• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROSPEK PEMANFAATAN SUARA VOKALISASI BERMAKNA UNTUK PENGENDALIAN TIKUS SAWAH

HASIL Ethogram populasi tikus di lapangan

Sawah berpagar seng (enclosure) merupakan ekosistem tertutup karena tikus perlakuan yang sengaja dilepaskan tidak dapat keluar dari tempat tersebut. Demikian juga tikus sawah populasi liar dari luar enclosure tidak bisa memasukinya (Gambar 58). Meskipun demikian, semua proses bioekologis seperti perkembangbiakan, kelahiran, kematian, dan kompetisi tetap terjadi secara alami di dalam enclosure. Aktivitas alami tikus sawah di lapangan pada perlakuan

20m

Petak pertanaman enclosure

i ii iii iv v 1 2 dst....ke-10 i ii iii iv v 20m

67 tanpa pemaparan vokalisasi meliputi tetap berada di dalam petakan sawah (masuk sawah), mengendus, berkejaran, menjelajah (berjalan dan berlari), makan (padi dan pakan lainnya), menjilati badan, istirahat di sekitar pematang, mengawasi, dan berkelahi (Gambar 60).

Gambar 60.Alokasi penggunaan waktu malam (17:30-05:30 WIB) oleh populasi tikus sawah (n=6; 3♂+3♀) tanpa pemaparan vokalisasi di lapangan.  Masuk sawah

Aktivitas masuk sawah yang dimaksud dalam percobaan ini adalah keseluruhan aktivitas tikus sawah yang dilakukan di dalam petak pertanaman padi. Akibat terhalang rimbunnya kanopi tanaman padi, aktivitas yang dilakukan tikus sawah dalam petak pertanaman tidak dapat diketahui secara pasti, meskipun kamera CCTV telah diposisikan agar mampu menjangkau semua tempat dalam

enclosure. Oleh karena itu, hanya aktivitas tikus di tempat terbuka, seperti pematang, saluran irigasi, atau di tepi petak pertanaman saja yang dapat diidentifikasi dan dideskripsi dengan jelas. Karena alasan tersebut, pada setiap petak enclosure ditambahkan 2 tempat pengumpanan (bait station). Gabah kering @20g dimasukkan ke dalam kotak plastik berukuran 8cm x 8cm x 2cm dan diletakkan pada jarak 5m di depan kamera CCTV. Lumpur sawah dioleskan pada pematang dengan ketebalan 1cm yang dibentuk kotak 40cm x 40cm, selanjutnya kotak plastik diletakkan di tengahnya (Gambar 61). Lumpur berfungsi agar tikus uji tidak merasa asing dengan aroma lumpur sehingga tidak mencurigai ada benda asing di kewilayahannya. Selain itu, kotak umpan juga dapat melekat kuat dan tidak dipindah atau ditumpahkan gabahnya oleh tikus sawah.

68

 Mengendus

Seperti dalam laboratorium, aktivitas mengendus dilakukan tikus sawah dengan mencium-cium udara dan tanah. Aktivitas ini dilakukan tikus sawah rata- rata berdurasi 0,2 menit atu sekitar 11 detik (Tabel 8). Perbedaan yang terlihat jelas adalah postur tubuh tikus ketika beraktivitas mengendus yang dilakukan sambil berjalan perlahan, baik ketika mencium tanah maupun udara (Gambar 62). Hal tersebut berbeda ketika dalam laboratorium, yaitu postur khas tikus sawah saat mengendus udara adalah dalam posisi setengah berdiri dengan bertumpu tungkai belakangnya (Gambar 37).

