• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penentuan Operating Time

Operating time dilakukan untuk menentukan waktu yang dibutuhkan agar terjadi reaksi sempurna antara larutan yang diuji dan senyawa DPPH sehingga menghasilkan nilai serapan yang cukup stabil. Pengukuran operating time dilakukan dengan mengukur absorbansi larutan pembanding dan uji pada konsentrasi rendah, sedang, dan tinggi menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang teoritis DPPH.

Larutan pembanding yang digunakan dalam penelitian ini adalah vitamin C, sedangkan untuk larutan ujinya adalah ekstrak buah delima merah dan pelarut yang digunakan adalah metanol pa. Pada larutan pembanding digunakan konsentrasi 2, 6, dan 10 ppm sedangkan pada larutan uji digunakan konsentrasi 74, 78, 82 ppm. Kemudian absorbansi masing-masing larutan diukur pada panjang gelombang teoritis yaitu 517 nm dari menit ke-5 hingga menit ke-60 menggunakan Spektrofotometer UV–Vis.

9

Gambar 1. Kurva Operating Time Vitamin C

Gambar 2. Kurva Operating Time Ekstrak Buah Delima Merah

Berdasarkan kurva operating time vitamin C dapat dilihat bahwa absorbansinya mulai stabil pada rentang menit ke-30. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa pada menit ke-30 vitamin C sudah bereaksi dengan pelarutnya secara sempurna, sehingga OT yang didapatkan untuk larutan pembanding adalah 30 menit. Berdasarkan kurva operating time ekstrak buah delima merah dapat dilihat bahwa absorbasinya mulai stabil pada rentang menit ke-60. Oleh karena itu, dapat

10

pelarutnya secara sempurna, sehingga OT yang didapatkan untuk larutan uji adalah 60 menit. OT yang digunakan dalam penelitian ini berbeda untuk larutan pembanding dan larutan uji. Pada larutan pembanding digunakan OT selama 30 menit, sedangkan pada larutan uji digunakan OT selama 60 menit.

Penentuan Panjang Gelombang Maksimum

Penentuan panjang gelombang maksimum dilakukan karena panjang gelombang teoritis dapat mengalami perubahan yang disebabkan oleh perbedaan kondisi percobaan yang dilakukan (Chandra, Sari, Misfadhila, Azizah, dan Asra, 2019). Panjang gelombang teoritis DPPH adalah 517 nm (Flieger dan Flieger, 2020).

Penentuan panjang gelombang maksimum larutan DPPH dilakukan pada 3 tingkat konsentrasi dengan menggunakan pelarut metanol. Larutan tersebut kemudian diukur serapannya menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 400-600 nm sebanyak 3 kali replikasi. Pada penelitian ini panjang gelombang yang didapatkan setelah melakukan pengecekan adalah 515,4 nm. Panjang gelombang ini dapat digunakan karena masih memenuhi selisih nilai (±2 nm) yang diperbolehkan dalam Farmakope Indonesia edisi VI (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2020).

Hasil Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak

Uji aktivitas antioksidan dilakukan dengan menggunakan metode penangkapan radikal bebas menggunakan DPPH. Pada metode ini, DPPH akan bereaksi dengan antioksidan melalui mekanisme donasi atom hidrogen. Larutan DPPH memiliki atom nitrogen yang tidak berpasangan yang akan bereaksi dengan atom hidrogen yang terdapat pada senyawa antioksidan dan membuat reaktivitas larutan DPPH menjadi berkurang. Hal ini dapat dilihat dengan memudarnya warna ungu menjadi merah muda atau kuning (Chandra dkk., 2019). Pembanding yang digunakan pada uji ini adalah vitamin C. Vitamin C adalah antioksidan alami yang berasal dari buah dan sayuran. Vitamin C larut dalam air dan mudah teroksidasi serta mudah rusak oleh pengaruh cahaya dan suhu tinggi (Sayuti dan Yenrina, 2015). Pengujian aktivitas antioksidan dilakukan dengan membuat masing-masing 5 seri konsentrasi larutan vitamin C (2, 4, 6, 8, dan 10 ppm) dan ekstrak buah delima merah (74, 76, 78, 80 dan

11

82 ppm). Dari hasil uji yang dilakukan, menunjukkan adanya peningkatan aktivitas antioksidan seiring dengan kenaikan konsentrasi larutan pembanding dan larutan uji.

