• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL PE ELITIA DA PEMBAHASA 5.1. Hasil Penelitian

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian ini telah diadakan di Universiti Sains Malaysia Kampus Kejuruteraan, Nibong Tebal yang terletak di Pulau Pinang, Malaysia. USM mempunyai tiga kampus yaitu kampus induk di Gelugor, Pulau Pinang, kampus kejuruteraan di Nibong Tebal, Pulau Pinang dan kampus kesehatan di Kubang Kerian, Kelantan. Kampus Kejuruteraan ini menempatkan enam buah pusat pengajian kejuruteraan. Pusat8pusat pengajian itu ialah Pusat Pengajian Kejuruteraan Aeroangkasa, Pusat Pengajian Kejuruteraan Awam, Pusat Pengajian Bahan dan Sumber Mineral, Pusat Pengajian Elektrik & Elektronik, Pusat Pengajian Kimia dan Pusat Pengajian Mekanik. Pusat8pusat pengajian ini menawarkan peluang pendidikan dari peringkat ijazah pertama hingga peringkat doktor falsafah (PhD).

5.1.2. Deskripsi Karakteristik Responden

Jumlah responden yang terlibat dalam penelitian ini adalah sebesar 100 responden yang merupakan mahasiswa Program Ijazah Sarjana Muda (Sarjana jenjang studi S1) dari enam fakultas yang ada di USM Kampus Kejuruteraan Nibong Tebal, Pulau Pinang. Pada penelitian ini karakteristik yang diteliti adalah seperti terlihat pada tabel 5.1.

Tabel 5.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin dan Umur

Jenis Kelamin Frekuensi Persen (%)

Laki8laki 49 49 Perempuan 51 51 Total 100 100 Umur 19 tahun 30 30 20 tahun 34 34 21 tahun 11 11 22 tahun 14 14 23 tahun 5 5 24 tahun 6 6 Total 100 100

Berdasarkan pada tabel di atas diketahui bahawa lebih dari setengah responden yang terpilih adalah perempuan dengan persentase 51% atau 51 orang manakala laki8laki sebanyak 49 orang dengan persentase 49%. Berdasarkan umur, mayoritas responden berusia 20 tahun dengan persentase 34%. Sedangkan usia responden dengan jumlah yang paling kecil adalah 23 tahun atau 5% saja.

5.2. Pengetahuan

Pengetahuan yang diteliti dalam penelitian ini merangkumi tingkat, pengertian, indikasi, cara penggunaan, cara diperoleh, efek samping dan resistensi antibiotik.

5.2.1. Tingkat Pengetahuan

Tingkat pengetahuan mahasiswa USM Kampus Kejuruteraan, Nibong Tebal Pulau Pinang tentang penggunaan antibiotik dapat dilihat pada tabel 5.2. Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan

Tingkat Pengetahuan Frekuensi Persen

Tinggi 84 84

Sedang 16 16

Rendah 0 0

Total 100 100

Berdasarkan tabel di atas, didapati tingkat pengetahuan dengan kategori tinggi mempunyai persentase yang paling besar yaitu 84% sedangkan tingkat pengetahuan dengan kategori sedang sebesar 16% dan tidak ada yang tergolong dalam kategori tingkat pengetahuan rendah.

Hasil ini bertentangan dengan penelitian yang telah dilakukan di departemen farmasi Hospital Pulau Pinang yang mendapati tingkat pengetahuan pasien rawat jalan terhadap penggunaan antibiotik berada pada kategori sedang yaitu sebanyak 54,7% (Oh et al., 2010). Selain itu, penelitian yang telah dilakukan di Master skill University College of Health Sciences, Selangor terhadap mahasiswa keperawatan juga mendapati pengetahuan mereka tentang antibiotik masih kurang (Satish, Santhosh, Gulzar, Naveen, 2011). Dari hasil analisa keseluruhan dapat dilihat bahwa pengetahuan mahasiswa USM Kampus

Kejuruteraan, Nibong Tebal, Pulau Pinang adalah lebih baik berbanding penelitian yang telah dilakukan pada responden di Hospital Pulau Pinang dan Master skill University College of Health Sciences, Selangor.