Gambar 62. Postur tubuh tikus sawah ketika beraktivitas mengendus di lapangan.  Mengawasi

Tikus sawah diam beberapa saat (rata-rata berdurasi 0,3 menit atau sekitar 19 detik) dengan postur khas waspada (siap berlari), mata mengarah ke satu fokus (tidak menoleh kiri-kanan), kepala diangkat lebih tinggi, dan daun telinga tegak searah pandangan mata (Gambar 63). Aktivitas mengawasi dengan bertengger di atas batang tanaman padi dan postur berdiri yang dilakukan tikus sawah dalam laboratorium tidak dijumpai di lapangan. Berdasarkan rekaman CCTV, tempat favorit tikus sawah untuk beraktivitas mengawasi di lapangan adalah sisi dalam pinggiran petak pertanaman yang berbatasan dengan pematang dan di dalam pipa paralon saluran pemasukan air ke dalam enclosure.

Gambar 63. Postur tubuh tikus sawah saat aktivitas mengawasi di lapangan  Menjilati badan

Aktivitas menjilati dalam laboratorium relatif sama dengan ketika tikus melakukannya di lapangan. Tikus menjilati hampir seluruh tubuhnya pada posisi tubuh setengah berdiri dengan bertumpu pada tungkai belakangnya (Gambar 64). Perilaku ini dilakukan tikus sawah dalam kondisi rileks/santai sehingga daun telinga dan ekor terlihat tidak tegang (menempel ke permukaan tanah).

69

Gambar 64. Postur tubuh tikus sawah saat beraktivitas merawat tubuh dengan menjilati seluruh badannya di lapangan.

 Makan

Aktivitas makan dilakukan tikus sawah dalam keadaan rileks. Pada saat makan gabah yang disediakan dalam kotak pengumpanan, postur badan tikus setengah berdiri dengan bertumpu pada tungkai belakangnya, sedangkan tungkai depan membantu memegang makanan, serta ekor rileks/tidak tegang dan menempel ke permukaan tanah (Gambar 65). Ketika memakan tunas rumput di dalam parit saluran air, terlihat tikus sawah memotong rumput pada bagian pangkalnya dan memakan titik tumbuh rumput dengan memegang batang yang dipotongnya seperti ketika menangani bulir gabah (Gambar 65). Berdasarkan rekaman CCTV di lapangan, tidak ditemukan tikus sawah yang sedang memotong batang tanaman padi di sepanjang pinggir petakan pertanaman. Beberapa rumpun tanaman padi yang dipotong berada di tengah petakan lahan sehingga tidak terpantau CCTV. Demikian juga aktivitas tikus minum yang juga tidak ditemukan dalam rekaman CCTV. Kemungkinan tikus sawah minum di dalam petakan lahan yang terdapat banyak lubang berisi air bekas tapak kaki tenaga kerja ketika sawah dilakukan pembersihan rumput/gulma.

Gambar 65. Postur tubuh tikus sawah ketika sedang makan gabah (disediakan) dan tunas rumput di lapangan.

 Istirahat

Aktivitas tikus istirahat di lapangan yang terpantau CCTV adalah yang berada di luar pertanaman, meliputi sepanjang pinggir petak lahan, di atas pematang, dalam parit saluran yang sedang kering, maupun di atas tembok pagar

enclosure (Gambar 66). Postur khas tikus sawah ketika istirahat di lapangan adalah badan rebahan dengan bertumpu pada perutnya dan ekor dilipat ke arah badan (Gambar 66).

70

Gambar 66. Aktivitas tikus sawah beristirahat di lapangan : pinggir petakan lahan dan di atas tembok pagar enclosure.

 Menjelajah

Pada kondisi di lapangan, aktivitas menjelajah dilakukan dengan berjalan agak cepat dan posisi ekor tikus selalu terangkat (Gambar 67). Hal tersebut mengindikasikan bahwa tikus dalam kondisi waspada/siap berlari. Rekaman CCTV menunjukkan bahwa pola menjelajah tikus relatif serupa pada setiap harinya. Hasil pengamatan langsung menunjukkan bahwa di dalam enclosure

terdapat jalur jalan (runway) yang melalui pinggir petak pertanaman (sepanjang sisi dalam pematang), menyeberang parit, dan berakhir di lorong pemasukan air di dekat lokasi penempatan kamera CCTV dan speaker. Aktivitas lain yang dikategorikan sebagai menjelajah adalah perilaku tikus berenang ketika parit terisi penuh dengan air (Gambar 66). Terbukti bahwa tikus sawah mengikuti jalur yang sama dalam aktivitas menjelajah hariannya, bahkan ketika jalurnya terisi penuh dengan air.

