• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN Waktu Kerja Pemanenan

Penebangan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata waktu yang diperlukan untuk melakukan satu siklus kerja penebangan tanpa delay adalah 362 detik. Berdasarkan hasil tersebut, dengan waktu penebangan rata-rata 362 detik maka dalam satu jam sekitar 10 pohon dapat ditebang. Penggunaan waktu paling banyak pada penebangan yaitu pada elemen membuat takik rebah dan takik balas yaitu sebesar 34% dari total waktu aktual. Distribusi penggunaan waktu aktual siklus penebangan dapat dilihat pada Gambar 3. Penundaan waktu (delay) yaitu sebesar 32% dari total waktu aktual. Waktu tidak produktif atau penundaan waktu (delay) paling banyak yaitu delay personal sebesar 51% dari total waktu delay (Gambar 4).

Menurut ILO (1969) kelonggaran melepaskan lelah yaitu 12% dari waktu total atau 20% untuk pekerjaan yang berat. Hal ini menunjukan bahwa delay pada siklus penebangan melebihi batas waktu kelonggaran melepaskan lelah.

Gambar 3 Waktu pada siklus penebangan

Gambar 4 Penundaan waktu (delay) pada siklus penebangan Berjalan menuju

pohon

12% area sekitar pohonMembersihkan 6% Menyalakan

chainsaw 1% Membuat takik rebah dan takik

balas 34% Memotong pangkal/ujung batang 15% Delay 32% Delay operasional 38% Delay personal 51% Delay mekanik 11%

17 Variabel yang signifikan mempengaruhi waktu penebangan adalah diameter. Koefisien korelasi (R2) tersebut adalah 52.17%. Tabel ANOVA dapat dilihat pada Tabel 5 dengan tingkat keakuratan sebesar 95%. Gambar 5 menggambarkan hubungan penggunaan waktu penebangan (tanpa delay) pada berbagai diameter. Penggunaan waktu penebangan meningkat dengan meningkatnya diameter. Lortz et al. (1997) melaporkan bahwa banyak faktor yang mempengaruhi produktivitas penebangan antara lain waktu penebangan per pohon yaitu DBH, jarak antar pohon dan intensitas pemanenan. Faktor yang paling mempengaruhi penggunaan waktu pada penebangan yaitu diameter dan jarak antar pohon (Wang et al. 2004). Sama dengan penelitian Mousavi (2009) meningkatnya besar diameter, meningkatkan pula penggunaan waktu penebangan.

Gambar 5 Waktu penebangan pada berbagai diameter jati Tabel 5. ANOVA model

Source df Sum of Squares Mean Square F Sig.

Regression 1 417.02 417.02 88.34 0.000

Residual 81 382.38 4.72

Total 82 799.40

Pembagian Batang

Waktu rata-rata yang diperlukan untuk melakukan satu siklus pembagian batang adalah 1854 detik. Pengukuran waktu pembagian batang yaitu dari memotong hingga sortimen siap diangkut. Pembagian batang di Perhutani dilakukan dengan menggunakan sistem sortimen pendek. Setiap sortimen memiliki klasifikasi sortimen, mutu dan status sesuai dengan peraturan pembagian batang kayu bundar jati tahun 2004 berdasarkan SK direksi No. 138/KPTS/DIR/2004. Oleh sebab itu kegiatan pembagian batang memerlukan

y = 0.2647x - 6.941 R² = 0.5217 0,000 5,000 10,000 15,000 20,000 25,000 30,000 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 Waktu produ kti f (m eni t) Diameter jati (cm)

Waktu efektif (menit) Linear (Waktu efektif (menit))

18

waktu yang cukup lama. Gambar 6 menunjukan waktu pada siklus pembagian batang setiap elemen kerja. Waktu paling banyak yaitu pada elemen memotong batang yaitu sebesar 19% dari total waktu aktual. Waktu terkecil yaitu delay

sebesar 2% dari total waktu aktual. Delay pada pembagian batang yaitu delay

personal, mekanik dan operasional. Delay personal sebesar 50% dari total waktu

delay. Banyaknya delay personal pada siklus pembagian batang disebabkan karena operator chainsaw yang mengobrol dan istirahat. Persentase delay pada siklus ini dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 6 Waktu pada siklus pembagian batang

