• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakterisasi Edible Film Yang Bersifat Antioksidan Dan Antimikroba Dari Galaktomanan Biji Aren (Arenga pinnata) Yang Diinkorporasi Dengan Minyak Atsiri Daun Kemangi (Ocimum basilicum L.)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Karakterisasi Edible Film Yang Bersifat Antioksidan Dan Antimikroba Dari Galaktomanan Biji Aren (Arenga pinnata) Yang Diinkorporasi Dengan Minyak Atsiri Daun Kemangi (Ocimum basilicum L.)"

Copied!
193
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTERISASI EDIBLE FILM YANG BERSIFAT ANTIOKSIDAN

DAN ANTIMIKROBA DARI GALAKTOMANAN BIJI AREN

(

Arenga pinnata

) YANG DIINKORPORASI DENGAN

MINYAK ATSIRI DAUN KEMANGI

(

Ocimum basilicum

L

.

)

DISERTASI

Oleh:

JULIATI BR. TARIGAN

078103004 / KIM

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2012

(2)

KARAKTERISASI EDIBLE FILM YANG BERSIFAT ANTIOKSIDAN

DAN ANTIMIKROBA DARI GALAKTOMANAN BIJI AREN

(

Arenga pinnata

) YANG DIINKORPORASI DENGAN

MINYAK ATSIRI DAUN KEMANGI

(

Ocimum basilicum

L

.

)

DISERTASI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor dalam

Program Studi Kimia, Fakultas Matematika dan

Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara

Oleh:

JULIATI BR. TARIGAN

078103004 / KIM

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Judul Tesis : KARAKTERISASI EDIBLE FILM YANG BERSIFAT ANTIOKSIDAN DAN ANTIMIKROBA DARI GALAKTOMANAN BIJI AREN (

Arenga pinnata

) YANG DIINKORPORASI DENGAN MINYAK ATSIRI DAUN KEMANGI

(

Ocimum basilicum

L

.

)

Nama Mahasiswa : Juliati Br. Tarigan

Nomor Pokok Mahasiswa : 078103004

Program Studi : Doktor Ilmu Kimia

Menyetujui Komisi Pembimbing,

Prof. Dr. Tonel Barus Promotor

Prof. Dr. Jamaran Kaban, M.Sc. Dr. Marpongahtun, M.Sc Co-Promotor Co-Promotor

Ketua Program Studi Doktor Ilmu Kimia, Dekan FMIPA USU

Prof. Basuki Wirjosentono, MS. Ph.D. Dr. Sutarman, M.Sc Tanggal Lulus : 12 Juli 2012

(4)

PROMOTOR

Prof. Dr. Tonel Barus

Guru Besar Kimia Bidang Kimia Bahan Alam dan Hayati Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Sumatera Utara

CO – PROMOTOR

Prof. Dr. Jamaran Kaban, MSc.

Guru Besar Kimia Bidang Kimia Organik Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Sumatera Utara

CO – PROMOTOR

Dr. Marpongahtun, MSc.

Doktor Kimia Bidang Kimia Fisika

(5)

Ketua : Prof. Dr. Tonel Barus

Guru Besar Kimia Bidang Kimia Bahan Alam dan Hayati Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara

Anggota :

Prof. Dr. Jamaran Kaban, MSc.

Guru Besar Kimia Bidang Kimia Organik

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara

Dr. Marpongahtun, MSc.

Doktor Kimia Bidang Kimia Fisika

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara

Prof. Basuki Wirjosentono, MS, Ph.D.

Guru Besar Kimia Bidang Kimia Fisika

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara

Dr. M. Pandapotan Nasution, MPS.

Doktor Farmasi Bidang Biologi Farmasi Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

Prof. Dr. Yunazar Manjang

Guru Besar Kimia Bidang Kimia Organik Bahan Alam dan Hayati Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Andalas Padang

(6)

PERNYATAAN ORISINALITAS

Disertasi ini adalah hasil karya penulis dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah penulis nyatakan dengan benar.

Nama : Juliati Br. Tarigan

NIM : 078103004

(7)

UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : Juliati Br. Tarigan NIM : 078103004

Program Studi : Doktor Ilmu Kimia Jenis Karya : Disertasi

demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non-ekslusif (Non-Exclusive Royalty) atas disertasi saya yang berjudul:

KARAKTERISASI EDIBLE FILM YANG BERSIFAT ANTIOKSIDAN

DAN ANTIMIKROBA DARI GALAKTOMANAN BIJI AREN

(

Arenga pinnata

) YANG DIINKORPORASI DENGAN

MINYAK ATSIRI DAUN KEMANGI

(

Ocimum basilicum

L

.

)

beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Non-eklusif ini, Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan, mengalihkan media/formatkan, mengelola dalam bentuk database, merawat dan mempublikasikan disertasi saya tanpa meminta izin dari saya seraya tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis dan pemilik hak cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Medan Pada tanggal : Agustus 2012 Yang menyatakan

Juliati Br. Tarigan

(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-Nya sehingga disertasi ini dapat selesai dikerjakan dengan lancar dan baik.

Sebagai insan yang senantiasa mengenang budi baik sesama, perkenankanlah saya menyampaikan rasa hormat dan terima kasih serta penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat:

1. Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc (CTM). Sp.A(K), atas kesempatan dan fasilitas serta ijin dan bantuan keuangan yang diberikan untuk mengikuti dan menyelesaikan program pendidikan Doktor dalam bidang Ilmu Kimia pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara Medan.

2. Dekan Fakultas MIPA USU, Dr. Sutarman, M.Sc. atas ijin dan kesempatan yang diberikan kepada saya untuk menjadi mahasiswa Program Doktor Ilmu Kimia FMIPA Universitas Sumatera Utara.

3. Ketua Program Studi Doktor Ilmu Kimia FMIPA USU, Prof. Basuki Wirjosentono, M.S., Ph.D., dan Dr. Hamonangan Nainggolan, MSc., selaku Sekretaris Program Doktor Ilmu Kimia FMIPA USU atas kesempatan dan bantuan selama mengikuti program pendidikan Doktor Ilmu Kimia ini serta kepada seluruh Staf Pengajar pada Program Studi Doktor Ilmu Kimia Fakultas MIPA Universitas Sumatera Utara.

4. Promotor Prof. Dr. Tonel Barus, Co-promotor Prof. Dr. Jamaran Kaban, M.Sc. dan Co-promotor Dr. Marpongahtun, MSc., dengan penuh perhatian telah memberikan dorongan, bimbingan dan saran hingga disertasi ini dapat terselesaikan.

5. Almarhum Prof. Dr. Hemat R. Brahmana, M.Sc. atas pengajaran dan bimbingan yang telah diberikan.

6. Tim penguji, Prof. Dr. Tonel Barus, Prof. Dr. Jamaran Kaban, M.Sc. Dr. Marpongahtun, MSc., Prof. Basuki Wirjosentono, M.S., Ph.D., Dr. M. Pandapotan Nasution, MPS dan Prof. Dr. Yunazar Manjang, atas kesediaannya mengikhlaskan waktu untuk memberikan penilaian maupun saran-saran untuk perbaikan disertasi ini.

7. Kepala Laboratorium Kimia Organik FMIPA USU dan para asisten, atas fasilitas dan bantuannya selama pengerjaan disertasi ini.

8. Rekan-rekan diprogram Doktor Ilmu Kimia FMIPA USU, atas kerja sama yang baik dan saling menguatkan selama menuntut ilmu di program Doktor Ilmu Kimia FMIPA USU.

9. Kepada orang tua dan mertua saya serta keluarga lainnya yang telah memberikan doa restu serta dorongan moril dan materil selama ini.

(9)

ii

ini. Semoga Tuhan selalu memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada kita semua.

Medan, Agustus 2012 Penulis,

Juliati Br. Tarigan

(10)

RIWAYAT HIDUP

1. Nama : Juliati Br. Tarigan

2. Tempat / Tanggal lahir : Kuta Mbelin, 3 Mei 1972

3. Agama : Kristen

4. Status : Menikah

5. Alamat : Jl. Pintu Air VI, Km. 8 Pd. Bulan Medan 6. Telepon / HP : - / 081376844908

7. Nama Ayah : T. Tarigan 8. Nama Ibu : B. Br. Sembiring

9. Pendidikan

SD Negeri Keriahen : 1979 – 1985 SMP Negeri Tiga Binanga : 1985 – 1988 SMA Kristen 1 Medan : 1988 – 1991 Sarjana (S-1) Kimia FMIPA USU : 1991 – 1996 Magister (S-2) Kimia FMIPA USU : 1997 – 1999

(11)

iv

KARAKTERISASI EDIBLE FILM YANG BERSIFAT ANTIOKSIDAN

DAN ANTIMIKROBA DARI GALAKTOMANAN BIJI AREN

(

Arenga pinnata

) YANG DIINKORPORASI DENGAN

MINYAK ATSIRI DAUN KEMANGI

(

Ocimum basilicum

L

.

