• Tidak ada hasil yang ditemukan

Total kolesterol - (HDL + trigliserida/5)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum Penelitian

Penelitian ini dilakukan selama tiga bulan, pada bulan April hingga Juni 2009 untuk perlakuan pemberian pakan dengan penambahan dosis nikotin cair. Lokasi penelitian terletak di PT. Indo Anilab yang bertempat di Jalan Taman Kencana No. 3 Bogor. Hewan coba yang digunakan ditempatkan pada ruangan tertutup yang memiliki akses terbatas dan ventilasi yang cukup baik. Hewan dipelihara pada kandang invidu dengan desain sedemikian rupa sehingga hewan dapat saling melihat dan mendengar satu sama lain serta dilengkapi dengan tempat pakan dan air minum. Kondisi lingkungan selama penelitian menunjukkan rata-rata kelembaban udara yakni 68±8.35% dengan rata-rata-rata-rata suhu ruangan yakni 28.66±1.74°C.

Gambar 5 Kandang invidu

Kondisi lingkungan di lokasi penelitian berpengaruh terhadap selera makan, aktivitas dan keadaan hewan coba. Namun pada penelitian ini hewan coba tidak tertanggu oleh faktor tersebut. Hewan coba telah teradaptasi dengan lingkungan penelitian serta telah mengalami obesitas karena penelitian ini merupakan kelanjutan dari penelitian sebelumnya yang bertujuan untuk mendapatkan hewan model obesitas yang telah dilakukan selama satu tahun.

Kesehatan hewan coba selama penelitian berlangsung diawasi oleh dokter hewan yang berwenang, diantaranya setiap bulan dilakukan pemberian test tuberkulin yang diberikan melalui injeksi subkutan pada kelopak mata. Pemberian

pakan dan air minum dilakukan setelah pembersihan kandang pada pagi hari dan pada siang hari.

Bobot Badan Monyet Ekor Panjang

Pemberian nikotin selama tiga bulan pada monyet yang diberi diet tinggi lemak memberikan pengaruh pada perubahan bobot badan seperti yang terlihat pada Tabel 1. Hewan coba yang diberi nikotin peroral secara umum mengalami penurunan bobot badan setiap bulannya.

Tabel 1 Rataan bobot badan MEP sebelum dan selama intervensi nikotin

Peubah Bulan Perlakuan

Pakan A Pakan B Pakan C

Bobot badan (Kg) B0 4,53 ± 0,69 a 5,02 ± 1,20 a 4,92 ± 0,19 a B1 4,39 ± 0,59 a 4,94 ± 0,99 a 4,70 ± 0,24 a B2 4,42 ± 0,58 a 4,91 ± 0,97 a 4,84 ± 0,31 a B3 4,44 ± 0,59 a 4,88 ± 0,88 a 5,04 ± 0,45a

Keterangan : Nilai yang diikuti huruf superscript yang berbeda pada tabel menunjukkan nilai yang berbeda nyata (p<0,05).

Bulan ke-0 adalah periode sebelum pemberian nikotin, bulan ke-1, ke-2, ke-3 adalah periode setelah pemberian nikotin.

Bobot badan monyet ekor panjang pada bulan ke-0 dijadikan kontrol sebelum pemberian nikotin peroral. Hasil dari ketiga jenis pakan (A, B dan C) memiliki masing-masing rataan bobot badan 4.53 ± 0.69 kg, 5.02 ± 1.20 kg, dan 4.92 ± 0.19 kg. Kelompok hewan coba yang diberi pakan B mempunyai rataan bobot badan paling tinggi. Perbedaan ini disebabkan oleh kandungan masing-masing pakan yang berbeda. Telah dipaparkan pada penelitian sebelumnya bahwa pakan A mempunyai nilai kolesterol tinggi karena mengandung lemak sapi (tallow) (Oktarina 2009), lemak sapi paling banyak mengandung asam lemak oleat dan stearat. Pakan B lebih tinggi karena mengandung lemak sapi dan kuning telur. Kuning telur dalam pakan meningkatkan palatabilitas, sehingga menambah konsumsi pakan dan bobot badan yang berakibat pada percepatan obesitas (Oktarina 2009). Pakan C sebagai pakan kontrol merupakan pakan komersil berupa Monkey chow yang memiliki kandungan energi 4.33 Kal/kg. Haslam dan

James (2005) menyatakan bahwa ada dua pola makan abnormal yang dapat menyebabkan obesitas yaitu makan dalam jumlah banyak dan makan dimalam hari. Pola makan inilah yang dapat menjadi faktor pendorong adanya perubahan bobot badan pada setiap hewan coba.

