IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.3 Hasil Estimasi Model Vector Error Correction
Dari hasil estimasi VECM didapat koefisien regresi jangka pendek dan jangka panjang antara harga saham Indonesia (IHSG) dengan harga saham bursa regional (Hangseng dan STI)1, tingkat suku bunga (MMRI, MMRH, MMRS) dan tingkat inflasi (CPII, CPIH, CPIS). Sehingga pada estimasi ini variabel dependen adalah IHSG sedangkan yang menjadi variabel independennya adalah harga saham (Hangseng dan STI), tingkat suku bunga (MMRI, MMRH, MMRS) dan tingkat inflasi (CPII, CPIH, CPIS) (lampiran 8).
Pada analisis jangka pendek untuk IHSG, terdapat dugaan parameter koreksi kesalahan persamaan kointegrasi pertama (IHSG) sebesar -0.10 persen yang secara statistik signifikan (Tabel 7). Sedangkan pada persamaan kointegrasi kedua (CPIS) terdapat dugaan parameter koreksi kesalahan yang secara statistik tidak signifikan.
1 Indeks Harga Saham Nikkei 225 sudah dicoba dimasukkan kedalam model, tapi hasil
Hasil estimasi VECM jangka pendek menunjukkan bahwa CPI Indonesia tidak signifikan mempengaruhi IHSG pada taraf 10 persen. MMR Indonesia pada lag pertama signifikan mempengaruhi IHSG pada taraf 10 persen secara negatif sebesar -0.01, artinya jika MMR Indonesia mengalami peningkatan sebesar satu persen, maka IHSG akan mengalami penurunan sebesar -0.01 persen. Hal ini sesuai dengan hipotesis yaitu tingkat suku bunga yang direfleksikan dengan MMRI berhubungan negatif dengan harga saham. Kenaikan tingkat suku bunga mengakibatkan orang lebih memilih untuk menyimpan dananya di perbankan dengan return yang lebih tinggi dibanding dengan menginvestasikan dananya di pasar modal, sehingga menyebabkan investasi pasar modal dan harga saham menurun.
Selain itu suku bunga sebagai salah satu instrumen moneter sering digunakan oleh bank sentral sebagai sarana pengendalian moneter, yang terlihat bahwa variabel tingkat suku bunga sangat signifikan. Peningkatan tingkat suku bunga akan menggeser kuva LM kekiri sehingga terjadi kontraksi moneter, selain itu naiknya tingkat suku bunga juga menurunkan investasi yang dalam jangka panjang akan menurunkan pendapatan nasional dan produksi barang dan jasa. Sehingga dampak meningkatnya suku bunga bagi perusahaan selain mengalami penurunan dalam penjualan, juga menanggung biaya modal yang meningkat sehingga membuat laba perusahaan dan harga saham akan menurun (Marciano, 2004).
Tabel 7. Hasil Estimasi ECM pada variabel saham (IHSG, Hangseng, STI), tingkat suku bunga (MMRI, MMRH, MMRS) dan tingkat inflasi (CPII, CPIH, CPIS) dalam Jangka Pendek dan Jangka Panjang
Variabel Koefisien T-statistik
Jangka Pendek D(LNIHSG(-1)) 0.083014 0.55993 D(LNIHSG(-2)) -0.143220 -1.15072 D(LNCPIS(-1)) -6.690040 -3.04263* D(LNCPIS(-2)) -0.156788 -0.07012 D(LNCPII(-1)) 0.237555 0.33647 D(LNCPII(-2)) 0.297340 0.39221 D(LNSTI(-1)) 0.042488 0.18091 D(LNSTI(-2)) 0.702315 3.00178 * D(LNHANGSENG(-1)) 0.255870 1.22698 D(LNHANGSENG(-2)) -0.549398 -2.74927 * D(MMRS(-1)) -0.009827 -0.21455 D(MMRS(-2)) 0.050608 1.12513 D(MMRH(-1)) -0.006500 -0.37352 D(MMRH(-2)) 0.011800 0.75672 D(LNCPIH(-1)) 1.267315 0.66986 D(LNCPIH(-2)) 2.147385 1.09998 D(MMRI(-1)) -0.007674 -1.77789* D(MMRI(-2)) -0.007201 -1.76617* C 0.012857 1.16412 CointEq1 -0.104329 -1.84888* CointEq2 0.030980 0.03415 Jangka Panjang LNCPII(-1) 0.857031 1.31186 LNSTI(-1) -1.584456 -2.29039 * LNHANGSENG(-1) 3.826286 4.91780 * MMRS(-1) -0.014410 -0.12131 MMRH(-1) 0.010423 0.24413 LNCPIH(-1) -18.59412 -3.65019 * MMRI(-1) 0.067592 4.46275 * C 62.06178 - Sumber: Lampiran 8
Keterangan: * Signifikan pada taraf nyata 10 %
