pengolahan air limbah secara biologi ini memberikan dampak negatif terhadap kualitas udara, karena banyaknya gas-gas seperti CO2 dan CH4 yang dihasilkan terbuang keudara.

Beberapa limbah padat organik yang tidak dilakukan pengolahan akan mengalami proses anaerob secara alami sehingga dihasilkan gas-gas seperti CH4 dan CO2 yang dapat mencemari

udara dan ikut berperan serta dalam peningkatakan pemanasan global.

2.6 Aplikasi Pengolahan Limbah Biologis Anaerob

(15)

Air limbah yang dihasilkan dari proses pembuatan tahu dikumpulkan melalui saluran air limbah, kemudian dialirkan ke bak kontrol untuk memisahkan kotoran padat. Selanjutnya, sambil di bubuhi dengan larutan kapur atau larutan NaOH air limbah dialirkan ke bak pengurai anaerob. Di dalam bak pengurai anaerob tersebut polutan organik yang ada di dalam air limbah akan diuraikan oleh mikroorganisme secara anaerob, menghasilkan gas methan yang dapat digunakan sebagai bahan bakar. Dengan proses tahap pertama konsentrasi COD dalam air limbah dapat diturukkan sampai kira-kira 600 ppm (efisiensi pengolahan 90 %). Air olahan tahap awal ini selanjutnya diolah dengan proses pengolahan selanjutnya.

Proses pengolahan lanjut ini dilakukan dengan sistem biofilter anaerob. Pengolahan air limbah dengan proses biofilter anaerob terdiri dari beberapa bagian yakni bak pengendap awal, biofilter anaerob (anoxic), biofilter aerob, bak pengendap akhir, dan jika perlu dilengkapi dengan bak kontaktor khlor. Air limbah yang berasal dari proses penguraian anaerob (pengolahan tahap perama) dialirkan ke bak pengendap awal, untuk mengendapkan partikel lumpur, pasir dan kotoran lainnya. Selain sebagai bak pengendapan, juga berfungasi sebagai bak pengontrol aliran, serta bak pengurai senyawa organik yang berbentuk padatan, sludge digestion (pengurai lumpur) dan penampung lumpur.

Air limpasan dari bak pengendap awal selanjutnya dialirkan ke bak kontaktor anaerob dengan arah aliran dari atas ke dan bawah ke atas. Di dalam bak kontaktor anaerob tersebut diisi dengan media dari bahan plastik atau kerikil/batu split. Jumlah bak kontaktor anaerob ini bisa dibuat lebih dari satu sesuai dengan kualitas dan jumlah air baku yang akan diolah. Penguraian zat-zat organik yang ada dalam air limbah dilakukan oleh bakteri anaerobik atau facultatif aerobik Setelah beberapa hari operasi, pada permukaan media filter akan tumbuh lapisan film mikroorganisme. Mikroorganisme inilah yang akan menguraikan zat organik yang belum sempat terurai pada bak pengendap.

Air limpasan dari bak kontaktor anaerob dialirkan ke bak kontaktor aerob. Di dalam bak kontaktor aerob ini diisi dengan media dari bahan kerikil, plastik (polyethylene), batu apung atau bahan serat, sambil diaerasi atau dihembus dengan udara sehingga mikro organisme yang ada akan menguraikan zat organik yang ada dalam air limbah serta tumbuh dan menempel pada permukaan media. Dengan demikian air limbah akan kontak dengan mikro-orgainisme yang tersuspensi dalam air maupun yang menempel pada permukaan media yang mana hal tersebut dapat meningkatkan efisiensi penguraian zat organik, deterjen serta mempercepat proses nitrifikasi, sehingga efisiensi penghilangan ammonia menjadi lebih besar. Proses ini sering di

(16)

namakan Aerasi Kontak (Contact Aeration). Dari bak aerasi, air dialirkan ke bak pengendap akhir. Di dalam bak ini lumpur aktif yang mengandung massa mikroorganisme diendapkan dan dipompa kembali ke bagian inlet bak aerasi dengan pompa sirkulasi lumpur. Sedangkan air limpasan (over flow) dialirkan ke bak khlorinasi. Di dalam bak kontaktor khlor ini air limbah dikontakkan dengan senyawa khlor untuk membunuh mikroorganisme patogen. Dengan kombinasi proses anaerob dan aerob tersebut selain dapat menurunkan zat organik (BOD, COD), ammonia, deterjen, padatan tersuspensi (SS), phospat dan lainnya. Dengan adanya proses pengolahan lanjut tersebut konsentrasi COD dalam air olahan yang dihasilkan relatif rendah yakni sekitar 60 ppm. Air olahan, yakni air yang keluar setelah proses khlorinasi dapat langsung dibuang ke sungai atau saluran umum.