Gambar 7 Penundaan waktu (delay) waktu pada siklus pembagian batang

Penyaradan

Gambar 8 menunjukan waktu setiap elemen pada siklus kerja penyaradan. Waktu paling banyak pada siklus penyaradan yaitu elemen penyaradan ke TPn sebesar 47% dari total waktu produktif penyaradan. Penundaan waktu (delay) sebesar 4% dari waktu total penyaradan. Waktu istirahat (minum, merokok) dan operator mengobrol termasuk dalam delay personal yang paling sering dilakukan. Jika terjadi delay mekanik pada traktor maka kegiatan penyaradan dihentikan atau tidak ada. Pada penelitian ini delay mekanik tidak ada yang masuk dalam siklus

Kepras banir dan cabang 4% Menentukan panjang dan menandai sortimen 13% Memotong batang 19% Menyunat 13% Mengecat 10% Mengukur diameter 11% Menandai dengan slaghammer 12% Administrasi TUHH 16% Delay 2% Delay mekanik 40% Delay operasional 10% Delay personal 50%

19 penyaradan sehingga penundaan waktu akibat delay mekanik tidak ada. Penundaan waktu pada siklus penyaradan dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 8 Waktu pada siklus penyaradan

Gambar 9 Penundaann waktu (delay)pada siklus penyaradan

Gambar 10 menunjukkan regresi linear antara jarak sarad dan waktu produktif penyaradan. Grafik tersebut menunjukkan 56.43% tingkat keragaman waktu produktif dapat dijelaskan oleh jarak sarad, sisanya dipengaruhi faktor lain. Menurut Lotfalian et al. (2011); Behjou et al. (2008); Nikooy et al. (2013) penyaradan dipengaruhi oleh faktor-faktor antara lain jarak sarad, volume kayu, jumlah batang dan kemiringan lereng. Pada penelitian-penelitian tersebut alat sarad yang digunakan yaitu alat sarad dengan merk Timberjack yang memang digunakan untuk penyaradan kayu. Gilanipoor et al. (2012) melaporkan penyaradan menggunakan traktor pertanian dipengaruhi kemiringan lereng dan jarak sarad. Semakin meningkatnya kemiringan lereng dan jarak sarad waktu semakin lama waktu penyaradan. Pada penelitian ini penyaradan dilakukan dengan traktor pertanian merk Massey Ferguson Xtra 455 dengan kemiringan lereng hampir sama yaitu 0–10%. Jumlah batang yang disarad setiap siklus penyaradan sama yaitu satu batang dan dengan volume rata-rata 1.148 m3/siklus sehingga yang paling berpengaruh yaitu jarak sarad.

Traktor menuju batang (tanpa muatan) 31% Mengaitkan batang pada seling 13% Penyaradan ke TPn 47% Melepas seling 5% Delay 4% Delay personal 77% Delay operasional 23%

20

Gambar 10 Waktu produktif penyaradan pada berbagai jarak sarad

Pemuatan

Gambar 11 menunjukkan waktu setiap elemen pada siklus pemuatan. Pemuatan dengan sistem manual tenaga manusia sehingga memerlukan waktu banyak yaitu 65% dari total waktu aktual. Delay pada siklus pemuatan yaitu sebesar 29% dari total waktu aktual. Delay ini lebih banyak disebabkan karena menunggu proses pembagian batang selesai. Pemuatan rata-rata dilakukan oleh 4 orang pekerja.

Gambar 11 Waktu pada siklus pemuatan Pengangkutan

Waktu rata-rata setiap siklus kerja pengangkutan yaitu 355 detik atau sekitar 6 menit. Jumlah contoh siklus pengangkutan yaitu 30 siklus. Elemen pada siklus ini hanya satu yaitu pengangkutan TPn ke TPK. Jarak dari TPn ke TPK sekitar 2 km sehingga tidak merlukan waktu banyak. Tidak ada penundaan waktu atau gangguan pada siklus pengangkutan dari TPn ke TPK karena jarak dan waktu tempuh yang sedikit.

y = 1.9312x + 215.27 R² = 0.5643 0 200 400 600 800 1000 1200 0 200 400 600 Wa kt u pr oduk tif (det ik ) Jarak sarad (m) Waktu penyaradan Linear (Waktu penyaradan) Memikul kayu ke atas truk 65% Administrasi DKB 6% Delay 29%

21 Pembongkaran

Pada Gambar 12 menunjukkan waktu pada siklus kerja pembongkaran. Waktu paling banyak yaitu pada elemen pembongkaran AIII yaitu sebesar 38% dari waktu kerja aktual. Elemen pembongkaran AI & AII dan truk menuju kapling III berturut-turut yaitu 34%, 28% dari total waktu aktual. Dalam siklus kerja pembongkaran tidak terjadi delay karena setelah truk tiba di TPK langung dilakukan pembongkaran kayu.