) Abstrak

Telah dilakukan penelitian tentang karakterisasi edible film galaktomanan yang diinkorporasi dengan minyak atsiri daun kemangi (MADK). Edible film galaktomanan yang dihasilkan (GK1, GK2, GK3, GK4 dan GK5) bersifat

antioksidan dan aktivitas antioksidan paling besar pada GK4, bersifat antimikroba

(film GK2, GK4 dan GK5) dan paling aktif pada GK5. Tebal film diperoleh 0,038 –

0,061 mm dan water vapor permeability (WVP) sebesar 4,92 x 10-9 – 10,90 x 10-9 Kg s-1m-1Pa-1. Analisis FT-IR menunjukkan adanya interaksi antara galaktomanan dan MADK. Penambahan MADK dapat menurunkan kuat tarik dan kemuluran (GK3 dan GK4). Morfologi permukaan menunjukkan bahwa MADK tidak dapat

bercampur sempurna dengan film galaktomanan. Edible film (GK4) dapat

terbiodegradasi oleh jamur Aspergilus niger dan dapat mengurangi pertumbuhan bakteri pada ikan nila serta laju respirasi O2 dan CO2 pada ikan nila adalah

4,156 mL/kg-jam dan 11,823 mL/kg-jam. Ekstraksi galaktomanan dari biji aren (kaling) pada suasana netral telah diteliti, dimana perbandingan kolang-kaling : pelarut = 1: 12,5 dan kecepatan sentrifugasi 9500 rpm selama 15 menit. Ekstrak galaktomanan dari biji aren diperoleh 4,58% dan persentase galaktomanan sebesar 90,57%. 1H-NMR menunjukkan perbandingan galaktosa : manosa = 1 : 1,331. Differential Thermal Analysis (DTA) menunjukkan suhu eksotermal (dekomposisi) pada 440 sehingga aman digunakan untuk bahan makanan yang pengolahannya pada suhu tinggi. Sifat antioksidan galaktomanan diukur dengan metode DPPH• dan IC50 =22,109 mg/mL dan setelah diinkorporasi

dengan MADK maka sifat antioksidannya semakin meningkat.Minyak atsiri daun

kemangi diperoleh 0,31%, memiliki sifat antioksidan dengan IC50 = 21,56 mg/mL.

Sifat antimikroba diuji dengan metode difusi agar dan aktif pada bakteri gram positif (Staphylococcus aureus dan Streptococcus mutans), gram negatif (Shigella sp, Salmonella sp dan Escherichia coli) dan jamur (Candida albicans dan Saccharomyces cerevisiae) dan paling sensitif pada Escherichia coli. Setelah diinkorporasikan pada galaktomanan sifat antioksidan semakin meningkat tetapi sifat antimikroba semakin menurun. Senyawa utama dalam MADK yang memiliki aktivitas antioksidan adalah terpineol (1,38%) dan linalool (2,99%) dan isomer sitral seperti Z sitral (Neral) 29,73% dan E sitral (Geranial) 37,45% adalah senyawa yang memiliki aktivitas antimikroba.

Kata kunci : edible film, antioksidan, antimikroba, galaktomanan biji aren dan kemangi.

(12)

CHARACTERIZATION OF ANTIOXIDANT AND ANTIMICROBIAL

EDIBLE FILM FROM GALACTOMANNAN ’AREN’ SEED

(

Arenga pinnata

) INCORPORATION WITH BASIL

LEAVES ESSENTIAL OIL

(

Ocimum basilicum L.

)

Abstract

Characterization of edible film from galactomannan was incorporated with basil essential oil has been done. Edible films which obtained from galactomannan were GK1, GK2, GK3, GK4 and GK5, all of they have antioxidants activities with the largest activity in GK4. GK2, GK4 and GK5 films also have antimicrobial activities where the most activities of the antimicrobial present in GK5. Thick films obtained from 0.038 to 0.061 mm and WVP of 4.92 x 10-9 - 10.90 x 10-9 kg s-1m

-1

Pa. FT-IR showed the interaction between the components of basil essential oil with galactomannan. The addition of basil essential oil can decreased tensile strength and elongation (GK3 and GK4). The surface of morphology showed that basil essential oil can not mix perfectly with the galactomannan films. Edible films (GK4) can be biodegrade by Aspergillus niger fungus and can inhibit bacterial growth in the nila fish and also have O2 and CO2 respiration rate 4.156 mL/kg-jam

and 11.823 mL/kg-jam. Galactomanan extraction from ‘aren’ seed (Arenga pinnata) has been studied in neutral condition with ‘aren’ seed (kolang-kaling) and solvent ratio, 1:12.5, centrifugation speed was 9500 rpm in 15 minutes. Galactomannan extract from ‘aren’ seed was yielded 4.58% and galactomanan was 90,57%. 1H-NMR spectroscopy gave comparative ratio of galactose: mannose of 1: 1.331. Differential Thermal Analysis (DTA) result showed that galactomannan will be degraded at 440 and its safe for food with high temperature processing. Antioxidant activity measured by DPPH• method produced value of IC50 = 22.109 mg/ml and the antioxidant actvities increase after

was incorporated with MADK. Basil essential oil was obtained 0.31% from basil leaves, which has antioxidant properties and IC50 values of 21.56 mg/mL.

Antimicrobial properties were tested by agar diffusion method and have antimicrobial activities against gram-positive bacteria (Staphylococcus aerus and Streptococcus mutans), gram negative (Shigella sp, Salmonella sp and Escherichia coli) and fungi (Candida albicans and Saccharomyces cerevisiae) and the most sensitive was in Escherichia coli. The antioxidant properties of basil essential oil increased after incorporated with galactomannan but the antimicrobial activities decreased. Original compound in MADK that have antioxidant activities is terpineol (1.39%) and linalool (2.99%) and isomer sitral such as Z sitral (Neral) 29.73% and E sitral (Geranial) 37.45% is the compounds that have antimicrobial activities.

(13)

vi

DAFTAR ISI

Halaman

Kata Pengantar i

Riwayat Hidup iii

Abstrak iv

Abstract v

Daftar Isi vi

Daftar Tabel x

Daftar Gambar xii

Daftar Lampiran xiv

BAB 1 PENDAHULUAN 1

1.1. Latar Belakang 1

1.2. Perumusan Masalah 4

1.3. Tujuan Penelitian 5

1.4. Hipotesis 5

1.5. Manfaat Penelitian 6

1.6. Lokasi Penelitian 6

1.7. Metodologi Penelitian 6

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 8

2.1. Bahan Pengemas Dapat Dimakan (Edible Packaging) 8

2.2. Komponen Penyusun Edible Packaging 15

2.2.1. Hidrokoloid 15

2.2.1.1. Polisakarida 16

2.2.1.2. Protein 19

2.2.2. Lipida 21

2.2.3. Komposit 22

2.3. Sifat Fisikokimia dan Mekanis Edible Packaging 23

2.3.1. Sifat Penghambatan 23

2.3.2. Sifat Optis 24

2.3.3. Sifat Mekanis 25

2.4. Antimikroba dan Antioksidan dalam Edible Packaging 26

2.4.1. Antimikroba 26

(14)

2.4.2. Antioksidan 30

2.5. Aren (Arenga pinnata) 36

2.5.1. Galaktomanan 39

2.6. Kemangi (Ocimum) 42

2.6.1. Manfaat Kemangi 43

2.6.2. Komponen Kimia Minyak Atsiri Kemangi 45

2.6.3. Penyulingan Minyak Atsiri Kemangi 46

2.7. Ikan Nila 47

BAB 3 BAHAN DAN METODE 49

3.1. Bahan dan Alat 49

3.2. Metode Penelitian 49

3.2.1 Pengolahan Kolang-kaling dari Buah Aren 49 3.2.2. Ekstraksi Galaktomanan dari Kolang-kaling pada

Kondisi Netral 50

3.2.2.1. Analisis Komponen Kimia Estrak Galaktomanan 50 3.2.2.2. Studi Analisis Sifat Antioksidan Galaktomanan 52 3.2.2. Isolasi Minyak Atsiri Daun Kemangi (MADK)

Dengan Metode Hidrodestilasi 53

3.2.2.1. Uji Sifat Antioksidan MADK Dengan Metode DPPH• 53 3.2.2.2. Uji Sifat Antimikroba MADK Dengan Metode Difusi

Agar 54

3.2.3. Pembuatan Edible Film Galaktomanan yang

Diinkorporasi dengan MADK 55

3.2.3.1. Uji Sifat Antioksidan Larutan Edible Film

Galaktomanan dengan Metode DPPH• 56

3.2.3.2. Uji Sifat Antimikroba Edible Film Galaktomanan

yang Diinkorporasi dengan MADK 56

3.2.3.3. Uji Ketebalan Edible Film Galaktomanan 56 3.2.3.4. Uji Laju Permeabilitas Uap Air Edible Film

Galaktomanan 56

3.2.3.5. Uji Kekuatan Tarik dan Kemuluran Edible Film

Galaktomanan 57

3.2.3.6. Uji Laju Respirasi Gas O2 dan CO2 Edible Film

Galaktomanan yang Diinkorporasi MADK 58 3.2.3.7. Estimasi Kepadatan Sel Isolat Bakteri dengan Cara

(15)

viii

3.2.3.8. Uji Biodegradasi Edible Film Galaktomanan

Terhadap Jamur Aspergilus niger 59

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 61

4.1. Hasil Penelitian 61

4.1.1. Hasil Pengolahan Kolang-kaling dari Buah Aren 61 4.1.2. Hasil Ekstraksi Galaktomanan dari Kolang-kaling

pada Kondisi Netral 61

4.1.2.1. Hasil Analisis Komponen Kimia Estrak

Galaktomanan 65

4.1.2.2. Hasil Studi Analisis Sifat Antioksidan Galaktomanan 65 4.1.3. Hasil Isolasi Minyak Atsiri Daun Kemangi (MADK)

dengan Metode Hidrodestilasi 65

4.1.3.1. Hasil Uji Sifat Antioksidan MADK dengan Metode

DPPH• 67

4.1.3.2. Hasil Uji Sifat Antimikroba MADK dengan Metode

Difusi Agar 67

4.1.4. Hasil Pembuatan Edible Film Galaktomanan yang

Diinkorporasi dengan MADK 68

4.1.4.1. Hasil Uji Sifat Antioksidan Larutan Edible Film

Galaktomanan dengan Metode DPPH• 70

4.1.4.2. Hasil Uji Sifat Antimikroba Edible Film Galaktomanan yang Diinkorporasi MADK dengan

Metode Difusi Agar 70

4.1.4.3. Hasil Pengukuran Ketebalan Edible Film

Galaktomanan 71

4.1.4.4. Hasil Uji Permeabilitas Uap Air (WVP) dengan

Metode Gravimetri pada Edible Film Galaktomanan 71 4.1.4.5. Hasil Uji Kekuatan Tarik dan Kemuluran Edible Film