Hal tersebut dapat dilihat dari IC50 yang didapatkan. IC50 atau median inhibitory concentration adalah konsentrasi ekstrak yang dapat menghambat 50% aktivitas oksidasi radikal bebas. IC50 didapatkan melalui regresi linear antara konsentrasi senyawa uji (x) dan % inhibisi (y) (Resti dkk., 2020). Semakin kecil IC50 yang didapat maka semakin besar aktivitas antioksidan suatu senyawa. Aktivitas antioksidan suatu zat aktif dapat dikategorikan menjadi tiga yaitu, sangat kuat (IC50 <50 µg/mL), kuat (IC50 : 50-100 µg/mL), sedang (IC50 : 101-150 µg/mL), dan lemah (IC50 >150 µg/mL) (Winarsih, 2007). Hasil pengujian aktivitas antioksidan dapat dilihat pada tabel II dan III.

Tabel II. Hasil Pengukuran Aktivitas Antioksidan Vitamin C pada Panjang Gelombang 515,4 nm

Tabel III. Hasil Pengukuran Aktivitas Antioksidan Ekstrak Buah Delima Merah pada Panjang Gelombang 515,4 nm

Nilai IC50 Ekstrak Buah Delima Merah

Replikasi IC50 (ppm) Rata-rata (ppm) 4,191 ppm dan nilai IC50 rata-rata ekstrak buah delima merah sebesar 77,825 ppm. Nilai

12

IC50 vitamin Cyang diperoleh pada penelitian ini mendekati nilai IC50 pada penelitian lain yaitu sebesar 3,902 ppm (Pratiwi, Wahdaningsin dan Iskandar, 2013). Jika dibandingkan dengan aktivitas antioksidan vitamin C, aktivitas antioksidan ekstrak buah delima merah lebih rendah. Hal tersebut dapat dikarenakan perbedaan kadar fenolik pada vitamin C dan ekstrak buah delima. Berdasarkan nilai IC50 yang didapatkan pada larutan uji maka dapat disimpulkan bahwa ekstrak buah delima merah memiliki potensi sebagai antioksidan karena nilai IC50 yang didapatkan termasuk ke dalam kategori aktivitas antioksidan yang kuat (IC50 : 50-100 µg/mL).

Hasil Uji Aktivitas Antioksidan Gel

Uji aktivitas antioksidan pada sediaan gel dilakukan pada formula 1 sampai formula 5 dengan 3 kali replikasi. Hasil yang pengujian yang didapatkan dapat dilihat pada tabel IV.

Tabel IV. Hasil Pengukuran Aktivitas Antioksidan Gel Ekstrak Buah Delima Merah pada Panjang Gelombang 515,4 nm

Formula IC50 Rata–rata (ppm)

1 197,956

2 191,133

3 178,916

4 198,018

5 193,064

Berdasarkan data pada tabel IV aktivitas antioksidan paling besar terdapat pada formula 3 dengan nilai IC50 178,916 ppm. Namun, semua formula mengalami perbedaan aktivitas antioksidan setelah diformulasikan menjadi sediaan gel. Hal ini disebabkan terdapat perbedaan konsentrasi larutan uji sebelum dan sesudah diformulasikan. Konsentrasi larutan uji yang digunakan dalam bentuk ekstrak berada pada rentang 74-82 ppm, sedangkan dalam bentuk sediaan 100 kali lebih kecil dibandingkan sebelumnya, karena adanya kesalahan perhitungan ekstrak saat

13

formulasi. Oleh karena itu, terdapat perbedaan nilai IC50 saat diukur kembali dalam bentuk sediaan. Hasil yang diperoleh kemudian dianalisis secara statistik. Dilakukan uji T (satu sampel) dengan taraf kepercayaan 95%. Dari uji ini didapatkan nilai signifikansi 0,000 untuk formula 1 sampai dengan formula 5, sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara nilai IC50 dalam bentuk ekstrak dan setelah diformulasikan dalam bentuk sediaan. Hal ini menunjukkan adanya perbedaan level aktivitas antioksidan dikarenakan perbedaan konsentrasi larutan uji yang dibuat sebelum dan sesudah diformulasikan, sehingga menyebabkan adanya perbedaan hasil nilai IC50.