Pengolahan limbah cair tahu dengan menggunakan proses biofilter anaerob memiliki beberapa keunggulan dari proses pengolahan lain nya yaitu pengelolaannya sangat mudah, biaya operasinya rendah dibandingkan dengan proses lain, lumpur yang dihasilkan relatif sedikit, suplai udara untuk aerasi relatif kecil, dapat digunakan untuk air limbah dengan beban BOD yang cukup besar, dan dapat menghilangan padatan tersuspensi (SS) dengan baik.

BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan

Limbah cair adalah kotoran dari masyarakat dan rumah tangga dan juga berasal dari industri, air tanah, air permukaan serta buangan lainnya. Dengan demikian air buangan ini merupakan hal yang bersifat kotoran umum.

Pengolahan air limbah secara biologi anaerob merupakan pengolahan air limbah dengan mikroorganisme tanpa injeksi udara/oksigen kedalam proses pengolahan. Pengolahan air limbah secara biologi anaerob bertujuan untuk merombak bahan organic dalam air limbah menjadi bahan yang lebih sederhana yang tidak berbahaya. Disamping itu pada proses pengolahan secara biologi anaerob akan dihasilkan gas-gas seperti gas CH4 dan CO2. Proses ini dapat diaplikasikan

(17)

Mekanisme Reaksi Pengolahan Limbah Cair dengan Proses Anaerobik.Penguraian senyawa organik seperti karbohidrat, lemak dan protein yang terdapat dalam limbah cair dengan

proses anaerobik akan menghasilkan biogas yang mengandung metana (50-70%), CO2 (25-45%)

dan sejumlah kecil nitrogen, hidrogen dan hidrogen sulfida.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Proses Anaerobik.

Lingkungan besar pengaruhnya pada laju pertumbuhan mikroorganisme baik pada proses aerobik maupun anaerobik yaitu :

o Ph

o Temperatur

o Konsentrasi Substrat

o Produksi Lumpur dan Kebutuhan Nutrien

Pada proses pengolahan secara biologi anaerob terjadi empat (4) tahapan proses yang terlibat diantaranya :

o Proses hydrolysis : suatu proses yang memecah molekul organic komplek menjadi molekul organic yang sederhana

o Proses Acidogenisis : suatu proses yang merubah molekul organic sederhana menjadi asam lemak

o Proses Acetogenisis : suatu proses yang merubah asam lemak menjadi asam asetat dan terbentuk gas-gas seperti gas H2, CO2, NH4 dan S.

o Proses Methanogenisis : suatu proses yang merubah asam asetat dan gas-gas yang dihasilkan pada proses acetogenisis menjadi gas methane CH4 dan CO2. 3.2 Daftar Pustaka o https://iinparlina.wordpress.com/ragam-teknologi/pusat-teknologi-lingkungan-bppt/pengolahan-limbah-cair-dengan-metode-anaerob/ o http://ketutsumada.blogspot.com/2012/04/pengolahan-air-limbah-secara-biologi_10.html o http://nadyacintabiru.blogspot.com/2012/10/pengelolaan-anaerob-pada-air-limbah.html o http://dafi017.blogspot.com/2011/04/pengolahan-limbah-cair-industri-tahu.html o https://id.scribd.com/doc/106094867/PENGOLAHAN-LIMBAH-ANAEROB

Referensi

Dokumen terkait

a) Pengolahan air limbah secara biologi aerob, yaitu pengolahan air limbah dengan mikroorganisme disertai dengan injeksi oksigen (udara) ke dalam

pengolahan limbah cair secara aerob dan anaerob. Penelitian ini terdiri dari dua langkah yaitu proses seeding lumpur aktif dan pengolahan limbah secara aerob

Air dengan kualitas yang baik dapat diperoleh dengan melakukan pengolahan air limbah.Terdapat beberapa metode yang digunakan untuk pengolah limbah yaitu

Proses pengolahan biologi merupakan proses pengolahan air limbah dengan memanfaatkan aktivitas pertumbuhan mikroorganisme yang berkontak dengan air limbah, sehingga

[ Pengolahan Limbah Cair Tahu secara Anaerob Dengan menggunakan Sistem Batch ] – 5 Hasil penelitian parameter suhu dalam Tabel 2 menunjukkan bahwa suhu dalam proses air

Ketika kandungan organic terlarut dalam limbah cair dihilangkan berarti proses pengolahan haruslah merupakan sebuah proses yang sangat baik dan memiliki kontak yang cukup lama

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kemungkinan pengolahan limbah cair pulp kakao melalui daur ulang limbah menjadi asam asetat pada proses asidogenesis secara anaerob

pengolahan limbah cair secara aerob dan anaerob. Penelitian ini terdiri dari dua langkah yaitu proses seeding lumpur aktif dan pengolahan limbah secara aerob