• Tidak ada hasil yang ditemukan

I. PENDAHULUAN 0

4.1. Gambaran Umum Wilayah Penelitian

4.2.3. Analisis Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Kesempatan Kerja

4.2.3.2. Hasil Dugaan Model

Dalam mengestimasi model persamaan, penelitian ini menggunakan metode

Ordinary Least Square (OLS). Variabel yang digunakan dalam penelitian adalah otonomi daerah, PMA, PMDN, PDRB, dan suku bunga kredit. Hasil estimasi model dugaan model ditunjukkan melalui Tabel 13.

Tabel 13 Hasil Estimasi Koefisien Variabel Penduga

Variabel Koefisien t-Statistik Probabilitas

C 0,336983 0,111894 0,9131

Otonomi Daerah 0,007742 0,187154 0,8553

PMA *0,087593 *2,425635 *0,0357

PMDN *0,439818 *4,347370 *0,0014

PDRB 0,010824 0,087255 0,9322

Suku Bunga Kredit *-0,003859 *-5,206023 *0,0004

R-squared Adjusted R-squared 0,900955 0,851432 F-statistic Prob(F-statistic) 18,19281 0,000098

1. Pengujian Koefisien Regresi Secara Serentak (Uji F-Statistik )

Uji F digunakan untuk mengetahui tingkat signifikansi pengaruh variabel bebas secara serentak terhadap variabel tidak bebas. Atau dengan kata lain, untuk menguji arti keseluruhan dari garis regresi yang ditaksir, yaitu apakah variabel kesempatan kerja (LnKK) berhubungan secara linier dengan variabel otonomi daerah, PMA (LnPMA), PMDN (LnPMDN), PDRB (LnPDRB) dan suku bunga kredit secara serentak yang dalam penelitian ini digunakan uji F dengan derajat kebebasan/tingkat keyakinan sebesar 95% (α = 0,05).

Berdasarkan hasil analisis yang dapat dilihat pada Tabel 13, pengujian secara serentak diperoleh nilai F-hitung sebesar 18,1928 dan nilai F-tabel sebesar 3,33. Sehingga dengan demikian nilai F-hitung lebih besar daripada nilai F-tabel (18,1928 > 3,33) yang berarti bahwa secara serentak variabel bebas berpengaruh secara signifikan terhadap kesempatan kerja di DKI Jakarta selama kurun waktu tahun 1993-2008.

Dari hasil analisis di atas maka hipotesis yang menyatakan bahwa variabel bebas (otonomi daerah, PMA, PMDN, PDRB dan suku bunga kredit) secara serentak berpengaruh terhadap variabel tidak bebas (kesempatan kerja), dapat diterima. Hal ini pun sesuai dengan hasil penelitian yang pernah dilakukan oleh Rachman (2005), yang menyimpulkan bahwa PDRB, investasi, UMP, dan angkatan kerja secara serentak berpengaruh terhadap kesempatan kerja di DKI Jakarta tahun 1982-2003; Malau (2007), yang menyimpulkan bahwa angkatan kerja, penyerapan tenaga kerja, upah, investasi, dan pendapatan secara serentak berpengaruh terhadap pasar kerja sektor tersier di provinsi DKI Jakarta; Elnopembri (2007) yang menyimpulkan bahwa UMR, tingkat suku bunga kredit investasi bank pemerintah daerah, tingkat suku bunga kredit investasi bank persero pemerintah di daerah, dan nilai produksi industri kecil secara serentak berpengaruh terhadap penyerapan tenaga kerja industri kecil di kabupaten Tanah Datar Provinsi Sumatera Barat tahun 1990-2004; Nainggolan (2009) yang menyimpulkan bahwa PDRB kabupaten/kota, tingkat bunga kredit, UMK secara

serentak berpengaruh terhadap kesempatan kerja pada kabupaten/kota di provinsi Sumatera Utara tahun 2002-2007.