Galaktomanan (GK3 dan GK4) 72

4.1.4.6. Hasil Uji Laju Respirasi O2 dan CO2 Edible Film

Galaktomanan yang Diinkorporasi MADK (GK4) 72 4.1.4.7. Hasil Estimasi Kepadatan Sel Isolat Bakteri dengan

cara SPC 73

4.1.4.8. Hasil Uji Biodegradasi Edible Film Galaktomanan

(GK4) Terhadap Jamur Aspergilus niger 73

4.2. Pembahasan 74

4.2.1. Hasil Ekstraksi Galaktomanan dari Kolang-kaling

pada Kondisi Netral 74

4.2.1.1 Hasil Studi Analisis Sifat Antioksidan Galaktomana 80 4.2.2. Hasil Isolasi Minyak Atsiri Daun Kemangi (MADK)

dengan Metode Hidrodestilasi 84

(16)

4.2.2.1. Hasil Uji Sifat Antioksidan MADK dengan Metode

DPPH• 86

4.2.2.2. Hasil Uji Sifat Antimikroba MADK dengan Metode

Difusi Agar 88

4.2.3. Hasil Pembuatan Edible Film Galaktomanan yang

Diinkorporasi dengan MADK 92

4.2.3.1. Hasil Uji Sifat Antioksidan Larutan Edible Film

Galaktomanan dengan Metode DPPH• 96

4.2.3.2. Hasil Uji Sifat Antimikroba Edible Film Galaktomanan yang Diinkorporasi MADK dengan

Metode Difusi Agar 97

4.2.3.3. Hasil Pengukuran Ketebalan Edible Film

Galaktomanan 99

4.2.3.4. Hasil Uji Permeabilitas Uap Air (WVP) dengan

Metode Gravimetri pada Edible Film Galaktomanan 99 4.2.3.5. Hasil Uji Kekuatan Tarik dan Kemuluran Edible Film

Galaktomanan (GK3 dan GK4) 100

4.2.3.6. Hasil Uji Laju Respirasi O2 dan CO2 Edible Film

Galaktomanan yang Diinkorporasi MADK (GK4) 102 4.2.3.7. Hasil Estimasi Kepadatan Sel Isolat Bakteri dengan

cara SPC 104

4.2.3.8. Hasil Uji Biodegradasi Edible Film Galaktomanan

(GK4) Terhadap Jamur Aspergilus niger 105

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 106

5.1. Kesimpulan 106

5.2. Saran 106

DAFTAR PUSTAKA 108

(17)

x

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 2.1. Komposisi Gas dan Kerusakan yang Terjadi Pada Makanan 13 Tabel 2.2. Kandungan Fenol dan Yield Ekstrak dari Hasil Hidrodestilasi

Beberapa Tumbuhan 32

Tabel 2.3. Aktivitas Antioksidan Polisakarida dari Beberapa

Tumbuh-tumbuhan 36

Tabel 2.4. Beberapa Sumber Galaktomanan, Rasio Manosa : Galaktosa

dan Kemungkinan Pengunaannya 41

Tabel 4.1. Ekstraksi Galaktomanan dari Kolang-kaling dengan Variasi

Volme Pelarut pada Kecepatan 8500 rpm selama 20 menit 61 Tabel 4.2. Ekstraksi Galaktomanan Dari Kolang-kaling Dengan Variasi

Kecepatan Sentrifugasi Pada Volume Pelarut 250 mL Selama

20 menit 61

Tabel 4.3. Ekstraksi Galaktomanan Dari Kolang-kaling Dengan Variasi

Waktu Pada Kecepatan 9500 rpm, Volume Pelarut 250 ml 61 Tabel 4.4. Hasil Analisis Galaktomanan Kolang-Kaling Dengan

Spektrofotometer FT-IR 62

Tabel 4.5. Pergeseran Kimia Atom Karbon Galaktomanan

Kolang-kaling pada 90 MHz 64

Tabel 4.6. Hasil Analisis Komponen Kimia Ekstrak Galaktomanan 65 Tabel 4.7. Hasil Pengukuran Absorbansi Galaktomanan Kolang-kaling

dengan Metode DPPH• 65

Tabel 4.8. Komposisi Senyawa Kimia MADK Berdasarkan GC-MS 66 Tabel 4.9. Hasil Analisis MADK dengan Spektrofotometer FT-IR 67 Tabel 4.10. Hasil Pengukuran Absorbansi MADK dengan Metode DPPH• 67 Tabel 4.11. Hasil Pengukuran Zona Hambat MADK dengan Metode

Difusi Agar 68

Tabel 4.12. Formulasi Edible Film Galaktomanan Kolang-kaling 68 Tabel 4.13. Sifat Termal Edible Film GK3 dan GK4 69

Tabel 4.14. Hasil Analisis FT-IR GK3 dan GK4 69

Tabel 4.15. Hasil Uji Sifat Antioksidan Larutan Edible Film dengan

Metode DPPH• 70

Tabel 4.16. Hasil Pengukuran Zona Hambat Edible Film Galaktomanan

yang Diinkorporasi dengan Minyak Atsiri Daun Kemangi 70 Tabel 4.17. Hasil Pengukuran Ketebalan Edible Film Galaktomanan 71

(18)

Tabel 4.18. Slope untuk Edible Film Galaktomanan 71 Tabel 4.19. Hasil Uji WVP Film Galaktomanan dengan Metode

Gravimetri 71

Tabel 4.20. Hasil Uji Kekuatan Tarik dan Kemuluran GK3 dan GK4 72 Tabel 4.21. Hasil Uji Laju Respirasi Rata-rata O2 dan CO2 Edible Film

Galaktomanan yang Diinkorporasi MADK (GK4) 72 Tabel 4.22. Hasil Estimasi Kepadatan Sel Isolat Bakteri pada Ikan Nila

dengan cara SPC 73

Tabel 4.23. Hasil Uji Biodegradasi Edible Film Galaktomanan (GK4)

(19)

xii

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 2.1. Skema Penggunaan Bahan Antimikroba dalam Bahan

Pengemas 28

Gambar 2.2. Struktur DPPH• Sebelum dan Sesudah Bereaksi dengan

Antioksidan 35

Gambar 2.3. Pohon Aren dan Kolang-kaling 38

Gambar 4.1. Spektrum 1H-NMR Galaktomanan Kolang-kaling pada

500 MHz. 63

Gambar 4.2. Spektrum 13C-NMR Galaktomanan Kolang-kaling pada

90 MHz 63

Gambar 4.3. Hasil Uji Morfologi Permukaan Galaktomanan

Kolang-kaling (Perbesaran 300x) 64

Gambar 4.4. Gambar SEM GK3 69

Gambar 4.5. Gambar SEM GK4 69

Gambar 4.6. Grafik Ekstraksi Galaktomanan pada Kondisi Netral 74

Gambar 4.7. Struktur Galaktomanan 79

Gambar 4.8. Grafik Hasil Pengukuran % Inhibisi Galaktomanan

Kolang-kaling dengan Metode DPPH• 81

Gambar 4.9. Reaksi DPPH• dengan Galaktomanan 84

Gambar 4.10. Struktur Senyawa Kimia yang Terkandung pada MADK 86

Gambar 4.11. Reaksi DPPH• dengan Terpineol 87

Gambar 4.12. Grafik Hasil Pengukran % Inhibisi MADK dengan

Metode DPPH• 88

Gambar 4.13. Grafik Zona Hambat MADK dengan Metode Difusi Agar 89

Gambar 4.14. Dinding Sel Bakteri Gram Positif 90

Gambar 4.15. Dinding Sel Bakteri Gram Negatif 90

Gambar 4.16. Gambar Spektrum FT-IR 95

Gambar 4.17. Grafik Hasil Pengukuran % Inhibisi Larutan Edible Film

Galaktomanan 96

Gambar 4.18. Grafik Zona Hambat Sifat Antimikroba Edible Film Galaktomanan yang Diinkorporasi MADK dengan

Metode Difusi Agar 97

Gambar 4.19. Grafik WVTR (kg s-1 m-2) dan WVP (kg s-1 m-1Pa-1) 100 Gambar 4.20. Grafik Laju Respirasi Ikan Nila Tanpa Film Pelapis 103

(20)

Gambar 4.21. Grafik Laju Respirasi Ikan Nila dengan Edible Film

Pelapis GK4 103

(21)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Gambar Galaktomanan Kolang-kaling yang di Ekstraksi

pada Kondisi Netral 126

Lampiran 2. Hasil DTA Galaktomanan Kolang-kaling 127 Lampiran 3. Spetrum FT-IR Galaktomanan Kolang-kaling 128 Lampiran 4. Gambar 1H-NMR Galaktomanan dari Prosopis juliflora 130 Lampiran 5. Gambar 13C-NMR (125 MHz) Galaktomanan dari

Prosopis juliflora 131

Lampiran 6. Gambar Morfologi Permukaan Galaktomanan Guar Gum 131 Lampiran 7. Perhitungan Kadar Protein, Karbohidrat Total, Serat

Kasar dan Lemak Pada Galaktomanan Kolang-kaling

(SNI 01-2891-1992) 132

Lampiran 8. Perhitungan % Inhibisi dan IC50 untuk Galaktomanan

Kolang-kaling 136

Lampiran 9. Spektrum FT-IR MADK 138

Lampiran 10. Perhitungan % Inhibisi dan IC50 untuk MADK 139 Lampiran 11. Gambar Uji Sifat Antimikroba MADK 141 Lampiran 12. Gambar Edible Film Galaktomanan Kolang-kaling 142

Lampiran 13. Gambar DTA Edible Film GK3 143

Lampiran 14. Gambar DTA Edible Film GK4 144

Lampiran 15. Spektrum FT-IR Edible Film GK3 145

Lampiran 16. Spektrm FT-IR Edible Film GK4 146

Lampiran 17. Perhitungan % Inhibisi Larutan Edible Film

Galaktomanan 147

Lampiran 18. Perhitungan WVP Edible Film Galaktomanan 148 Lampiran 19. Perhitungan Uji Kekuatan Tarik (σT) dan Kemuluran (ε)

GK3 dan GK4 152

Lampiran 20. Gambar Uji Kekuatan Tarik dan Kemuluran GK3 dan

GK4 153

Lampiran 21. Tabel Perlakuan Pengukuran Laju Respirasi O2 dan CO2 154 Lampiran 22. Gambar Alat Cosmotektor O2 dan CO2 untuk Pengukuran

Laju Respirasi 155

Lampiran 23. Gambar Total Bakteri pada Ikan Nila 156

(22)

Lampiran 24. Gambar Biodegradasi Edible Film GK4 158

Lampiran 25. Hasil Identifikasi Kemangi 159

(23)

iv

KARAKTERISASI EDIBLE FILM YANG BERSIFAT ANTIOKSIDAN

DAN ANTIMIKROBA DARI GALAKTOMANAN BIJI AREN

(

Arenga pinnata

) YANG DIINKORPORASI DENGAN

MINYAK ATSIRI DAUN KEMANGI

(

Ocimum basilicum

L

.