Gambar 12 Waktu pada siklus pembongkaran Produktivitas Pemanenan

Menurut peraturan tebang habis hutan jati tahun 2011 Perhutani, kegiatan penebangan dilakukan dengan dilanjutkan kegiatan pembagian batang. Namun, di lokasi penelitian ini setelah kegiatan penebangan dilanjutkan dengan kegiatan penyaradan. Kemudian kegiatan pembagian batang dilakukan di TPn setelah kayu tersebut disarad. Oleh sebab itu produktivitas penebangan dan pembagian batang dibuat terpisah. Pembayaran kepada operator chainsaw dilakukan dengan sistem kubikasi.

Pada Tabel 6 menunjukkan bahwa waktu, volume dan produktivitas pemanenan rata-rata. Produktivitas yang dihitung adalah penebangan, pembagian batang, penyaradan, pengangkutan, dan pembongkaran. Produktivitas rata-rata penebangan untuk waktu produktif (tanpa delay) yaitu 20.085 m3/jam, sedangkan produktivitas rata-rata penebangan untuk waktu aktual yaitu 16.056 m3/jam. Hasil tersebut menunjukkan penundaan waktu akibat gangguan menurunkan produktivitas penebangan sebesar 11.15%.

Produktivitas rata-rata pembagian batang untuk waktu produktif dan waktu aktual tidak berbeda jauh yaitu 3.247 m³/jam dan 3.176 m³/jam. Selisih produktivitas rata-rata waktu produktif dan waktu aktual 0.071 m³/jam. Penurunan produktivitas yang disebabkan karena delay tidak signifikan. Kegiatan pembagian batang dilakukan oleh satu regu yang terdiri atas enam orang pekerja.

Penyaradan di KPH Saradan dalam penelitian ini dilakukan menggunakan traktor pertanian dengan merk Massey Ferguson Xtra 455. Penyaradan di hutan tanaman biasanya menggunakan traktor pertanian, rubber-tired skidder, atau

forwarder (Sessions 2007). Produktivitas rata-rata penyaradan waktu produktif dan waktu aktual 5.009 m³/jam dan 4.793 m3/jam. Selisih produktivitas waktu produktif dan waktu aktual yaitu 0.216 m3/jam atau penundaan waktu

Pembongkaran AI dan AII 34% Menuju kapling AIII 28% Pembongkaran AIII 38%

22

menurunkan produktivitas penyaradan sebesar 2.2%. Volume rata-rata hasil penyaradan yaitu 1.148 m3.

Produktivitas rata-rata pemuatan untuk waktu produktif dan waktu aktual yaitu 3.808 m³/jam dan 2.988 m³/jam dengan volume rata-rata yaitu 6.294 m³. Penundaan waktu akibat gangguan menurunkan produktivitas pemuatan sebesar 12%. Kegiatan pemuatan dilakukan oleh empat orang pekerja.

Pada siklus pengangkutan produktivitas rata-rata waktu produktif dan waktu aktual sama yaitu sebesar 64.064 m3/jam. Hal tersebut terjadi karena pada siklus ini penundaan waktu (delay) tidak ada. Pengangkutan dari TPn ke TPK menempuh jarak sekitar dua km dengan waktu tempuh rata-rata 355 detik. Jarak tempuh yang relatif dekat sehingga siklus pengangkutan ini tidak ada gangguan. Kegiatan pengangkutan dilakukan oleh satu orang.

Produktivitas rata-rata pembongkaran yaitu sebesar 25.408 m3/jam. Pada kegiatan pembongkaran tidak ada waktu delay sehingga produktivitas rata-rata waktu produktif dan waktu aktual sama. Volume rata-rata siklus pembongkaran yaitu 6.294 m3. Kegiatan pembongkaran dilakukan oleh empat orang pekerja yang sama dengan kegiatan pemuatan.