2. Pengujian Koefisien Regresi Secara Parsial (Uji t-Statistik)

Uji t digunakan untuk mengetahui tingkat signifikansi pengaruh dari masing-masing variabel bebas terhadap variabel tidak bebas. Untuk mengetahui pengaruh masing-masing variabel bebas (otonomi daerah, PMA, PMDN, PDRB, suku bunga kredit) terhadap variabel tidak bebas (kesempatan kerja) hasilnya dapat dilihat pada Tabel 13.

Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa secara parsial pengaruh variabel bebas (otonomi daerah, PMA, PMDN, PDRB, suku bunga kredit) terhadap variabel tidak bebas (kesempatan kerja) dapat dijelaskan sebagai berikut:

Berdasarkan hasil pengujian secara parsial pada variabel otonomi daerah, nilai t-hitung lebih kecil daripada nilai t-tabel (0,1871 < 2,228) yang berarti bahwa secara parsial variabel otonomi daerah secara tidak signifikan berpengaruh positif terhadap kesempatan kerja di DKI Jakarta. Ini dikarenakan sudah menjadi ciri khas bahwa aktivitas perekonomian di DKI Jakarta tanpa adanya campur tangan pemerintah daerah, perekonomian mampu berjalan dengan sendirinya disebabkan DKI Jakarta sudah sekian lama menjadi pusat aktivitas ekonomi sehingga peran pemerintah daerah selama ini hanya sebatas memberikan regulasi dalam menjaga perekonomian melalui kestabilan sosial, hukum dan keamanan disamping peranannya dalam memantau perkembangan perekonomian daerah dan membantu pemerintah pusat guna menunjang perekonomian nasional melalui kebijakan yang selaras dengan pemerintah pusat.

Berdasarkan hasil pengujian secara parsial pada variabel PMA, nilai t-hitung lebih besar daripada nilai t-tabel (2,4256 > 2,228) yang berarti bahwa secara parsial variabel PMA secara signifikan berpengaruh positif terhadap kesempatan kerja di DKI Jakarta selama kurun waktu tahun 1993-2008. Sehingga hipotesis yang menyatakan bahwa variabel PMA berpengaruh positif terhadap kesempatan kerja, diterima.

Berdasarkan hasil pengujian secara parsial pada variabel PMDN, nilai t- hitung lebih besar daripada nilai t-tabel (4,3474 > 2,228) yang berarti bahwa

secara parsial variabel PMDN secara signifikan berpengaruh positif terhadap kesempatan kerja di DKI Jakarta selama kurun waktu tahun 1993-2008. Sehingga hipotesis yang menyatakan bahwa variabel PMDN berpengaruh positif terhadap kesempatan kerja, diterima.

Tabel 14 Persentase PMA menurut Bidang Usaha Tahun 2002-2007

(Persen)

Bidang Usaha 2002 2003 2004 2005 2006 2007

Pertanian, Peternakan, Perikanan 0,16 0,07 0,51 - - -

Industri 10,19 1,74 15,71 9,29 7,86 5,43

Konstruksi 18,01 0,63 20,3 21,25 10,7 4,97

Hotel 2,7 3,64 7,72 5,24 2,19 1,95

Real Estate, Perkantoran 7,9 5,29 20,84 20,34 24,78 7,23 Jasa-Jasa Lainnya 61,04 88,63 34,92 43,88 54,47 80,42

Jumlah 100 100 100 100 100 100

Sumber : BPM dan BKUD Provinsi DKI Jakarta. Indikator Ekonomi Jakarta 2008. (diolah). Tabel 15 Persentase PMDN menurut Bidang Usaha Tahun 2002-2007

(Persen)

Bidang Usaha 2002 2003 2004 2005 2006 2007

Pertanian, Peternakan, Perikanan - - - -

Industri 13,41 11,96 14,86 20,99 11,99 27,73

Konstruksi 21,85 11,32 28,18 2,99 - 17,22

Hotel 3,34 9,39 - 40,03 - 0,21

Real Estate, Perkantoran 4,14 36,67 1,53 13,32 27,5 5,13 Jasa-Jasa Lainnya 57,26 30,66 55,43 22,67 60,51 49,71