Gambar 67. Aktivitas tikus masuk menjelajah di pinggiran petak tanaman padi, pematang, parit saluran air, dan berenang saat parit terisi air.

71  Berkelahi

Seperti dalam laboratorium, aktivitas perkelahian dilakukan tikus dalam postur khas, yaitu boxing position (Barnett 1976). Rekaman CCTV menunjukkan bahwa aktivitas tersebut terjadi ketika 2 ekor tikus jantan bertemu dan tidak ada yang mau menghindar (Gambar 68). Rata-rata aktivitas perkelahian berdurasi 26 detik (Tabel 8). Meskipun demikian, pada umumnya tidak terjadi akibat yang fatal, karena tikus yang terdesak segera berlari menghindar atau masuk petak pertanaman. Tikus pemenang hanya mengusir dan membiarkan tikus kalah berlari menjauh. Hal tersebut berbeda dari kondisi dalam laboratorium yang berakibat fatal bagi tikus yang kalah dalam perkelahian.

Gambar 68. Aktivitas perkelahian tikus sawah di lapangan dalam postur khas

boxing position.

 Berkejaran

Aktivitas tikus berkejaran di lapangan terjadi ketika tikus dominan (biasanya jantan), bertemu tikus sawah lain (Gambar 69). Rekaman CCTV menunjukkan bahwa tikus yang berlari menghindar berjenis kelamin jantan dan betina. Tikus jantan yang kalah dalam perkelahian (individu sub-ordinate) diduga merupakan individu yang berlari menghindar tersebut. Tikus betina kemungkinan adalah tikus yang tidak sedang dalam kondisi siap kawin sehingga menghindari tikus jantan. Reaksi tikus jantan dominan adalah mengejar hingga batas pertanaman, kemudian

72

kembali ke kedudukan awal tikus yang berlari tersebut sambil mengendus-endus tanah.

Gambar 69. Seekor tikus yang sedang makan rumput di parit saluran air dikejar tikus lain yang datang dari dalam petak pertanaman.

Aktivitas tikus sawah yang dilakukan dalam laboratorium tetapi tidak dijumpai dalam kondisi di lapangan meliputi minum, menggali lubang di tanah, keluar-masuk lubang sarang, dan kawin. Kemungkinan aktivitas tersebut tetap dilakukan oleh tikus sawah, tetapi tidak terekam kamera CCTV karena berlangsung di dalam petak pertanaman yang kanopinya tertutup rapat. Terbukti dengan ditemukan 2 lubang aktif tikus sawah dalam kondisi perkembangbiakan aktif tikus pada masing-masing enclosure (Gambar 70). Lubang aktif tersebut terdapat pada pematang saluran air yang merupakan pembatas dengan petak pertanaman padi. Ciri khas lubang aktif pada periode tersebut adalah terdapatnya gundukan serpihan tanah di depan lubang keluar-masuk. Serpihan tanah berasal dari dalam lubang sarang yang sengaja dibuat induk betina agar sarang lebih kompleks (panjang dan bercabang), dan terdapat ruangan besar (chamber) sebagai tempat untuk melahirkan dan memelihara anak-anaknya (Anggara et al. 2008). Serpihan tanah galian yang didorong keluar juga difungsikan untuk menutup mulut lubang sehingga suhu di dalam sarang lebih hangat dan aman dari predator yang berusaha masuk (Nolte et al. 2002; Sudarmaji 2004). Keberadaan lubang aktif menunjukkan bahwa tikus sawah yang dilepas dalam petak enclosure

melakukan aktivitas menggali tanah untuk membuat lubang sarangnya.