5.2.2. Pengertian Antibiotik

Pengetahuan mahasiswa USM Kampus Kejuruteraan Nibong Tebal, Pulau Pinang tentang pengertian antibiotik dapat dilihat pada table 5.3.

Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Pengetahuan tentang Pengertian Antibiotik

Pengertian Frekuensi Persen (%)

Menyembuhkan demam 1 1

Menyembuhkan semua penyakit 0 0

Mengobati infeksi disebabkan bakteri 99 99

Berdasarkan tabel di atas, sebanyak 99 orang yaitu 99 % menjawab antibiotik adalah obat yang dapat mengobati penyakit infeksi yang disebabkan bakteri manakala 1 orang yaitu 1% menjawab antibiotik adalah obat yang dapat menyembuhkan demam.

Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang telah dilakukan di Master skill University College of Health Sciences, Selangor Darul Ehsan, Malaysia yang mendapati pengetahuan mahasiswa keperawatan tentang penggunaan antibiotik untuk melawan infeksi adalah sebanyak 68,8 % yaitu 110 orang dari 160 orang responden (Satish, Santhosh, Gulzar, Naveen, 2011). Ternyata pengetahuan mahasiswa USM Kampus Kejuruteraan Nibong Tebal, Pulau Pinang tentang pengertian antibiotik yaitu sebagai obat yang dapat mengobati infeksi bakteri adalah lebih baik daripada penelitian yang telah dilakukan di Master skill University College of Health Sciences, Selangor Darul Ehsan, Malaysia.

5.2.3. Indikasi Penggunaan Antibiotik

Pengetahuan mahasiswa USM Kampus Kejuruteraan Nibong Tebal, Pulau Pinang tentang indikasi penggunaan antibiotik dapat dilihat pada tabel 5.4

Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Pengetahuan tentang Indikasi Antibiotik

Kegunaan antibiotik Frekuensi Persen

Demam 67 67

Selesema 20 20

Batuk 9 9

Sakit perut 4 4

Berdasarkan tabel di atas, didapati mayoritas mahasiswa yaitu sebanyak 67 orang (67%) menjawab antibiotik digunakan pada waktu demam manakala minoritas mahasiswa yaitu sebanyak 4 orang (4%) menjawab antibiotik digunakan pada waktu sakit perut.

Menurut CDC 2010, antibiotik hanya dapat digunakan untuk mengobati penyakit infeksi yang disebabkan bakteri dan tidak bermanfaat untuk mengobati penyakit akibat virus seperti flu atau batuk. Bagaimanapun, berdasarkan penelitian yang telah dilakukan terhadap mahasiswa di Ege University, Turki pada tahun 2005 didapati mahasiswa menjawab antibiotik lebih banyak digunakan untuk mengobati selesema yaitu sebanyak 83,1% berbanding demam yaitu sebanyak 32,1% (Buke et al., 2005). Ternyata pengetahuan mahasiswa USM Kampus Kejuruteraan, Nibong Tebal, Pulau Pinang tentang indikasi antibiotik yang benar adalah lebih baik berbanding mahasiswa di Turki.

5.2.4. Cara Penggunaan Antibiotik

Pengetahuan mahasiswa USM Kampus Kejuruteraan Nibong Tebal, Pulau Pinang tentang cara penggunaan antibiotik merangkumi tindakan, tempoh dan perkongsian.

Pengetahuan mahasiswa tentang tindakan yang harus dilakukan terhadap antibiotik yang tidak habis digunakan dapat dilihat pada tabel 5.5.

Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Pengetahuan tentang Antibiotik yang Tidak Habis Digunakan

Tindakan terhadap antibiotik yang tidak habis digunakan

Frekuensi Persen

Simpan dan guna kembali 18 18

Buang 69 69

Beri pada orang lain 3 3

Tidak tahu 10 10

Berdasarkan tabel di atas, mayoritas mahasiswa yaitu sebanyak 69% menjawab antibiotik yang tidak habis digunakan harus dibuang manakala minoritas yaitu sebanyak 3% menjawab antibiotik harus diberikan pada orang lain jika tidak habis digunakan.