Jumlah 100 100 100 100 100 100

Sumber : BPM dan BKUD Provinsi DKI Jakarta. Indikator Ekonomi Jakarta 2008. (diolah). Investasi baik PMA maupun PMDN sangat berperan terhadap peningkatan kesempatan kerja di DKI Jakarta tidak lepas dari adanya peran serta pemerintah pusat maupun pemerintah daerah dalam menjadikan DKI Jakarta sebagai pusat perdagangan, pelayanan, bisnis dan jasa. Sehingga semenjak berlangsungnya kebijakan otonomi daerah, pemerintah daerah banyak memberikan kemudahan perizinan dalam mendukung iklim investasi di DKI Jakarta seperti pemberlakuan sistem pelayanan terpadu satu pintu (PTSP) pada investor yang hendak menanamkan modalnya diatas Rp. 500.000.000,- sedangkan jika kurang dari nilai tersebut perizinan usaha dan investasi dapat dilakukan melalui kantor wilayah. Dan dalam mempercepat proses birokrasi pendirian usaha dan investasi, semenjak otonomi derah berlangsung pun pemerintah daerah mampu memangkas proses

perolehan perizinan pendirian usaha yang semula berkisar 162 hari menjadi hanya rata-rata 68 hari hingga terbit perizinan usaha dan investasi tersebut.

Berdasarkan pemeringkatan iklim investasi 33 provinsi di Indonesia tahun 2008 yang dilakukan oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dan Komisi Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD), provinsi DKI Jakarta juga menduduki peringkat I dengan nilai indeks 74,06 dalam hal infrastruktur yang mencakup penyediaan dan kualitas infrastruktur; peringkat I dengan nilai indeks 90,07 dalam hal tenaga kerja yang mencakup ketersediaan, kualitas dan biaya tenaga kerja; peringkat IV dengan nilai indeks 41,20 dalam hal kinerja ekonomi daerah yang mencakup pertumbuhan investasi, ekonomi, ekspor- impor, kesejahteraan dan daya beli, serta tingkat kemahalan investasi; dan peringkat I dengan nilai indeks 57,09 dalam hal peranan dunia usaha dalam perekonomian daerah yang mencakup ketersediaan perbankan dan akses kredit ke perbankan, peran swasta dalam keuangan daerah, investasi dan penciptaan lapangan kerja.

Di DKI Jakarta, pusat perdagangan maupun perbelanjaan jumlahnya relatif banyak dan inilah yang memungkinkan investasi di sektor ini mampu menyerap tenaga kerja yang juga relatif banyak seperti yang terdapat di Jakarta Pusat yaitu Pasar Baru, Roxy-Tanah Abang, Proyek Senen-ITC Cempaka Mas, Kawasan Kuliner Pecenongan-Jaksa; di Jakarta Timur yaitu Pusat Grosir Jatinegara, Kampung Melayu, Cibubur, Pasar Induk Beras Cipinang, Pasar Induk Kramat Jati; di Jakarta Selatan yaitu Blok M, Mayestik, Pondok Indah Mall; dan di Jakarta Barat yaitu Lokasari-Mangga Besar, Asemka, Jembatan Lima, Pasar Induk Rawa Buaya; serta di Jakarta Utara yaitu WTC Mangga Dua, SCBD Pluit, Kelapa Gading. Demikian pula dengan sektor jasa dan industri pengolahan. Icon kota Jakarta sebagai pusat ibukota menjadikan pentingnya peran pemerintah daerah dalam menyediakan berbagai sarana dan prasarana pelayanan kepada masyarakat lokal, domestik maupun asing. Dengan demikian, pemerintah daerah maupun investor yang hendak menanamkan modalnya di DKI Jakarta pun lebih memprioritaskan investasi kepada sektor tersebut yang mampu menyerap tenaga kerja lebih banyak.