Gambar 70. Penampakan morfologi lubang aktif tikus sawah sedang aktif reproduksi pada padi menjelang panen (95 HST) di petak enclosure. Aktivitas kawin tikus sawah di lapangan diduga kuat dilakukan di dalam lubang sarang. Eksplorasi bioakustik tikus sawah di lapangan memperkuat dugaan tersebut. Vokalisasi percumbuan sebelum kawin diperoleh dari dalam lubang ketika padi stadia bunting pada sekitar pukul 19:00 WIB. Oleh karena itu, aktivitas tersebut tidak terpantau dan terekam dengan kamera CCTV yang

73 ditempatkan dalam enclosure percobaan. Keberadaan lubang aktif juga membuktikan bahwa kemungkinan tikus sawah juga melakukan aktivitas keluar masuk lubang sarangnya, tetapi tidak terpantau dalam rekaman CCTV.

Pengaruh pemaparan vokalisasi

Pada malam hari di lapangan, tikus sawah mengalokasikan sebagian besar waktunya untuk beraktivitas di dalam petak pertanaman padi. Analisis varian alokasi waktu berada dalam petak sawah terhadap beragam pemaparan vokalisasi menunjukkan tidak beda nyata (Tabel 7). Hasil tersebut relatif sama dengan pengamatan dalam laboratorium yang terbukti tikus sawah mengalokasikan sebagian besar waktu malamnya untuk beristirahat di dalam lubang sarang yang merupakan tempat paling aman (Tabel 4). Di lapangan, kanopi tanaman padi yang rimbun hingga rapat menutup petak pertanaman diduga memberikan perlindungan maksimal bagi tikus dari para pemangsanya. Kondisi tersebut membuat tikus sawah mengalokasikan waktu hingga lebih dari 10 jam atau 86% periode aktifnya pada malam hari dari pukul 17:30-05:30 WIB untuk beraktivitas di dalam petak pertanaman (Tabel 7). Hanya 14% atau sekitar 1,7 jam alokasi waktu tikus sawah berada di luar petak pertanaman yang dapat dipantau oleh kamera CCTV. Waktu yang singkat tersebut digunakan untuk melakukan beragam aktivitas, meliputi mengendus, berkejaran, menjelajah, makan dan minum, merawat badan (menjilati), istirahat, mengawasi, dan berkelahi (Tabel 7).

Aktivitas tikus sawah yang mampu dipantau kamera CCTV hanya yang berlangsung di area terbuka di luar petak pertanaman enclosure, meliputi area sepanjang pinggiran petak pertanaman, pematang, parit saluran air, hingga tembok dan pagar seng. Keseluruhan aktivitas tikus yang berlangsung di area tersebut hanya berkisar 6,1-24,3% (rata-rata 13,9%), meliputi aktivitas mengendus, berkejaran, menjelajah, makan dan minum, merawat badan (menjilati), istirahat, mengawasi, dan berkelahi (Tabel 7). Di dalam petak pertanaman yang tidak mampu ditembus kamera CCTV, tikus sawah diduga melakukan aktivitas serupa yang dilakukannya pada area terbuka. Hal ini seperti yang dinyatakan Murakami (1992) dan Anggara et al. (2008) bahwa aktivitas tikus sawah pada malam hari di lapangan meliputi mencari pakan, pasangan kawin, dan mempertahankan wilayah kekuasaannya (territorial). Daerah jelajah yang ditempati oleh tikus sawah semakin menyempit seiring perkembangan stadia tanaman padi (Arida 1998). Menurut Sudarmaji (2004), hal tersebut karena tikus sawah lebih banyak beraktivitas di sekitar lubang sarangnya pada saat aktif reproduksi yang bertepatan dengan tanaman padi stadia generatif. Pada saat penelitian berlangsung, tanaman padi enclosure dalam stadia anakan maksimum hingga menjelang panen. Kondisi tersebut secara alami juga mempengaruhi tikus sawah yang dilepas di dalamnya untuk menyesuaikan dengan fenologi pertanaman sehingga hanya sebagian kecil dari keseluruhan aktivitasnya sepanjang malam yang dapat terpantau kamera CCTV. Fakta lain yang membuktikan terdapatnya aktivitas tikus sawah di dalam pertanaman adalah terdapatnya lubang aktif dan kerusakan tanaman padi (Tabel 9). Lubang aktif tikus sawah ditemukan pada kedua enclosure tempat pelaksanaan percobaan (Gambar 68). Beberapa rumpun tanaman padi pada bagian tengah