Gambar 6 Grafik perubahan bobot badan

Pada kelompok pakan A, bobot hewan coba mengalami penurunan setelah pemberian nikotin peroral menjadi 4.39 ± 0.59 kg pada bulan ke-1, 4.42 ± 0.58 kg pada bulan ke-2, dan 4.44 ± 0.59 kg pada bulan ke-3 dengan rata-rata penurunan sebesar 0.11 kg dan persentase sekitar 2.4%. Begitu pula yang terjadi pada kelompok pakan B bobot badan hewan coba mengalami penurunan 4.94 ± 0.99 kg pada bulan ke-1, 4.91 ± 0.97 kg pada bulan ke-2, dan 4.88 ± 0.88 kg pada bulan ke-3 dengan rata-rata sebesar 0.11 kg dan persentase penurunan 2.19% . Pada kelompok pakan C bobot badan setelah pemberian nikotin peroral sebesar 4.70 ± 0.24 kg pada bulan ke-1, 4.84 ± 0.31 kg pada bulan ke-2, dan 5.04 ± 0.45 kg pada bulan ke-3 dengan rata-rata penurunan sebesar 0.06 kg dan persentase 1.22%.

Nikotin dalam penelitian ini secara tidak langsung mempengaruhi penurunan berat badan hewan coba. Hewan yang telah terbiasa dengan makanan sebelumnya, akan mengalami penurunan intake makan. Hal ini disebabkan oleh adanya perubahan rasa, bau, serta tekstur pada pakan setelah pemberian nikotin. Selain itu nikotin memberikan efek terhadap pusat rasa lapar. Chiolero et al (2008) menyatakan bahwa dalam jangka pendek, nikotin meningkatkan pengeluaran energi dan dapat mengurangi nafsu makan. Dalam penelitiannya

disebutkan pula efek nikotin terhadap penurunan bobot badan karena meningkatkan metabolisme rata-rata, menurunkan efisiensi metabolisme, dan mengurangi absorpsi kalori (Chiolero et al. 2008).

Profil Lipid Monyet Ekor Panjang Obes

Profil lipid darah monyet ekor panjang sama halnya seperti makhluk hidup lainnya sangat dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin, ras (breed), emosi, serta latihan atau exercise yang berlebihan. Jika tubuh hewan mengalami perubahan fisiologis, maka gambaran lipid juga akan mengalami perubahan. Perubahan ini disebabkan oleh banyak faktor, ada faktor yang berasal dari individu hewan itu sendiri seperti kesehatan, stress, pertambahaan umur dan lainnya juga bisa disebabkan oleh faktor luar seperti infeksi penyakit, asupan makanan yang tidak seimbang dan lain halnya.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian nikotin sebagai upaya mengatasi masalah obesitas memberikan pengaruh pada gambaran lipid darah dan berlaku untuk semua jenis pakan sehingga dapat diketahui efek lain dari nikotin terhadap resiko penyakit kardiovaskular (aterosklerosis). Hal ini ditunjukkan melalui pengamatan yang meliputi pemeriksaan total kolesterol, trigliserida dan LDL.

Total Plasma Kolesterol (TPC)

Penggunaan nikotin pada penelitian ini bertujuan untuk melihat efek yang terjadi pada profil kolesterol hewan coba. Telah dilakukan penelitian bahwa nikotin memicu proses terjadinya aterosklerosis. Keadaan tingginya kadar lipid dalam darah tersebut biasanya disebut dengan hiperlipidemia. Dislipidemia adalah suatu keadaan patologis akibat kelainan metabolisme lemak darah yang ditandai dengan tingginya kadar kolesterol darah (hiperkolesterolemia), tingginya trigliserida (hipertrigliseridemia) atau kombinasi keduanya (Kamaludin 1995).

Kolesterol yang terdapat didalam plasma darah hewan dapat berasal dari makanan (eksogen) dan dari hasil sintesis tubuh (endogen) sehingga asupan makanan tinggi lemak akan mempengaruhi kolesterol dalam tubuh. Hasil analisis statistik terhadap kolesterol seperti yang digambarkan pada tabel dibawah ini :

Tabel 2 Rataan kadar kolesterol MEP sebelum dan selama intervensi nikotin

Periode (bulan ke-)

PERLAKUAN

Pakan A Pakan B Pakan C

Xbar ± SD Xbar ± SD Xbar ± SD

0 137.0±42.89ab 252.8±120.95abcd 139.2±42.59ab 1 274.0±78.39bcd 301.4±73.03cd 174.8±60.57abc 2 157.4±45.75ab 360.4±144.51d 123.2±32.71a 3 266.0±96.90bcd 637.8±199.08e 189.8±62.79abc

Keterangan : Nilai yang diikuti huruf superscript berbeda pada tabel menunjukkan nilai yang berbeda nyata (p<0,05).