Kebijakan pemerintah daerah dengan memusatkan industri pengolahan ke daerah pinggir ibukota pun tidak menyurutkan jumlah tenaga kerja ibukota yang terserap. Ini menjadi corak tersendiri bagi struktur kota Jakarta yang mampu menjadikan daerah pinggir sebagai kawasan industri sehingga masyarakat pinggir DKI Jakarta mampu terserap sebagai tenaga kerja seperti yang terdapat di Jakarta Timur yaitu Pulogadung sebagai tempat kawasan industri, Pasar Rebo-Ciracas sebagai tempat industri teknologi tinggi dan industri selektif, Klender sebagai tempat pusat industri kreatif, Penggilingan-Pulogebang, Kramat Jati sebagai tempat perkampungan industri kecil (PIK); di Jakarta Selatan yaitu Kebayoran Lama sebagai tempat perkampungan industri kecil (PIK); dan di Jakarta Barat yaitu Cengkareng, Kalideres, sepanjang sungai Mookevart sebagai tempat kawasan industri, Rawa Buaya sebagai tempat usaha kecil menengah (UKM), Semanan sebagai tempat perkampungan industri kecil (PIK) dan Primkopti Swakerta Industri Tahu Tempe; serta di Jakarta Utara yaitu Ancol Barat, Penjaringan, Cilincing sebagai tempat kawasan industri, Marunda sebagai tempat industri selektif, Kalibaru sebagai tempat industri kecil.

Dari Tabel 16, nilai PMA maupun PMDN berfluktuatif. Hanya saja pada era Orde Baru tepatnya dua tahun di awal penelitian jumlah proyek yang dibiayai masih lebih banyak oleh PMDN. Akan tetapi setelah bergulirnya era Reformasi atau setelah krisis ekonomi bersamaan dengan bergulirnya otonomi daerah, jumlah proyek yang dibiayai oleh PMA lebih banyak daripada PMDN.

Ini mengindikasikan bahwa semenjak otonomi daerah, pemerintah daerah lebih berperan dalam membuka arus investasi asing yang dapat dilihat dari besarnya jumlah proyek yang dibiayai oleh investor asing yang bahkan jumlahnya mencapai 45% dari total investasi asing yang masuk ke Indonesia ada di DKI Jakarta. Meskipun ditahun 1998, PMA yang ditanamkan cenderung merosot dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang dikarenakan adanya krisis ekonomi yang sempat mengguncang perekonomian nasional sehingga berpengaruh pula terhadap perekonomian ibukota. Serta masih adanya pengaruh dari ketidakstabilan politik dan keamanan sebagai dampak dari adanya krisis ekonomi yang mengakibatkan adanya penurunan PMA dan PMDN pada tahun 1999 dan peningkatan kecil PMA pada awal berjalannya otonomi daerah dikarenakan

adanya faktor ketidakstabilan politik dan keamanan, proses demokrasi langsung yang baru diterapkan di Indonesia membawa kekhawatiran bagi para investor terhadap jaminan keamanan investasi serta adanya kebijakan nasional yang berdampak pada kondisi ekonomi daerah terkait penyesuaian harga bahan bakar minyak (BBM) yang sangat berpengaruh terhadap keputusan investor untuk menanamkan modalnya di DKI Jakarta.

Tabel 16 Perkembangan PMA dan PMDN DKI Jakarta Tahun 1993-2008

PMA PMDN Tahun Investasi (ribu US $) Investasi (juta Rp.) 1993 834.304 2.190.217 1994 1.355.937 2.268.472 1995 1.918.702 2.286.025 1996 2.430.663 2.460.416 1997 2.436.100 2.653.513 1998 703.916 1.720.556 1999 1.477.547 3.075.958 2000 1.188.670 2.897.266 2001 1.152.300 2.488.088 2002 1.234.429 2.212.477 2003 1.815.300 2.382.750 2004 1.867.972 2.425.851 2005 2.624.156 2.686.000 2006 2.635.281 2.781.710 2007 2.691.830 2.838.339 2008 2.725.800 3.151.300

Sumber : BPM dan BKUD Provinsi DKI Jakarta 1994-2009.

