• Tidak ada hasil yang ditemukan

( Arenga pinnata ) INCORPORATION WITH BASIL LEAVES ESSENTIAL OIL

4.2.1. Hasil Ekstraksi Galaktomanan Dari Kolang-Kaling Pada Kondisi Netral

Ekstraksi galaktomanan dari kolang-kaling pada kondisi netral dilakukan dengan beberapa variasi. Pada variasi volume pelarut (air), galaktomanan yang paling banyak diperoleh pada volume 300 mL yaitu 0,869 gram dan pada volume 250 mL adalah 0,866 gram. Galaktomanan yang diperoleh diantara kedua volume pelarut tersebut hanya berbeda sedikit dan pertimbangan penggunaan alkohol (perbandingan alkohol : ekstrak kolang-kaling = 2:1) sebagai pelarut pada proses pengendapan galaktomanan maka untuk variasi berikutnya digunakan volume pelarut sebesar 250 mL, agar dapat mengurangi pemakaian alkohol. Berikutnya dilakukan variasi kecepatan sentrifugasi, pada variasi kecepatan sentrifugasi galaktomanan yang diperoleh paling banyak pada kecepatan 9500 rpm dan variasi waktu selama 15 menit.

Grafiknya dapat dilihat pada gambar 4.6.

Gambar 4.6. Grafik Ekstraksi Galaktomanan Pada Kondisi Netral

Proses ekstraksi pada kondisi netral, metodenya lebih sederhana, tidak membutuhkan pemurnian lanjutan, mencegah penggunaan pelarut organik selain

0,697 0,812 0,866 0,869 0,865 0,858 0,866 0,867 0,912 0,91 0,804 0,915 0,912 0,913 0,914 0,6 0,65 0,7 0,75 0,8 0,85 0,9 0,95 1 1 2 3 4 5 B er at G al ak tom an an ( g)

Variasi pelarut, Kecepatan sentrifugasi, Waktu

Variasi Volume Pelarut (mL); 150; 200; 250; 300; 350

Variasi Kecepatan Sentrifugasi (rpm); 8000; 8500; 9000; 9500; 10.000 Variasi Waktu (Menit); 10; 15; 20; 25; 30

alkohol dan dapat menghasilkan bahan dengan kualitas dapat dimakan serta ramah lingkungan (Cerquiera et al., 2009c). Secara umum galaktomanan (gum) digunakan pada industri farmasi dan kosmetik tanpa pemurnian (Uner and Altinkurt, 2004). Proses ekstraksi galaktomanan dalam kondisi netral dengan perolehan galaktomanan yang optimum pada berbagai variasi antara lain: perbandingan kolang-kaling dan volume pelarut (air suling) sebesar 1: 12,5; kecepatan sentrifugasi 9500 rpm, waktu selama 15 menit. Untuk pengendapan digunakan alkohol dengan perbandingan antara ekstrak kolang-kaling dan alkohol adalah 1: 2. Pada kondisi netral diperoleh persentase galaktomanan sebesar 4,58% dan tidak jauh berbeda dengan yang diperoleh oleh Koiman pada kondisi basa menggunakan kolang-kaling yang telah dikalengkan yakni sekitar 5% (Koiman, 1971). Serbuk galaktomanan kolang-kaling yang diperoleh lebih putih (lampiran 1) sehingga dapat digunakan secara langsung dalam pembuatan edible film.

Galaktomanan yang diperoleh dianalisis bentuk morfologi permukaannya dengan SEM, hasilnya menunjukkan bahwa bentuk morfologi permukaan galaktomanan kolang-kaling mirip dengan morfologi permukaan galaktomanan dari guar gum (Prashanth et al., 2006) (lampiran 6). Bentuk partikelnya yang tidak teratur, berbentuk gerombol yang ukurannya bervariasi dan juga ada rongga dipermukaan yang sedikit kasar.

