• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penelitian komunikasi hewan pada dasarnya bertujuan untuk memecahkan kode hewan dalam berkomunikasi sesamanya. Suara yang digunakan oleh hewan untuk menyampaikan informasi dalam lingkup bioakustik disebut vokalisasi. Vokalisasi mammalia merupakan struktur kode informasi multidimensi yang mengandung sinyal motivasi dan referensi si pengirim pesan. Visualisasi vokalisasi pada spektrogram dan osilogram menunjukkan bahwa suara bervariasi dalam frekuensi dan durasi, serta berubah pola strukturnya dari waktu ke waktu. Perubahan jumlah pengulangan dan variasi frekuensi yang digunakan mengindikasi bahwa vokalisasi merupakan "pesan yang dikodekan" (Brudzynski 2005). Sebagai contoh adalah vokalisasi alarm peringatan yang memuat informasi kondisi emosional (si pengirim pesan) dan deskripsi sumber ancaman (Brudzynski 2010). Salah satu kepentingan manusia terhadap vokalisasi hewan adalah pemanfaatannya untuk usaha pengendalian. Dengan mengetahui makna dan tujuan hewan melantangkan vokalisasinya, dapat digunakan untuk menghalau hewan dari spesies tersebut apabila kehadirannya telah menimbulkan gangguan terhadap manusia atau kepemilikannya. Keuntungan penerapan metode tersebut adalah bersifat spesifik spesies (Cox et al. 1988; Heffner and Heffner 2007) sehingga tidak menimbulkan gangguan pada hewan bukan sasaran pengendalian (Kohlerr et al. 1990). Di samping itu, metode tersebut relatif lebih aman bagi manusia dan ramah lingkungan karena tidak menggunakan bahan-bahan pencemar lingkungan.

Penggunaan sinyal akustik untuk pengendalian menunjukkan perkembangan dari waktu ke waktu. Pada awalnya, hewan sasaran pengendalian dihalau dengan gelombang suara yang keras (sonic boom), seperti bunyi letusan, sirine, genderang, atau teriakan sehingga hewan kaget dan meninggalkan area tertentu. Kelemahan metode tersebut adalah menimbulkan kebisingan yang mengganggu, serta hewan menjadi terbiasa (habituasi) sehingga tidak lagi terpengaruh suara yang digunakan. Perkembangan berikutnya adalah pemanfaatan sinyal akustik berfrekuensi tinggi (ultrasonik) untuk mengusir hewan sasaran dari wilayah pengendalian. Beberapa ultrasonik diklaim sebagai vokalisasi alami yang dilantangkan hewan sasaran sehingga efektif untuk digunakan. Keberhasilan penerapan metode tersebut untuk pengendalian masih sangat bervariasi. Meskipun demikian, terlihat bahwa penerapan ultrasonik relatif berhasil dalam wilayah terbatas. Secara hipotetik, gelombang ultrasonik juga efektif digunakan pada kawasan terbuka yang penghalangnya relatif sedikit, misalnya kawasan perairan, udara, padang es, atau padang pasir. Gelombang ultrasonik bersifat pendek dan cepat sehingga gelombang tersebut akan dipantulkan kembali dalam bentuk gema pada lingkungan terbuka atau akan menghilang (menembus dan terserap) apabila bertemu benda-benda padat pada kondisi banyak penghalang (Smith 1993; Brudzynski 2005).

Hingga saat ini, pemanfaatan sinyal akustik untuk usaha pengendalian lebih berkembang aplikasinya sebagai suara pengusir (repellant). Vokalisasi digunakan untuk menghalau hewan sasaran pengendalian agar meninggalkan, menjauhi, atau tidak mau mendekati kawasan yang dilindungi. Menurut Koehler et al. (1990),

84

cepat atau lambat, penggunaan vokalisasi pengusir secara terus menerus akan membuat hewan terhabituasi dan tidak lagi terpengaruh sehingga akan mengabaikannya. Lebih lanjut dinyatakan bahwa teknik menakut-nakuti hewan sasaran pengendalian jarang berdampak pada rodentia kecil. Oleh karena itu, dalam penelitian disertasi ini dikembangkan dengan pendekatan yang berbeda. Eksplorasi vokalisasi alami tikus sawah sebagai hewan sasaran pengendalian dilakukan pada kisaran suara terdengar dan perakitan metode pengendalian difokuskan pada suara panggil (attractant). Di samping bersifat spesifik spesies, vokalisasi terdengar memiliki jangkauan lebih luas daripada ultrasonik pada area yang banyak penghalang bagi penyebaran gelombang suara. Hal tersebut karena kisaran frekuensi suara terdengar dapat dipantulkan oleh benda-benda padat (Smith 1993), seperti keberadaan rumpun tanaman padi di dalam lahan sawah. Suara panggil digunakan untuk menarik tikus sawah ke lokasi tertentu, dalam hal ini adalah petak pertanaman TBS. Vokalisasi alami tikus sawah diletakkan dalam petak pertanaman padi yang ditanam 3 minggu lebih awal dari lahan di sekelilingnya untuk lebih menarik tikus dari habitat di sekitarnya.