Berdasarkan hasil pengujian secara parsial pada variabel PDRB, nilai t- hitung lebih kecil daripada nilai t-tabel (0,0873 < 2,228) yang berarti bahwa secara parsial variabel PDRB secara tidak signifikan berpengaruh positif terhadap kesempatan kerja di DKI Jakarta selama kurun waktu tahun 1993-2008. Sehingga hipotesis yang menyatakan bahwa variabel PDRB berpengaruh positif terhadap kesempatan kerja, diterima.

Tabel 17 Persentase Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) DKI Jakarta Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Struktur Ekonomi Tahun 2001- 2008 (Persen) Tahun Struktur Ekonomi 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Primer 0,16 0,14 0,12 0,11 0,10 0,09 0,09 0,08 Sekunder 28,73 28,74 28,78 28,63 28,49 28,34 28,18 27,95 Tersier 71,11 71,12 71,11 71,26 71,41 71,56 71,73 71,96 Jumlah 100 100 100 100 100 100 100 100

Sumber : BPS Provinsi DKI Jakarta. Jakarta Dalam Angka 2002-2009. data diolah.

Peran produk domestik regional bruto (PDRB) dalam memperluas kesempatan kerja juga tidak kalah pentingnya. Bahkan dari hasil penelitian yang dilakukan bahwa PDRB justru berpengaruh positif meskipun tidak signifikan dalam memperluas kesempatan kerja. Ini dapat diartikan bahwa keberlangsungan aktivitas ekonomi dan kemajuan dalam kegiatan ekonomi dengan meningkatnya jumlah PDRB yang dihasilkan oleh suatu perekonomian khususnya DKI Jakarta telah berdampak cukup baik dalam membuka kesempatan kerja. Hanya saja tidak signifikannya PDRB dalam memperluas kesempatan kerja dikarenakan antara lain karena adanya pengaruh serikat kerja dan intervensi pemerintah dalam penentuan upah minimum, banyaknya pencari kerja dengan tingkat pendidikan tertentu tidak sesuai dengan yang dibutuhkan pasar kerja, tidak kondusifnya situasi perekonomian dan tumpang tindihnya kebijakan pusat dan daerah yang pada akhirnya akan berpengaruh pada minat investor untuk menanamkan modalnya. Implikasinya pun adalah terhambatnya penciptaan lapangan kerja baru terutama di sektor formal (Dimas dan Woyanti 2009). Oleh karena itu, agar PDRB mampu memberikan pengaruh yang signifikan maka diperlukan peran pemerintah daerah dalam memberikan kebijakan maupun program yang bersifat menunjang aktivitas perekonomian masyarakat DKI Jakarta.

Berdasarkan Tabel 17, persentase PDRB DKI Jakarta Atas Dasar Harga Konstan 2000 masih didominasi oleh sektor tersier yang diikuti oleh sektor sekunder. Sekilas memperlihatkan bahwa sektor tersier mendorong perluasan kesempatan kerja terutama pada sektor perdagangan, hotel, dan restoran; dan sektor jasa-jasa. Sedangkan pada sektor sekunder perluasan kesempatan kerja diciptakan oleh sektor industri pengolahan.

Berdasarkan hasil pengujian secara parsial pada variabel suku bunga kredit, nilai t-hitung lebih kecil daripada nilai –t-tabel (-5,2060 < -2,228) yang berarti bahwa secara parsial variabel suku bunga kredit secara signifikan berpengaruh negatif terhadap kesempatan kerja di DKI Jakarta selama kurun waktu 1993-2008. Sehingga hipotesis yang menyatakan bahwa variabel suku bunga kredit berpengaruh negatif terhadap kesempatan kerja, diterima.

Tabel 18 Perkembangan Suku Bunga Kredit Investasi DKI Jakarta Tahun 1993- 2008

Tahun Suku Bunga Kredit Investasi (%)

1993 19,72 1994 17,44 1995 18,06 1996 22,55 1997 24,30 1998 -51,22 1999 21,43 2000 13,31 2001 15,14 2002 17,30 2003 14,39 2004 11,96 2005 1,77 2006 13,57 2007 12,25 2008 8,69

Sumber : Bank Indonesia. Statistik Keuangan Daerah DKI Jakarta 1994-2009. (diolah).