74

Tabel 9. Kuantifikasi alokasi penggunaan waktu pukul 17:30-05:30 WIB oleh tikus sawah pada pemaparan berbagai vokalisasi di lapangan

Pemaparan vokalisasi/

suara

Alokasi penggunaan waktu (%) pukul 17:30-05:30 WIB untuk aktivitas dalam sawah meng- endus ber ke- jar an m en- jelajah m akan minum men- jilati is ti- r ahat meng- aw asi ber - kelahi Tanpa suara 93,9 a 1,5 a 0 ,7 b 2,4 a 0 ,5 a 0 ,4 ab 0 ,3 ab 0,3 a 0 ,1 b Ultrasonik 92,5 a 1,8 ab 0 ,6 b 2,8 a 0 ,6 a 0 ,3 a 0,7 b 0,6 b 0 ,1 b Reproduksi 89 ,1 a 1,2 a 1,8 c 5,3 b 1,6 b 0 ,2 a 0 ,1 a 0,6 b 0 a Perkelahian 83,3 a 3,1 b 3,8 d 5,6 b 1,3 b 0 ,4 ab 0,2 a 2,0 c 0 ,4 b Pergantian hari 82,2 a 4,3 b 0 ,2 a 8,2 c 1,1 b 0 ,3 a 2,9 c 0,6 b 0 a Kanibalisme 75,7 a 3,2 b 5,6 e 6,9 b 1,7 b 0 ,2 a 0 ,4 ab 4,5 d 1,8 c Keterangan: angka diikuti huruf yang sama pada satu kolom menunjukkan tidak berbeda

nyata (DMRT, α = 5%)

Pemaparan vokalisasi terbukti mempengaruhi perilaku tikus sawah. Pada perlakuan pemaparan vokalisasi, komposisi alokasi waktu aktivitas tikus sawah terlihat berubah dibanding kontrol tanpa vokalisasi (Tabel 9, Gambar 71). Hal tersebut menunjukkan bahwa tikus sawah merespons setiap pemaparan vokalisasi dengan mengkonversi aktivitas tertentu menjadi lebih lama atau lebih singkat daripada kondisi normal, bergantung pada jenis vokalisasi yang diterimanya. Pemaparan vokalisasi agonistik perkelahian, pergantian hari, dan kanibalisme menyebabkan tikus sawah cenderung mengurangi alokasi waktunya berada di dalam petak pertanaman (Gambar 71) dan terbukti menambah alokasi waktu untuk aktivitas mengendus, menjelajah, makan, dan mengawasi (Tabel 9). Vokalisasi pergantian hari dan perkembangbiakan aktif menyebabkan tidak terjadinya aktivitas perkelahian tikus, sedangkan vokalisasi kanibalisme meningkatkan alokasi waktu aktivitas berkelahi hingga 4,5 kali dibanding perlakuan kontrol tanpa pemaparan vokalisasi (Tabel 9).