Pembuatan Sediaan Gel Ekstrak Buah Delima Merah

Pada penelitian ini, formula yang digunakan mengacu pada penelitian Kunaedi dan Sulastri (2020) dengan beberapa modifikasi. Perbedaan formula dari penelitian ini dengan formula acuan terletak pada jenis dan jumlah zat aktif yang digunakan, jumlah CMC-Na dan karbopol 940, serta jumlah TEA yang digunakan.

Perbedaan tersebut dilakukan berdasarkan hasil orientasi uji fisik sediaan gel yang telah dilakukan. Zat aktif yang digunakan pada penelitian ini adalah ekstrak kental buah delima sebesar 0,08 g. Bahan yang dioptimasi pada sediaan ini adalah gelling agent yaitu CMC-Na dan Karbopol 940. Basis gel CMC-Na dipilih karena kemampuan untuk memberikan viskositas yang stabil (Rowe dkk., 2009). Namun, seiring dengan kenaikan konsentrasi CMC-Na, daya sebar gel akan menurun serta penggunaannya sebagai basis gel dapat membentuk larutan koloida yang membuat gel tidak jernih (Susianti dkk., 2021). Oleh karena itu dipilih karbopol 940 untuk melengkapi kekurangan tersebut karena daya sebarnya yang baik, dan membentuk gel dengan penampilan yang jernih. Rentang konsentrasi CMC-Na dan karbopol 940 yang digunakan adalah 0,5-1%. Sebelum digunakan CMC-Na dan karbopol 940 dikembangkan terlebih dahulu selama 24 jam. Pada sediaan ini juga ditambahkan gliserol, trietanolamin, dan metil paraben. Gliserol digunakan sebagai humektan (menjaga kelembaban sediaan) dan emollient (menjaga kehilangan air dari sediaan).

Konsentrasi gliserol yang dapat digunakan sebagai humektan dan emollient adalah <

14

30%. Trietanolamin digunakan sebagai agen penetral pH untuk mengurangi tegangan permukaan dan meningkatkan kejernihan sediaan. Metil paraben digunakan sebagai bahan pengawet atau preservatif untuk mencegah kontaminasi dan perusakan oleh bakteri atau fungi dalam sediaan (Widyawati, Mustariani, dan Purmafitriah, 2017).

Semua bahan tersebut dicampurkan menggunakan mixer pada skala kecepatan dan lama waktu pencampuran yang telah ditentukan. Penentuan skala kecepatan mixer dan lama waktu pencampuran didasarkan pada hasil orientasi sediaan.

Orientasi sediaan dilakukan pada formula 1 dan formula 5 dengan mengukur viskositas dan daya sebar sediaan. Hasil orientasi ditunjukkan pada tabel V.

Tabel V. Data Orientasi Waktu dan Kecepatan Mixer

Formula Formula 1 Formula 5 waktu pencampuran dan skala kecepatan mixer didasarkan pada data daya sebar dan viskositas yang diperoleh. Pada formula 1 didapatkan data daya sebar 5,9 cm dengan viskositas 2,5 Pa.s, sedangkan pada formula 5 didapatkan daya sebar 4,5 cm dengan viskositas 4,4 Pa.s.

Uji Sifat Fisik Sediaan Gel Ekstrak Buah Delima Merah

Uji sifat fisik dilakukan untuk menjamin bahwa sediaan yang dibuat memiliki karakteristik yang diinginkan. Uji ini meliputi uji organoleptis, homogenitas, pH, daya

15

sebar, dan viskositas. Uji sifat fisik dilakukan setelah 48 jam pembuatan gel karena dianggap pengaruh gaya dari pengadukan yang diberikan selama proses pembuatan gel sudah tidak ada sehingga tidak akan mempengaruhi hasil respon uji.

Uji Organoleptis

Uji organoleptis bertujuan untuk melihat penampilan fisik gel yang dibuat.

Dari uji organoleptis yang dilakukan, sediaan gel dari formula 1 hingga formula 5 memiliki warna bening, tidak berbau, dan konsistensinya kental. Setelah gel disimpan pada suhu 4℃ dan 40℃ selama 6 siklus, gel tidak menunjukkan adanya perubahan organoleptis. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa sediaan gel stabil karena tidak mengalami perubahan baik dari bentuk, bau, dan warna.