Suku bunga kredit investasi juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kesempatan kerja di DKI Jakarta. Hal ini dikarenakan investasi yang dilakukan investor tidak sepenuhnya berasal dari kekayaan yang dimilki. Sehingga lembaga perbankan menyediakan fasilitas kredit investasi yang bertujuan membantu pemodalan bagi investor untuk melakukan perluasan usahanya.

Hasil penelitian yang dilakukan bahwa suku bunga kredit investasi telah berkontribusi negatif dan signifikan terhadap kesempatan tenaga kerja DKI Jakarta selama 16 tahun terakhir. Ini dikarenakan suku bunga kredit memang berbanding terbalik dengan tingkat investasi yang akan dilakukan oleh investor yang menggunakan fasilitas kredit investasi. Semakin tinggi suku bunga kredit

yang dikenakan maka akan meningkatkan kompensasi pengembalian pinjaman kredit investasi bagi para investor kepada lembaga pemodal. Oleh karenanya, suku bunga kredit yang tinggi akan mengurangi minat investasi bagi investor dan akan berdampak pada pengurangan jumlah tenaga kerja.

Signifikannya suku bunga kredit terhadap penurunan kesempatan kerja DKI Jakarta dikarenakan selain adanya pergeseran pemanfaatan jasa tenaga kerja menjadi pemanfaatan teknologi yang lebih modern sehingga produk-produk yang dihasilkan selain lebih kompetitif dan biaya yang dikeluarkan lebih efisien juga dikarenakan suku bunga kredit investasi yang dihitung bersifat riil dari tingkat inflasi selama periode penelitian selalu berfluktuatif nilainya yang berakibat pada kekhawatiran bagi investor dalam melihat kondisi perekonomian yang tidak menentu seperti yang terjadi pada tahun 1998 ketika terjadi krisis ekonomi, kemudian yang terjadi pada tahun 2000 hingga 2001 ketika terjadi ketidakstabilan politik dan keamanan di ibukota dan nasional serta yang terjadi pada tahun 2005 ketika adanya kebijakan pemerintah pusat terhadap penyesuaian harga bahan bakar minyak (BBM). Sehingga hal ini pula yang menyebabkan berkurangnya minat investor untuk menanamkan modal termasuk dengan menggunakan fasilitas kredit investasi.

Dari Tabel 18 diketahui bahwa suku bunga kredit investasi terendah selama tahun 1993-2008 terjadi pada tahun 1998, yaitu sebesar -51,22%, sedangkan suku bunga kredit investasi tertinggi terjadi pada tahun 1997, yaitu sebesar 24,30%. Menurut (Manurung dan Manurung 2009) tingkat suku bunga kredit yang berubah-ubah salah satunya disebabkan oleh biaya intermediasi perbankan, intervensi pemerintah melalui tingkat bunga SBI, dan kondisi perbankan dan perekonomian nasional. Kondisi perbankan dan perekonomian seperti likuiditas perbankan, dan keadaan perekonomian masyarakat akan mengganggu kemampuan perbankan untuk menjalankan fungsi intermediasi. Kondisi perekonomian yang kondusif akan membantu menciptakan suku bunga yang stabil dan tidak terlalu tinggi.

Suku bunga kredit investasi yang stabil dapat kita amati pada beberapa tahun di awal tahun penelitian meskipun nilainya lebih tinggi dari beberapa tahun di

akhir penelitian. Dan semenjak otonomi daerah terutama setelah berjalan beberapa tahun nilai suku bunga kredit investasi cenderung lebih rendah dari tahun-tahun sebelumnya meskipun ada peningkatan yang tidak terlalu besar. Dan hal ini pula yang diharapkan membawa konsekuensi agar jumlah kredit investasi yang digulirkan semakin besar sehingga akan memacu aktivitas perekonomian dan akhirnya memperluas kesempatan kerja. Penurunan suku bunga kredit investasi yang terjadi semenjak otonomi daerah salah satunya juga tidak lepas dari peran pemerintah daerah yang mendorong aktivitas ekonomi masyarakat melalui fasilitas jasa perbankan yang ditawarkan lembaga perbankan dan pemerintah daerah melalui bank daerah yang notabene-nya merupakan badan usaha milik daerah (BUMD) dalam menunjang kegiatan pembangunan daerah. Akan tetapi dari tingkat suku bunga kredit yang diberlakukan selama periode penelitian telah menyebabkan surutnya investasi termasuk diantaranya pada usaha kecil dan menengah (UKM) di DKI Jakarta yang berdampak pada berkurangnya penyerapan tenaga kerja.