Menurut Ibrahim dari Pusat Racun Negara Malaysia, semua kandungan antibiotik lama atau yang tidak diperlukan harus dibuang (Ibrahim, 1996). Hasil penelitian didapati sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan pada pelajar berumur 17 hingga 19 tahun di Tamil Nadu yang mendapati sebanyak 79,2% mengetahui antibiotik yang tidak habis dimakan tidak boleh disimpan untuk kegunaan pada masa akan datang (Prakasam, Kumar, Ramesh, 2010). Ternyata pengetahuan tentang tindakan terhadap antibiotik yang tidak habis digunakan pada pelajar di Tamil Nadu adalah lebih baik dari pengetahuan mahasiswa USM Kampus Kejuruteraan, Nibong Tebal, Pulau Pinang.

Pengetahuan mahasiswa tentang lama penggunaan antibiotik dapat dilihat pada tabel 5.6.

Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Pengetahuan tentang Lama Penggunaan

Berdasarkan tabel di atas, mayoritas mahasiswa yaitu sebanyak 85 orang (85%) menjawab antibiotik perlu dihabiskan walaupun sudah merasa sehat manakala minoritas mahasiswa yaitu sebanyak seorang (1%) menjawab tidak tahu bahwa antibiotik perlu dihabiskan walaupun setelah merasa sehat.

Tindakan setelah merasa sehat Frekuensi Persen

Perlu menghabiskan antbiotik 85 85

Tidak perlu menghabiskan antibiotik 14 14

Hal ini karena dosis dan lama penggunaan antibiotik yang ditetapkan harus dipatuhi walaupun telah merasa sehat (CDC, 2010). Hasil penelitian lain yaitu di Tamil Nadu mendapati sebanyak 77.7% pelajar mengetahui penggunaan antibiotik tidak harus dihentikan walaupun sudah merasa sehat (Prakasam, Kumar, Ramesh, 2010). Ternyata dari kedua8dua penelitian didapati pengetahuan mahasiswa USM Kampus Kejuruteraan, Nibong Tebal, Pulau Pinang tentang perlunya menghabiskan antibiotik walaupun telah merasa sehat adalah lebih baik berbanding di Tamil Nadu.

Pengetahuan mahasiswa tentang perkongsian antibiotik dapat dilihat pada tabel 5.7.

Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Pengetahuan tentang Perkongsian Antibiotik

Berdasarkan tabel di atas, mayoritas mahasiswa yaitu sebanyak 69 orang (69%) menjawab antibiotik tidak boleh dikongsi dengan orang lain manakala minoritas mahasiswa yaitu sebanyak 11 orang (11% ) menjawab tidak tahu. Antibiotik tidak boleh dikongsi bersama orang lain walaupun gejala penyakit adalah sama (Centers for Disease Control and Prevention, 2010).

Penelitian lain yang dilakukan pada pelajar sekolah di Tanzania mendapati pengetahuan mereka tentang antibiotik masih kurang karena sebanyak 226 orang (77%) berkongsi antibiotik dengan teman atau saudara mereka (Mwambete, 2009). Ternyata pengetahuan mahasiswa USM Kampus Kejuruteraan, Nibong Tebal, Pulau Pinang tentang perkongsian antibiotik adalah lebih baik berbanding pelajar sekolah di Tanzania.

Berkongsi antibiotik Frekuensi Persen

Boleh dikongsi 20 20

Tidak boleh dikongsi 69 69

5.2.5. Cara Antibiotik Diperoleh

Pengetahuan mahasiswa USM Kampus Kejuruteraan Nibong Tebal, Pulau Pinang tentang cara antibiotik diperoleh dapat dilihat pada tabel 5.8.

Tabel 5.8 Distribusi Frekuensi Pengetahuan tentang Cara Antibiotik Diperoleh

Pembelian antibiotik di farmasi Frekuensi Persen

Dengan resep dokter 64 64

Tanpa resep dokter 21 21

Tidak tahu 15 15

Berdasarkan tabel di atas, didapati mayoritas mahasiswa menjawab bahwa pembelian antibiotik di farmasi harus dengan resep dokter yaitu sebanyak 64% sedangkan minoritas mahasiswa yaitu sebanyak 15% menjawab tidak tahu. Antibiotik hanya berkesan jika diambil seperti yang telah disarankan oleh dokter atau ahli farmasi ( Ibrahim, 1996).