) Abstrak

Telah dilakukan penelitian tentang karakterisasi edible film galaktomanan yang diinkorporasi dengan minyak atsiri daun kemangi (MADK). Edible film galaktomanan yang dihasilkan (GK1, GK2, GK3, GK4 dan GK5) bersifat

antioksidan dan aktivitas antioksidan paling besar pada GK4, bersifat antimikroba

(film GK2, GK4 dan GK5) dan paling aktif pada GK5. Tebal film diperoleh 0,038 –

0,061 mm dan water vapor permeability (WVP) sebesar 4,92 x 10-9 – 10,90 x 10-9 Kg s-1m-1Pa-1. Analisis FT-IR menunjukkan adanya interaksi antara galaktomanan dan MADK. Penambahan MADK dapat menurunkan kuat tarik dan kemuluran (GK3 dan GK4). Morfologi permukaan menunjukkan bahwa MADK tidak dapat

bercampur sempurna dengan film galaktomanan. Edible film (GK4) dapat

terbiodegradasi oleh jamur Aspergilus niger dan dapat mengurangi pertumbuhan bakteri pada ikan nila serta laju respirasi O2 dan CO2 pada ikan nila adalah

4,156 mL/kg-jam dan 11,823 mL/kg-jam. Ekstraksi galaktomanan dari biji aren (kaling) pada suasana netral telah diteliti, dimana perbandingan kolang-kaling : pelarut = 1: 12,5 dan kecepatan sentrifugasi 9500 rpm selama 15 menit. Ekstrak galaktomanan dari biji aren diperoleh 4,58% dan persentase galaktomanan sebesar 90,57%. 1H-NMR menunjukkan perbandingan galaktosa : manosa = 1 : 1,331. Differential Thermal Analysis (DTA) menunjukkan suhu eksotermal (dekomposisi) pada 440 sehingga aman digunakan untuk bahan makanan yang pengolahannya pada suhu tinggi. Sifat antioksidan galaktomanan diukur dengan metode DPPH• dan IC50 =22,109 mg/mL dan setelah diinkorporasi

dengan MADK maka sifat antioksidannya semakin meningkat.Minyak atsiri daun

kemangi diperoleh 0,31%, memiliki sifat antioksidan dengan IC50 = 21,56 mg/mL.

Sifat antimikroba diuji dengan metode difusi agar dan aktif pada bakteri gram positif (Staphylococcus aureus dan Streptococcus mutans), gram negatif (Shigella sp, Salmonella sp dan Escherichia coli) dan jamur (Candida albicans dan Saccharomyces cerevisiae) dan paling sensitif pada Escherichia coli. Setelah diinkorporasikan pada galaktomanan sifat antioksidan semakin meningkat tetapi sifat antimikroba semakin menurun. Senyawa utama dalam MADK yang memiliki aktivitas antioksidan adalah terpineol (1,38%) dan linalool (2,99%) dan isomer sitral seperti Z sitral (Neral) 29,73% dan E sitral (Geranial) 37,45% adalah senyawa yang memiliki aktivitas antimikroba.

Kata kunci : edible film, antioksidan, antimikroba, galaktomanan biji aren dan kemangi.

(24)

CHARACTERIZATION OF ANTIOXIDANT AND ANTIMICROBIAL

EDIBLE FILM FROM GALACTOMANNAN ’AREN’ SEED

(

Arenga pinnata

) INCORPORATION WITH BASIL

LEAVES ESSENTIAL OIL

(

Ocimum basilicum L.

)

Abstract

Characterization of edible film from galactomannan was incorporated with basil essential oil has been done. Edible films which obtained from galactomannan were GK1, GK2, GK3, GK4 and GK5, all of they have antioxidants activities with the largest activity in GK4. GK2, GK4 and GK5 films also have antimicrobial activities where the most activities of the antimicrobial present in GK5. Thick films obtained from 0.038 to 0.061 mm and WVP of 4.92 x 10-9 - 10.90 x 10-9 kg s-1m

-1

Pa. FT-IR showed the interaction between the components of basil essential oil with galactomannan. The addition of basil essential oil can decreased tensile strength and elongation (GK3 and GK4). The surface of morphology showed that basil essential oil can not mix perfectly with the galactomannan films. Edible films (GK4) can be biodegrade by Aspergillus niger fungus and can inhibit bacterial growth in the nila fish and also have O2 and CO2 respiration rate 4.156 mL/kg-jam

and 11.823 mL/kg-jam. Galactomanan extraction from ‘aren’ seed (Arenga pinnata) has been studied in neutral condition with ‘aren’ seed (kolang-kaling) and solvent ratio, 1:12.5, centrifugation speed was 9500 rpm in 15 minutes. Galactomannan extract from ‘aren’ seed was yielded 4.58% and galactomanan was 90,57%. 1H-NMR spectroscopy gave comparative ratio of galactose: mannose of 1: 1.331. Differential Thermal Analysis (DTA) result showed that galactomannan will be degraded at 440 and its safe for food with high temperature processing. Antioxidant activity measured by DPPH• method produced value of IC50 = 22.109 mg/ml and the antioxidant actvities increase after

was incorporated with MADK. Basil essential oil was obtained 0.31% from basil leaves, which has antioxidant properties and IC50 values of 21.56 mg/mL.

Antimicrobial properties were tested by agar diffusion method and have antimicrobial activities against gram-positive bacteria (Staphylococcus aerus and Streptococcus mutans), gram negative (Shigella sp, Salmonella sp and Escherichia coli) and fungi (Candida albicans and Saccharomyces cerevisiae) and the most sensitive was in Escherichia coli. The antioxidant properties of basil essential oil increased after incorporated with galactomannan but the antimicrobial activities decreased. Original compound in MADK that have antioxidant activities is terpineol (1.39%) and linalool (2.99%) and isomer sitral such as Z sitral (Neral) 29.73% and E sitral (Geranial) 37.45% is the compounds that have antimicrobial activities.

(25)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Plastik sebagai bahan pengemas telah luas digunakan pada berbagai bidang karena memiliki keunggulan yaitu ringan, kuat dan ekonomis. Namun demikian penggunaan plastik sebagai pengemas pada beberapa negara telah mulai dikurangi karena plastik sukar dirombak secara biologis pada lingkungan (non biodegradable) sehingga dapat mencemari lingkungan. Oleh karena itu perlu dikembangkan bahan pengemas lain yang memiliki sifat seperti plastik serta sekaligus mudah terdegradasi di lingkungan atau bahkan yang dapat dikonsumsi manusia (edible) (Ahmadi, dkk., 2005).

Edible film dapat memberikan penahanan yang selektif terhadap perpindahan panas, uap air dan bahan terlarut serta dapat menjadi pelindung terhadap kerusakan mekanis (Gennadios and Weller, 1990). Edible film dapat memberikan proteksi tambahan pada makanan dan secara sempurna dapat terbiodegradasi sehingga bersifat ramah lingkungan. Edible film dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas makanan dan mempertahankan kesegaran produk-produk dan dapat juga digunakan untuk membawa unsur-unsur yang bermanfaat seperti antioksidan, antimikroba, nutrisi dan flavour untuk selanjutnya meningkatkan stabilitas, kualitas, fungsional dan keamanan makanan (Lin and Zhao, 2007; Vargas et al., 2008 ; Ponce et al., 2008).

Komponen utama penyusun edible film dikelompokkan menjadi tiga yaitu hidrokoloid, lipida, dan komposit. Hidrokoloid dapat berupa protein (kolagen, gelatin, protein kacang kedelai, corn zein, dan wheat gluten) atau polisakarida serta turunannya. Kelompok lipida terdiri dari lilin/wax, trigliserida, monogliserida terasetilasi, asam lemak, alkohol asam lemak dan ester sukrosa asam lemak (Danhowe and Fennema, 1994; Broody, 2005).

Senyawa hidrokoloid sangat banyak terdapat dialam, salah satunya adalah polisakarida galaktomanan yang banyak terdapat pada kolang-kaling (Rao et al., 1961). Kolang-kaling dihasilkan dari pohon aren rata-rata sebanyak 100

(26)

kg/pohon/tahun apabila tidak disadap niranya (Anonim, 2009). Pemanfaatan kolang-kaling saat ini masih sangat terbatas dan tingkat konsumsi masyarakat juga masih rendah. Kolang-kaling memiliki kadar air sangat tinggi mencapai 93,6% disamping juga mengandung protein (2,344%), karbohidrat (56,571%) serta serat kasar (10,524%) (Tarigan dan Kaban, 2009). Tingginya kandungan karbohidrat yang terdapat pada kolang-kaling memungkinkan pemanfaatannya sebagai bahan dasar pembuatan edible film.