Tabel 19 Matriks Bidang Ketenagakerjaan Provinsi DKI Jakarta Tahun 2002- 2007

Arah Kebijakan

Ketenagakerjaan Strategi Program Indikator Kinerja

Mengembangkan ketenagakerjaan secara menyeluruh melalui peningkatan lapangan usaha produktif dan terpadu untuk mengurangi tingkat pengangguran, serta diarahkan pada kompetensi, kemandirian, peningkatan produktivitas, peningkatan upah, jaminan kesejahteraan pekerja, perlindungan tenaga kerja dan kebebasan berserikat

Mendorong dan mendukung upaya- upaya penciptaan dan perluasan lapangan pekerjaan untuk mengurangi penggangguran yang didukung oleh inventarisasi data ketenagakerjaan serta potensi lapangan kerja yang ada di provinsi

DKI Jakarta

mengupayakan perlindungan dan kebebasan berserikat kepada tenaga kerja dengan menekankan kepada kualitas kerja, serta meningkatkan upaya pengendalian ketenagakerjaan dengan program- program pengiriman tenaga kerja ke luar provinsi DKI Jakarta

1. Pengembangan Kesempatan Kerja 2. Perlindungan dan Pengendalian Tenaga Kerja 3. Peningkatan Produktivitas Tenaga Kerja a. Meningkatnya informasi ketenagakerjaan dan pasar tenaga kerja untuk masyarakat b. Meningkatnya

pengiriman tenaga kerja ke luar negeri c. Terciptanya

peluang kerja dan usaha bagi pekerja dan tenaga kerja penyandang cacat d. Menurunnya pengangguran a. Meningkatnya perlindungan pengawasan dan penegakan hukum ketenagakerjaan khususnya bagi perempuan b. Berkurangnya kasus pelanggaran ketenagakerjaan c. Meningkatnya jumlah tenaga kerja yang terlindungi oleh program Jamsostek d. Berkurangnya demonstrasi masalah ketenagakerjaan dan kebijakan perusahaan a. Meningkatnya upah dan produktivitas tenaga kerja b. Meningkatnya pelatihan tenaga kerja

Sumber : Program Pembangunan Daerah (Propeda) Provinsi DKI Jakarta Tahun 2002-2007

Sedangkan dalam penyelenggaraan urusan Ketenagakerjaan oleh pemerintah daerah DKI Jakarta antara lain diarahkan untuk:

a. Menerapkan kaidah good governance pada penyelenggaraan urusan Ketenagakerjaan.

b. Meningkatkan kapasitas penyelenggara urusan Ketenagakerjaan.

c. Menerapkan kebijakan ketenagakerjaan yang menyeluruh, terpadu dan merupakan solusi terhadap masalah kota.

d. Meningkatkan kompetensi lulusan sekolah menengah kejuruan dan pencari kerja dalam sektor jasa tersier agar memenuhi kebutuhan pasar kerja. e. Memfasilitasi penyediaan diklat khusus sektor jasa tersier yang lulusannya

bersertifikat kompetensi dan memberi insentif bagi usaha-usaha yang banyak menyerap tenaga kerja spesifik tersebut.

f. Melakukan kerjasama dengan pemerintah pusat dan negara yang tergabung dalam Asean Economic Community untuk mengembangkan training centre

khusus guna meningkatkan kualitas tenaga kerja yang memiliki sertifikat kompetensi.

g. Meningkatkan perlindungan terhadap tenaga kerja. h. Meningkatkan hubungan industrial tenaga kerja.

i. Memfasilitasi pembentukan Lembaga Kerjasama Bipartit. j. Meningkatkan pengiriman tenaga kerja ke luar negeri.