Gambar 71. Alokasi penggunaan waktu tikus sawah pada pemaparan vokalisasi di lapangan sepanjang periode aktifnya (pukul 17:30-05:30 WIB)

Perlakuan pemaparan ultrasonik di lapangan menunjukkan alokasi waktu tikus sawah untuk melakukan berbagai aktivitasnya relatif serupa dengan kontrol,

75 baik di dalam maupun di luar petak pertanaman (Tabel 9, Gambar 71). Hal tersebut mengindikasikan bahwa pemaparan ultrasonik di lapangan tidak terlalu mempengaruhi tikus sawah dalam melakukan aktivitasnya. Hasil ini berbeda dari pemaparan di dalam laboratorium yang terlihat jelas pemaparan ultrasonik menyebabkan tikus sawah menjadi lebih banyak berlindung dengan masuk dalam lubang sarang dan terburu-buru beraktivitas di luar lubang. Kondisi di dalam laboratorium tempat tikus percobaan dimasukkan ke dalam kandang perlakuan berukuran 100cm x 80cm x 60cm sangat berbeda dari kondisi alami di lapangan. Pemaparan ultrasonik dalam kandang perlakuan diduga menimbulkan dampak pada tikus uji karena dalam lingkungan yang terbatas sehingga masih dalam jangkauan ultrasonik. Kondisi tersebut sangat berbeda dari di lapangan yang berukuran sangat besar dibanding kandang perlakuan. Pemaparan ultrasonik diduga tidak mampu menjangkau tikus sawah yang berada di dalam petak pertanaman padi sehingga tidak menimbulkan respons perilaku. Hal tersebut sesuai dengan yang dinyatakan Pierce (1993) dan Timm (1994) bahwa ultrasonik tidak mampu menghalau tikus liar. Disamping itu, karakter gelombang ultrasonik yang memiliki frekuensi tinggi membuat gelombangnya tidak dapat dipantulkan oleh benda-benda padat, tetapi menembus dan terserap. Oleh karena itu, tikus yang bersembunyi di balik tembok, pintu, perabotan, atau benda-benda padat yang lain akan terhindar dari pengaruh gelombang ultrasonik (www.glenbrook. k12.il.us/GBSSCI/PHYS/Class/ sound).

Gambar 72. Alokasi penggunaan waktu tikus sawah di luar petak pertanaman pada pemaparan vokalisasi di lapangan.

Apabila alokasi waktu tikus sawah yang berada dalam petak pertanaman diabaikan, terlihat jelas bahwa pemaparan beragam jenis vokalisasi memberikan pengaruh pada alokasi waktu tikus beraktivitas di luar pertanaman (Gambar 72). Pada perlakuan kontrol tanpa pemaparan vokalisasi, tikus sawah hanya mengalokasikan waktu rata-rata 44 menit dari 12 jam periode aktifnya sepanjang malam sejak pukul 17:30-05:30 WIB. Pemaparan beragam vokalisasi terbukti meningkatkan alokasi waktu tikus untuk berada di luar petak pertanaman, terutama pada pemaparan vokalisasi kanibalisme, pergantian hari, dan perkelahian

76

(Gambar 72). Rekaman kamera CCTV menunjukkan alokasi waktu yang meningkat di luar petak pertanaman digunakan tikus sawah untuk beraktivitas menjelajah, mengendus, berkejaran, mengawasi, makan dan minum, istirahat, menjilati badan, dan berkelahi.

