• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN P+EMBAHASAN Isolasi Bakteri Pereduksi Sulfat dari Berbagai Sumber

Uji Kualitatif Bakteri Pereduksi Sulfat

Uji kualitatif berguna untuk menseleksi isolat unggul yang tercepat tumbuhnya yang tampak dari perubahan warna media cair setelah 5-6 hari diinkubasi yang disajikan pada tabel berikut.Dari tanah sulfat masam terdapat 10 sampel bakteri pereduksi sulfat dan telah diuji kualitatifnya. Tabel 7 dibawah menyajikan hasil uji kualitatif BPS dari tanah sulfat masam.

Tabel 7. Uji kualitatif isolat bakteri pereduksi sulfat dari tanah sulfat masam Bakteri Pereduksi Sulfat Asal Tanah Sulfat Masam

Kedalaman Pirit (cm) Kedalaman Pengambilan (cm) Kondisi Tanah Kode Sampel Perubahan Warna 0-40

0-20 Tergenang TSM 1 cokelat tua >20 Tergenang TSM 2 cokelat tua 0-20 Kering TSM 3 hitam >20 Kering TSM 4 kuning 0-20 Tergenang TSM 5* kuning >20 Tergenang TSM 6* hitam 40-60 0-20 Tergenang TSM 7 kuning >20 Tergenang TSM 8 kuning 0-20 Kering TSM 9 hitam pekat

>20 Kering TSM 10 kuning Ket : TSM (Tanah Sulfat Masam)

Dari Tabel 7 diketahui bahwa isolat yang mengalami perubahan warna hitam yaitu isolat TSM3 (0-40;0-20), TSM6(0-40; >20) dan TSM9(40-60;0-20). Perubahan warna hitam merupakan hasil dari terbentuknya sulfida. Pada isolat TSM3 dan TSM6 warna yang dihasilkan sama sedangkan pada TSM9 warna yang dihasilkan adalah hitam pekat. Tampak bahwa kemampuan setiap BPS dalam mereduksi sulfat berbeda-beda. Yusron et al., (2009) menyatakan bahwa semakin banyak logam sulfida yang terbentuk, larutan dalam tabung akan semakin pekat.

Hal ini sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, kemasaman lingkungan, kedalaman sedimen, ketersediaan energi dari bahan organikdan kandungan sulfat. Gambar 1 dan 2 dibawah menyajikan perubahan warna hasil uji kualitatif dari tanah sulfat masam.

Gbr 1. Tidak ada indikasi perubahan warna dari beberapa isolat TSM (TSM1, TSM2, TSM4, TSM5, TSM7, TSM8, TSM10)

Gbr 2. Adaindikasi perubahan warna dari beberapa isolat TSM (TSM3, TSM6, TSM9)

Dari Gambar 1 dan 2 diketahui bahwa ada perbedaan sepuluh sampel TSM yang telah diuji kualitatifnya. Tampak bahwa warna hitam pekat pada isolat TSM3, TSM6 dan TSM9 mengindikasikan adanya aktivitas BPS sedangkan isolat lainnya tidak.

Dari limbah kertas didapatkan 3 sampel bakteri pereduksi sulfat yang telah diuji kualitatifnya. Tampak bahwa setiap sampel mengalami perubahan warna dari

kuning menjadi hitam pekat. Tabel 8 dibawah menyajikan uji kualitatif BPS dari limbah kertas.

