• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Ekstraksi minyak dari lemak babi

Minyak babi yang digunakan dalam penelitian ini merupakan hasil ekstrasi dari jaringan lemak bagian abdomen Lemak babi didapatkan dari rumah pemotongan hewan khusus babi PD. Dharmajaya di daerah Kapuk, Jakarta barat. Lemak kemudian dibersihkan dan dipanaskan dalam oven suhu 95°C selama 2 jam hingga jaringan lemaknya mencair. Lalu minyak disaring menggunakan kain

dan hasil saringan dicampurkan dengan Na2SO4 anhidrat untuk menghilangkan

air. Na2SO4 anhidrat yang berbentuk serbuk bersifat higroskopik sehingga dapat

menarik air yang terdapat pada minyak (Sheskey, et al, 2006). Air yang terdapat

dalam minyak dapat menggangu kemurnian minyak yang dihasilkan. Kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 3.000 rpm selama 20 menit. Proses sentrifugasi

dilakukan untuk memisahkan minyak dengan sisa serbuk Na2SO4 anhidrat dan

lemak padatan yang kemungkinan ikut tersaring. Lapisan minyak lalu didekantasi, dikocok kuat dan disentrifugasi lagi pada kecepatan yang sama selama 20 menit. Kemudian minyak disaring dengan menggunakan kertas saring. Minyak yang telah disaring disimpan dalam wadah tertutup rapat sampai digunakan untuk pembuatan krim pelembab. Berdasarkan hasil penelitian sebanyak 1000 gram lemak babi didapatkan 554 ml minyak babi murni. Pembuatan minyak babi ini dilakukan karena kami tidak menemukan sediaan minyak babi di pasaran. Secara organoleptis, minyak babi yang dihasilkan bening dan tidak berwarna dan memiliki bau yang tidak enak.

Setelah minyak didapat lalu ditempatkan dalam wadah tertutup rapat dan disimpan dalam suhu ruang untuk digunakan dalam pembuatan krim selanjutnya. Setelah disimpan semalaman pada suhu ruang, terbentuk dua lapisan pada minyak babi seperti terlihat pada Gambar 4.2. Lapisan atas berupa cairan minyak yang jernih sedangkan lapisan bawah merupakan endapan. Endapan yang terbentuk terlihat seperti kristal-kristal yang mengendap. Hal ini disebabkan karena minyak merupakan campuran trigliserida yang masing-masing mempunyai titik cair tersendiri; ini berarti bahwa pada suatu suhu, sebagian dari lemak akan cair (minyak) dan sebagian lagi dalam bentuk kristal-kristal padat (Gaman & Sherrington, 1994).

Gambar 4.2. Minyak Babi yang Disimpan pada Suhu Ruang

Minyak babi merupakan salah satu minyak yang mempunyai titik cair

yang cukup rendah yaitu 36º-42ºC (American College of Toxicology, 2001).

Komposisi minyak babi hampir sama seperti minyak hewani pada umumnya yaitu terdiri dari berbagai macam asam lemak. Pada minyak babi, asam lemak paling besar jumlahnya antara lain asam oleat, asam palmitat dan asam sterat. Namun

yang paling tinggi jumlahnya adalah asam oleat (O’Brien, 2009). Hal ini juga

didukung oleh hasil analisis Gas Chromatography Mass Spectroscopy (GCMS)

pada minyak babi yang menunjukan adanya asam oleat dalam jumlah yang cukup

tinggi. Asam oleat (C18H36O2) merupakan asam lemak tak jenuh yang terdapat

pada minyak hewani maupun nabati dan mempunyai sifat fisik cair. Kristal-kristal padat minyak babi yang terbentuk pada suhu ruang diduga merupakan campuran trigliserida yang terdiri dari asam palmitat dan asam stearat. Kedua asam lemak ini merupakan asam lemak jenuh yang mempunyai titik leleh 62,9ºC untuk asam palmitat dan 70,1ºC untuk asam stearat sehingga menyebabkan terbentuknya

kristal-kristal padat pada suhu ruang. Hal ini didukung dengan hasil analisis minyak pada GCMS yang menunjukan keberadaan asam lemak tersebut pada sampel minyak babi.