Bulan ke-0 adalah periode sebelum pemberian nikotin, bulan ke-1, ke-2, ke-3 adalah periode setelah pemberian nikotin.

Setelah satu tahun pemberian pakan didapatkan nilai rata-rata kolesterol hewan coba pada bulan ke-0 sebelum pemberian nikotin yang dijadikan sebagai kontrol. Hewan coba yang diberi pakan B memperlihatkan rata-rata nilai kolesterol yang lebih tinggi (252.8±120.95 mg/dl) dibandingkan dengan kelompok yang diberi pakan A (137.0±42.89 mg/dl) dan pakan C (139.2±42.59 mg/dl), dimana nilai tersebut berbeda secara nyata. Menurut Fortman et al. (2002) kisaran normal kolesterol pada MEP antara 106 - 148 mg/dl. Nilai untuk kelompok pakan B berada diatas normal, dengan kata lain hewan coba mengalami keadaan hiperkolesterolemia. Nilai kolesterol hewan yang diberi pakan A cenderung lebih rendah dari hewan yang diberi pakan C tetapi tidak berbeda nyata (p>0.05). Nilai untuk kelompok pakan A dan C masih berada dalam kisaran normal.

Dapat kita lihat dari Tabel 2 bahwa untuk kelompok hewan pakan A nilai kolesterol meningkat menjadi 274.0±78.39 mg/dl pada bulan ke-1 perlakuan jika dibandingkan dengan bulan sebelum perlakuan, namun turun pada bulan ke-2 (157.4±45.75 mg/dl) dan meningkat pada bulan ke-3 (266.0±96.90 mg/dl), dengan rata-rata sebesar 232.47 mg/dl. Hal yang sama terjadi pada kelompok pakan C, kolesterol meningkat pada bulan ke-1 (174.8±60.57 mg/dl) perlakuan, menurun pada bulan ke-2 (123.2±32.7 mg/dl) dan naik kembali pada bulan ke-3 (189.8±62.79 mg/dl) dengan rata-rata sebesar 162.6 mg/dl. Pada kelompok pakan B nilai kolesterol terus meningkat setiap bulannya, kenaikan pada bulan ke-1

(301.4±73.03 mg/dl) tidak berbeda nyata dengan bulan ke-2 (360.4±144.51 mg/dl), namun sangat berbeda nyata pada bulan ke-3 (637.8±199.08 mg/dl), dari hasil tersebut didapat rataan sebesar 433.2 mg/dl. Dengan melihat rataan tersebut kelompok pakan B mempunyai nilai kolesterol yang tinggi, diikuti kelompok pakan A kemudian kelompok pakan C. Nilai rata-rata untuk kelompok dengan pemberian pakan B berbeda nyata terhadap kelompok hewan dengan pemberian pakan A dan pakan C. Hal ini dapat diakibatkan oleh kandungan dalam masing-masing pakan, pakan B mengandung kadar kolesterol paling tinggi dibandingkan pakan A dan pakan C.

Gambar 7. Grafik perubahan kolesterol

Nikotin secara tidak langsung memberikan efek terhadap naik turunnya nilai kolesterol. Penurunan yang terjadi untuk nilai kolesterol pakan A dan C pada bulan ke-2 disebabkan oleh konsumsi hewan terhadap pakan yang ditambah nikotin menurun, sehingga rata-rata kolesterol pun berkurang. Sedangkan kenaikan yang terjadi merupakan efek dari perlakuan nikotin, hal ini selaras dengan pendapat Cloe (2010) bahwa nikotin menyebabkan pelepasan simpanan kolesterol dan lemak dalam tubuh ke dalam aliran darah. Penelitian sebelumnya menyatakan bahwa nikotin yang diberikan secara intradermal pada tikus meningkatkan nilai total plasma kolesterol, posfolipid dan trigliserida, serta menurunkan HDL (Chattopadhyay & Chattopadhyay 2008). Mondy (1997) dalam penelitiannya menyebutkan rata-rata nilai kolesterol pada monyet ekor panjang aterosklerosis sebesar 417 mg/dl. Sedangkan kisaran normal nilai kolesterol MEP

antara 106-148 mg/dl (Fortman et al. 2002). Jika kita melihat rataan nilai kolesterol maka semua kelompok hewan yang diberi pakan A, B dan C mempunyai indikasi yang mengarah pada pembentukan plak aterosklerosis setelah pemberian nikotin.