Tabel 8. Uji kualitatif isolat bakteri pereduksi sulfat dari limbah kertas Sampel Bakteri Pereduksi Sulfat Asal Limbah Kertas

Sumber Lokasi Kondisi Kolam Kode Sampel Perubahan Warna Kolam Pengolahan 1 Anaerob LK 1 hitam pekat Kolam Pengolahan 2 Anaerob LK 2 hitam pekat Kolam Pengolahan 3 Anaerob LK 3 hitam pekat Ket : LK (Limbah Kertas)

Dari Tabel 8 diketahui bahwa semua isolat limbah kertas mengalami kecepatan pertumbuhan yang sama. Pertumbuhan BPS diindikasikan dengan perubahan warna. Perubahan warna isolat limbah kertas yaitu hitam pekat. Hasil penelitian Widyati (2007) menyatakan bahwa isolat BPS yang digunakan merupakan hasil seleksi berdasarkan kecepatan tumbuhnya yaitu berdasarkan banyaknya kepekatan endapan yang terbentuk. Gambar 3 dibawah menyajikan perubahan warna hasil uji kualitatif dari limbah kertas.

Gbr 3. Ada indikasi perubahan warna dari isolat LK

Dari Gambar 3 diketahui bahwa semua isolat limbah kertas yang telah diuji kualitatifnya terindikasi adanya aktivitas BPS.

Dari air panas belerang didapatkan 2 sampel bakteri pereduksi sulfat yang telah diuji kualitatifnya. Tampak bahwa setiap sampel mengalami perubahan warna. Tabel 9 dibawah menyajikan uji kualitatif BPS dari air panas belerang. Tabel 9. Uji kualitatif isolat bakteri pereduksi sulfat dari air panas belerang

Sampel Bakteri Pereduksi Sulfat Asal Air Panas Belerang

Sumber Lokasi Kode Sampel Kode Sampel Perubahan Warna

Titik 1 Anaerob AP 1 hitam pekat

Titik 2 Anaerob AP2 hitam pekat

Ket : AP (Air Panas)

Dari Tabel 9 diketahui bahwa kedua sampel isolat dari air panas belerang mengalami perubahan warna menjadi hitam pekat. Perubahan warna hitam pekat merupakan indikator adanya aktivitas BPS (terbentuknya sulfida). Semakin pekat hitamnya, semakin berpotensi bakteri pereduksi sulfat. Hal ini sesuai dengan penelitian Widyati (2007) yang menyatakan isolat BPS yang digunakan merupakan hasil seleksi berdasarkan kecepatan tumbuhnya yaitu berdasarkan banyaknya kepekatan endapan yang terbentuk. Gambar 4 dibawah menyajikan perubahan warna hasil uji kualitatif dari air panas belerang.

Gbr 4. Ada indikasi perubahan warna dari isolat AP

Dari Gambar 4 diketahui bahwa semua isolat limbah kertas yang telah diuji kualitatifnya terindikasi adanya aktivitas BPS.

Uji Kuantitatif Bakteri Pereduksi Sulfat

Uji kuantitatif merupakan uji pada media padat Posgate yang bertujuan untuk mengetahui jumlah populasi bakteri pereduksi sulfat dari setiap sumber isolat dengan melihat langsung secara visual perubahan warna media padat pada setiap tabung.

Dari setiap isolat tanah sulfat masam didapati bahwa setiap isolat mempunyai perbedaan kelimpahan populasi bakteri. Perbedaan tersebut diduga karena adanya perbedaan pada kedalaman pyrit, kedalaman pengambilan sampel dan kondisi tanah (Tabel 7). Isolat tanah sulfat masam tersebut yaitu TSM3 104, TSM6 106, TSM9 107. Tabel 10 dibawah menyajikan uji kuantitatif isolat dari tanah sulfat masam.

Tabel 10. Uji kuantitatif isolat bakteri pereduksi sulfat dari tanah sulfat masam Jumlah

Pengenceran

Isolat

TSM3 TSM6 TSM9

10-1 Hitam Pekat Hitam Pekat Hitam Pekat 10-2 Hitam Pekat Hitam Pekat Hitam Pekat 10-3 Hitam Pekat Hitam Pekat Hitam Pekat 10-4 Hitam Sedikit Hitam Pekat Hitam Pekat

10-5 tt Hitam Pekat Hitam Pekat

10-6 tt Hitam Pekat Hitam Sedikit

10-7 tt tt Hitam Sedikit

10-8 tt tt tt

Ket : tt (tidak tumbuh)