Hangseng pada lag kedua signifikan mempengaruhi IHSG pada taraf 10 persen secara negatif sebesar -0.55, artinya jika Hangseng mengalami peningkatan sebesar satu persen, maka IHSG akan mengalami penurunan sebesar -0.55 persen. Hal ini terjadi karena perekonomian Hongkong lebih kuat dibandingkan dengan perekonomian Indonesia. Para investor lebih memilih untuk menanamkan
modalnya di Hongkong dengan resiko yang lebih kecil dibandingkan dengan berinvestasi di Indonesia. Oleh karena itu investasi di Indonesia menurun sehingga harga saham di Indonesia ikut menurun. Selain itu juga indeks Hangseng lebih fleksibel dan berpengaruh terhadap pergerakan saham global dibandingkan dengan IHSG. Bursa saham Hongkong juga menempati posisi sebagai bursa saham terbesar kedua di Asia oleh karena itu bursa saham Hongkong lebih banyak diminati oleh para investor (Bloomberg, 2007). CPI Hongkong tidak signifikan mempengaruhi IHSG pada taraf 10 persen. MMR Hongkong tidak signifikan mempengaruhi IHSG pada taraf 10 persen.
STI pada lag kedua signifikan mempengaruhi IHSG pada taraf 10 persen secara positif sebesar 0.70, artinya jika terjadi peningkatan pada STI sebesar satu persen, akan menyebabkan peningkatan pada IHSG sebesar 0.70 persen. Hal ini terjadi karena Indonesia dan Singapura adalah dua negara yang saling mempengaruhi, dilihat dari letak kedua negara yang berada pada satu regional atau satu kawasan. Selain itu bursa saham Singapura adalah bursa saham terdekat yang paling besar pengaruhnya terhadap bursa saham Indonesia.
CPI Singapura pada lag pertama signifikan mempengaruhi IHSG pada taraf 10 persen secara negatif sebesar -6.69, artinya jika CPI Singapura mengalami kenaikan sebesar satu persen, maka IHSG akan mengalami penurunan sebesar -6.69 persen. Adanya kenaikan harga di Singapura akan menyebabkan pemerintah Singapura menurunkannya dengan cara mengendalikan jumlah uang beredar, sehingga terjadi peningkatan tingkat suku bunga. Dengan meningkatnya tingkat suku bunga maka terjadi penurunan pada investasi, dengan menurunnya
tingkat investasi di Singapura maka akan berpengaruh langsung terhadap investasi di Indonesia. Dengan demikian akan mengakibatkan menurunnya harga saham di Indonesia. MMR Singapura tidak signifikan mempengaruhi IHSG pada taraf 10 persen.
Pada hasil estimasi VECM jangka panjang menunjukkan bahwa CPI Indonesia tidak signifikan mempengaruhi IHSG pada taraf 10 persen. MMR Indonesia pada lag pertama signifikan mempengaruhi IHSG pada taraf 10 persen secara positif sebesar 0.07, artinya setiap terjadi peningkatan pada MMR Indonesia sebesar satu persen maka akan menyebabkan peningkatan pada IHSG sebesar 0.07 persen. Hal ini tidak sesuai dengan teori, dimana tingkat suku bunga yang direfleksikan dengan MMRI seharusnya berhubungan negatif dengan harga saham.
Namun pada kurun waktu tahun 2000 hingga 2006, terdapat faktor-faktor lain yang membuat harga saham mengalami peningkatan. Pada saat itu para investor tetap menginvestasikan dananya di Indonesia karena faktor kondisi keamanan negara yang cukup kondusif. Juga meskipun tingkat suku bunga meningkat, pada saat itu para investor tetap menerima return, sehingga mereka tetap menginvestasikan dananya di Indonesia. Selain itu adanya faktor jaminan hukum bagi para investor untuk berinvestasi di Indonesia, yang membuat para investor tersebut merasa aman dan nyaman untuk menanamkan modalnya dan adanya faktor birokrasi yang tidak berbelit-belit dan tidak membutuhkan waktu lama dalam hal perizinan berinvestasi. Hal-hal tersebut yang membuat investor tetap menanamkan modalnya di Indonesia.