Differential Thermal Analysis (DTA) adalah suatu teknik di mana suhu dari suatu sampel dibandingkan dengan material inert. Suhu dari sampel dan pembanding pada awalnya sama sampai ada kejadian yang mengakibatkan perubahan suhu seperti pelelehan, penguraian, atau perubahan struktur kristal sehingga suhu pada sampel berbeda dengan pembanding. Bila suhu sampel lebih tinggi dari pada suhu pembanding maka perubahan yang terjadi adalah eksotermal, dan endotermal bila sebaliknya (West, 1984). Ketika suhu masih rendah, belum terjadi perubahan (kondisi operasional alat). Pada suhu tertentu, pada awalnya mulai terjadi perubahan dimana terjadi pelepasan H2O sehingga suhu sampel lebih rendah dari suhu pembanding maka dihasilkan puncak kekanan (endotermal) dan terbaca oleh DTA sebagai titik belok kurva. Semakin tinggi suhu di dalam pemanas, terjadi peruraian degradasi pada galaktomanan dan mengakibatkan perbedaan suhu

dengan pembanding bertambah tinggi dan puncak kekiri (eksotermal). Perbedaan ini semakin meningkat sampai suhu tertentu di mana degradasi telah mencapai aktivitas maskimumnya yang ditunjukkan oleh titik puncak.

Berdasarkan analisis sifat termal galaktomanan kolang-kaling yang diekstraksi pada kondisi netral, suhu endotermal (puncak yang dihasilkan ke kanan) terjadi pelepasan H2O pada suhu 85℃ dan 270℃.Suhu eksotermal (puncak yang dihasilkan kekiri) terjadinya degradasi senyawa galaktomanan pada suhu 440℃ (lampiran 2). Dekomposisi termal sampel juga berhubungan dengan berat molekul sampel, tingkat polimerisasi dan percabangan (Riande et al., 2000; Sperling, 2006). Semakin meningkat kandungan manosa pada sampel menunjukkan ikatan rantai cabang lebih rendah dan energi ikatan rantai utama monosakarida lebih tinggi maka energi juga dibutuhkan lebih besar (Na and Lee, 1997). Bila dibandingkan galaktomanan kolang-kaling (perbandingan monosakarida/galaktosa = 1,331) dan A. paponina ( perbandingan manosa/galaktosa = 1,35) hampir sama, suhu endotermal A. paponinajuga terjadi dua kali (Cerquiera et al., 2011), hal ini juga sama dengan yang dinyatakan oleh peneliti sebelumnya bahwa galaktomanan mengalami keadaan endotermal mendekati suhu 100℃ (Vandrescolo et al., 2009), puncak pertama pada suhu 117,64 - 119,71℃ dan kedua pada suhu 306,59 - 345,56℃ (Chaires et al., 2008). Galaktomanan kolang-kaling suhu endotermalnya terjadi dua kali yaitu puncak pertama pada suhu 85℃ dan kedua pada suhu 270℃,yang menyatakan bahwa terjadi dua kali penguapan air dari polimer galaktomanan, ini menunjukkan bahwa pelepasan air dari polimer sulit, karena adanya gugus fungsi OH yang bersifat hidrofilik yang memungkinkan adanya interaksi yang kuat dengan H2O. Puncak yang paling tinggi terdapat pada suhu transisi eksotermal (440℃), dimana pada suhu tersebut terjadi dekomposisi secara eksotermal. Suhu eksotermal galaktomanan kolang-kaling lebih tinggi dari LBG (300℃) (galaktomanan LBG terdekomposisi diatas suhu 300℃)(Aydinli et al., 2003), ini menunjukkan bahwa tidak terjadi dekomposisi galaktomanan kolang-kaling hingga suhu 440℃ sehingga aman digunakanan untuk produk makanan yang diolah pada suhu tinggi.