Dari Tabel 10diketahui bahwa setiap isolat tanah sulfat masammempunyai perbedaan kelimpahan populasi BPS. Telah disebutkan bahwa perbedaan tersebut diduga karena adanya perbedaan pada kedalaman pyrit, kedalaman pengambilan sampel dan kondisi tanah. Berdasarkan lingkungan hidup bakteri pereduksi sulfat dapat ditinjau bahwa BPS merupakan bakteri yang obligat anaerob meskipun ada

beberapa bakteri yang dapat bertahan hidup pada keadaan oksik tetapi tidak dalam jangka waktu yang lama.

Isolat TSM9 merupakan isolat yang jumlah populasinya tertinggi yaitu 107 kemudian diikuti isolat TSM6 106 dan terendah isolat TSM3 104. Isolat TSM9 dan TSM3 memiliki beberapa hal yang sama yaitu kondisi tanah yang kering dan kedalaman pengambilan contoh tetapi kedalaman pirit (FeS2) berbeda.Isolat TSM9 diambil pada kedalam pirit 40-60 cm. Noor (2004) menyatakan bahwa kedalaman pirit 50-100 cm termasuk aluvial bersulfida dalam. Kedalaman pirit tersebut merupakan habitat yang menguntungkan bagi bakteri tersebut karena bakteri pereduksi sulfat membutuhkan kondisi anoksik bahkan anoksik ekstrim untuk dapat hidup. Semakin dalam pirit maka semakin tinggi kandungan sulfat yang terkandungdalamnya. Hal ini diperkuat oleh pernyataan Jorgensen (1982) dalam Yusron et al., (2009) melaporkan bahwa jumlah dan aktivitas bakteri

pereduksi sulfat meningkat dengan ketebalan lapisan sedimen. Lebih lanjut Icgen dan Harrison (2006) juga menyatakan bahwa keragaman bakteri pereduksi

sulfat sangat dipengaruhi oleh beberapa hal salah satunya adalah kandungan sulfat.

Isolat TSM3 merupakan isolat yang terendah dari tanah sulfat masam. Hal ini dikarenakan faktor kedalaman pengambilan sampel. Diduga bahwa isolat TSM3 merupakan BPS yang sangat rentan pada kondisi yang oksik yang tidak bertahan dalam jangka waktu yang lama sehingga menyebabkan terbatasnya pertumbuhan. Kedalaman 0-20 cm dari permukaan tanah mempengaruhi pertumbuhan bakteri tersebut. Yusron et al., (2009) menyatakan bahwa oksigen yang terlarut mempengaruhi jenis dan aktivitas bakteri yang tumbuh.Gambar

5dibawah menyajikan perubahan warna uji kuantitatif isolat bakteri pereduksi dari tanah sulfat masam.

Gbr 5. Perubahan warna uji kuantitatif isolat tanah sulfat masam (TSM3, TSM6, TSM9)

Dari Gambar 5 dapat dilihat secara bertahap perbedaan warna di testube dari setiap pengenceran 10-1 sampai 10-8. Tampak bahwa semakin tinggi pengenceran, semakin berkurang warna hitam yang menandakan mulai berkurangnya populasi BPS pada setiap isolat. Tetapi jika dilihat sampai batasan pengenceran 10-6 , isolat TSM6 merupakan isolat yang bertahan.

Dari setiap isolat limbah kertas didapati bahwa setiap kolam pengolahan limbah sludgemempunyai perbedaan kelimpahan populasi bakteri (Tabel 8). Diduga perbedaan tersebut dikarenakan temperatur dan kondisi ekosistem mikro kolam pengolahan yang mempengaruhi habitat BPS tersebut. Diperoleh bahwa isolat BPS di kolam 3 (LK3) mempunyai jumlah populasi tertinggi yaitu 106 sedangkan yang terendah terdapat pada isolat kolam 1 (LK1) dan kolam 2 (LK2) yaitu 105. Tabel 11 dibawah menyajikan uji kuantitatif isolat bakteri pereduksi sulfat dari limbah kertas.