Kolesterol adalah komponen utama dari plak aterosklerotik yang terbentuk di dalam dinding pembuluh darah. Studi yang melibatkan hewan coba dalam penelitian aterosklerosis untuk jangka panjang menyebutkan bahwa monyet ekor panjang sebagai model untuk aterosklerosis telah terbukti memiliki perkembangan lesio yang sama dengan manusia (Mondy et al. 1997). Kadar kolesterol dalam tubuh juga dipengaruhi oleh asupan makanan masing-masing invidu, makanan yang mengandung banyak kandungan lemak dapat meningkatkan kadar kolesterol dalam darah. Guyton (1992) menyebutkan bahwa kenaikan kadar kolesterol dalam darah merupakan resiko terjadinya aterosklerosis. Selain itu kandungan lemak pada pakan B lebih tinggi dibandingkan dengan pakan A dan C. Pakan B mengandung lemak sapi dan kuning telur yang memiliki kadar lemak yang tinggi pula. Jika ditambah dengan nikotin maka secara otomatis nikotin juga menyebabkan kenaikan pada periode waktu tersebut.

Trigliserida (TG)

Trigliserida merupakan jenis lemak yang terdapat paling banyak dalam darah dan berbagai organ tubuh. Trigliserida bukan kolesterol melainkan salah satu jenis lemak yang terdapat dalam darah yang dikemas dalam bentuk partikel lipoprotein (Shendi 2008). Nilai trigliserida pada kelompok hewan coba menunjukkan bahwa ketiga jenis kelompok perlakuan pakan nikotin peroral mengakibatkan kenaikan trigliserida dibandingkan dengan nilai trigliserida sebelum diberi nikotin peroral.

Pakan pada penelitian sebelumnya seperti telah dijelaskan, ditujukan untuk mendapatkan hewan model obesitas yang kandungan nutrisinya dibuat tinggi protein dan lemak. Dari periode obesitas selama satu tahun tersebut didapatkan nilai trigliserida seperti pada Tabel 3. Kelompok pakan A mempunyai rataan trigliserida 59.6±5.46 mg/dl, kelompok B 42.4±25.41 mg/dl sedangkan kelompok C 47.2±8.13 mg/dl. Hasil tersebut memperlihatkan bahwa nilai trigliserida paling

tinggi ada di kelompok pakan A, lalu pakan C dan pakan B. Nilai trigliserida untuk setiap kelompok pakan tidak berbeda nyata.

Tabel 3 Rataan kadar trigliserida MEP sebelum dan selama intervensi nikotin

Periode (bulan ke-)

PERLAKUAN

Pakan A Pakan B Pakan C

Xbar ± SD Xbar ± SD Xbar ± SD

0 59.6±5.46a 42.4±25.41a 47.2±8.13a

1 48.8±12.99a 46.0±16.6a 56.2±31.49a

2 94.0±65.02ab 48.0±19.06a 57.8±25.81a

3 115.4±88.99b 92.0±53.02ab 61.0±13.04a

Keterangan : Nilai yang diikuti huruf superscript berbeda pada tabel menunjukkan nilai yang berbeda nyata (p<0,05).

Bulan ke-0 adalah periode sebelum pemberian nikotin, bulan ke-1, ke-2, ke-3 adalah periode setelah pemberian nikotin.

Trigliserida pada periode pemberian nikotin peroral secara umum naik setiap bulannya. Pada kelompok hewan yang diberi pakan A, nilai trigliserida pada periode bulan ke-1 menurun, sedangkan periode 2 bulan berikutnya naik. Nilai trigliserida pakan A pada bulan ke-2 (94.0±65.02 mg/dl) berbeda secara nyata dengan bulan ke-1 (48.8±12.99 mg/dl), bulan ke-3 (115.4±88.99 mg/dl) juga berbeda nyata dengan bulan ke-2. Rata-rata nilai trigliserida untuk kelompok pakan A sebesar 86.07 mg/dl. Kelompok hewan pakan B pada bulan ke-3 (92.0±53.02 mg/dl) mempunyai nilai paling tinggi selama pemberian nikotin peroral, dibandingkan bulan ke-1 (46.0±16.6 mg/dl) dan bulan ke-2 (48.0±19.06 mg/dl). Nilai bulan ke-3 berbeda nyata terhadap bulan ke-1 dan 2. Rata-rata trigliserida untuk kelompok pakan B sebesar 62 mg/dl. Kelompok pakan C menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata karena setiap bulannya mengalami peningkatan yang tidak terlalu signifikan. Rata-rata trigliserida untuk kelompok pakan C sebesar 58.33 mg/dl.