Galaktomanan yang dianalisis dengan spektrofotometer FT-IR (lampiran 3) menghasilkan puncak-puncak serapan pada bilangan gelombang 3425 cm-1, menunjukkan adanya vibrasi stretching gugus O-H. Puncak 810 dan 871 cm-1 (literatur 815 dan 872 cm-1) berhubungan dengan adanya konfigurasi anomer (konformer α dan β) dan ikatan glikosidik yang dicirikan oleh unit α-D- galaktopiranosa dan unit β-D- manopiranosa. Pita lebar antara 1080 cm-1 dan 1016cm-1 merupakan vibrasi stretching C-O pada ikatan C-OH dan C-O-C (misalnya : glikosidik). Puncak pada 1150 cm-1 (literatur 1152 cm-1) merupakan vibrasi bending C-O, yang menunjukkan adanya cincin piranosa. Puncak lebar antara 1134-983 cm-1 adalah merupakan karakteristik bending C-OH (Fiqueiro et al., 2004; Prasanth et al., 2006). Puncak pada bilangan gelombang 2974 merupakan vibrasi stretching C-H sp3 yang didukung oleh vibrasi bending pada bilangan gelombang 1419 cm-1. Pita lebar antara 2800-3000 cm-1 dan 3100-3500 cm-1 menunjukkan vibrasi stretching C-H dan O-H (Yuen et al., 2009). Puncak pada bilangan gelombang 1635 cm-1 menunjukkan adanya ikatan antara polisakarida dengan air (Xiao et al, 2012 ; Tong et al., 2009), puncak ini juga merupakan vibrasi bending (scissoring) ikatan OH yang menyerap molekul air. Telah diteliti pada guar gum alami atau tanpa modifikasi memberikan puncak serapan pada 1652 cm-1 yang merupakan vibrasi bending (scissoring) ikatan OH yang menyerap molekul air (Gong, et all., 2012).

Analisis Galaktomanan dengan spektrofotometer NMR sedikit sulit berhubung kelarutan galaktomanan dalam air rendah dan viskositasnya besar sehingga larutannya kental, dengan demikian puncak yang dihasilkan rendah. Galaktomanan yang dianalisis dengan spektrofotometer 1H-NMR menunjukkan pergeseran kimia proton unit manosa dan galaktosa, dimana untuk mengetahui proporsional antara residu galaktosa dan manosa dapat digunakan dengan melihat perbandingan integral proton C anomer galaktosa dan manosa (Muchin and Yoshida, 2012). Hasil analisis galaktomanan kolang-kaling dengan spektrofotometer 1H-NMR menunjukkan pergeseran kimia proton anomer galaktosa pada 5,57 ppm dengan integral 1 dan anomer manosa pada 5,28 ppm dengan integral 1,331. Untuk itu perbandingan residu galaktosa dan manosa pada

polisakarida galaktomanan kolang-kaling adalah 1:1,331 hampir sama dengan galaktomanan dari tumbuhan kacang-kacangan yaitu perbandingannya 1,0:1,04- 1,20 (Ramesh et al., 2001). Perbandingan galaktosa dan manosa pada galaktomanan kolang-kaling yang diperoleh berbeda dengan yang diperoleh peneliti sebelumnya dimana perbandingan yang diperolehnya adalah 1:2,26, dimana perbandingan ini diperoleh berdasarkan analisis secara kimia dengan metode metilasi galaktomanan dari kolang-kaling yang telah dikalengkan (Kooiman, 1971).

Data spektrum13C-NMR galaktomanan kolang-kaling (Tabel 4.5) dapat diketahui bahwa ada perbedaan pergeseran kimia antara residu galaktosa dengan galaktosa bebas dimana terjadi pergeseran kimia kearah down field untuk C-1 (+ 6,22), ini disebabkan karena adanya efek α yang mengindikasikan bahwa atom C- 1 residu galaktosa terlibat dalam pembentukan ikatan galaktosida, harga pergeseran ini merupakan konfigurasi α pada pusat anomer dari galaktosa. Pergeseran kimia untuk atom C-6 pada residu galaktosa tidak jauh berbeda bila dibandingkan dengan galaktosa bebas, ini menunjukkan bahwa tidak ada terdapat substituen pada atom tersebut. Pergeseran kimia untuk C-6 (62,07 ppm) dan tidak adanya puncak pada daerah 63-64 ppm menunjukkan bahwa polisakarida mengandung residu galaktosa dalam bentuk piranosa (Egorov et al., 2004; Smirnova et al., 2004 dan Vieiera et al., 2007).