Tabel 11. Uji kuantitatif isolat bakteri pereduksi sulfat dari limbah kertas Jumlah

Pengenceran

Kode Isolat

LK1 LK2 LK3

10-1 Hitam Pekat Hitam Pekat Hitam Pekat 10-2 Hitam Pekat Hitam Pekat Hitam Pekat 10-3 Hitam Pekat Hitam Pekat Hitam Pekat 10-4 Hitam Pekat Hitam Pekat Hitam Pekat 10-5 Hitam Pekat Hitam Sedikit Hitam Pekat

10-6 tt Tt Hitam Pekat

10-7 tt Tt tt

10-8 tt Tt tt

Ket : tt (tidak tumbuh)

Telah disebutkan bahwa BPS dari kolam 3 mempunyai populasi yang tertinggisedangkan populasi pada kolam 1 dan kolam 2 rendah. Kolam pengolahan limbah sludge kertas PT. Toba Pulp mempunyai 3 kolam yang diolah secara anaerob dimana masing-masing kolam tersebut mempunyai temperatur yang berbeda. Pada kolam pengolahan 1 didapati bahwa suhu pengolahan masih sangat tinggi sehingga kurang sesuai untuk pertumbuhan BPS meskipun beberapa ditemukan. Pada kolam pengolahan 2 temperaturnya masih juga tinggi tetapi sudah mengalami penurunan sedangkan pada kolam pengolahan 3 didapati bahwa temperatur pengolahan sudah menurun dan sesuai untuk pertumbuhan BPS.Yani (2005) menyatakan bahwa salah satu parameter yang harus dijaga dalam pengolahan limbah sludge secara biologi adalah temperatur. Temperatur yang optimal untuk pertumbuhan bakteri adalah 360C -380C.

Widyati (2007) juga menyatakan BPS asal limbah kertas sangat dekat sifat-sifatnya dengan genus Desulfovibrio dimana lingkungan hidupnya mesofilik berkisar pada suhu ruangan (25°C – 30°C). Penelitian Yusron et al., (2009) juga menyatakan bahwa perbedaan kondisi ekosistem mikro kolam penampungan limbah menyebabkan perbedaan isolat bakteri yang tumbuh dan beradaptasi pada

kondisi ekosistem tersebut.Gambar 6 dibawah menyajikan perubahan warna uji kuantitatif isolat bakteri pereduksi sulfat dari limbah kertas.

Gbr 6. Perubahan warna uji kuantitatif isolat limbah kertas (LK1, LK2, LK3)

Dari Gambar 6 dapat dilihat secara bertahap perbedaan warna di testube dari setiap pengenceran 10-1 sampai 10-8. Tampak bahwa semakin tinggi pengenceran, semakin berkurang warna hitam yang menandakan mulai berkurangnya populasi BPS pada setiap isolat. Tetapi jika dilihat sampai batasan pengenceran 10-6 , isolat LK3 merupakan isolat yang mempunyai jumlah populasi yang tinggi.

Dari isolat air panas belerang didapati bahwa setiap titik pengambilan mempunyai kelimpahan populasi bakteri (Tabel 9). Diperoleh bahwa kedua isolat BPS dari sampel air panas belerang mempunyai jumlah populasi yang sama yaitu 106. Hal ini diduga karena lokasi pengambilan kedua sampel tidak terlalu berbeda sehingga tidak terlalu mempengaruhi jumlah populasi BPS. Tabel 12 dibawah menyajikan uji kuantitatif isolat bakteri pereduksi sulfat dari air panas belerang.