Uji Homogenitas

Uji homogenitas bertujuan untuk melihat ketercampuran antar bahan penyusun gel. Homogenitas sediaan yang dibuat dapat dilihat dengan ada atau tidaknya butiran kasar yang tampak (Yati, Jufri, Gozan, Mardiastuti, dan Dwita, 2018). Dari uji homogenitas yang dilakukan, semua formula memiliki warna yang merata serta tidak terlihat adanya gumpalan atau butiran kasar pada sediaan gel sehingga dapat disimpulkan bahwa semua formula sediaan gel memiliki homogenitas yang baik.

Uji pH

Uji pH bertujuan untuk mengetahui pH sediaan yang dihasilkan dan melihat apakah pH sediaan berubah setelah penyimpanan. Range pH sediaan yang baik harus berada pada rentang 4,5-6,5 karena jika terlalu asam akan dapat mengiritasi kulit dan jika terlalu basa akan membuat kulit menjadi kering (Kunaedi dan Sulastri,2020)..

Berikut hasil uji pH yang dilakukan.

16

Tabel VI. Hasil pengukuran pH sediaan Formula pH Setelah 48 jam

(Rata-rata ± SD)

pH setelah uji siklus (Rata-rata ± SD)

1 6,7±0 6,7±0,058

2 6,3±0 6,3±0,058

3 6,1±0,058 6,1±0

4 6,0±0 6,0±0

5 5,9±0,058 5,9±0

Berdasarkan hasil uji pH yang dilakukan, pH sediaan pada formula 1 tidak masuk ke dalam rentang pH yang diinginkan. Nilai pH sediaan juga mengalami penurunan dari formula 1 ke formula 5 yaitu dari 6,7 ke 5,9. Hal ini dapat disebabkan kenaikan konsentrasi karbopol, karena sifatnya yang asam (pH karbopol 2-4) kenaikan konsentrasi karbopol dapat mempengaruhi pH sediaan yang dibuat (Susianti dkk., 2021). Setelah melalui uji siklus sediaan gel tidak mengalami perubahan pH sehingga dapat disimpulkan bahwa formula 2 hingga formula 5 memenuhi persyaratan pH yang baik.

Uji Daya Sebar

Uji daya sebar bertujuan untuk mengetahui kemampuan sediaan gel saat diaplikasikan pada kulit. Daya sebar gel yang baik adalah 5-7 cm (Kunaedi dan Sulastri, 2020). Hasil daya sebar masing – masing formula dapat dilihat pada tabel dibawah.

17

Tabel VII. Hasil Uji Daya Sebar Gel

Formula Daya sebar (cm)

(Rata-rata ± SD)

1 5,6±0,1

2 5,4±0,173

3 5,167±0,115

4 4,5±0,1

5 4,3±0,2

Berdasarkan tabel VII hasil uji daya sebar menunjukkan bahwa formula 1-3 masuk kedalam rentang daya sebar yang diinginkan yaitu 5-7 cm, sedangkan formula 4-5 tidak masuk ke dalam range tersebut. Pada formula 4 didapatkan daya sebar 4,5 cm dan pada formula 5 didapatkan daya sebar 4,3 cm. Semua formula sediaan gel menunjukkan peningkatan daya sebar seiring dengan menurunnya viskositas. Hal ini sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa daya sebar berbanding terbalik dengan viskositas (Rosari, Fitriani, dan Prasetya, 2021). Efek karbopol 940 dan CMC-Na terhadap uji daya sebar dapat dilihat menggunakan menggunakan Software Design Expert Version 13 Trial. Persamaan Simplex Lattice Design yang diperoleh untuk respon daya sebar adalah sebagai berikut:

Y = 1,119A + 3,830B + 2,451AB

Persamaan di atas menunjukkan Y sebagai nilai respon daya sebar, A sebagai konsentrasi karbopol 940, dan B sebagai konsentrasi CMC-Na. Persamaan diatas memiliki koefisien positif yang menunjukkan bahwa komponen yang dioptimasi dapat menaikkan daya sebar sediaan. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa CMC-Na memiliki pengaruh paling besar terhadap daya sebar sediaan. Karbopol 940 serta kombinasi karbopol 940 dan CMC-Na juga mempunyai koefisien positif yang berarti dapat menaikkan daya sebar sediaan, walaupun pengaruhnya tidak sebesar CMC-Na.