Fortman et al. (2002) menyatakan bahwa kisaran normal trigliserida untuk satwa primata MEP antara 44-76 mg/dl. Hasil pada Tabel 3 terlihat bahwa nilai trigliserida yang melebihi batas normal adalah kelompok pakan A pada bulan ke-2 dan ke-3 pemberian nikotin peroral, serta kelompok pakan B pada bulan ke-3 pemberian nikotin peroral. Nilai yang melebihi batas normal dapat menimbulkaan

resiko aterosklerosis. Irama (2009) menjelaskan bahwa lipid disimpan di tubuh dalam bentuk trigliserida yang dikenal dengan proses lipogenesis (deposisi lemak) yang terjadi akibat masukan energi melebihi proses keluaran energi. Pakan A dan pakan B mengandung komponen dengan nilai lipid yang lebih tinggi dibanding pakan C, sehingga kelompok hewan dengan pakan A dan B akan memiliki nilai trigliserida yang tinggi pula dibandingkan kelompok pakan C. Selain kandungan lemak, kandungan karbohidrat juga merupakan faktor pemicu terjadinya lipogenesis yang menghasilkan asam-asam lemak dan gliserol (Irama 2009). Menurut Toping dan Turner (1975) nikotin yang diberikan secara intravena memberikan efek peningkatan terhadap trigliserida. Nikotin pada penelitian ini diberikan secara peroral sehingga penyerapan nikotin berada disaluran cerna. Nikotin secara umum dimetabolisme dalam hati. Seperti kita ketahui bahwa trigliserida akan diserap dalam usus dan pembentukannya terjadi di hati. Nikotin mempengaruhi pelepasan leptin, leptin tersebut akan meningkatkan metabolisme glukosa dan metabolisme lemak (Zakariah 2010).

Kadar TG yang tinggi akan merubah metabolisme very low density lipoprotein (VLDL) menjadi suatu bentuk large VLDL. Bentuk large-VLDL ini akan menjadi LDL yang mudah teroksidasi dan merusak HDL yang pada akhirnya akan meningkatkan kandungan kolesterol pembuluh darah (Tenggara 2008). Jika nilai trigliserida meningkat dalam tubuh, maka resiko terjadinya aterosklerosis semakin besar. Aterosklerosis merupakan proses yang sangat kompleks yang menyebabkan terjadinya pengapuran dan pengerasan dinding pembuluh darah (Irama 2009). Jika kadar trigliserida meningkat dalam tubuh, maka resiko terkena aterosklerosis semakin besar. Pengerasan dinding pembuluh darah ini disebabkan oleh kelebihan lemak seperti kolesterol dan trigliserida. Kelebihan lemak tersebut jika berlangsung dalam jangka waktu yang lama akan menumpuk dan merangsang terbentuknya plak yang menempel pada dinding pembuluh darah. Plak merupakan gabungan kolesterol dan trigliserida dengan senyawa kalsium dan komponen darah lainnya seperti platelet, makrofag dan fibrin.

Gambar 8. Grafik perubahan trigliserida

Low Density Lipoprotein (LDL)

LDL merupakan lipoprotein pengangkut kolesterol terbesar yang disebarkan ke seluruh endotel jaringan perifer pembuluh darah yang mempunyai sifat aterogenik, yaitu mudah melekat pada dinding bagian dalam pembuluh darah dan menyebabkan penumpukan lemak yang dapat menyempitkan pembuluh darah. Menurut Muchtadi et al. (1993) lebih kurang 65% total kolesterol berada dalam bentuk LDL.

Tabel 4 Rataan kadar LDL MEP sebelum dan selama intervensi nikotin

Periode (bulan ke-)

PERLAKUAN

Pakan A Pakan B Pakan C

Xbar ± SD Xbar ± SD Xbar ± SD

0 12.88±23.21a 141.72±104.70ab 67.16±47.53a 1 153.44±70.49ab 166.6±108.79ab 94.16±45.04a 2 8.60±12.21a 260.80±197.49b 46.04±32.21a 3 62.32±50.19a 474.40±275.19c 72.20±51.02a

Keterangan : Nilai yang diikuti huruf superscript pada tabel menunjukkan nilai yang berbeda nyata (p<0,05).