Galaktomanan telah banyak digunakan sebagai pengental, stabilizer emulsi dan zat aditif pada berbagai industri makanan dan obat-obatan (Reid and Edwards, 1995; Mikkonen et al., 2009). Galaktomanan juga diketahui memiliki sifat antioksidan (Sun et al., 2010). Galaktomanan mempunyai struktur dasar yang terdiri dari rantai utama β-(1-4)-D-manopiranosa yang disubstitusi oleh satu unit

α-D-galaktopiranosa pada O-6, meskipun ada beberapa deviasi dari struktur dasar ini. Perbandingan Manosa dan galaktosa berbeda antara galaktomanan yang satu dengan lainnya dan variasi distribusi galaktosa pada rantai utama menyebabkan variasi kelarutan, sifat alir dan sifat-sifat yang lainnya (Srivastava and Kappoor, 2005; Vieira et al., 2007). Literatur karakterisasi dan aplikasi galaktomanan sebagai film dan pelapis sangat terbatas bila dibandingkan dengan polisakarida lainnya. Perkembangan penelitian akhir-akhir ini mengenai galaktomanan membawa perspektif baru tentang sifat-sifat dan kegunaan edible film/coating dari sumber galaktomanan. Hal ini dikarenakan karakteristik spesifik dari galaktomanan yang dapat membentuk larutan yang sangat kental pada konsentrasi yang relatif rendah dan hanya membutuhkan air dalam pembuatannya (Cerqueira et al., 2009a; 2009b dan Cerqueira et al., 2010a,b). Namun demikian, edible film galaktomanan yang digunakan sebagai pembawa senyawa antimikroba dan antioksidan masih terbatas, khususnya untuk galaktomanan kolang-kaling belum pernah diteliti dalam hal pembuatan edible film.

(27)

dilapisi pada bahan makanan untuk mengurangi oksidasi senyawa asam lemak tidak jenuh dan warna sehingga dapat menambah kualitas pengawetan makanan (Lee, 2005). Edible film yang bersifat antimikroba dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme patogen pada makanan yang dikemas dan pada kemasan itu sendiri (Vermeiren et al., 1999). Secara umum minyak atsiri memiliki sifat antibakteri yang sangat kuat (Burt, 2004), misalnya minyak atsiri dapat mengontrol pertumbuhan mikroba Escherichia coli O157:H7 dan Pseudomonas spppada daging sapi (Oussallah et al., 2004). Beberapa studi telah dilakukan mengenai sifat-sifat antimikroba dan antioksidan yaitu ekstrak tumbuhan (oregano dan rosemary), enzim (lisozim), bakteriosin (nisin) dan garam (kalium sorbat) (Cagri et al., 2004; Gomez-Estaca et al., 2009; Pranoto et al., 2005). Minyak atsiri daun kemangi dapat diperoleh secara destilasi uap (steam destillation) dari daun kemangi (Ocimum basilicum L.)dan dapat berfungsi sebagai fungisida alami terhadap jamur Rhizopus stolonifer (Thajo and Thoppil, 1999). Minyak atsiri daun kemangi juga memperlihatkan kemampuan sebagai anti bakteri pada Staphylococcus aureus, Streptomyces pyogenes, Escherichia coli, Salmonella thyposa dan Mycobacterium spp (Nterzurubanza, 1986). Peneliti sebelumnya telah meneliti bahwa minyak atsiri kemangi (O-basilicum) secara khusus berfungsi sebagai antioksidan dan antimikroba (Lee et al., 2005; Wannisorn et al., 2005). Namun demikian minyak atsiri kemangi yang berfungsi sebagai antioksidan dan antimikroba belum pernah diinkorporasi pada edible film. Telah diteliti pembuatan edible film yang bersifat antimikroba dari whey protein yang diinkorporasi dengan minyak atsiri oregano, rosemary, dan bawang putih (Seydim and Sarikus, 2006). Film alginat yang diinkorporasi dengan minyak atsiri bawang putih bersifat antibakteri (Pranoto et al., 2005). Galaktomanan sebagai bahan dasar dalam pembuatan edible film juga telah dibuat antara lain: galaktomanan guar gum dan locust bean gum (LBG) (Chen and Nussinovitch, 2000; 2001), galaktomanan LBG dengan menggunakan pemlastis polietilen glikol 200 (PEG 200), gliserol, propilen glikol dan sorbitol (Bozdemir and Tutas, 2003; Aydinli et al., 2004), galaktomanan Gleditsia triacanthos dengan menggunakan pemlastis campuran sorbitol dan gliserol (Cerqueira et al., 2009a), galaktomanan

(28)

Gleditsia triacanthos, kitosan, minyak jagung dengan pemlastis gliserol (Cerqueira et al., 2010b; 2012), galaktomanan caesalpinia pulcherima dan Adenanthera pavonina dengan pemlastis gliserol (Cerqueira et al., 2009b). Edible film yang bersifat antioksidan dari galaktomanan Gleditsia triacanthos dan ekstrak biji Gleditsia triacanthos (Cerqueira et al., 2010a) dengan pemlastis gliserol.

Pemlastis dapat berfungsi untuk meningkatkan fleksibilitas dan mempermudah proses pembuatan film. Pemlastis yang sering digunakan pada film hidrokoloid adalah oligosakarida, lipid dan poliol (misalnya gliserol) (Suyatma et al, 2005). Gliserol merupakan produk samping dalam pembuatan biodisel yang secara signifikan akan meningkat. Salah satu cara untuk menanggulangi surplus tersebut maka dapat digunakan dalam pembuatan edible film sebagai pemlastis (Vargas et al., 2008).

Berdasarkan sifat antioksidan dan antimikroba minyak atsiri daun kemangi dan sifat antioksidan galaktomanan serta untuk menanggulangi surplus gliserol maka peneliti tertarik untuk meneliti pembuatan edible film yang bersifat antioksidan dan antimikroba dari galaktomanan kolang-kaling yang diinkorporasi dengan minyak atsiri daun kemangi dengan menggunakan pemlastis gliserol dan karakterisasi edible film yakni sifat antimikroba, antioksidan, kuat tarik, termal, morfologi permukaan, ikatan antar komponen, kepadatan sel, degradasi film dan permeabilitas uap air serta laju respirasi O2 dan CO2.

1.2. Perumusan Masalah

(29)

memungkinkan pemanfaatannya sebagai bahan dasar pembuatan edible film. Dengan demikian sebagai permasalahan dalam penelitian ini adalah:

Bagaimanakah sifat-sifat karakteristik edible film dari galaktomanan yang diinkorporasi dengan minyak atsiri daun kemangi, antara lain: sifat antimikroba, antioksidan, kuat tarik, termal, morfologi permukaan, ikatan antar komponen, degradasi film, permeabilitas uap air, dan aplikasi pada ikan nila untuk uji kepadatan sel, respirasi O2 dan CO2?

Bagaimanakah sifat karakteristik fisikokimia galaktomanan biji aren dan antioksidan sebelum dan setelah diinkorporasi dengan minyak atsiri daun kemangi dalam pembuatan edible film?

Bagaimanakah sifat antioksidan dan antimikroba minyak atsiri daun kemangi sebelum dan setelah diinkorporasi dengan galaktomanan dalam pembuatan edible film ?

1.3. Tujuan Penelitian

Untuk menentukan sifat-sifat karakteristik edible film dari galaktomanan yang diinkorporasi dengan minyak atsiri daun kemangi, antara lain : sifat antimikroba, antioksidan, kuat tarik, termal, morfologi permukaan, ikatan antar komponen, degradasi film, permeabilitas uap air, dan aplikasi pada ikan nila untuk uji kepadatan sel, respirasi O2 dan CO2.

Untuk menentukan sifat karakteristik fisikokimia galaktomanan biji aren dan antioksidan sebelum dan setelah diinkorporasi dengan minyak atsiri daun kemangi dalam pembuatan edible film.

Untuk menentukan sifat antioksidan dan antimikroba minyak atsiri daun kemangi sebelum dan setelah diinkorporasikan pada galaktomanan dalam pembuatan edible film.

1.4. Hipotesis

1. Edible film yang dihasilkan dari galaktomanan biji aren yang diinkorporasi dengan minyak atsiri daun kemangi dapat bersifat antioksidan dan antimikroba.

(30)

2. Galaktomanan memiliki perbandingan manosa dan galaktosa antara 1,1-5,0 dan bila diinkorporasi dengan MADK sifat antioksidan semakin meningkat. 3. Sifat antioksidan minyak atsiri daun kemangi bila diinkorporasi dengan galaktomanan semakin meningkat tetapi sifat antimikrobanya menurun.

1.5. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang proses ekstraksi galaktomanan dari kolang-kaling, perbandingan manosa dan galaktosa serta sifat antioksidannya. Demikian juga informasi tentang sifat-sifat karakteristik edible film yang dibentuk bila galaktomanan tersebut diinkorporasi dengan minyak atsiri daun kemangi. Edible film ini nantinya diharapkan berpotensi sebagai pelapis makanan sehingga berguna untuk memberikan penahanan yang selektif terhadap perpindahan uap air dan bahan terlarut serta dapat menjadi pelindung terhadap kerusakan mekanis dan juga digunakan untuk membawa unsur-unsur yang bermanfaat seperti antioksidan, antimikroba, nutrisi dan flavour untuk selanjutnya meningkatkan stabilitas, kualitas, fungsional dan keamanan makanan.

1.6. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia Organik FMIPA USU, Laboratorium Teknologi Pangan Fakultas Pertanian USU, BARISTAND – Medan, Laboratorium Geologi Kuarter (PPGL) – Bandung,Laboratorium Pendidikan Teknologi Kimia Industri (PTKI) Medan, Laboratorium Mikrobiologi FMIPA USU Medan, Laboratorium Kimia Organik FMIPA – UGM dan Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi USU.