Berdasarkan data tersebut diperoleh profil daya sebar dari persamaan menggunakan

18

menggunakan Software Design Expert Version 13 Trial yang ditunjukkan pada gambar 3.

Gambar 3. Contour Plot Daya Sebar Gel

Berdasarkan contour plot daya sebar gel pada gambar 3 menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi CMC-Na maka daya sebar sediaan akan meningkat. Hal ini dikarenakan basis CMC-Na memiliki rentang viskositas yang lebih kecil (13.000 cps) dibandingkan basis karbopol 940 (20.000-40.000 cps). Rentang viskositas yang lebih kecil dari basis CMC-Na tersebut, akan menghasilkan daya sebar yang lebih besar jika dibandingkan dengan basis karbopol 940 (Fachrurrozi, Syamsurizal, dan Maharini, 2020). Oleh karena itu, semakin tinggi konsentrasi CMC-Na dalam sediaan, daya sebar sediaan tersebut juga akan semakin tinggi.

Uji Viskositas

Uji viskositas dilakukan untuk melihat kekentalan dari sediaan gel yang dihasilkan. Viskositas sediaan yang baik adalah 2,0-4,0 Pa.s (Sari, Fadraersada, dan Prasetya, 2020). Uji viskositas gel dilakukan menggunakan viskometer Rheosys dengan spindle Cone&Plate 2/30 mm pada kecepatan 10 rpm. Hasil uji viskositas kelima formula gel ditunjukkan pada tabel di bawah.

19

Tabel VIII. Hasil Uji Viskositas Gel

Formula Viskositas (Pa.S)

(Rata-rata ± SD)

1 2,374±0,078

2 3,071±0,064

3 3,165±0,027

4 4,242±0,006

5 4,544±0,044

Berdasarkan tabel VIII hasil uji viskositas sediaan gel menunjukkan kenaikan nilai viskositas dari formula 1 hingga formula 5. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa formula 1-3 mempunyai viskositas yang baik dan masuk dalam rentang viskositas yang baik, sedangkan formula 4 dan formula 5 tidak masuk ke dalam rentang tersebut. Pada formula 4 rata-rata viskositas yang didapatkan yaitu 4,242 Pa.s dan pada formula 5 rata-rata viskositas yang didapatkan yaitu 4,544 Pa.s. Efek penambahan CMC-Na dan karbopol 940 terhadap uji viskositas dapat dilihat menggunakan menggunakan Software Design Expert Version 13 Trial. Persamaan Simplex Lattice Design yang diperoleh untuk respon viskositas adalah sebagai berikut:

Y = 5,211A + 0,832B – 2,081AB

Persamaan diatas menunjukkan Y sebagai respon viskositas, A sebagai konsentrasi karbopol 940 dan B sebagai konsentrasi CMC-Na. Persamaan diatas memiliki koefisien positif dan negatif yang menunjukkan bahwa komponen tersebut dapat menurunkan dan menaikkan viskositas. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa karbopol 940 memiliki nilai koefisien positif paling besar terhadap viskositas sediaan. CMC-Na juga dapat menaikkan viskositas sediaan walapun perannya tidak sebesar karbopol 940.

Kombinasi karbopol 940 dan CMC-Na memiliki koefisien negatif yang menunjukkan bahwa kombinasi keduanya dapat menurunkan viskositas sediaan. Berdasarkan data tersebut diperoleh profil pergeseran viskositas dari persamaan Simplex Lattice Design

20

menggunakan menggunakan Software Design Expert Version 13 Trial yang ditunjukkan pada gambar 4.

Gambar 4. Contour Plot Viskositas Gel

Berdasarkan gambar 4 dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi konsentrasi karbopol 940 maka viskositas sediaan yang dihasilkan akan semakin meningkat. Hal ini dikarenakan basis karbopol 940 memiliki rentang viskositas 40.000-60.000 cps, sedangkan basis CMC-Na memiliki viskositas 13.000 cps (Fachrurrozi dkk., 2020).

Oleh karena itu, semakin tinggi konsentrasi karbopol dalam sediaan, viskositas sediaan tersebut juga akan semakin tinggi.