Tabel 12. Uji kuantitatif isolat bakteri pereduksi sulfat dari air panas belerang Jumlah Pengenceran Kode Isolat

AP1 AP2

10-1 Hitam Pekat Hitam Pekat

10-2 Hitam Pekat Hitam Pekat

10-3 Hitam Pekat Hitam Pekat

10-4 Hitam Pekat Hitam Pekat

10-5 Hitam Sedikit Hitam Sedikit 10-6 Hitam Sedikit Hitam Sedikit

10-7 tt tt

10-8 tt tt

Ket : tt (tidak tumbuh)

Dari Tabel 12 diketahui bahwa isolat yang berasal dari air panas belerang hanya mencapai 106 baik dari titik pengambilan pertama maupun titik kedua. Isolat pertama (AP1) langsung diambil dari mata air panas belerang sedangkan isolat kedua (AP2) diambil dari ujung aliran mata air panas belerang. Keragaman karakteristik bakteri pereduksi sulfat sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, kemasaman lingkungan, kedalaman sedimen, ketersediaan energi dari bahan organik dan kandungan sulfat.

Selain itu, untuk populasi mikroba air yang hanya mencapai 106 adalah hal yang umumjika dibandingkan dengan jumlah populasi mikroba tanah. BPS di tanah sulfat masam mencapai 107sedangkan BPS dalam air mencapai 106. Umumnya jumlah populasi mikroba tanah jauh lebih banyak dibandingkan mikroba air. Hal ini sama dengan Soemarno (2010) yang menyatakan bahwa jumlah mikroba dalam tanah lebih banyak daripada dalam air ataupun udara. Umumnya bahan organik dan senyawa anorganik lebih tinggi dalam tanah sehingga cocok untuk pertumbuhan mikroba heterotrof maupun autotrof.Gambar 7 dibawah menyajikan perubahan warna uji kuantitatif isolat bakteri pereduksi sulfat limbah kertas.

Gbr 7. Perubahan warna uji kuantitatif isolat air panas belerang (AP1 dan AP2)

Dari Gambar 7 dapat dilihat secara bertahap perbedaan warna di testube dari setiap pengenceran 10-1 sampai 10-8. Tampak bahwa semakin tinggi pengenceran, semakin berkurang warna hitam yang menandakan mulai berkurangnya populasi BPS pada setiap isolat. Tetapi jika dilihat sampai batasan pengenceran 10-6 , kedua isolat mempunyai jumlah populasi yang sama.

Isolasi dan Purifikasi Bakteri Pereduksi Sulfat

Secara umum dapat dikatakan bahwa bakteri pereduksi sulfat merupakan bakteri obligat anaerob, dapat tumbuh pada kisaran pH 2 sampai pH 9, tetapi optimalnya 7 dan dapat mereduksi sulfat menjadi sulfida yang tidak larut sebagai bagian dari aktivitas metabolismenya (Suhartanti, 2004). Dalam skala laboratorium, bakteri pereduksi sulfat dapat diisolasi dari alam dengan menggunakan media spesifik pertumbuhan yaitu media Posgate (Tabel 6) dengan memodifikasi habitat asalnya menggunakan anaero jar dan kit anaerob. Anaero jar merupakan tempat yang sesuai untuk menumbuhkan koloni BPS karena tempat tersebut kedap udara dan diperkaya dengan gas CO2 dari kit anaerob. Gambar 11

dibawah menyajikan kondisi isolat dalam anaero jar dan pertumbuhan isolat dalam petridish.

Gbr 7. Kondisi isolat dalam anaero jar dan pertumbuhan isolat dalam petridish

Dari Gambar 7 dapat diketahui bahwa pertumbuhan koloni BPS berwarna hitam yang disebabkan reaksi dari reduksi sulfat yang digunakan sebagai aktivitas metaboliknya, koloni BPS juga tumbuh didasar cawan (pada bawah agar) karena BPS merupakan bakteri anaerob yang suka kondisi anoksik.