Bila kita lihat posisi-posisi puncak atom karbon pada residu manosa dan β-D-manopiranosida, dapat diketahui bahwa puncak C-1, C-4 dan C-6 pada 1,4- di-O-β-D-manopiranosil (yang terikat HO-6) bergeser kearah down field. Jadi C- 1, C-4 dan C-6 pada residu manosa terlibat dalam pembentukan ikatan kovalen . Posisi puncak C-6 pada 67,40 ppm dan tidak adanya puncak antara 63-64 ppm, menunjukkan residu manosa pada polimer tersebut dalam bentuk piranosa. Pergeseran kimia puncak C-6 yang tersubstitusi pada residu manopiranosa menunjukkan substitusinya dengan α-anomer (misalnya galaktosa), karena dalam hal ini glikosilasi dengan α-anomer pergeseran kimianya harus lebih kecil dari 70 ppm. Dari data diatas bersamaan dengan keterlibatan atom C-1 residu galaktosa

pada pembentukan ikatan kimia antara dua monomer D-galaktosa dan D-manosa, merupakan petunjuk untuk heteropolisakarida alami galaktomanan. Pergeseran kimia puncak atom C-1 dan C-4 pada residu manopiranosa kearah down field menunjukkan residu manopiranosa terikat satu dengan lainnya pada posisi tersebut, membentuk rantai 1,4-β-D-manopiranosa (Egorov et al., 2004; Smirnova et al., 2004 dan Vieiera et al., 2007). Hal ini didukung oleh spektrum FT-IR galaktomanan yang menunjukkan adanya anomer α dan β tetapi kelimpahan relatif untuk masing-masing monomer tersebut tidak dapat diperoleh dari spektrum 13C-NMR karena puncak yang dihasilkan terlalu rendah dan nois. Adapun struktur yang diperoleh sama dengan yang terdapat pada literatur, seperti pada gambar 4.7 dibawah ini.

Gambar 4.7. Struktur galaktomanan (Moreira, 2008).

Analisis komponen kimia hasil ekstraksi kolang-kaling adalah protein (0,261), lemak (0,101), serat kasar (8,050) dan galaktomanan (90,570). Komponen serat kasar merupakan serat yang larut dalam air yang dapat berfungsi untuk mengontrol diabetes dan mengurangi kolesterol dalam darah (Schauss and Voon, 2006) serat terlarut juga telah digunakan sebagai pengental, stabilizer emulsi dan zat aditif pada berbagai industri makanan dan obat-obatan (Reid and edwards, 1995; Chandrasekaran et al., 1998; Mikkonen et al., 2009). Karbohidrat merupakan komponen kimia yang terbesar dan lemak, protein merupakan komponen minor, Ketiga komponen tersebut merupakan bahan dasar dalam pembuatan edible film, sehingga tanpa pemisahan masing-masing komponen,

galaktomanan tersebut sudah dapat digunakan sebagai bahan dasar dalam pembuatan edible film hal ini juga didukung oleh warna galaktomanan yang diperoleh berwarna putih.