Hangseng pada lag pertama signifikan mempengaruhi IHSG pada taraf 10 persen secara positif sebesar 3.83, artinya jika Hangseng mengalami peningkatan sebesar satu persen, maka akan menyebabkan peningkatan pada IHSG sebesar 3.83 persen. Hal ini disebabkan perekonomian Hongkong mempengaruhi perekonomian Indonesia. Apabila terjadi peningkatan pada indeks saham Hongkong maka indeks saham Indonesia pun akan ikut meningkat. Selain itu, perekonomian Hongkong merupakan perekonomian yang berorientasi keluar atau outward-oriented dengan ekspor barang dan jasanya berjumlah satu setengah kali PDB-nya. Pertumbuhan ekonominya rata-rata sebesar 8 persen selama dua puluh lima tahun yang lalu. Dan pendapatan per kapita negara itu dewasa ini sebesar US$ 12.000, yaitu merupakan yang kedua tertinggi di Asia sesudah Jepang. Oleh karena itu, perekonomian Hongkong kuat dan mempengaruhi perekonomian Indonesia (Kamaluddin, 1992).
CPI Hongkong pada lag pertama signifikan mempengaruhi IHSG pada taraf 10 persen secara negatif sebesar -18.59, artinya setiap terjadi peningkatan pada CPI Hongkong sebesar satu persen maka akan menyebabkan penurunan pada IHSG sebesar -18.59 persen. Hal ini terjadi karena adanya kenaikan harga di Hongkong akan menyebabkan pemerintah Hongkong mengendalikan jumlah uang beredar, sehingga tingkat suku bunga di Hongkong meningkat dan menyebabkan investasi Hongkong menurun. Karena perekonomian Indonesia dipengaruhi oleh perekonomian Hongkong, maka investasi Indonesia pun akan ikut turun dan pada akhirnya IHSG pun menurun. MMR Hongkong tidak signifikan mempengaruhi IHSG pada taraf 10 persen.
STI pada lag pertama signifikan mempengaruhi IHSG pada taraf 10 persen secara negatif sebesar -1.58, artinya setiap terjadi kenaikan pada STI akan menyebabkan penurunan pada IHSG sebesar -1.58 persen. Hal ini karena para investor lebih memilih untuk menginvestasikan dana dalam jangka panjang di Singapura. Adanya return yang lebih tinggi dan resiko lebih kecil merupakan salah satu alasan para investor untuk menanamkan modalnya di Singapura. Oleh karenanya banyak para investor yang menanamkan modal di Indonesia kemudian beralih ke Singapura sehingga menyebabkan penurunan investasi di Indonesia dan mengakibatkan harga saham Indonesia pun ikut menurun. MMR Singapura tidak signifikan mempengaruhi IHSG pada taraf 10 persen (Tabel 7).
Integrasi IHSG dengan Indeks Bursa Saham Regional dapat dilihat melalui analisis Variance Decomposition (VD). Analisis ini dapat menjelaskan seberapa jauh peranan suatu variabel ekonomi dalam menjelaskan guncangan variabel ekonomi lainnya. Analisis Variance Decomposition (VD) dapat pula dipakai untuk melihat kekuatan dan kelemahan dari masing-masing variabel dalam mempengaruhi variabel lainnya dalam kurun waktu yang panjang.
Hasil VD menunjukkan bahwa Varians CPI Indonesia tidak dominan mempengaruhi varians IHSG. Pada periode 7 sampai periode terakhir varians CPI Indonesia terus menurun hingga sebesar 0.02 persen pada periode 65. Varians MMR Indonesia mempengaruhi varians IHSG sebesar 0.40 persen hingga 0.10 persen pada periode 25 dan pada periode selanjutnya varians MMR Indonesia menurun dan pada periode 65 varians MMR Indonesia sebesar 0.04 persen.
Varians STI dapat menjelaskan variasi IHSG pada urutan kedua sebesar 17.18 persen hingga 19.39 persen pada periode 65. Varians CPI Singapura mempengaruhi variasi IHSG sebesar 4.68 persen hingga 4.98 persen pada periode 13. Lalu pada periode selanjutnya sampai periode terakhir varians CPI Singapura mempengaruhi variasi IHSG sebesar 5.14 persen hingga 5.33 persen. Varians MMR Singapura mempengaruhi varians IHSG sebesar 1.36 persen hingga 1.59 persen pada periode 20. Lalu pada periode selanjutnya varians MMR Singapura meningkat dan pada periode 65 varians MMR Singapura sebesar 1.71 persen.