Hal ini bersesuaian dengan satu penelitian yang telah dilakukan di New Zealand pada guru sekolah yang mendapati pengetahuan mereka tentang cara memperoleh antibiotik yang betul adalah baik karena sebanyak 86% menyatakan mendapat antibiotik dengan resep dokter dan hanya 2% mendapatkannya di farmasi tanpa resep dokter ( Norris et al., 2009).

5.2.6. Efek Samping Penggunaan Antibiotik

Pengetahuan mahasiswa USM Kampus Kejuruteraan Nibong Tebal, Pulau Pinang tentang efek samping dari penggunaan antibiotik dapat dilihat pada tabel 5.9.

Tabel 5.9 Distribusi Frekuensi Pengetahuan tentang Akibat Penggunaan Antibiotik yang Berlebihan

Efek samping akibat dosis berlebihan Frekuensi Persen

Keracunan 33 33

Tidak keracunan 32 32

Berdasarkan tabel di atas, mayoritas mahasiswa yaitu sebanyak 35 orang (35%) menjawab tidak tahu tentang keracunan sebagai efek samping akibat dosis antibiotik yang berlebihan manakala hanya sebanyak 33 orang (33%) menjawab dengan benar yaitu keracunan merupakan efek samping akibat dosis berlebihan.

Antibiotik tidak boleh dimakan berlebihan karena dapat menyebabkan keracunan (Ibrahim, 1996). Hasil penelitian lain pada mahasiswa keperawatan di Master skill University College of Health Sciences, Selangor Darul Ehsan, Malaysia menunjukkan sebanyak 31% mengetahui kewujudan efek samping akibat penggunaan antibiotik berlebihan (Satish, Santhosh, Gulzar, Naveen, 2011). Ternyata pengetahuan mahasiswa USM Kampus Kejuruteraan, Nibong Tebal, Pulau Pinang dan mahasiswa keperawatan di Master skill University College of Health Sciences, Selangor Darul Ehsan, Malaysia tentang kewujudan efek samping yaitu keracunan akibat dosis antibiotik berlebihan adalah rendah.

5.2.7. Resistensi Antibiotik

Pengetahuan mahasiswa USM Kampus Kejuruteraan Nibong Tebal, Pulau Pinang tentang resistensi antibiotik merangkumi pengertian, sebab dan pencegahan.

Pengetahuan mahasiswa tentang pengertian resistensi antibiotik dapat dilihat pada tabel 5.10.

Tabel 5.10 Distribusi Frekuensi Pengetahuan tentang Pengertian Resistensi Antibiotik

Pengertian resistensi antibiotik Frekuensi Persen

Kuman menjadi kebal 80 80

Semua kuman telah berjaya dibunuh 9 9

Tidak tahu 11 11

Berdasarkan tabel di atas, mayoritas mahasiswa yaitu sebanyak 80 orang (80%) menjawab dengan benar yaitu resistensi antibiotik adalah apabila kuman menjadi kebal terhadap antibiotik. Sedangkan minoritas mahasiwa yaitu sebanyak 9 orang (9%) menjawab tidak tahu akan erti resistensi antibiotik.

Resistensi antibiotik adalah mekanisme dimana suatu bakteri tahan terhadap suatu antibiotik yang sebelumnya sensitif dengan antibiotik tersebut

(Gunawan, Setiabudy, Nafrialdi, Elysabeth, 2007). Ternyata dari penelitian didapati pengetahuan mahasiswa USM Kampus Kejuruteraan, Nibong Tebal, Pulau Pinang tentang erti resistensi antibiotik adalah baik.

Pengetahuan mahasiswa tentang sebab berlakunya resistensi antibiotik dapat dilihat pada tabel 5.11.