4.2.1.1. Hasil Studi Analisis Sifat Antioksidan Galaktomanan.

Pengukuran sifat antioksidan dengan metode DPPH menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi galaktomanan yang digunakan maka % inhibisinya semakin tinggi (gambar 4.9). Dari data pengukuran absorbansi maka diperolehlah harga % inhibisi, dengan menggunakan persamaan garis regresi diperoleh nilai IC50 sebesar 22,109 mg/mL, artinya dibutuhkan konsentrasi galaktomanan sebanyak 22,109 mg/mL untuk dapat menyebabkan daya hambatnya 50% terhadap oksidasi (Cerquira et al., 2010a). Sifat aktivitas antioksidan galaktomanan kolang-kaling lebih lemah dari vitamin C (IC50= 9-10 ppm), demikian juga aktivitas antioksidan galaktomanan kolang-kaling lebih rendah dari aktivitas antioksidan polisakarida yang berasal dari Ganoderma lucidum, dimana untuk Ganoderma lucidum bila konsentrasi 2-2,6 mg/mL aktivitas antioksidanya lebih tinggi dari vitamin C (Xiao Ping et al., 2009). Polisakarida lain yang memiliki aktivitas antioksidan lebih besar dari galaktomanan kolang-kaling adalah polisakarida kulit buah Russula virescens (Suns et al., 2010), polisakarida Lugisticum chuanxiong Hort (pada 3mg/mL % inhibisinya 38,1-74,8%) (Yuan et al., 2008). Demikian juga sifat antioksidan galaktomanan guar gum bila diukur dengan metode DPPH memiliki aktivitas antioksidan yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan galaktomanan kolang-kaling, dimana pada konsentrasi 2 mg/mL % inhibisinya = 40% (Wang et al., 2010) sedangkan galaktomanan kolang-kaling 16,41% (Gambar 4.9).

DPPH sangat bermanfaat dalam menentukan sifat penangkapan radikal terhadap bahan karena dekomposisinya hanya sedikit, tidak membentuk dimer karena tidak bereaksi dengan oksigen (Yu et al., 2009a dan Yu et al., 2009b). Metode DPPH didasarkan pada reduksi senyawa DPPH• dimana DPPH• memiliki satu radikal bebas dengan elektron ganjil yang dalam larutan etanol

berwarna ungu, dimana dapat memberikan absorbsi maksimum pada panjang gelombang 517 nm pada spektrofotometer ultraviolet (UV).

Gambar 4.8. Grafik Hasil Pengukuran % Inhibisi Galaktomanan Kolang- kaling Dengan Metode DPPH•.

Radikal pada DPPH• akan menjadi berpasangan dengan adanya donor dari hidrogen atau elektron sehingga warna berubah menjadi kuning yang mengakibatkan kekuatan absorbsi menjadi menurun (Blois, 1958). Adapun struktur kestabilan radikal bebas DPPH• adalah seperti gambar dibawah ini.

N N O2N O2N NO2 N+ C N- O2N O2N NO2 H N N O2N O2N NO2 ... .

Ada pun reaksi yang terjadi pada DPPH• adalah reduksi oleh antioksidan (AH) atau reaksi dengan spesies radikal (R•). Reaksinya adalah sebagai berikut (Brand- William et al.,1995):

DPPH•(ungu) + AH DPPH-H(kuning) + A• DPPH• + R• DPPH-R 0 16,41 18,14 21,42 22,2 22,99 y = 1,9371x + 7,1743 R² = 0,7043 0 5 10 15 20 25 30 0 2 4 6 8 10 12 In h ib is i (% ) Konsentrasi Galaktomanan (mg/mL) Linear (Persamaan Garis Regresi)

Secara umum reaksi terjadi secara homolitik dimana DPPH• akan memutus ikatan H-X (X= C, O, N, S, Cl, Br) seperti hidrokarbon, alkohol, phenol, thiol, amina, enol, hidroksilamin, N-alkoksinitroanilina (Ionita, 2005).