Varians Hangseng dapat menjelaskan variasi IHSG pada urutan ketiga sebesar 10.06 persen hingga 13.05 persen pada periode 20. Lalu pada periode selanjutnya sampai periode terakhir varians Hangseng meningkat sampai sebesar 13.95 persen pada periode 65. Varians CPI Hongkong mempengaruhi variasi IHSG sebesar 0.11 persen hingga 0.28 persen pada periode 30. Lalu pada periode selanjutnya sampai periode terakhir varians CPI Hongkong meningkat sampai sebesar 0.30 persen pada periode 65. Varians MMR Hongkong mempengaruhi varians IHSG sebesar 0.21 persen hingga 0.30 persen pada periode 20. Lalu pada periode selanjutnya varians MMR Hongkong meningkat dan pada periode 65 varians MMR Hongkong sebesar 0.33 persen.
Dari hasil analisis Variance Decomposition (VD) diatas dapat dilihat bahwa faktor yang paling berpengaruh terhadap IHSG adalah STI. Hal ini terjadi karena perekonomian Singapura sangat mempengaruhi perekonomian Indonesia. Bursa saham Singapura adalah bursa saham terdekat yang paling berpengaruh terhadap Bursa Efek Jakarta. Selain itu juga dilihat dari letak kedua negara,
memungkinkan untuk terjadinya kerjasama baik dalam bidang ekonomi, politik, keamanan, sosial dan budaya. Lalu diurutan kedua adalah Hangseng. Hal ini mengindikasikan bahwa bursa saham Hongkong dan Singapura mempengaruhi bursa saham Indonesia.
Dengan demikian jika terjadi integrasi antara IHSG, STI dan Hangseng maka perkembangan pasar modal di Singapura dan Hongkong akan mempengaruhi kegiatan pasar modal di Indonesia, dimana pengaruh kegiatan pasar modal di Singapura akan lebih besar dari pada pasar modal di Hongkong (Tabel 8).
Selain analisis Variance Decomposition, ada analisis lain yang dapat menunjukkan pengaruh masing-masing variabel terhadap integrasi IHSG dengan Indeks Bursa Saham Regional yaitu analisis Impulse Response Function. Analisis ini menunjukkan respon dinamis jangka panjang setiap variabel apabila ada suatu guncangan (shock) tertentu sebesar satu standar deviasi pada setiap persamaan.
Hasil IRF menunjukkan bahwa Inovasi (guncangan) dari CPI Indonesia pengaruhnya terhadap IHSG pada awal periode mengalami peningkatan sampai dengan periode 15 dan selanjutnya pada periode 31 pergerakan cenderung persistent (tetap) sampai akhir periode inovasi (periode 65). Inovasi (guncangan) dari MMR Indonesia pengaruhnya terhadap IHSG pada awal periode mengalami penurunan sampai pada periode 4 dan selanjutnya meningkat sampai periode 8 dan setelah itu pergerakan cenderung persistent (tetap) sampai pada akhir periode inovasi (periode 65).
Inovasi (guncangan) dari Hangseng pengaruhnya terhadap IHSG pada awal periode mengalami peningkatan sampai periode 15 dan selanjutnya pada periode 20 pergerakan cenderung persistent (tetap) sampai akhir periode inovasi (periode 65).
Tabel 8. Hasil Variance Decomposition (%)
Variance Decomposition of LNIHSG
Period S.E. LNIHSG LNCPIS LNCPI LNSTI LNHANGSENG MMRS MMRH LNCPIH MMRI
1 0.060271 100.0000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 7 0.226025 68.17676 4.677690 0.098237 14.90535 10.05825 1.365988 0.207925 0.111876 0.397919 13 0.325263 63.27744 4.978312 0.058268 17.18345 12.29907 1.491611 0.277601 0.230838 0.203414 20 0.413457 61.29035 5.136975 0.041734 18.19067 13.05508 1.590606 0.301870 0.262606 0.130109 25 0.466482 60.57788 5.196089 0.035891 18.55031 13.32448 1.626631 0.310013 0.274181 0.104528 30 0.514068 60.11581 5.234025 0.032102 18.78412 13.49852 1.650446 0.315347 0.281664 0.087958 35 0.557608 59.79236 5.260696 0.029443 18.94774 13.62024 1.667147 0.319102 0.286905 0.076362 40 0.597987 59.55328 5.280407 0.027478 19.06870 13.71017 1.679513 0.321875 0.290781 0.067792 50 0.671500 59.22354 5.307609 0.024767 19.23553 13.83419 1.696567 0.325699 0.296125 0.055973 60 0.737723 59.00688 5.325481 0.022986 19.34514 13.91567 1.707774 0.328211 0.299637 0.048207 65 0.768698 58.92422 5.332301 0.022307 19.38697 13.94677 1.712050 0.329170 0.300976 0.045244 Sumber: Lampiran 9
Inovasi (guncangan) dari CPI Hongkong pengaruhnya terhadap IHSG pada awal periode mengalami penurunan sampai dengan periode 10 dan pada periode selanjutnya pergerakan cenderung persistent (tetap) sampai akhir periode inovasi (periode 65). Inovasi (guncangan) dari MMR Hongkong pengaruhnya terhadap IHSG pada awal periode mengalami penurunan sampai pada periode 20 dan selanjutnya pergerakan cenderung persistent (tetap) sampai pada akhir periode inovasi (periode 65).