Tabel 6 Waktu, volume dan produktivitas rata-rata kegiatan pemanenan di KPH Saradan

Nama Kegiatan Waktu rata-rata (detik/siklus) Volume rata-rata (m3/siklus) Produktivitas (m3/jam)

WP WA WP WA WP WA Penebangan 390 562 1.947 1.947 20.085 16.056 Pembagian batang 1849 1895 1.636 1.636 3.247 3.176 Penyaradan 843 879 1.148 1.148 5.009 4.793 Pemuatan 5936 8321 6.294 6.294 3.808 2.988 Pengangkutan - 355 - 6.294 - 64.064 Pembongkaran - 910 - 6.294 - 25.408

*WP = Waktu Produktif, WA = Waktu aktual

Penelitian dilaksanakan pada musim hujan sehingga hasil penelitian ini merupakan aplikasi dari kegiatan pemanenan pada musim hujan. Kegiatan pemanenan pada musim hujan sering terhambat, terlebih kegiatan penyaradan. Penyaradan ini tergantung dari kondisi tanah karena dilakukan menggunakan traktor. Jumlah tenaga kerja pemanenan di KPH Saradan mencukupi namun terkadang pembagian pekerjaan pada pembagian batang tidak jelas sehingga menyebabkan pekerjaan dilakukan lebih lama. Operator dan helper penebangan memiliki keahlian yang sama dan memiliki pengalaman sekitar 15 tahun. Kondisi alat penebangan relatif sudah tua dengan masa pakai lima tahun, kerusakan sering terjadi pada rantai. Kerusakan yang ditemui dilapangan yaitu rantai putus. Volume taksiran produksi pada pada anak petak 6A yaitu 89.84% sedangkan volume realisasi produksi pada saat penelitian berlangsung adalah 84.81%. Volume taksiran produksi sebagai acuan produksi untuk blok tersebut sehingga sebesar 5.33% produksi masih dapat ditingkatkan.

Berbagai faktor dapat mempengaruhi produktivitas pemanenan hutan. Sinungan (1987) melaporkan Produktivitas pemanenan hutan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain yaitu tenaga kerja, metode, produksi, dan lingkungan

23 kerja. Nurminen et al. (2006) juga melaporkan delay dan produktivitas dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain yaitu kondisi tegakan, ketrampilan pekerja, teknik kerja, dan karakteristik mesin atau alat yang digunakan. Baretto et al. (1998) menyatakan bahwa perencanaan yang tepat pada kegiatan penebangan akan meningkatkan produktivitas sebesar 15% dibandingkan dengan penebangan tanpa perencanaan.

Analisis Biaya Pemanenan

Tabel 7 menunjukkan biaya penebangan dan pembagian batang berdasarkan komponen biaya yaitu sebesar Rp 14 515/m3. Biaya usaha yaitu sebesar Rp 35 248/jam. Biaya usaha ini merupakan hasil perhitungan dengan upah operator berjumlah 2 orang.

Tabel 7 Analisis biaya pada kegiatan penebangan menggunakan chainsaw

Komponen biaya Chainsaw

Biaya tetap (Rp/jam) 1 180.41

Biaya variabel (Rp/jam) 14 068.25

Biaya mesin (Rp/jam) 15 248.67

Biaya usaha (Rp/jam) 35 248.67

Biaya penebangan dan pembagian batang (Rp/m³) 14 515.71 Tabel 8 menunjukkan biaya penyaradan yaitu Rp 48 499.74/m3. Biaya usaha pada pada penyaradan ini yaitu sebesar Rp 242 933.57/jam. Biaya usaha ini merupakan hasil perhitungan dengan upah operator berjumlah 2 orang.

Tabel 8 Analisis biaya pada kegiatan penyaradan menggunakan traktor

Komponen biaya Traktor

Biaya tetap (Rp/jam) 115 090.54

Biaya variabel (Rp/jam) 87 843.02

Biaya mesin (Rp/jam) 202 933.57

Biaya usaha (Rp/jam) 242 933.57

Biaya penyaradan (Rp/m³) 48 499.74

Tarif upah merupakan tarif yang telah ditetapkan oleh Perhutani atau pada penebangan dan pengangkutan disebut sistem kontrak/borongan. Tarif hitung merupakan perhitungan tarif penebangan dan penyaradan jika kepemilikan alat milik Perhutani. Operasi pemanenan oleh kontraktor dilaksanakan atas kesepakatan Perhutani dengan kontraktor. Menurut Nugroho (2002) pada kasus di Indonesia, FAO dan Dephut RI tahun 1990 melaporkan bahwa biaya pemanenan pada sistem kontrak dapat lebih murah hingga 22%. Namun murahnya sistem kontrak di Indonesia lebih disebabkan karena tidak ada pertanggung jawaban terhadap aspek lingkungan.