Bulan ke-0 adalah periode sebelum pemberian nikotin, bulan ke-1, ke-2, ke-3 adalah periode setelah pemberian nikotin.

Setelah satu tahun pemberian pakan untuk mendapatkan hewan model obes, didapatkan nilai LDL pada periode bulan ke-0 seperti pada Tabel 4. Kelompok pakan A mempunyai rataan LDL 12.88±23.21mg/dl, kelompok B 141.72±104.70mg/dl sedangkan kelompok C 67.16±47.53mg/dl. Hasil tersebut

memperlihatkan bahwa nilai LDL paling tinggi ada di kelompok pakan B, lalu pakan C dan pakan A. Nilai LDL untuk kelompok pakan A dan C tidak berbeda nyata, tetapi untuk kelompok pakan B berbeda nyata terhadap A dan C.

Dapat kita lihat dari Tabel 4 bahwa untuk kelompok hewan pakan A nilai LDL meningkat menjadi 153.44±70.49 mg/dl pada bulan ke-1 dibandingkan bulan ke-0 sebelum pemberian nikotin peroral, namun turun pada bulan ke-2 (8.60±12.21 mg/dl) dan meningkat pada bulan ke-3 (62.32±50.19 mg/dl), dengan rata-rata sebesar 74.79 mg/dl. Hal yang sama terjadi pada kelompok pakan C, LDL meningkat pada bulan ke-1 (94.16±45.04 mg/dl), menurun pada bulan ke-2 (46.04±32.21 mg/dl) dan naik kembali pada bulan ke-3 (72.20±51.02mg/dl) dengan rata-rata sebesar 70.8 mg/dl. Pada kelompok pakan B nilai LDL terus meningkat setiap bulannya, kenaikan pada bulan ke-1 (166.6±108.79 mg/dl) tidak berbeda nyata dengan bulan ke-2 (260.80±197.49 mg/dl), pada bulan ke-3 (474.40±275.19 mg/dl) berbeda nyata terhadap bulan ke-0, ke-1 dan ke-2. Rata-rata nilai LDL untuk kelompok pakan B sebesar 300.6 mg/dl. Dengan melihat rataan LDL yang diperoleh, maka kelompok pakan B mempunyai nilai LDL yang tinggi, diikuti kelompok pakan A kemudian kelompok pakan C. Nilai LDL selama pemberian nikotin peroral untuk kelompok pakan B berbeda nyata terhadap kelompok hewan dengan pemberian pakan A dan pakan C. Hasil tersebut sama seperti nilai kolesterol.

Menurut Mondy et al (1997) bahwa kisaran nilai LDL pada hewan coba monyet ekor panjang adalah 0,5-98,9 mg/dl, sehingga dapat dikatakan bahwa nilai LDL kelompok B melebihi batas normal. LDL jika jumlahnya melebihi batas normal merupakan salah satu indikasi terbentuknya plak aterosklerosis. Nikotin dalam hal ini dapat menyebabkan lipolisis, yaitu pecahnya partikel-partikel lemak menjadi partikel yang lebih kecil sehingga nikotin memberikan efek menaikkan nilai LDL (Benowitz 2003). Berkaitan itu pula nikotin mempengaruhi brown adipose tissue (BAT) yang mengatur panas tubuh, status makan dan cadangan energi tubuh. Energi dihasilkan dari pembakaran lemak yang terdeposit dalam tubuh, jika nikotin meningkatkan panas dalam tubuh maka secara otomatis lemak dalam tubuh akan dimetabolisme dan terurai (Cannon dan Nedergaard 2004).

Gambar 9. Grafik perubahan LDL

Dalam penelitiannnya Benowitz (2003) mengemukakan bahwa perokok rata-rata memiliki profil lipid yang lebih tinggi dibaningkan dengan yang tidak merokok. Tingkat VLDL lebih tinggi, HDL nya rendah, trigliserida pun tinggi. Ada juga beberapa bukti bahwa perokok memiliki kadar LDL teroksidasi lebih tinggi yang hal ini diyakinin dapat menginduksi terjadinya atherogenesis. LDL teroksida dimakan oleh makrofag pada akhirnya akan menjadi sel busa dimana bagian ini merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam aterosklerosis (Benowitz, 2003).

Dokumen terkait