Tabel 5.11 Distribusi Frekuensi Pengetahuan tentang Sebab Resistensi Antibiotik

Penggunaan antibiotik tidak benar Frekuensi Persen

Terjadi resistensi antibiotik 60 60

Tidak terjadi resistensi antibiotik 14 14

Tidak tahu 26 26

Berdasarkan tabel di atas,mayoritas mahasiswa yaitu sebanyak 60 orang (60%) menjawab dengan benar bahwa penggunaan antibiotik yang tidak benar dapat menyebabkan resistensi antibiotik manakala sebanyak 14 orang (14%) menyatakan tidak terjadi resistensi antibiotik akibat penggunaan antibiotik yang tidak benar.

Hal ini bersesuaian dengan hasil penelitian yang telah dilakukan di Tamil Nadu yang mendapati pengetahuan pelajar tentang resistensi adalah tinggi karena sebanyak 77,2 % menjawab penggunaan antibiotik yang tidak benar dapat menyebabkan berlakunya resistensi (Prakasam, Kumar, Ramesh, 2010). Ternyata pengetahuan mahasiswa pada kedua8dua penelitian tentang penggunaan yang tidak benar menyebabkan resistensi antibiotik adalah baik.

Pengetahuan mahasiswa tentang langkah pencegahan resistensi antibiotik dapat dilihat pada tabel 5.12.

Tabel 5.12 Distribusi Frekuensi Pengetahuan tentang Pencegahan Resistensi Antibiotik

Langkah pencegahan Frekuensi Persen

Habiskan sesuai arahan dokter 81 81

Hentikan pengambilan bila sehat 10 10

Berkongsi 1 1

Tidak tahu 8 8

Berdasarkan tabel di atas, mayoritas mahasiswa yaitu sebanyak 81 orang (81%) menjawab antibiotik harus dihabiskan sesuai arahan dokter untuk mencegah terjadi resistensi antibiotik manakala minoritas mahasiswa yaitu sebanyak seorang (1%) menjawab antibiotik harus dikongsi untuk mencegah terjadi resistensi antibiotik.

Antibiotik harus diambil hanya dengan preskripsi dokter, tidak boleh dikongsi, tidak boleh menggunakan antibiotik yang diprekripsi untuk orang lain dan arahan serta lama penggunaan harus dipatuhi walaupun setelah merasa sehat bagi mencegah terjadinya resistensi antibiotik (JAMA, 2009). Ternyata mahasiswa USM Kampus Kejuruteraan, Nibong Tebal, Pulau Pinang mempunyai pengetahuan yang baik tentang pencegahan resistensi antibiotik.

5.3. Sikap

Sikap yang diteliti pada penelitian ini terdiri dari tingkat, indikasi, cara penggunaan, efek samping dan resistensi antibiotik.

5.3.1. Tingkat Sikap

Tingkat sikap mahasiswa USM Kampus Kejuruteraan, Nibong Tebal, Pulau Pinang dapat dilihat pada tabel 5.13.

Tabel 5.13 Distribusi Frekuensi Mahasiswa berdasarkan Sikap

Sikap Frekuensi Persen

Baik 57 57

Sedang 43 43

Kurang 0 0

Total 100 100

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa sikap yang dikategorikan baik memiliki persentase yang paling besar yaitu 57% sedangkan sikap dengan kategori sedang sebesar 43% dan tidak ada yang tergolong dalam kategori kurang. Hasil penelitian di hospital Pulau Pinang mendapati pengetahuan yang baik tidak semestinya memberikan sikap yang baik. Penelitian tersebut mendapati 71,1% mempunyai pengetahuan yang benar tentang keperluan menghabiskan antibiotik apabila gejala sedang muncul sedangkan hanya 59,8% bersetuju mereka akan meneruskan penggunaan antibiotik setelah mereka mula merasa membaik (Oh et al., 2010).

5.3.2. Indikasi Antibiotik

Sikap mahasiswa USM Kampus Kejuruteraan Nibong Tebal, Pulau Pinang tentang indikasi antibiotik dapat dilihat pada tabel 5.14.