Dari keseluruhan isolat BPS baik dari tanah sulfat masam, limbah kertas maupun air panas belerang diperoleh 23 isolat BPS murni yaitu mencakup tanah sulfat masam sebanyak 6 isolat, limbah kertas sebanyak 7 isolat dan air panas belerang sebanyak 10 isolat.

Dari tanah sulfat masam, isolat murni diperoleh dari TSM6 yaitu isolat pada kondisi kedalaman pirit 0-40, kedalaman pengambilan > 20 dengan kondisi tergenang (anaerob) sedangkan pada isolat TSM9 dan TSM3 tidak dapat dilanjutkan isolasi karena isolat tersebut tidak dapat bertahan dalam jangka waktu yang lama disebabkan kondisi habitat (Tabel 7) yang berbeda ketika dikulturkan di laboratorium dalam keadaan anaerob. Telah disebutkan diatas bahwa beberapa

BPS dapat bertahan hidup pada keadaan oksik tetapi tidak dalam jangka waktu yang lama. Cypionka et al., (1985) menyatakan bahwa bakteri pereduksi sulfat hanya mampu tumbuh dengan baik pada kondisi oksik selama tidak lebih dari 24 jam, setelah itu pertumbuhannya akan turun drastis. Sehingga isolat TSM6 tetap bertahan dan dilanjutkan ke purifikasi. Gambar 8 dibawah menyajikan isolat BPS dari tanah sulfat masam yang telah dipurifikasi.

Gbr 8. Isolat BPS dari tanah sulfat masam

Dari Gambar 8 diperoleh isolat murni BPS dari tanah sulfat masam sebanyak 6 isolat dimana telah disebutkan diatas bahwa isolat murni diperoleh dari TSM6. Masing-masing isolat murni diberi nama TSM1, TSM2, TSM3, TSM4, TSM5 dan TSM6.

Dari limbah kertas, isolat murni diperoleh dari LK2 yaitu BPS dari kolam pengolahan yang kedua sedangkan pada isolat LK1 dan LK3 tidak dapat bertahan dalam jangka waktu yang lama. Isolat LK1 mengalami perbedaan kondisi temperatur habitat asal dengan temperatur yang dikulturkan di laboratorium. Kolam pengolahan pertamayang diolah secara anaerob memerlukan temperatur yang sangat tinggi. Berbeda dengan pengkulturan di laboratorium yang hanya

memerlukan suhu inkubasi adalah suhu ruangan. Doshi (2006) menyatakan bahwa substrat, temperatur dan pH juga dapat menghambat pertumbuhan BPS.

Isolat LK2 dengan isolat LK3 mempunyai kesamaan dalam hal perubahan warna media dan kelimpahan jumlah populasi (Tabel 8), tetapi LK3 tidak dapat dilanjutkan ke tahap isolasi diduga karenaisolat mempunyai kemampuan mereduksi sulfat yang rendah dan kehilangan kemampuan bertahan ketika dilakukan beberapa kali pengkulturan dalam jangka waktu yang lama. Gambar 9 dibawah menyajikan isolat BPS dari limbah kertas yang telah dipurifikasi.

Gbr 9. Isolat BPS dari limbah kertas

Dari Gambar 9 diperoleh isolat murni BPS dari limbah kertas sebanyak 7 isolat dimana telah disebutkan diatas bahwa isolat murni diperoleh dari LK2. Masing-masing isolat murni diberi nama LK1, LK2, LK3, LK4, LK5, LK6 dan LK7.Tetapi ketika dilakukan purifikasi untuk dilanjutkan ke uji potensi satu isolat murni dari LK yaitu LK 5 mengalami kehilangan kemampuan mereduksi sehingga tidak dapat digunakan untuk uji potensi.