Pemaparan vokalisasi kanibalisme terlihat jelas menyebabkan perubahan respons perilaku tikus di lapangan. Tikus sawah menambah alokasi waktunya di luar petak pertanaman hingga 4 kali lebih lama dibanding kontrol (Gambar 72). Aktivitas tikus yang meningkat drastis meliputi menjelajah, mengendus, berkejaran, mengawasi, dan berkelahi. Rekaman CCTV menunjukkan tikus sawah yang keluar dari petak pertanaman menjelajah di area terbuka, meliputi pematang, saluran air, hingga tembok enclosure. Tikus jantan terlihat berusaha mencari sumber suara di atas kamera CCTV, bahkan dengan berenang menyeberang parit yang sedang penuh air (Gambar 67). Tikus sawah lain berulang kali kembali dan diam mengawasi kamera CCTV untuk memastikan asal vokalisasi tersebut. Salah satu tikus jantan melompat dan berada di atas kamera hingga fokus kamera berubah (Gambar 73). Ketika dua ekor tikus jantan bertemu untuk mencari asal vokalisasi, pada awalnya terjadi perkelahian dalam postur khas boxing position

(Gambar 68). Meskipun demikian tidak terjadi akibat yang fatal karena tikus yang terdesak melarikan diri masuk petak pertanaman, sedangkan tikus pemenang kembali mencari sumber vokalisasi. Pada ulangan lain terlihat tikus sawah mengejar tikus dalam parit yang sedang mencari sumber vokalisasi (Gambar 69). Berdasarkan hasil di atas, vokalisasi kanibalisme terbukti dapat berfungsi untuk menarik kedatangan tikus mendekati sumber suara sehingga berpotensi untuk digunakan sebagai suara panggil (attractant).

Gambar 73. Penampakan normal kamera CCTV (kiri), dan ketika seekor tikus naik di atasnya (moncong kelihatan; kanan) ketika mencari speaker

yang melantangkan vokalisasi kanibalisme.

Tikus sawah yang dipaparkan vokalisasi agonistik perkelahian di lapangan menunjukkan respons perilaku serupa pemaparan vokalisasi kanibalisme (Gambar 72). Meskipun demikian, alokasi waktu di luar petak pertanaman relatif lebih singkat (120 menit) dibanding pemaparan vokalisasi kanibalisme (177 menit). Hal tersebut berbeda dari hasil percobaan dalam laboratorium yang menunjukkan bahwa alokasi waktu aktivitas tikus sawah pada pemaparan vokalisasi perkelahian tidak berbeda dari kontrol (Tabel 4). Meskipun tidak terjadi perubahan signifikan pada alokasi waktu aktivitas, terlihat respons perilaku kelompok tikus betina yang diduga terpengaruh vokalisasi agonistik perkelahian tersebut. Rekaman CCTV menunjukkan 3 ekor tikus betina terlibat permainan perkelahian (berdiri dalam postur khas boxing position) yang hanya dijumpai pada pemaparan vokalisasi

77 perkelahian (Gambar 53). Perbedaan respons perilaku tikus sawah dalam laboratorium dan di lapangan diduga akibat kondisi lingkungan percobaan keduanya yang sangat berbeda. Tikus sawah, terutama kelompok tikus betina, dalam kondisi laboratorium memilih lebih banyak mengalokasikan waktunya untuk berada di dalam lubang sarang, sedangkan tikus jantan lebih sering menjelajah pada pemaparan vokalisasi tersebut. Pada kondisi lapangan yang lebih luas dan terbuka, terlihat tikus jantan mengalokasikan waktunya di luar petak pertanaman untuk lebih banyak beraktivitas menjelajah, mengendus, dan berkejaran (Gambar 72). Berdasarkan hasil tersebut, vokalisasi agonistik perkelahian juga dikelompokkan sebagai suara yang berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai suara panggil (attractant) dalam kondisi lapangan.

Gambar 74. Tikus sawah memindahkan kotak plastik umpan dari atas pematang ke dalam pipa paralon saluran pemasukan air.