1.7. Metodologi Penelitian

(31)

lembar) dan ikan nila diperoleh dari salah satu pedagang di Pasar tradisional Padang Bulan Medan. Ekstraksi galaktomanan dari kolang-kaling dengan menggunakan pelarut air suling, kemudian diendapkan dengan alkohol dan dikeringkan pada desikator. Galaktomanan yang diperoleh dianalisis dengan spektrofotometer FT-IR (Forier Transform Infrared), 1H-NMR (Nuclear Magnetic Resonance), 13C-NMR (Nuclear Magnetic Resonance) dan komposisi kimianya berdasarkan prosedur analisis SNI 01-2891-1992. Pengujian sifat antioksidan galaktomanan dilakukan dengan metode 1,1-diphenyl-2-pikrylhydrazyl (DPPH•).

Minyak atsiri daun kemangi diperoleh dengan metode hidrodestilasi menggunakan alat Sthal. Minyak atsiri yang diperoleh dianalisis komposisi kimianya dengan GC-MS (Gas Cromatograpy Mass Spectrometry), FT-IR, uji sifat antioksidan dengan metode DPPH• dan sifat antimikroba dengan metode difusi agar. Pembuatan edible film dilakukan dengan modifikasi dari yang dilaporkan oleh Cerquiera et al., (2010a). Edible film yang terbentuk dikarakterisasi morfologi permukaannya dengan menggunakan Scanning Electron Microscope (SEM). Interaksi yang terbentuk antara komponen penyusunnyadengan FT-IR, ketebalan film menggunakan mikrometer sekrup, laju transmisi uap air dengan metode gravimetri menggunakan desicant silika, uji kuat tarik, laju respirasi O2 dan CO2 terhadap ikan nila dengan alat Cosmotektor O2 dan CO2, sifat termal menggunakan Differential Thermal Analysis (DTA), uji sifat antimikroba terhadap mikroba Staphylococcus aureus, Streptococcus mutans, Shigella sp, Salmonella sp, Escherichia coli, Candida albicans, Saccharomyces cerevisiae dengan metode difusi agar. Uji biodegradasi film dilakukan dengan menggunakan jamur Aspergillus niger dan estimasi kepadatan sel isolat bakteri dengan metode Standard Plate Count Agar (SPC).

(32)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Bahan Pengemas Dapat Dimakan (Edible Packaging)

Bahan pengemas telah memainkan peranan yang sangat penting dalam rantai distribusi produk makanan olahan dan telah menjadi satu bagian baik dalam proses pembuatan makanan tersebut maupun dalam proses pendistribusiannya. Bahan pengemas digunakan untuk melindungi makanan dari lingkungan sekitarnya seperti misalnya cahaya, mikroba, abu, tekanan mekanis, uap air dan lain sebagainya. Bahan pengemas harus dapat melindungi makanan dari berbagai macam kemungkinan kerusakan yang akan dialaminya seperti misalnya akibat dari proses fisiologis (contoh: proses respirasi pada sayuran dan buah-buah segar), proses kimiawi (contoh: oksidasi lemak), proses fisika (contoh: dehidrasi), aspek mikrobiologis (contoh: timbulnya jamur) dan pencemaran oleh serangga. Disamping itu, bahan pengemas juga dapat digunakan sebagai sarana produsen untuk menyampaikan informasi berkaitan dengan makanan tersebut melalui penempelan label pada bahan pengemas. Bahan pengemas yang baik harus memenuhi kriteria-kriteria tertentu yakni:

1. Mampu mempertahankan kualitas makanan supaya tetap bersih dan terhindar dari kontaminasi kotoran atau kontaminan lainnya.

2. Menjaga makanan dari kerusakan fisik akibat pengaruh cahaya, udara dan air. 3. Bahan pengemas harus dirancang untuk siap pakai dan dapat berfungsi secara benar.

4. Mudah dibentuk dan digunakan, dimana dalam hal ini tidak hanya memberi kemudahan bagi konsumen tetapi juga harus dapat mempermudah pekerja-pekerja dalam pengolahan di pabrik dan selama pengangkutan untuk distribusi.

5. Memiliki daya tarik, mudah dikenali dan informatif sehingga konsumen mengetahui produk makanan apa yang terdapat dalam kemasan tersebut sehingga tertarik untuk membelinya (Buckle et al., 1985)

(33)

Produksi plastik berkembang 10% setiap tahunnya. Dari sekitar 1,3 juta ton produksi plastik dunia pada tahun 1950 berkembang menjadi 230 juta ton pada tahun 2005. Dari jumlah tersebut sekitar 37% diantaranya digunakan sebagai pengemas. Total konsumsi dunia untuk plastik sebagai pengemas bertumbuh sekitar 2,9% pertahunnya berdasarkan data tahun 1992 – 1997 (Avella et al., 2001). Perkembangan yang sangat pesat ini disebabkan oleh karena plastik memiliki beberapa keunggulan yakni: fleksibel, mudah dibentuk, transparan, kuat dan harganya murah. Namun demikian dalam perkembangannya plastik mulai dikurangi pemakaiannya di seluruh dunia, dimana hal ini disebabkan sifat plastik yang sukar terdegradasi di lingkungan serta dapat mencemari produk melalui transmisi monomernya ke bahan yang dikemas. Oleh karena itu mulai dikembangkan bahan pengemas yang berasal dari bahan-bahan yang mudah terurai di lingkungan. Bahan pengemas dapat dimakan (edible packaging) merupakan salah satu bahan pengemas yang bersifat biodegradable dan berasal dari bahan-bahan yang terperbaharui. Kelebihan utama dari edible packaging ini dibandingkan plastik adalah dapat dikonsumsi bersamaan dengan bahan makanan yang dilapisinya. Bahkan meskipun tidak ikut dikonsumsi, edible packaging ini tidak akan mencemari lingkungan karena akan cepat terurai di alam (Bourtoom, 2008).

Edible packaging dapat dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu yang berfungsi sebagai pelapis (edible coating) dan yang berbentuk lembaran (edible film) (Krochta et al.,1994). Edible film dan coating berbeda dalam cara pembentukannya dan penggunaannya pada makanan. Edible coating dibentuk dan digunakan secara langsung pada produk makanan dengan menggunakan larutan pembentuk film cair atau senyawa-senyawa yang dicairkan, dengan cara mengolesi menggunakan kuas cat, penyemprotan, pencelupan atau penyiraman (Cuqet al., 1995). Sedangkan Edible film merupakan lapisan tipis berupa lembaran yang dibentuk melalui penuangan pada cetakan yang selanjutnya dikeringkan. Edible coating banyak digunakan untuk pelapis produk daging beku, makanan semi basah, ayam beku, produk hasil laut, sosis, buah-buahan dan obat-obatan terutama untuk pelapis kapsul (Krochta et al., 1994). Edible film dan coating

(34)

dapat memberikan penahanan terhadap uap air, oksigen (O2), karbondioksida (CO2), aroma, lipida dan sebagai pembawa zat (seperti antimikroba, antioksidan, flavour dan lain sebagainya) (Krochta and De Mulder-Johnston, 1997).

Edible packaging dapat dihasilkan dari bahan-bahan yang memiliki kemampuan untuk membentuk lapisan film. Bahan-bahan tersebut terlebih dahulu dilarutkan dalam pelarut seperti misalnya air, alkohol, campuran air dan alkohol atau dengan pelarut lainnya. Bahan pemlastis, pewarna, pemberi rasa atau antimikroba dapat ditambahkan pada waktu pelarutan ini. Penyesuaian pH atau pemanasan larutan dilakukan selanjutnya untuk menyempurnakan dispersi. Larutan film ini kemudian dituangkan pada cetakan dan dipanaskan sesuai suhu yang diinginkan hingga diperoleh lapisan film (Bourtoom, 2008).

Edible packaging yang dihasilkan harus memenuhi beberapa kriteria yakni:

• Tidak mencemari lingkungan

• Teknologi untuk membuatnya sederhana

• Biaya untuk proses pembuatan dan pengadaan bahan-bahannya murah

• Memiliki kualitas sensorik yang baik

• Memiliki sifat penghambat (barrier) yang baik

• Memiliki kestabilan biokimia, fisikokimia dan mikrobial yang baik

• Tidak beracun dan aman bagi kesehatan tubuh manusia (Giancone, 2006) Secara keseluruhan terdapat beberapa kelebihan edible packaging dibandingkan bahan pengemas lainnya yakni:

Edible packaging dapat dikonsumsi secara bersamaan dengan bahan yang dikemas.

• Meskipun edible packaging tersebut tidak dimakan tetapi tidak akan mencemari lingkungan karena berasal dari bahan-bahan yang terperbaharui dan mudah terdegradasi di lingkungan.

(35)

Edible packaging dapat meningkatkan nilai nutrisi makanan yang dikemasnya,misalnya edible packaging yang dibuat dari protein.

Edible packaging dapat digunakan untuk melapisi makanan dalam jumlah yang kecil secara sendiri seperti misalnya pelapisan buah-buahan.

Edible packaging dapat diaplikasikan pada makanan yang memiliki lapisan yang berbeda-beda untuk mencegah pencampuran antar komponen dalam makanan tersebut dan untuk mencegah migrasi zat terlarut seperti pada pizza, pie dan permen.

Edible packaging dapat membawa bahan antimikroba dan antioksidan sehingga meningkatkan daya simpan produk makanan tersebut.

Edible packaging dapat digunakan secara bersamaan dengan bahan pengemas nonedible lainnya dimana dalam hal ini edible packaging bertindak sebagai pemisah antara produk makanan dengan pengemas nonedible tersebut (Gennadios and Weller, 1990; Debeaufort et al., 1998).

Komponen penyusun edible film dan coating umumnya berasal dari bahan pertanian. Komponen polimer hasil pertanian antara lain adalah polipeptida (protein), polisakarida (karbohidrat) dan lipida. Ketiganya mempunyai sifat termoplastik, sehingga mempunyai potensi untuk dibentuk atau dicetak sebagai film kemasan. Keunggulan polimer hasil pertanian adalah bahannya yang berasal dari sumber yang terbarukan (renewable) dan dapat dihancurkan secara alami (biodegradable) (Julianti dan Nurminah, 2006).