Inovasi (guncangan) dari STI pengaruhnya terhadap IHSG pada awal periode mengalami peningkatan sampai periode 15 dan selanjutnya pada periode 20 pergerakan cenderung persistent (tetap) sampai akhir periode inovasi (periode 65). Inovasi (guncangan) dari CPI Singapura pengaruhnya terhadap IHSG pada awal periode mengalami penurunan sampai dengan periode 10 dan pada periode selanjutnya pergerakan cenderung persistent (tetap) sampai akhir periode inovasi (periode 65). Inovasi (guncangan) dari MMR Singapura pengaruhnya terhadap IHSG pada awal periode mengalami peningkatan sampai periode 10 setelah itu pada periode 22 pergerakan cenderung persistent (tetap) sampai akhir periode inovasi (periode 65).
Dari hasil Impulse Response Function dapat dilihat bahwa inovasi atau guncangan dari STI pengaruhnya terhadap IHSG mengalami peningkatan dan sangat besar, selanjutnya inovasi atau guncangan dari Hangseng mengalami peningkatan namun tidak sebesar STI. Hal ini mengindikasikan bahwa IHSG memiliki respon dinamis yang kuat apabila kedua bursa saham (STI dan Hangseng) diguncang atau mengalami shock. Hal ini dapat terjadi karena kedua
bursa ini merupakan bursa saham terdekat yang memiliki pengaruh yang kuat terhadap IHSG. Dengan adanya integrasi bursa-bursa saham tersebut setiap guncangan pada tiap bursa saham akan mempengaruhi perkembangan pasar modal di masing-masing negara (Gambar 3).
Dari studi yang telah dilakukan oleh Maysami dan Sim Koh dalam Marciano (2004), Model Vektor Koreksi Kesalahan Johansen (Johansen’s Vector Error Correction Model-VECM) digunakan sebagai model ekuilibrium jangka panjang untuk menganalisis hubungan variabel-variabel makroekonomi ( inflasi, tingkat suku bunga ) terhadap pasar modal di Singapura. Hasil penelitian ini menggambarkan bahwa variabel-variabel makroekonomi (inflasi, tingkat suku bunga) merupakan variabel yang dapat menggerakkan harga saham. Anggapan tersebut adalah sesuai dengan teori yang dapat diterima secara umum. Studi tentang hubungan variabel yang sama juga pernah dilakukan oleh Mukherjee dan Naka dalam Marciano (2004) untuk kasus Jepang.
-.04 -.02 .00 .02 .04 .06 .08 10 20 30 40 50 60 Response of LNIHSG to LNIHSG
-.04 -.02 .00 .02 .04 .06 .08 10 20 30 40 50 60 Response of LNIHSG to LNCPIS
-.04 -.02 .00 .02 .04 .06 .08 10 20 30 40 50 60 Response of LNIHSG to LNCPI
-.04 -.02 .00 .02 .04 .06 .08 10 20 30 40 50 60 Response of LNIHSG to LNSTI
-.04 -.02 .00 .02 .04 .06 .08 10 20 30 40 50 60 Response of LNIHSG to LNHANGSENG
-.04 -.02 .00 .02 .04 .06 .08 10 20 30 40 50 60 Response of LNIHSG to MMRS -.04 -.02 .00 .02 .04 .06 .08 10 20 30 40 50 60 Response of LNIHSG to MMRH -.04 -.02 .00 .02 .04 .06 .08 10 20 30 40 50 60 Response of LNIHSG to LNCPIH
-.04 -.02 .00 .02 .04 .06 .08 10 20 30 40 50 60 Response of LNIHSG to MMRI
Response to Cholesky One S.D. Innovations
Sumber: Lampiran 10