Uji Stabilitas Fisik Sediaan Gel Ekstrak Buah Delima Merah

Uji stabilitas dilakukan untuk mengetahui stabilitas fisik sediaan selama masa penyimpanan. Hal ini dapat dilihat dari perubahan daya sebar dan viskositas setelah masa penyimpanan. Sediaan dianggap memiliki stabilitas yang baik jika persen pergeseran >10% (Nurdianti, Rosiana, dan Aji, 2018). Rumus untuk menghitung persen pergeseran adalah:

% Pergeseran =|𝑏−𝑎|

𝑎 × 100%

21 Keterangan :

a = nilai viskositas/daya sebar setelah 48 jam pembuatan b = nilai viskositas/daya sebar setelah uji siklus

Pergeseran Daya Sebar

Pada penelitian ini pengukuran daya sebar dilakukan setelah 48 jam pembuatan gel dan setelah dilakukan uji siklus. Pengukuran pergeseran ini diperlukan untuk melihat apakah gel mengalami perubahan daya sebar selama masa penyimpanan.

Hasil yang didapatkan dapat dilihat pada tabel IX.

Tabel IX. Hasil Uji Pergeseran Daya Sebar Gel Formula 48 jam (cm)

(Rata-rata ± SD)

Setelah Uji Siklus (cm) (Rata-rata ± SD)

Berdasarkan hasil yang didapatkan, semua formula mengalami pergeseran daya sebar. Formula 5 memiliki pergeseran daya sebar yang paling besar setelah dilakukannya uji siklus yaitu sebesar 5,419. Suatu sediaan dikatakan mempunyai stabilitas fisik yang baik jika jika persen pergeseran <10% (Nurdianti dkk., 2018). Dari data tersebut menunjukkan bahwa semua formula memenuhi kriteria yang diinginkan, dikarenakan nilai semua pergeserannya kurang dari 10%. Efek penambahan CMC-Na dan karbopol 940 terhadap respon pergeseran daya sebar dapat dilihat dengan Software Design Expert Version 13 Trial. Persamaan Simplex Lattice Design yang didapatkan adalah sebagai berikut :

Y= 11,681A + 5,389B – 17,725AB

22

Persamaan diatas menunjukkan Y sebagai respon pergeseran daya sebar, sedangkan A sebagai konsentrasi karbopol 940 dan B sebagai konsentrasi CMC-Na.

Persamaan diatas memiliki koefisien positif dan negatif yang menunjukkan bahwa komponen tersebut dapat menurunkan dan menaikkan pergeseran daya sebar. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa karbopol 940 memiliki pengaruh paling besar terhadap kenaikan pergeseran daya sebar sediaan. Berdasarkan data tersebut diperoleh profil persamaan pergeseran daya sebar dari persamaan Simplex Lattice Design menggunakan Software Design Expert Version 13 Trial yang ditunjukkan pada gambar 5.

Gambar 5. Contour Plot Pergeseran Daya Sebar Gel

Berdasarkan gambar diatas menunjukkan bahwa hasil pergeseran daya sebar tidak linear karena setiap formula mempunyai pergeseran daya sebar yang berbeda-beda. Pergeseran daya sebar paling besar terjadi pada formula 5. Hal ini disebabkan karena terjadinya reaksi hidrolisis pada polimer karbopol 940. Reaksi hidrolisis yang terjadi pada ikatan cross-link karbopol akan menyebabkan ikatan antar polimer

23

menurun sehingga daya sebar sediaan menjadi lebih besar daripada sebelumnya (Yuliani dkk., 2012). Dari hasil uji pergeseran daya sebar yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa sediaan gel memenuhi kriteria yang diinginkan.

Pergeseran Viskositas

Uji ini dilakukan untuk membandingkan perbedaan viskositas gel setelah 48 jam dan setelah dilakukan uji siklus. Pergeseran ini diperlukan untuk melihat apakah gel mengalami perubahan viskositas selama masa penyimpanan. Hasil yang didapatkan ditunjukkan pada tabel di bawah.

Tabel X. Hasil Uji Pergeseran Viskositas Gel Formula 48 jam (Pa.s)

(Rata-rata ± SD)

Setelah Uji Siklus (Pa.s) (Rata-rata ± SD)

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa semua formula mengalami perubahan viskositas setelah uji siklus. Suatu sediaan dinyatakan memiliki stabilitas yang baik jika persen pergeseran >10% (Nurdianti, dkk., 2018). Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa semua formula mempunyai nilai pergeseran yang kurang dari 10%.