Lilin (wax) merupakan edible packaging yang pertama kali digunakan pada buah-buahan. Bangsa Cina telah menggunakan lilin untuk melapisi jeruk dan limau pada sekitar abad ke 12 dan 13. Kemungkinan pada masa tersebut bangsa Cina tidak menyadari fungsi dari lilin tersebut yang dapat mengurangi kecepatan penguapan dari buah-buahan. Hanya saja mereka menemukan bahwa buah-buahan yang dilapisi lilin dapat disimpan lebih lama dibandingkan buah-buahan yang tidak dilapisi. Pada sekitar abad ke 16 di Inggris juga telah digunakan lemak sebagai pelapis produk makanan. Baru pada sekitar tahun 1930 diproduksi secara komersial lilin parafin untuk melapisi buah-buahan seperti apel dan pear (Park, 1999).

(36)
(37)
[image:37.595.89.566.134.678.2]

Tabel 2.1. Komposisi Gas Dan Jenis Kerusakan Yang Terjadi Pada Makanan

Produk Makanan

Jenis Kerusakan yang Dapat Terjadi

Komposisi Gas-gas yang Diinginkan

Contoh Bahan Pembuat Edible Packaging

Buah-buahan Respirasi tinggi Kehilangan air Tumbuh mikroba

O2 (1 – 5%) CO2 (0 – 5%)

Mangga Apel Kiwi Strawberi Alpukat Aprikot Polisakarida

Tepung Gandum, CMC Protein Kedelai, CMC Polisakarida

CMC MC Sayuran Respirasi tinggi

Kehilangan air Tumbuh mikroba

O2 (1 – 5%) Tidak ada CO2 Jamur Lada MC MC Daging Daging Merah photooksidasi pigmen Tumbuh mikroba

O2 (80%) CO2 (30 – 20%)

Daging babi Kasein, alginat, tepung jagung Daging lainnya Photooksidasi pigmen Tumbuh mikroba

O2 sedikit CO2 banyak

Daging ayam Kasein, CMC, tepung jagung

Ikan

Rendah lemak

Autolisis oleh adanya enzim

O2 (30%) CO2 (40%)

Ikan Karagenan

Banyak lemak

Oksidasi dan aktivitas metabolik mikroorganisme

CO2 (40 - 60%)

N2 (60 -40%)

Telur Tumbuh bakteri - Telur Lemak

Roti Tumbuh jamur

Staling

O2 sedikit Roti Etil selulosa, pektin Makanan

beku

Degradasi pigmen dan vitamin

Oksidasi lemak Destabilisasi protein

O2 sedikit Ikan salmon beku Daging beku Strawberi beku Whey Amilosa pati Kitosan Makanan yang digoreng

Oksidasi O2 sedikit Kentang goreng Produk turunan pati

Sereal

Hidroksi propil metil selulosa

Tepung jagung

Gelatin, gum dan karagenan

Sumber: Akbari et al., 2007.

Keterangan: CMC = Carboxy Methyl Cellulose MC = Methyl Cellulose

Pembuatan edible packaging untuk skala laboratorium dilakukan dengan cara sederhana yang meliputi proses pendispersian hidrokoloid dalam pelarut,

(38)

penyebaran larutan film dalam cetakan, pengeringan dan aplikasi pada produk makanan. Pada skala industri, proses pembuatannya meliputi proses ekstruksi atau ko-ekstruksi, laminasi, moulding dan pengeringan pelarut menggunakan pengering berjalan (roll drying) (Guilbert et al., 1996; Debeaufort et al., 1998). Edible packaging yang dibentuk tersebut harus memenuhi beberapa persyaratan fungsional yang diperlukan seperti kemampuan menahan uap air, penghambatan gas atau padatan, kelarutan dalam air atau lemak, warna dan penampilan, karakteristik mekanik dan daya alir, uji racun dan lain sebagainya. Karakteristik edible packaging ini sangat bergantung pada bahan-bahan yang digunakan, cara pembuatan dan aplikasinya. Bahan pembentuk ikatan silang (cross lingking agent), pemlastis, antimikroba, antioksidan, bahan pembentuk tekstur dan lainnya dapat ditambahkan untuk meningkatkan sifat fungsional edible packaging tersebut.

Pada edible packaging ada 2 gaya tarik menarik yang terlibat yakni kohesi dan adhesi. Gaya kohesi terjadi diantara molekul-molekul yang membentuk film tersebut sedangkan gaya adhesi terjadi diantara film tersebut dengan molekul-molekl bahan yang dikemas. Kekuatan gaya kohesi mempengaruhi sifat fungsional edibe packaging seperti fleksibilitas, permeabilitas, ketahanan, dan lain sebagainya. Gaya kohesi yang kuat menyebabkan sifat fleksibilitas dan kemampuan menahan gas dan padatan menjadi menuruntetapi terjadi peningkatan kemampuan menyerapnya (porosity) (Gontard et al., 1993). Kuat tidaknya gaya kohesi dari edible packaging tergantung pada struktur bahan pembentuknya, prosedur pembuatan dan parameter-parameter saat diproduksi (suhu, tekanan, jenis pelarut dan tingkat pengenceran, teknik penguapan pelarut, dan lain-lain), adanya zat pemlastis dan pembentuk ikatan silang serta ketebalan film yang dibentuk (Guilbert et al., 1996).

(39)

dilepaskan dari cetakannya. Penambahan pemlastis menyebabkan menurunnya gaya intermolekuler yang terjadi pada rantai polimer bahan penyusun edible packaging sehingga sebagai konsekuensinya terjadi peningkatan fleksibilitas, ekstensibilitas, kekerasan dan ketidakmudah robekan film yang terbentuk. Namun demikian, pemlastis menyebabkan terjadinya penurunan terhadap sifat permeabilitas gas, uap air dan padatan serta penurunan elastisitas dan gaya kohesi edible packaging tersebut (Parra et al., 2004). Pemlastis yang akan digunakan harus kompatibel dengan polimer bahan penyusun edible packaging dan jika memungkinkan dapat cepat larut dalam pelarut yang digunakan. Hal ini untuk mencegah terjadinya pemisahan pemlastis dengan komponen penyusun edible packaging lainnya selama proses pengeringan berlangsung. Dengan kata lain, pemlastis yang efektif haruslah memiliki struktur yang mendekati atau hampir mirip struktur polimer yang ada pada bahan penyusun edible packaging. Bahan pemlastis yang biasa digunakan berupa poliol seperti gliserol, sorbitol, polietilen glikol, mono-, di- atau oligosakarida, lemak dan turunannya (Guilbert, 1986; Bozdemir and Tutas, 2003).

2.2. Komponen Penyusun Edible Packaging

Komponen penyusun edible packaging mempengaruhi secara langsung bentuk morfologi maupun karakteristik pengemas yang dihasilkan. Komponen utama penyusunnya dapat dibagi menjadi tiga kelompok yaitu: hidrokoloid (contoh: polisakarida atau protein), lemak (contoh: asam lemak, asilgliserol, dan lilin) dan komposit serta komponen tambahan yang dapat memodifikasi film (Donhowe andFennema, 1994).

2.2.1. Hidrokoloid

Hidrokoloid dapat digunakan sebagai bahan pembentuk edible packaging apabila pengendalian migrasi uap air tidak menjadi hal yang mempengaruhi atau diperhitungkan. Edible packaging yang dibentuk dari bahan hidrokoloid ini memiliki sifat penghambat yang baik terhadap oksigen, karbondioksida dan lemak. Kebanyakan dari edible packaging yang dihasilkan memiliki sifat mekanis

(40)

yang sangat baik sehingga dapat digunakan untuk meningkatkan perpaduan struktural dari produk yang mudah pecah. Kemudahan larut dalam air edible packaging dari hidrokoloid ini merupakan satu keunggulan yang sangat baik dalam situasi dimana edible packaging tersebut ikut dikonsumsi bersama produk makanannya yang terlebih dahulu harus dipanaskan sebelum dimakan. Selama proses pemanasan produk makanan tersebut, edible packaging dari hidrokoloid akan larut dan idealnya tidak mengubah rasa maupun aroma dari produk makanan tersebut. Untuk dapat meningkatkan kemampuannya menghambat uap air maka diperlukan penambahan komponen lainnya yang bersifat hidrofobik seperti lemak (Bozdemir and Tutas, 2003).

Hidrokoloid yang digunakan dalam pembuatan Edible film dapat berupa protein (kolagen, gelatin, protein kacang kedelai, corn zein dan wheat gluten) atau polisakarida seperti selulosa dan turunannya, pektin, ekstrak ganggang laut (alginat, karagenan, agar), gum (gum arab dan gum karaya), xanthan, kitosan dan lain-lain (Danhowe and fennema, 1994; Broody, 2005). Beberapa polimer polisakarida yang banyak diteliti akhir-akhir ini dalam pembuatan film adalah pati gandum, jagung, kentang dan manan (galaktomanan) yang bersumber dari Locust bean gum (Bozdemir and Tutas, 2003; Aydinli et al., 2004) dan glukomanan dari konjac (Cheng et al., 2007). Ada juga dalam bentuk film campuran antara pati dan konjac glukomanan (Chen et al., 2008) dan glukomanan-kitosan (Li et al., 2006) dan dalam bentuk film komposit antara glukomanan (konjac glukomanan), karboksimetilselulosa dan lipida (Cheng et al., 2008).