k. Meningkatkan akses masyarakat terhadap jaringan informasi pasar kerja melalui internet.

l. Mengembangkan potensi pengiriman tenaga perawat dengan kemampuan khusus ke luar negeri.

m. Mewujudkan kerjasama pendidikan, pelatihan, dan pengiriman perawat dengan pemerintah provinsi se-Jawa-Bali.

n. Seluruh BLK/BLKD menerapkan standar internasional.

o. Meningkatkan pengiriman transmigran yang memiliki keterampilan ke daerah tujuan transmigrasi.

p. Meningkatkan peran masyarakat dan komunitas profesional dalam penyelenggaraan urusan Ketenagakerjaan.

q. Memenuhi Standar Pelayanan Minimum (SPM) lainnya urusan wajib Ketenagakerjaan.

Program yang sudah maupun sedang dilaksanakan oleh pemerintah daerah DKI Jakarta untuk urusan Ketenagakerjaan antara lain:

a. Penerapan prinsip good governance dalam penyelenggaraan urusan Ketenagakerjaan

Antara lain: SDM Ketenagakerjaan menjadi lebih responsif terhadap kebutuhan masyarakat; Pengelolaan urusan, pelayanan, informasi Ketenagakerjaan menjadi lebih transparan dan mudah di akses melalui internet; Pengelolaan urusan Ketenagakerjaan semakin efisien dan akuntabel; Program Ketenagakerjaan antisipatif terhadap perkembangan masa depan; Masyarakat dan komunitas profesional semakin berpartisipasi dalam pengelolaan dan penyusunan kebijakan Ketenagakerjaan; Penegakan hukum dilaksanakan secara sistematik dan terprogram dengan baik; Semua peraturan perundangan daerah tentang Ketenagakerjaan sudah dikaji ulang dan disempurnakan guna mendukung penyelenggaraan urusan Ketenagakerjaan; Fungsi regulator ketenagakerjaan ramping dan terpisah dari fungsi operator serta dilengkapi dengan sistem dan prosedur kerja yang jelas; dan Penempatan SDM Ketenagakerjaan berdasarkan kompetensi. b. Program sinkronisasi kebijakan pembiayaan, kelembagaan dan regulasi

ketenagakerjaan

Antara lain: Ditetapkannya peranan APBD dalam pembiayaan penyelenggaraan urusan Ketenagakerjaan secara keseluruhan; Ditetapkannya bentuk kelembagaan penyelenggaraan Ketenagakerjaan yang efisien pembiayaannya; dan Ditetapkannya regulasi terhadap komponen- komponen strategis dalam implementasi sistem Ketenagakerjaan.

c. Program peningkatan kesempatan kerja

Antara lain: Meningkatnya akses informasi ketenagakerjaaan bagi para pencari kerja dan pengguna tenaga kerja; Semakin mudahnya akses melalui internet informasi ketenagakerjaan untuk pencari kerja dan pengguna tenaga kerja; Meningkatnya kerjasama pemerintah dengan dunia usaha/dunia industri dalam penempatan tenaga kerja; Tersedianya peluang kerja dan peluang usaha bagi pencari kerja; dan Meningkatnya jumlah tenaga kerja yang terserap di sektor jasa tersier.

d. Program perlindungan dan pengembangan lembaga ketenagakerjaan

Antara lain: Meningkatnya kesejahteraan pekerja meliputi jaminan sosial, upah dan fasilitas kesejahteraan pekerja; Meningkatnya perlindungan dan pengawasan ketenagakerjaan, khususnya pekerja perempuan, anak dan penyandang cacat; Berkurangnya kasus pelanggaran ketenagakerjaan; dan Terciptanya suasana yang seimbang dalam perundingan antara pekerja dan pemberi kerja.

e. Program peningkatan kualitas dan produktivitas tenaga kerja

Antara lain: Terselenggaranya pelatihan, sertifikasi dan penempatan (three in one); Terpenuhinya kebutuhan sarana dan prasarana ketenagakerjaan

Dokumen terkait