Tabel 5.14 Distribusi Frekuensi Sikap tentang Indikasi Antibiotik Semua penyakit perlukan antibiotik Frekuensi Persen

Sangat tidak setuju 14 14

Tidak setuju 20 20

Netral 36 36

Setuju 22 22

Sangat setuju 8 8

Berdasarkan tabel di atas, mayoritas mahasiswa bersikap netral bahwa antibiotik dapat digunakan pada semua penyakit yaitu sebanyak 36 orang (36%) manakala minoritas mahasiswa setuju dengan pertanyaan itu yaitu sebanyak 30 orang (30%) yang terdiri dari 8 orang (8%) menjawab sangat setuju dan sebanyak 22 orang (22 %) menjawab setuju.

Namun begitu, berdasarkan satu penelitian yang telah dilakukan di Amerika Serikat untuk mengetahui sikap dan penggunaan antibiotik di kalangan masyarakat mendapati 27% bersetuju bahwa antibiotik harus diambil sewaktu selsema untuk menghindari dari mendapat penyakit yang lebih serius dan 32% bersetuju bahwa antibiotik dapat menyembuhkan selsema dengan lebih cepat (Eng et al., 2003). Hasil penelitian di Dakota pula menunjukkan sebanyak 35,5% responden menjawab tidak bersetuju dengan penyataaan bahwa penyakit akan lambat sembuh jika tidak mengambil antibiotik manakala sebanyak 42,2 % sangat tidak setuju dengan penyataan bahwa seseorang perlu mendapatkan antibiotik untuk penyakit seperti batuk dan selesema (Rathge,Huseth, Olson, Youngs, 2000). Ternyata sikap mahasiswa USM Kampus Kejuruteraan, Nibong Tebal, Pulau Pinang tentang perlunya antibiotik digunakan dalam merawat penyakit masih rendah berbanding penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Masih ramai mahasiswa USM Kampus Kejuruteraan, Nibong Tebal, Pulau Pinang yang menganggap antibiotik diperlukan dalam merawat setiap penyakit

5.3.3. Cara Penggunaan Antibiotik

Sikap mahasiswa USM Kampus Kejuruteraan Nibong Tebal, Pulau Pinang tentang cara penggunaan antibiotik diteliti dari sudut kewajaran meminta antibiotik, tempoh kegunaan dapat dilihat pada table 5.15.