Hasil penelitian ini menunjukkan jika alat pemanenan dimiliki sendiri oleh Perhutani maka biaya pemanenan akan lebih rendah. Tabel 9 menunjukkan bahwa biaya total pemanenan mulai dari tahap persiapan pemanenan sampai pemanenan

24

di petak tebang berdasarkan tarif upah dan alat milik operator yaitu Rp 180 207.54/m3. Berdasarkan hasil analisis biaya jika chainsaw dan traktor dihitung kepemilikannya milik Perhutani biaya persiapan sampai pemanenan yaitu Rp 148 122.99 /m3. Selisih biaya tersebut yaitu sebesar Rp 32 084.55/m3 atau 17.8% lebih rendah bila kepemilikan chainsaw milik Perhutani. Perbedaan tersebut karena berdasarkan analisis biaya chainsaw lebih rendah Rp 15 584/m3 dibandingkan denganbiaya borongan. Selain itu berdasarkan analisis biaya traktor juga lebih murah Rp 16 500.26/m3 dibandingkan dengan biaya borongan traktor. Biaya paling tinggi yaitu pada kegiatan pengangkutan sebesar 37.73% dari total biaya pemanenan.

Target perolehan kayu dari tebangan jati di KPH Saradan tahun 2016 yaitu 2567.897 m3. Berdasarkan tarif upah biaya yang akan dikeluarkan yaitu sebesar Rp 462 754 401.75. Bila kepemilikan alat milik Perhutani atau berdasarkan tarif hitung maka biaya yang dikeluarkan sebesar Rp 380 364 581.58. Selisih biaya tersebut yaitu sebesar Rp 82 389 820.

Tabel 9 Total biaya pemanenan hutan tanaman jati di anak petak 6A KPH Saradan Nama kegiatan Standar Biaya (Rp/mPerhitungan* 3)

Peneresan 2 289.04 2 289.04

Pembagian blok 819.37 819.37

Klem 343.36 343.36

Her klem 9.90 9.90

Pembikinan plang tebangan 196.52 196.52

Pembikinan plang larangan 149.35 149.35

Air minum 1 300.00 1 300.00

Penebangan dan pembagian batang 30 100.00 14 515.71**

Penyaradan 65 000.00 48 499.74**

Pengangkutan 68 000.00 68 000.00

Pemuatan dan pembongkaran 12 000.00 12 000.00

Total biaya 180 207.54 148 122.99

*Biaya perhitungan merupakan hasil perhitungan dari alat chainsaw dan traktor pertanian menggunakan analisis biaya, sedangkan kegiatan lainnya berdasarkan tarif upah.

**Hasil analisis biaya menggunakan chainsaw untuk kegiatan penebangan dan pembagian batang serta traktor untuk kegiatan penyaradan.

Efisiensi Pemanenan

Efisiensi merupakan ketepatan cara (usaha, kerja) dalam menjalankan sesuatu (tidak membuang-buang waktu, tenaga dan biaya). Kata lainnya yaitu kemampuan menjalankan tugas dengan baik dan tepat. Efisiensi merupakan peningkatan efektivitas penggunaaan bahan produksi yang diperlukan untuk mengimbangi terus meningkatnya biaya tenaga kerja dan peralatan. Memaksimalkan keuntungan merupakan tujuan umum dari sebuah perusahaan. Dalam mencapai tujuan tersebut, upaya yang dapat dilakukan yaitu meningkatkan efisiensi dan produktivitas semua kegiatan. Peningkatan efisiensi dapat dicapai dengan 1) mengubah metode kegiatan, 2) menggunakan bahan dan alat yang berbeda, 3) pelatihan SDM, 4) menyesuaikan kondisi lingkungan dan cuaca, 5)

25 standarisasi metode, 6) mengkombinasikan kegiatan dan 7) optimasi seluruh sistem operasi dibandingkan operasi tunggal (Pfeiffer 1967). Menurut Sessions (2007) perbedaan efisiensi perusahaan satu dengan lainnya yaitu dalam hal kualitas organisasi, pengawasan dan pelatihan kerja. Menurut Fath (2001) efisiensi pemanenan merupakan evaluasi berdasarkan indikator operasional, organisasional, energi dan finansial. Jika mengacu pada kajian tersebut teknis efisiensi pemanenan penelitian ini didasarkan pada indikator operasional pemanenan.