Alokasi waktu beraktivitas di luar petak pertanaman meningkat hingga sekitar 3 kali lipat pada pemaparan vokalisasi pergantian hari di lapangan (Gambar 72). Menjelajah, mengendus (Gambar 62), dan istirahat di pinggir petak pertanaman (Gambar 66) merupakan aktivitas tikus sawah yang terlihat bertambah alokasi waktu pelaksanaannya pada pemaparan vokalisasi tersebut. Rekaman CCTV menunjukkan bahwa aktivitas menjelajah dan mengendus pada pemaparan vokalisasi pergantian hari berbeda dari pada vokalisasi agonistik perkelahian dan kanibalisme. Pada pemaparan vokalisasi pergantian hari, tikus sawah terlihat rileks dan tidak tergesa-gesa ketika menjelajah. Aktivitas tersebut dilakukan tikus dalam durasi rata-rata 3,9 menit, lebih lama dibanding pada pemaparan vokalisasi perkelahian (2,1 menit) dan kanibalisme (1,6 menit) (Tabel 10). Fenomena unik pada pemaparan vokalisasi pergantian hari adalah dipindahkannya kotak plastik tempat umpan ke parit saluran air yang sedang kering atau dibawa masuk hingga ke dalam petak pertanaman (Gambar 74). Pada pemaparan vokalisasi pergantian hari tidak ditemukan tikus yang berenang menyeberang parit ketika terisi air dan juga aktivitas tikus berkelahi. Berdasarkan pantauan kamera CCTV terlihat tikus yang kebetulan bertemu tidak menunjukkan sikap permusuhan seperti berkejaran

78

atau berkelahi, tetapi hanya membiarkan sambil meneruskan aktivitas masing- masing. Berdasarkan hasil tersebut, vokalisasi pergantian hari lebih sesuai dikelompokkan sebagai suara usir (repellant) karena terbukti menyebabkan tikus lebih banyak menjelajah, tetapi tidak tertarik untuk mencari sumber vokalisasi. Tabel 10. Durasi waktu aktivitas tikus sawah pada pemaparan berbagai vokalisasi

Pemaparan vokalisasi/

suara

Durasi setiap aktivitas tikus (menit) masuk saw ah meng- endus ber ke- jar an m en- jelajah makan minum m en- jilat i is t i- r ahat meng- awasi ber - kelahi Tanpa suara 23,4 ab 0 ,2 a 0 ,6 a 1,1 a 0 ,3 ab 0 ,6 a 0 ,3 a 0 ,3 b 0 ,4 a Ultrasonik 26,1 b 0 ,5 a 0 ,9 ab 1,2 a 0 ,3 ab 0 ,6 a 0 ,6 b 0,1 b 0 ,7 ab Reproduksi 49 ,7 c 1,4 c 1,6 b 1,4 a 0 ,8 b 2,4 b 0 ,2 a 0 a 1,2 b Perkelahian 21,3 a 2,6 cd 1,0 b 2,1 ab 1,6 c 1,2 ab 0 ,6 b 0 a 0 ,5 a Pergantian hari 19,5 a 0 ,6 b 1,2 b 3,9 b 0 ,1 a 1,1 a 0 ,8 b 0 ,2 b 7,1 c Kanibalisme 13,5 a 3,2 d 0 ,4 a 1,6 a 4,8 d 2,8 b 0 ,7 b 13,1 c 0 ,7 ab Keterangan: angka diikuti huruf yang sama pada satu kolom menunjukkan tidak berbeda

nyata (DMRT, α = 5%)

Pada pemaparan vokalisasi perkembangbiakan aktif, alokasi waktu tikus sawah berada di luar petak pertanaman meningkat hingga hampir 2 kali daripada perlakuan kontrol (Gambar 72). Penambahan waktu tersebut digunakan tikus sawah untuk beraktivitas menjelajah, berkejaran, dan makan. Aktivitas menjelajah yang berdurasi rata-rata 1,2 menit (Tabel 10) dilakukan silih berganti dengan aktivitas mengendus. Meskipun berlangsung relatif singkat, tikus sawah terlihat melakukannya dengan rileks sehingga tidak terkesan terburu-buru. Aktivitas berkejaran yang terekam kamera CCTV terjadi antara sesama tikus jantan. Salah

Dokumen terkait