Tabel 5.15 Distribusi Frekuensi Sikap tentang Cara Penggunaan Antibiotik

Antibiotik wajar diminta dari dokter Frekuensi Persen

Sangat tidak setuju 15 15

Tidak setuju 24 24

Netral 23 23

Setuju 26 26

Sangat setuju 12 12

Waktu penggunaan harus dipatuhi Frekuensi Persen

Sangat tidak setuju 6 6

Tidak setuju 12 12

Netral 15 15

Setuju 23 23

Sangat setuju 44 44

Antibiotik boleh disimpan dan digunakan kembali

Frekuensi Persen

Sangat tidak setuju 56 56

Tidak setuju 32 32

Netral 8 8

Setuju 0 0

Sangat setuju 4 4

Antibiotik harus dihabiskan walaupun merasa sehat

Frekuensi Persen

Sangat tidak setuju 8 8

Tidak setuju 3 3

Netral 7 7

Setuju 28 28

Sangat setuju 54 54

Berjumpa dokter bila terjadi efek samping Frekuensi Persen

Sangat tidak setuju 3 3

Tidak setuju 2 2

Netral 16 16

Setuju 30 30

Berdasarkan tabel di atas, mayoritas mahasiswa yaitu sebanyak 39 orang (39%) tidak bersetuju bahwa meminta antibiotik dari dokter adalah wajar manakala minoritas mahasiswa yaitu sebanyak 23 orang (23%) bersikap netral terhadap hal tersebut. Sebanyak 88 orang (88%) tidak setuju bahwa antibiotik boleh disimpan dan digunakan kembali sedangkan 4 orang (4%) setuju. Sebanyak 67 orang (67%) setuju bahwa waktu penggunaan antibiotik yang telah ditetapkan oleh dokter perlu dipatuhi manakala sebanyak 15 orang (15%) netral. Sebanyak 82 orang (82%) setuju antibiotik perlu dihabiskan walaupun telah merasa sembuh sedangkan 7 orang (7%) bersikap netral. Pada tabel juga didapati sebanyak 79 orang (79%) setuju bahwa pasien perlu berjumpa dengan dokter apabila antibiotik tidak berkesan manakala sebanyak 5 orang (5%) tidak setuju. Penggunaan antibiotik yang benar adalah apabila diambil seperti yang disarankan oleh dokter atau ahli farmasi, digunakan bagi penyakit berjangkit yang dialami pada masa antibiotik itu dipreskripsi dan pasien harus berjumpa dokter atau ahli farmasi dengan segera jika mengalami efek samping semasa mengambil antibiotik (Ibrahim, 1996). Hasil penelitian ini didapati bersesuaian dengan penelitian yang telah dilakukan pada masyarakat di Pulau Pinang, Malaysia yang mendapati sebanyak 47,3% bersetuju dokter harus memberikan antibiotik jika pasien mempunyai gejala8gejala selesema, sebanyak 88,5% mahasiswa tidak bersetuju antibiotik yang tidak habis dimakan digunakan kembali untuk penyakit lain, sebanyak 93,1% bersetuju antibiotik perlu dimakan mengikut arahan yang telah ditetapkan dan sebanyak 59,8% tidak bersetuju pengambilan antibiotik perlu dihentikan apabila sudah merasa sehat (Oh et al., 2010). Ternyata sikap responden pada kedua8dua penelitian terhadap cara penggunaan antibiotik yang benar adalah baik.

5.3.4. Efek samping

Sikap mahasiswa USM Kampus Kejuruteraan, Nibong Tebal Pulau Pinang tentang kewujudan efek samping dari penggunaan antibiotik dapat dilihat pada tabel 5.16.

Tabel 5.16 Distribusi Frekuensi Sikap tentang Efek Samping Penggunaan Antibiotik

Penggunaan antibiotik yang berlebihan menyebabkan efek samping

Frekuensi Persen

Sangat tidak setuju 6 6

Tidak setuju 9 9

Netral 24 24

Setuju 35 35

Sangat setuju 26 26

Berdasarkan tabel di atas, mayoritas mahasiswa yaitu sebanyak 61 orang (61%) bersetuju antibiotik dapat menyebabkan efek samping jika diambil secara tidak benar sedangkan minoritas mahasiswa bersikap tidak setuju yaitu sebanyak 15 orang (15%).

Hasil penelitian mendapati mayoritas mahasiswa sedar bahwa antibiotik dapat menyebabkan efek samping. Namun begitu, hasil penelitian ini tidak bersesuaian dengan penelitian yang telah dilakukan pada masyarakat di Amerika Serikat yang mendapati sebanyak 58% yang menjawab tidak setuju akan kewujudan adanya bahaya terhadap kesehatan dengan menggunakan antibiotik (Eng et al., 2003).

5.3.5. Resistensi Antibiotik

Sikap mahasiswa USM Kampus Kejuruteraan, Nibong Tebal, Pulau Pinang tentang resistensi antibiotik dapat dilihat pada table 5.17.

Tabel 5.17 Distribusi Frekuensi Sikap tentang Resistensi Antibiotik Resistensi antibiotik adalah bahaya Frekuensi Persen

Sangat tidak setuju 1 1

Tidak setuju 5 5

Netral 34 34

Setuju 33 33

Berdasarkan tabel di atas, didapati mayoritas mahasiswa yaitu sebanyak 60 orang (60%) bersetuju bahwa resistensi antibiotik adalah bahaya manakala 6 orang (6%) tidak setuju bahwa resistensi antibiotik adalah bahaya.

Resistensi antibiotik menyebabkan infeksi yang sering menjadi sulit untuk diobati dan dapat membahayakan nyawa serta pasien yang terinfeksi memerlukan terapi yang lebih lama dan mahal (JAMA, 2009).Hasil penelitian ini bersesuaian dengan penelitian yang telah dilakukan di Amerika Serikat yang mendapati sebanyak 99% mahasiswa kedokteran menjawab setuju dengan penyataan bahwa hospital menghadapai masalah yang serius dengan resistensi antibiotik (Minen, Duquaine, Marx, Weiss, 2010).

Dokumen terkait