Tabel 10 menunjukan inefisiensi yang terjadi di KPH Saradan. Beberapa temuan pada hasil peneltian ini menunjukkan inefisiensi terjadi pada pemanenan jati di KPH Saradan antara lain disebabkan karena: 1) kurangnya ketrampilan operator dan mandor, 2) kurangnya pengawasan dan kontrol, 3) kurangnya kedisiplinan para operator dan mandor, 4) kurangnya insentif bagi para operator dan mandor.

Faktor-faktor yang menyebabkan inefisiensi terjadi yaitu: 1) Pelatihan bagi para operator dan mandor masih kurang, 2) tidak adanya evaluasi pasca kegiatan menyebabkan kurangnya kontrol kegiatan yang tidak dilakukan dengan benar, 3) tidak adanya ketegasan dari atasan mengenai kedisiplinan para operator dan mandor di lapangan, 4) faktor kebutuhan ekonomi keluarga.

Pada tabel kegiatan no 1 yaitu kegiatan teresan tidak dilakukan dengan baik sehingga akan pohon masih hidup dan berdaun. Pohon seperti ini menghambat pemanenan karena memakan waktu lebih lama karena cabang-cabang harus dipotong terlebih dahulu kemudian disarad. Apabila waktu pemanenannya lebih lama, produktivitas menurun dan biaya pemanenan dapat meningkat. Pada tabel kegiatan no 2 dan 3 kegiatan pemanenan tanpa didampingi oleh mandor sehingga operator chainsaw mengambil keputusan sendiri dalam membagi batang untuk disarad. Padahal, dalam pembagian batang di Perhutani terdapat peraturan yang menentukan kualita yang kemudian akan menentukan harga kayu.pada kegiatan nomor 4 kayu sortimen AI masih dapat dijual Perhutani namun kenyataan di lapangan banyak yang ditinggalkan dan dipungut oleh masyarakat untuk kayu bakar. Pada kegiatan nomor 5 merupakan penandaan pemotongan kayu, tanda digunakan untuk operator memotong sehingga spilasi diharapkan dapat tepat. Pada gambar kegiatan nomor 6 diduga phi band yang digunakan oleh mandor tidak diganti sehingga melar. Hal tersebut mengakibatkan kerugian bagi perhutani karena phiband tersebut underestimate untuk mengukur. Pada kegiatan nomor 7 spilasi pemotongan tidak tepat, apabila pemotongan kayu melebihi spilasi maka akan merugikan Perhutani dan sebaliknya jika pemotongan kurang dari spilasi akan merugikan konsumen. Gambar kegiatan 8 pemotongan terlalu pendek dan setelah dipotong disimpan oleh operator sehingga diduga diambil oleh operator untuk kepentingan pribadi. Kegiatan 9 merupakan pemotongan batang miring yang disebabkan karena rantai kurang baik atau kesalahan oleh operator.

26

Tabel 10 Inefisiensi pemanenan hutan di KPH Saradan

Kegiatan Deskripsi Pedoman Perhutani

Pada anak petak 6A blok II dan blok III ditemukan kegiatan peneresan tidak dilakukan dengan benar sehingga pohon masih berdaun. Jumlah pohon jati masih berdaun sebanyak 22 pohon dengan luasan 7 ha dan jumlah pohon

seluruhnya yaitu 243 pohon atau setara dengan 9.4% teresan tidak benar dari jumlah pohon total. Penyebab peneresan tidak sempurna yaitu pemotongan batang kurang dalam dan pengawasan kurang. Akibatnya menghambat kegiatan penyaradan sehingga memerlukan waktu lebih lama untuk menyarad pohon ini.

Pada pedoman

penyelenggaraan tebang habis hutan jati tahun 2011 dijelaskan bahwa kegiatan teresan yaitu meneres/mematikan pohon agar diperoleh tegakan yang kering secara alami sehingga dapat meminimalkan kerusakan pada saat ditebang.

Kegiatan penebangan dilakukan oleh

chainsawman dan helper tanpa mandor tebang. Pohon dengan diameter besar dipotong menjadi 2 untuk memudahkan penyaradan namun tidak mempertimbangkan optimalisasi kayu.