Mekanisme reaksi polisakarida dapat bertindak sebagai antioksidan memang sampai dengan saat ini belum dengan jelas ditetapkan. Namun demikian ada beberapa peneliti yang telah memberikan saran mekanisme yang mungkin terjadi dalam reaksi oksidasi tersebut. Beberapa peneliti menyatakan bahwa secara umum dalam teori radikal bebas ada 2 mekanisme kerja antioksidan yakni penangkapan radikal bebas yang dihasilkan dan peredaman pembentukan radikal bebas. Dalam mekanisme penangkapan radikal bebas, polisakarida bertindak sebagai donor atom hidrogen dimana hal ini terjadi oleh karena lemahnya energi disosiasi ikatan O-H. Radikal bebas akan menerima elektron tersebut membentuk produk yang lebih stabil sehingga radikal bebasnya menjadi hilang dan reaksi berantainya menjadi terhenti (Yamashoji and Kajimoto, 1980; Yin et al., 2010; Lan et. al., 2012, Jin et al., 2012). Oleh karena itu apabila semakin banyak gugus yang dapat menyumbangkan elektron seperti misalnya gugus hidroksil dan karboksil pada polisakarida serta energi disosiasi ikatan O-H semakin lemah maka aktivitas antioksidannya semakin tinggi (Shimada et al, 1996; Yuan et al., 2005). Peneliti lainnya menyatakan bahwa atom H yang terikat pada C anomer mudah lepas oleh adanya radikal OH● (Fray, 1998). Penelitian pada selubiosa memperlihatkan bahwa apabila terjadi abstraksi atom H pada atom C1, C4 atau C5 akan terjadi pemecahan ikatan glikosidik sedangkan bila abstraksi atom H terjadi pada atom C2, C3 atau C6 akan menghasilkan residu glikosulosa yang lebih stabil (Schuchmann and von Sonntag, 1978; Kardosova and Machova, 2006). Yamaguci et al., (2000) mengusulkan kemungkinan mekanisme polisakarida melibatkan donasi hidrogen untuk memutus rantai reaksi dan penangkap radikal dapat mengabstraksi hidrogen anomer dari unit monosakarida internal pada polisakarida. Berdasarkan keterangan diatas maka studi reaksi antara DPPH• dan galaktomanan kemungkinannya adalah sebagai berikut:

DPPH.

+

O O OH OH O H OH O O O O H OH O . HO O H OH . H n Galaktomanan . . H DPPH-H

+

Radikal galaktomanan O O OH OH OH O O O O H OH O . HO O H OH . H O H n .

Radikal galaktomanan akan mengalami pemutusan ikatan glikosidik yang mungkin menghasilkan lakton.

Radikal galaktomanan O O OH OH OH O O O O H OH O . HO O H OH . O H n . O OH OH OH O O C O O H OH O . O H

+

O O H O H OH . .

+

O O H O H OH . . DPPH. O O H O H OH . DPPH.

Gambar 4.9. Reaksi DPPH• Dengan Galaktomanan

4.2.2. Hasil Isolasi Minyak Atsiri Daun Kemangi (MADK) Dengan Metode Hidrodestilasi.

Volume rata-rata minyak atsiri daun kemangi yang diperoleh sebesar 0,916 mL dari 300 gram sampel (berat basah) maka persentasenya adalah 0,31% (secara triplo). Komponen senyawa kimia minyak atsiri daun kemangi dianalisis dengan GC-MS menghasilkan 20 senyawa, dan hanya 11 senyawa yang dapat disesuaikan dengan fragmentasi pada data library Willey229 dan NIST62. Nama-nama senyawa minyak atsiri daun kemangi ditunjukkan pada tabel 4.8 dan spektrumnya ditunjukkan pada lampiran 26. Komponen senyawa kimia paling

utama adalah isomer sitral yaitu Z-sitral (Neral) 29,73% dan E-sitral (Geranial) 37,45%, dengan demikian minyak atsiri daun kemangi yang diperoleh merupakan tipe sitral. Berbeda dengan peneliti sebelumnya bahwa kandungan senyawa sitral pada kemangi diperoleh sekitar 14% (Sulianti, 2008). Minyak kemangi Jawa (Ocimumbasilicum L.) var “Selasih hijau”, jika disuling menghasilkan rendemen sekitar 0,2 %. Minyak tersebut mengandung sineol, metil chavicol, dan hidrokarbon bertitik didih rendah (pinene dan terpene) (Ketaren, 1985). Demikian juga minyak atsiri daun kemangi (Ocimum basilicum L) yang tumbuh di Togo, memiliki kandungan minyak atsiri sebesar 1,4-2,2 % berdasarkan berat kering dengan lima tipe kimia yaitu tipe estragole, linalool/estragol, methyl eugenol, methyleugenol/t-anethole dan tanethole, dan yang aktif sebagai antimikroba adalah methyl eugenol dan methyleugenol/t- anethole dimana kedua tipe ini dapat berfungsi sebagai antibiotik alami (Kobaet al., 2009). Minyak atsiri daun kemangi yang diperoleh dari penelitian ini meskipun spesiesnya sama, merupakan tipe sitral.