4.2 Hasil Pembuatan Krim Pelembab Wajah dengan Minyak Babi dan Minyak Zaitun

Dari proses pembuatan krim yang dilakukan, didapat krim dengan berat dan homogenitas seperti yang terdapat pada Tabel 4.1

Tabel 4.1 Hasil Evaluasi Krim

No. Komposisi Bentuk Krim Evaluasi Homogenitas berat (gram) 1 MB 0% MZ 100% Homogen foaming +++ 48 2 MB 20% MZ 80% Homogen foaming ++ 46,5 3 MB 40% MZ 60% Homogen foaming ++ 47 4 MB 60% MZ 40% Homogen +++ foaming ++ 47,6

5 MB 80% MZ 20% Homogen foaming ++ 46,7 6 MB 100% MZ 0% Homogen foaming ++ 47

Keterangan: MB = Minyak Babi; MZ = Minyak Zaitun ; + = cukup; ++ = banyak; +++ = sangat banyak

Formulasi krim yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari Formularium Kometika Indonesia, Departemen Kesehatan Indonesia. Formulasi terdiri dari campuran minyak zaitun dan minyak babi dengan presentase kadar minyak dalam krim sebesar 28%, asam stearat 4%, gliserin 1%, TEA 1% dan air. Campuran bertujuan untuk mengetahui perbedaan spektrum FTIR minyak babi dalam campuran dengan minyak zaitun pada masing-masing formulasi. Dalam penelitian ini dibuat 6 macam formulasi krim dengan perbandingan minyak seperti pada Tabel 4.1. Asam stearat selain digunakan sebagai campuran fase minyak juga bahan pengemulsi seperti trietanolamin (TEA). TEA dicampurkan

dalam fase air bersama gliserin. Gliserin digunakan sebagai bahan humectant atau

pelembab. Bahan humectant bekerja dengan cara mengikat dan menyerap molekul

air dari udara agar meningkatkan kelembapan kulit.

Setelah krim terbentuk dilakukan evaluasi terhadap krim tersebut. Evaluasi pertama yang dilakukan adalah menimbang berat krim yang terbentuk pada setiap formulasi. Hasil penimbangan dapat dilihat pada Tabel 4.1. Evaluasi krim selanjutnya yaitu pemeriksaan homogenitas untuk melihat apakah terbentuk emulsi yang homogen atau tidak. Hal ini penting untuk memastikan campuran minyak pada krim tercampur dengan baik agar pada proses ekstraksi nanti didapat campuran minyak yang homogen. Hasil evaluasi dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Krim yang hanya menggunakan minyak zaitun sebagai fase minyak cenderung mempunyai bentuk yang lebih cair dari pada krim umumnya. Namun

seiring dengan penambahan konsentrasi minyak babi, bentuk krim pun semakin kental. Hal ini terlihat dari konsistensi krim dari berbagai konsentrasi yang ada.

Hal ini menunjukan fungsi dari minyak babi yang disebutkan oleh Food and

Drug Administration (FDA) yaitu sebagai bahan peningkat viskositas. Secara

keseluruhan krim yang dihasilkan foaming dan formulasi kurang baik.

Terbentuknya foam (busa) pada krim dapat disebabkan oleh beberapa faktor.

Salah satunya proses pengadukan yang terlalu kencang sehingga menimbulkan busa. Dilihat dari formulasi yang dipakai, kadar air yang digunakan sebanyak 66% dimana kadar air yang umumnya digunakan untuk pembuatan krim adalah tidak lebih dari 60% (FI ed.III, 1979). Hal ini menyebabkan viskositas lebih rendah dari krim pada umumnya.

Sebanyak 6 formulasi krim yang telah dibuat selanjutnya akan dilakukan proses ekstraksi cair-cair untuk memperoleh minyak dari formulasi krim tersebut. Ekstraksi cair-cair ini dipakai karena metode ini dinilai paling tepat karena senyawa-senyawa yang ada dalam krim terutama asam lemak, tidak mempunyai kromofor kuat dan dapat mengkontaminasi kolom kromatografi. Kontaminasi bahan-bahan lipofilik dapat menghilangkan bentuk puncak kromatografi (Watson, 2010). Sejumlah 10 gram sampel krim ditambahkan 1 ml HCl pekat dan 9 ml air dan dikocok kuat. Penambahan HCl pekat tersebut bertujuan untuk memisahkan fase minyak dan air dan pengocokan dilakukan untuk membantu mempercepat proses tersebut. Filtrat kemudian dipindahkan ke corong pemisah dan diekstraksi menggunakan kloroform 15 ml dengan tiga kali pengulangan. Kloroform bersifat semipolar sedangkan minyak bersifat nonpolar. Namun minyak dapat larut dalam klorofom (FI ed.III, 1979). Hal ini menyebabkan kloroform dapat melarutkan minyak yang masih terikat dengan fase air karena sifat semipolarnya. Ekstrak minyak dalam kloroform yang telah dipisahkan dimasukan ke dalam labu bulat

250 ml untuk diuapkan pelarutnya dengan rotary evaporator pada suhu 40°C.

Ekstrak minyak yang sudah hilang pelarutnya dimasukan ke dalam vial dan ditambahkan kloroform sampai volume 25 ml. Tujuan dari penambahan ini adalah agar ekstrak minyak larut dalam pelarut klorofom murni bukan sisa dari proses ekstraksi. Proses ekstraksi dilakukan secara triplo pada setiap sampel krim.

Minyak yang didapat selanjutnya dianalisis dengan menggunakan spektrometer FTIR.

Dokumen terkait