2.2.1.1. Polisakarida

(41)

dikemas sedangkan edible packaging dari lipida umumnya menghasilkan kondisi anaerobik sehingga mengurangi masa simpan produk yang dikemas. Namun demikian karena sifatnya yang hidrofilik maka edible packaging dari polisakarida tidak dapat menghambat migrasi uap air. Apabila edible packaging dari polisakarida ini digunakan untuk membungkus produk daging yang kemudian akan diasapkan atau dikukus maka polisakarida tersebut akan menyatu dengan permukaan daging. Daging yang terlapisi polisakarida tersebut memperlihatkan struktur dan tekstur yang lebih baik serta hanya sedikit mengalami kehilangan berat (Cutter, 2006).

Selulosa dan Turunannya

Selusosa merupakan polimer alami yang banyak dijumpai di alam dan tersedia dalam harga yang murah tetapi sulit untuk digunakan oleh karena sifat hidrofobiknya, sukar larut dalam air dan struktur kristalnya. Untuk meningkatkan kelarutannya dalam air dapat dilakukan dengan menambahkan larutan alkali yang diikuti reaksi dengan asam kloroasetat atau metil klorida atau propilen oksida untuk menghasilkan carboxymethyl cellulose (CMC) atau methyl celluose (MC), atau hydroxypropyl methyl cellulose (HPMC) atau hydroxypropyl cellulose (HPC). CMC, MC, HPMC dan HPC memiliki karakteristik yang sangat baik, fleksibel, tidak berbau dan tidak berasa, transparan, tahan terhadap minyak dan lemak, mudah larut dalam air, kekuatan serta kecepatan transmisi oksigen dan uap airnya menengah (Krochta and De Mulder-Johnson, 1997). MC dan HPMC banyak digunakan sebagai pelapis dalam produk makanan yang perlu digoreng (deep frying food product) karena dapat mencegah absorpsi minyak kedalam produk (Kester and Fennema, 1986). MC juga telah diaplikasikan dalam produk konfeksionari sebagai penghambat migrasi lemak (Nelson and Fennema, 1991). Pati dan Turunannya

Pati merupakan polimer karbohidrat yang terdiri dari unit-unit anhidroglukosa yang rantainya dapat berbentuk linear (amilosa) atau bercabang (amilopektin). Pati dan turunannya telah banyak digunakan sebagai bahan pembentuk edible packaging oleh karena harganya yang murah dan mudah didapat, bersifat terperbaharui dan memiliki sifat mekanis yang baik (Xu et al., 2005). Pati yang

(42)

banyak mengandung amilosa seperti pada jagung merupakan sumber bahan pembuatan edible packaging yang sangat baik. Pati jagung umumnya mengandung 25% amilosa dan 75% amilopektin sedangkan dari varietas hasil mutasi genetik dapat diperoleh sampai 85% amilosa (Whistler and Daniel, 1985). Kompatibilitas merupakan hal utama yang menjadi perhatian bila menggunakan pati sebagai bahan dasar pembuatan edible packaging. Penambahan bahan yang dapat meningkatkan kompatibilitas dan aditif lainnya dapat membantu mengatasi permasalahan tersebut. Penggunaan pemlastis juga diperlukan untuk menurunkan ikatan hidrogen intermolekuler dan meningkatkan kestabilan edible packaging yang dihasilkan. Edible packaging berbahan dasar pati telah diproduksi secara komersial pada beberapa tahun belakangan ini dan penggunaannya mendominasi pasar edible packaging (Van Tuil et al., 2000).

Kitosan dan Pululan

Kitosan merupakan hasil deasetilasi kitin yang banyak ditemukan dialam terutama pada kerangka hewan invertebrata dari kelompok Arthopoda sp, Molusca sp, Coelenterata sp, Annelida sp, dan Nematoda sp, dinding sel jamur dan bahan biologis lainnya (Srinivasa et al., 2002) sedangkan pululan merupakan ekstraselular mikrobial polisakarida yang larut dalam air yang dihasilkan oleh jamur (Kristo and Biliaderis, 2006). Edible packaging yang dihasilkan dari kitosan dan pululan ini memiliki sifat mekanik dan penghambat oksigen yang baik. Namun demikian untuk memperbaiki sifat penghambatan karbondioksida dapat dilakukan melalui metilasi rantai polimernya. Adanya gugus amina dalam kitosan membuat kitosan juga dapat berfungsi sebagai antimikroba. Edible packaging yang dihasilan dari kitosan umumnya digunakan untuk melapisi buah-buahan dan sayuran (El Ghaouth et al., 1991; Kaban, 2007).

Alginat, Pektin, dan Karagenan

(43)

cetakan kedalam larutan berair alginat diikuti pengeringan. Film dari pektin diperoleh melalui penyebaran larutan metoksi pektin yang telah ditambahkan garam kalsium sebagai sumber ion pembentuk ikatan silang diikuti pengeringan sedangkan film karagenan dihasilkan melalui pendinginan larutan panas netral atau alkali karagenan untuk membentuk gel yang kemudian diikuti pengeringan. Secara umum film yang dihasilkan dari alginat, pektin dan karagenan ini mudah larut dalam air dan kekuatan mekanisnya lebih lemah dibandingkan jenis polisakarida lainnya. Namun demikian, film yang terbentuk memiliki daya penghambatan oksigen dan lemak yang sangat baik. Edible packaging dari ketiga senyawa ini dapat memperlambat oksidasi dan mencegah migrasi lemak dalam makanan (Kester and Fennema, 1986).

2.2.1.2. Protein

Edible packaging dari protein umumnya dihasilkan dari dispersi larutan protein pada bahan pencetak. Pelarut yang sering digunakan untuk melarutkan protein sangat terbatas, hanya air, etanol atau campuran air-etanol (Kester and Fennema, 1986). Protein terlebih dahulu di denaturasi melalui pemberian panas, asam, basa atau penambahan pelarut membentuk struktur yang lebih panjang yang diperlukan dalam pembuatan film. Setelah di denaturasi, protein akan dapat berinteraksi melalui pembentukan ikatan hidrogen, ionik, hidrofobik dan kovalen. Interaksi antar rantai yang dapat membentuk film dengan gaya tarik kohesi yang sangat kuat dipengaruhi derajat perpanjangan rantai dan asam amino yang terdapat didalamnya. Edible packaging dari polimer ini sangat kuat tetapi kurang fleksibel dan permeabilitas terhadap gas, uap air sangat rendah (Kester and Fennema, 1986). Namun demikian, edible packaging berbahan dasar protein memiliki sifat penghambatan oksigen yang baik oleh karena adanya ikatan hidrogen atau ionik yang terjadi diantara rantai protein tersebut (Salame, 1986). Beberapa jenis protein telah sering digunakan dalam pembuatan edible packaging termasuk didalamnya gelatin, kasein, whey, corn zein, wheatgluten, protein kedelai dan kacang-kacangan (Gennadios et al., 1993)

Gelatin

(44)

Gelatin banyak mengandung asam amino glisin, prolin dan hidroksiprolin. Edible packaging berbahan dasar gelatin dapat dibuat dari 20 – 30% gelatin, 10 – 30% pemlastis (gliserol atau sorbitol) dan 40 – 70% air yang selanjutnya diikuti pengeringan membentuk gel gelatin (Guilbert, 1986). Gelatin banyak digunakan untuk enkapsulasi fase minyak dalam makanan dan bahan farmasi. Gelatin memiliki sifat melindungi terhadap oksigen dan cahaya yang sangat baik sehingga banyak digunakan sebagai penyalut obat-obatan. Disamping itu edible packaging berbahan dasar gelatin juga telah banyak diaplikasikan pada daging (Gennadios et al., 1994)

Corn Zein

Zein merupakan protein yang banyak terdapat dalam jagung dalam bentuk prolamin dan larut dalam etanol 70 – 80%. Zein bersifat hidrofobik dan dapat membentuk bahan yang bersifat termoplastik. Sifat hidrofobik dari zein ini disebabkan oleh tingginya kandungan asam amino yang bersifat nonpolar (Shukla and Cheryan, 2001). Edible packaging berbahan dasar zein ini dapat dihasilkan melalui proses pengeringan larutan zein dalam etanol (Gennadios and Weller, 1990). Film yang dihasilkan umumnya rapuh sehingga membutuhkan pen

Gambar

Tabel 2.1. Komposisi Gas Dan Jenis Kerusakan Yang Terjadi Pada Makanan
Gambar 2.1. Skema Penggunaan Bahan Antimikroba Dalam Bahan Pengemas (Sumber: Bastarrachea et al., 2011)
Tabel 2.2. Kandungan Fenol Dan Yield Ekstrak Dari Hasil Hidrodestilasi
Tabel 2.3. Aktivitas Antioksidan Polisakarida Dari Beberapa Tumbuh-tumbuhan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang aktivitas minyak atsiri herba kemangi (Ocimum basillicum) dalam menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas kombinasi minyak atsiri kemangi dengan antibiotik tetrasiklin dan sefalotin terhadap bakteri Salmonella thypi.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui peningkatan aktivitas antibakteri kombinasi minyak atsiri kemangi dengan kloramfenikol dan gentamisin terhadap Salmonella typhi.

Tujuan dari penelitian ini untuk menentukan aktivitas antibakteri kombinasi minyak atsiri kemangi dengan kloramfenikol dan gentamisin terhadap Salmonella typhi.. ekstraksi

Berdasarkan hasil penelitian ini maka dapat diambil kesimpulan bahwa minyak atsiri daun kemangi (Ocimum basilicum L.) memiliki efek sebagai agen penghambat pembentukan

Tabel VIII menunjukkan bahwa sediaan nanoemulsi minyak atsiri daun kemangi memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri Salmonella thypii yang dtunjukkan dengan

Tarigan, J., 2012, Karakterisasi Edible Film yang Bersifat Antioksidan dan Antimikroba dari Galaktomanan Biji Aren (Arenga pinnata) yang Diinkoporasi dengan Minyak

Efektivitas minyak atsiri daun kemangi sampai dengan konsentrasi 0,5% v/v sebagai antiseptik untuk higiene tangan tidak memiliki aktivitas antibakteri sebaik alcohol