Pada pedoman

penyelenggaraan tebang habis hutan jati tahun 2011 dijelaskan bahwa mandor tebang menunjuk pohon yang akan

ditebang. Pada radius 50 m tidak boleh ada orang kecuali blandong. Pada saatnya pohon akan roboh petugas tebangan (mandor tebang)

memberi aba-aba

(dengan teriakan/peluit). 2. Penebangan

27

Kegiatan Deskripsi Pedoman Perhutani

Pada saat kegiatan penyaradan dilakukan terdapat kendala yaitu batang sulit ditarik, kemudian operator

chainsaw memotong batang atas perintah operator traktor tanpa didampingi mandor tebang.

Pembagian batang jati berdasarkan pedoman pembagian batang kayu bundar jati tahun 2004 penentuan batas sortimen AIII, AII dan AI dan batas diameter sesuai kelas harga sampai dengan AI yang dapat dipungut sebagai kayu pertukangan. Hal tersebut menunjukan bahwa pemotongan batang tidak hanya dengan alasan untuk kemudahan menyarad.

Kayu diameter 11 cm dengan panjang 90 cm tidak dimanfaatkan Perhutani, tetapi dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai kayu bakar.

Pada pedoman

pembagian batang kayu bundar jati tahun 2004, kayu diameter 10 – 19 dengan panjang 0.7 – 4 m termasuk dalam kayu bundar kecil (AI).

5.Penandaan batang Penandaan pada batang sebelum pembagian batang tidak sesuai dengan

prosedur.

Pada Pedoman

pembagian batang kayu bundar jati tahun 2004 dijelaskan bahwa penandaan tanda batas pembagian batang harus dengan teer berupa tiga garis dengan jarak 2 cm, garis ditengah

merupakan letak potongan. 3. Penyaradan

28

Kegiatan Deskripsi Pedoman Perhutani

6. Membandingkan Phi-band Perbedaan phiband milik Perhutani dan milik Lab. Pemanfaatan. Phi band milik Perhutani

underestimate sehingga konsumen lebih

diuntungkan, meskipun PSDH yang dibayarkan lebih kecil tetapi Perhutani tetap rugi. Menurut

informasi dari Asper standar penggantian phi band yaitu setelah penggunaan 1500 m3.

Menurut penelitian Rapati (2001) kemelaran phi band dapat

menyebabkan kesalahan dalam penentuan volume dan akan berdampak pada pendapatan perhutani. Kerugian maksimum Perhutani untuk pengukuran kayu jati 1000 m3 untuk tingkat kemelaran AI Rp 6 549 320 ; tingkat kemelaran AII Rp 6 922 411; tingkat kemelaran AIII Rp 10 237 189. 7. Pengukuran kayu Panjang spilasi bervariasi, gambar atas memiliki

panjang spilasi sebesar 5 cm sedangkan gambar dibawah panjang spilasi 10 cm. Berdasarkan sampel yang diambil dalam pengukuran spilasi terdapat sebanyak 9,67% yang pengukuran spilasinya tepat, sebanyak 29,03% spilasi < 4 cm dan sebanyak 61,29% spilasi > 4cm.

Pada Pedoman

pembagian batang kayu bundar jati tahun 2004 dijelaskan bahwa penandaan tanda batas pembagian batang harus dengan teer berupa tiga garis dengan jarak 2 cm, garis ditengah

merupakan letak

potongan. Sehingga total spilasi 4 cm.

29

Kegiatan Deskripsi Pedoman Perhutani

8. Pencurian kayu

Pada saat tidak ada Asper, Mantri dan ketua regu tebang, operator melakukan pemotongan kayu selebar ± 20 cm pada bagian pangkal. Kayu dengan nomor pohon 177 memiliki keliling 207 cm dan berkualitas baik tanpa gerowong.

Pada pedoman pembagian batang Perhutani tahun 2004 dituliskan bahwa urutan prioritas pembagian kayu status kayu bundar vinir (Vi), Hara (H) dan lokal industri (IN) untuk sortimen AIII ukuran panjang minimal yaitu 70 cm.

9. Pemotongan miring

Pemotongan tidak tegak lurus sering terjadi pada sortimen berasal dari cabang.

Pada pedoman

pembagian batang kayu bundar jati tahun 2004 potongan pada kedua bontos harus siku dan rata.

Rekomendasi praktek pemanenan hutan tanaman jati di KPH Saradan yang efisien antara lain: 1) Memperbaiki manajemen pemanenan hutan: membagi tugas atau pekerjaan pokok kepada masing-masing orang secara jelas dan meningkatkan

Dokumen terkait