Perbedaan komposisi minyak atsiri dipengaruhi oleh faktor geografis tempat tumbuhnya, prosedur destilasi, perlakuan pasca panen, proses pengeringan, kondisi dan suhu (Husain et al., 2008) ). Minyak atsiri kemangi memberikan komposisi senyawa kimia yang bervariasi tergantung pada warna daun, bunga, aroma, dan asal tempat tumbuhnya (Da-silva et al., 2003). Adapun struktur dan fragmentasi komponen senyawa minyak atsiri daun kemangi yang diperoleh ditunjukkan pada gambar 4.10 dan lampiran 26.

CH3 C H3 CH3 CHO E-sitral (Geranial) CH3 C H3 CH3 CHO Z-sitral (Neral) C H3 C H3 CH3 O Norbornanon CH3 C H3 CH3 CH2 OH Linalool CH3 C H3 OH CH3 Terpineol

C H3 CH3 O C H2 CH3 Kariopilenoksida C H3 CH3 CH3 CH3 Bisabolen C H3 C H3 CH3 C H3 CH3 alfa-sedrol

Gambar 4.10. Struktur Senyawa Kimia Yang Terkandung Pada MADK. Minyak atsiri daun kemangi dianalisis dengan spektrofotometer FT-IR, memberikan puncak- puncak serapan pada bilangan gelombang 3460 cm-1 menunjukkan vibrasi stretching O-H, yang didukung oleh vibrasi bending (scissoring) pada bilangan gelombang 1635 cm-1 yang tumpang tindih dengan vibrasi streching C=C (literatur 1680 cm-1 – 1600 cm-1) Adanya ikatan C=C (vinil) didukung oleh adanya vibrasi streching =C-H sp2 pada bilangan gelombang 3100 cm-1- 3000 cm-1 yang ditandai dengan puncak merekah dekat C-H sp3. Puncak serapan pada bilangan gelombang 1674 cm-1 merupakan vibrasi stretching C=0 aldehida yang didukung oleh puncak lemah pada bilangan gelombang 2862 cm-1 dan 2731 cm-1 yang menunjukkan vibrasi streching C-HO (aldehida) dan adanya overtone C=O pada 3340 cm-1. Puncak serapan pada bilangan gelombang 2924 cm-1 dan 2867 cm-1 menunjukkan vibrasi stretching C-H sp3 yang didukung oleh puncak serapan pada bilangan gelombang 1442 cm-1 dan 1381 cm-1 merupakan vibrasi bending sp3 untuk CH2 dan CH3. Dengan demikian komponen-komponen senyawa kimia yang terkandung pada MADK didukung oleh data spektrum FT- IR.

4.2.2.1. Hasil Uji Sifat Antioksidan MADK Dengan Metode DPPH•

Pengukuran absorbansi dari minyak atsiri daun kemangi menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi minyak atsiri maka semakin tinggi % inhibisi yang diperoleh (gambar 4.11). Dari hasil pengukuran absorbansi maka diperolehlah harga % inhibisi, dengan menggunakan persamaan garis regresi diperoleh nilai IC50= 21,56 mg/mL, artinya dibutuhkan konsentrasi minyak atsiri daun kemangi sebanyak 21,56 mg/mL untuk dapat menyebabkan daya hambatnya 50% terhadap oksidasi (Cerquira et al, 2010a). Peneliti sebelumnya telah meneliti

bahwa minyak atsiri kemangi (O-basilicum) secara khusus berfungsi sebagai antioksidan dan antimikroba (Lee et al., 2005; Wannisorn et al., 2005). Minyak atsiri kemangi memiliki aktivitas antioksi dan yang tinggi (Juliani and Simon, 2002). Komponen minyak atsiri yang bersifat antioksidan adalah linalool dan

Dokumen terkait