Pergeseran viskositas paling besar terjadi pada formula 5 dengan nilai 6,888 Pa.s. Dari data tersebut menunjukkan bahwa semua formula memenuhi kriteria yang diinginkan, dikarenakan nilai semua pergeserannya kurang dari 10%. Efek penambahan karbopol 940 dan CMC-Na dapat dilihat menggunakan menggunakan Software Design Expert Version 13 Trial. Persamaan Simpex Lattice Design yang didapatkan sebagai berikut :

Y= 9,531A + 6,012B -11,418AB

24

Persamaan diatas menunjukkan Y sebagai respon pergeseran viskositas, sedangkan A sebagai konsentrasi karbopol 940 dan B sebagai konsentrasi CMC-Na.

Dari persamaan diatas didapatkan koefisien positif dan koefisien negatif yang menunjukkan bahwa komponen tersebut dapat menaikkan dan menurunkan pergeseran viskositas. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa karbopol 940 memiliki pengaruh paling besar terhadap kenaikan pergeseran viskositas sediaan. Berdasarkan data tersebut diperoleh profil pergeseran viskositas dari persamaan Simplex Lattice Design menggunakan Software Design Expert Version 13 Trial yang ditunjukkan oleh gambar di bawah.

Gambar 6. Contour Plot Pergeseran Viskositas Gel

Berdasarkan gambar 6 dapat disimpulkan bahwa grafik hasil pergeseran viskositas tidak linear karena setiap formula memiliki nilai pergeseran viskositas yang berbeda-beda. Pergeseran viskositas paling besar terjadi pada formula 5 dimana konsentrasi komponen yang paling besar adalah karbopol 940. Hal ini disebabkan karena terjadinya reaksi hidrolisis pada polimer karbopol 940. Reaksi hidrolisis yang

25

terjadi pada ikatan cross-link akan menyebabkan ikatan antar polimer menurun dan pada akhirnya menurunkan viskositas sediaan (Yuliani dkk., 2012). Dari hasil uji pergeseran viskositas yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa sediaan gel memenuhi kriteria yang diinginkan.

Optimasi Formula

Optimasi formula bertujuan untuk menentukan komposisi yang optimum dari faktor yang digunakan yaitu CMC-Na dan karbopol 940 sebagai gelling agent.

Optimasi formula ditentukan berdasarkan uji sifat fisik dan stabilitas fisik sediaan gel dengan memenuhi parameter yang diinginkan. Prediksi formula optimum menggunakan Software Design Expert Version 13 Trial terhadap paramater sifat fisik dan stabilitas fisik sediaan gel. Formula yang dipilih adalah formula yang memiliki nilai desirability mendekati maksimum. Nilai desirability adalah nilai fungsi untuk optimasi yang menunjukkan kemampuan program untuk memenuhi keinginan berdasarkan kriteria yang ditetapkan pada produk akhir. Nilai desirability biasanya berada dalam rentang 0-1. Nilai desirability yang semakin mendekati nilai 1,000 menunjukkan kemampuan program untuk menghasilkan produk yang dikehendaki semakin sempurna (Susianti dkk., 2021). Hasil desirability formula optimum pada penelitian ini ditunjukkan pada gambar 7.

26

Gambar 7. Desirability Formula Optimum Sediaan Gel

Kriteria desirability pada sediaan ini didasarkan pada formula yang memenuhi hasil uji kontrol kualitas yang diinginkan yaitu, pH sediaan 4,5-6,5; daya sebar gel 5-7 cm, viskositas sediaan 2-4 Pa.s, dan uji stabilitas sediaan memenuhi kriteria dimana persen pergeseran >10%. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa komposisi optimum pada formula terdapat pada formula 2 dan 3 karena memiliki nilai desirability 1 dan memenuhi parameter sifat fisik yang diinginkan.

Validasi Persamaan

Validasi persamaan dilakukan untuk melihat apakah persamaan dari hasil penelitian ini valid atau tidak. Hasil penelitian ini divalidasi dengan uji ANOVA satu

Validasi persamaan dilakukan untuk melihat apakah persamaan dari hasil penelitian ini valid atau tidak. Hasil penelitian ini divalidasi dengan uji ANOVA satu

Dokumen terkait