Dari air panas belerang, isolat murni diperoleh dari AP1 yaitu dari titik pengambilan sampel pertamalangsung dari mata air panas belerang sedangkan isolat kedua (AP2) diambil dari ujung aliran air panas belerang. Perbedaan tersebut menentukan kemampuan adaptasi kedua isolat. Hal yang samaterjadi

dengan isolat AP2 seperti pada isolat LK3, diduga karena isolat mempunyai kemampuan mereduksi sulfat yang rendah dan kehilangan kemampuan bertahan ketika dilakukan beberapa kali pengkulturan dalam jangka waktu yang lama. Gambar 10 dibawah menyajikan isolat BPS dari limbah kertas yang telah dipurifikasi.

Gbr 10. Isolat BPS dari air panas belerang

Dari Gambar 10 diperoleh isolat murni BPS dari air panas belerang sebanyak 10 isolat dimana telah disebutkan diatas bahwa isolat murni diperoleh dari AP1. Masing-masing isolat murni diberi nama AP1, AP2, AP3, AP4, AP5, AP6, AP7, AP8, AP9 dan AP10. Tetapi ketika dilakukan purifikasi untuk dilanjutkan ke uji potensi dua isolat murni dari AP yaitu AP2 dan AP5 mengalami kehilangan kemampuan mereduksi sehingga tidak dapat digunakan untuk uji potensi.

Banyak hal penyebab terjadinya kemunduran atau kehilangan kemampuan potensi bakteri yang dikulturkan. Posgate (1984) menjelaskan bahwa ada hal umum yang terjadi yang menghambat pertumbuhan mikroba terutama jenis anaerob yaitu : 1) adanya oksigen tidak akan membunuh bakteri tersebut namun bakteri tersebut mengalami dorman sebagai hasil lingkungan yang kurang

menguntungkan. 2) kehadiran bakteri lain dapat mengubah dan menghambat pertumbuhan bakteri pereduksi sulfat.

Uji Potensi Bakteri Pereduksi Sulfat dari Berbagai Sumber a. Secara Kualitatif

Untuk mengetahui kemampuan dari tiap-tiap isolat murni maka perlu dilakukan uji potensi pada media cair Posgate yang telah diatur dengan berbagai pH. Tabel 13 dibawah menyajikan hasil perubahan pH dari berbagai sumber bakteri pereduksi sulfat setelah 14 hari inkuba si.

Tabel 13. Perubahan pH dari berbagai sumber bakteri pereduksi sulfat setelah 14 hari inkubasi Kode Isolat pH pH 5.5 pH 5 pH 4.5 pH 4 pH 3.5 pH 3 pH 2.5 AP 1 8.11 7.45 f 5.56 5.34def 4.07cd 4.48a 3.93c AP 3 8.30 8.15 bcd 6.54 5.68bcde 4.56bc 4.4a 3.96c AP 4 8.67 8.58 ab 8.16 6.01abcd 5.25ab 4.17ab 4.08c AP 6 8.35 7.795 def 7.68 5.66bcde 4.95ab 4.21a 4.07c AP 7 8.48 8.06 bcde 7.46 6.23abcd 4.64bc 4.30a 2.83d AP 8 8.15 8.01 cde 7.26 5.47cde 4.7bc 3.71bc 3.89c AP 9 8.38 8.09 bcd 6.48 4.49ef 4.92ab 4.23a 3.98c AP 10 8.38 8.19abcd 8.03 6.71abc 4.78abc 4.25a 3.90c LK 1 8.66 8.53abc 8.10 6.57abcd 4.87abc 4.02ab 3.84c LK 2 7.94 8.29abcd 7.78 6.56abcd 4.83abc 4.02ab 4.51bc LK 3 7.94 8.03bcde 7.92 5.77bcd 5.30ab 4.13ab 3.9c LK 4 8.31 8.27abcd 8.12 6.11abcd 5.04ab 4.13ab 3.96c LK 6 8.74 8.72a 8.19 7.17a 5.58a 4.31a 3.93c LK 7 8.24 8.18abcd 8.10 6.8ab 4.59bc 4.26a 3.98c TSM 1 8.39 8.10bcd 7.79 6.56abcd 4.83abc 4.26a 5.69a TSM 2 8.48 8.24abcd 7.81 5.43cde 4.65bc 4.39a 5.84a TSM 3 8.32 8.10bcd 7.14 5.60bcde 4.70bc 4.26a 4.93b TSM 4 8.31 7.54ef 6.99 4.17f 3.65d 3.33cd 2.83d TSM 5 7.51 7.94def 6.97 4.17f 3.65d 3.2d 2.87d TSM 6 7.93 7.44f 6.99 4.20f 3.68d 3.17d 2.88d Ket : Angka yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata

Dari Tabel 13 dapat diketahui bahwa hampir keseluruhan isolat BPS baik dari tanah sulfat masam, limbah kertas, maupun air panas belerang mampu meningkatkan berbagai pH media dan ada beberapa isolat yang toleran terhadap pH rendah.

Pada pH 5.5 (masam) kenaikan pH tertinggi terdapat pada isolat LK6 yaitu sebesar 8.74 dan terendah terdapat pada TSM5 yaitu sebesar 7.51. Namun dapat diketahui bahwa semua isolat BPSyang diuji pada pH 5.5 mampu meningkatkan pH menjadi agak alkalis sampai alkalis (Lampiran 3) meskipun tidak nyata secara statistik.

Pada pH 5 (masam) isolat LK6 tetap merupakan isolat yang tertinggi dalam meningkatkan pH yaitu sebesar 8.72 tetapi tidak berbeda nyata dengan isolat AP4, AP10, LK1, LK2, LK4,LK7 dan TSM2, sedangkan yang terendah terdapat pada TSM 6 yaitu sebesar 7.44 tetapi tidak berbeda nyata dengan AP1, TSM4, TSM5 dan AP6. Namun dapat diketahui bahwa semua isolat BPSyang diuji pada pH 5 mampu meningkatkan pH menjadi netral sampai alkalis (Lampiran 3).

Pada pH 4.5 (masam) isolat LK6 tetap merupakan isolat yang tertinggi dalam meningkatkan pH yaitu sebesar 8.19 dan yang terendah terdapat pada AP1 yaitu sebesar 5.56. Meskipun tidak nyata secara statistik namun semua isolat BPS yang diuji pada pH 4.5mampu meningkatkan pH menjadi agak masam sampai agak alkalis (Lampiran 3) meskipun tidak nyata secara statistik.

Pada pH 4 (sangat masam) isolat LK6 tetap merupakan isolat yang tertinggi dalam meningkatkan pHyaitu sebesar7.17 tetapi tidak berbeda nyata dengan isolat AP4, AP7, AP10, LK1, LK2, LK4, LK7 dan TSM 1. Isolat-isolat tersebut yang diuji pada pH 4mampu meningkatkan pHmenjadi agak masam sampai netral

(Lampiran 3), sedangkan yang terendah terdapat pada TSM 4 dan TSM5 yaitu sebesar 4.17 tetapi tidak berbeda nyata dengan AP1, AP 9 dan TSM6.

Pada pH 3.5 (sangat masam) isolat LK6 tetap merupakan isolat yang tertinggi dalam meningkatkan pH yaitu sebesar 5.8 tetapi tidak berbeda nyata dengan isolat AP4, AP6, AP9, AP10, LK1, LK2, LK3, LK4 dan TSM1. Isolat- isolat tersebut mampu menaikkan pH menjadi masam sampai agak masam (Lampiran 3), sedangkan yang terendah terdapat pada TSM 4 dan TSM5 yaitu sebesar 3.65 tetapi tidak berbeda nyata dengan AP1 dan AP 6.

Pada pH 3 (sangat masam) kenaikan pH tertinggi terdapat pada isolat AP1 yaitu sebesar 4.48 tetapi tidak berbeda nyata dengan AP3, AP4, AP6, AP7, AP9, AP10, LK1, LK2, LK3, LK4, LK5, LK6, LK7, TSM1, TSM2, TSM3.Meskipun

Dokumen terkait