Pemaparan ultrasonik di lapangan menunjukkan respons perilaku tikus sawah serupa dengan kontrol sehingga dinyatakan tidak berpengaruh pada aktivitas tikus sawah di lapangan. Hasil tersebut seperti yang dinyatakan Koehler

et al. (1990) bahwa alat pengusir ultrasonik tidak efektif untuk pengendalian tikus. Salah satu karakter tikus dan mencit adalah perilaku habituasi, yaitu akan terbiasa dan segera mengabaikan benda-benda baru yang tidak berbahaya di lingkungannya. Tikus yang baru pertama kali dipaparkan suara tersebut akan menjauh selama beberapa menit hingga beberapa hari, tetapi segera akan menjadi terbiasa dan selanjutnya tetap makan dan bersarang di tempat yang dipasang alat ultrasonik (Timm 1994). Suara ultrasonik tidak dapat dipantulkan oleh benda- benda padat, tetapi akan menembus dan terserap oleh material tersebut. Oleh karena itu, gelombang suara ultrasonik tidak mampu melewati tembok atau perabotan sehingga tikus yang bersembunyi di belakang tembok, pintu, atau perabotan akan terhindar dari pengaruh gelombang ultrasonik (Smith 1993).

Penelitian disertasi dititikberatkan pada pemanfaatan suara panggil (attractant) untuk menarik tikus sawah. Vokalisasi panggil dimanfaatkan untuk menarik dan mengarahkan tikus sawah ke lokasi tertentu yang telah disediakan pakan untuknya. Metode tersebut sejalan dengan konsep pengendalian

menggunakan TBS (trap barrier sistem) yang telah dirakit BB Padi sebelumnya.

Satu unit TBS terdiri atas tanaman perangkap sebagai umpan penarik kedatangan tikus, pagar plastik untuk mengarahkan tikus masuk perangkap, dan bubu

perangkap untuk menangkap dan menampung tikus yang tertangkap (Anggara et

al. 2008). Tanaman perangkap adalah petak pertanaman padi berukuran minimal

25m x 25m yang ditanam 3 minggu lebih awal daripada pertanaman padi di sekelilingnya. Pertanaman tersebut berfungsi untuk menarik tikus hingga radius 200m dari habitat tikus sawah, seperti tanggul irigasi, tanggul jalan, pematang besar, bantaran sungai, lahan kosong, dan pinggiran kampung. Vokalisasi panggil

yang dipasang pada petak tanaman perangkap TBS diharapkan mampu

meningkatkan ketertarikan tikus sawah untuk mendatangi petak tanaman tersebut sehingga mampu menangkap lebih banyak tikus sawah sasaran pengendalian.

85

BAB VI

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Penelitian tahap pertama adalah eksplorasi vokalisasi bioakustik alami tikus sawah dalam rentang suara terdengar (frekuensi 20Hz - 20.000Hz) di lapangan dan dalam laboratorium. Sejumlah 6 pola vokalisasi tikus sawah diperoleh selama MK 2012 di lapangan, meliputi vokalisasi saat olah lahan, padi anakan maksimum, padi bunting, padi berbunga, dan seminggu pascapanen. Frekuensi 1- 2kHz disertai 5-9kHz dominan digunakan pada pelantangan vokalisasi di lapangan. Vokalisasi berlangsung relatif singkat (berdurasi 12,41 detik) dan lembut (taraf intensitas 43,91dB). Dalam laboratorium, diperoleh 13 pola vokalisasi yang sebagian besar (10 pola) berhubungan dengan perilaku agonistik. Vokalisasi perkelahian dan kanibalisme dominan dilantangkan pada frekuensi 5,3- 6,0kHz, vokalisasi ketakutan tikus muda pada fekuensi 4,8-6,8kHz, vokalisasi penolakan kawin tikus betina berfrekuensi 4,6kHz, dan vokalisasi ketika tikus diganggu pada frekuensi 5,3-5,6kHz.

Vokalisasi alami yang telah dipurifikasi dengan perangkat lunak Cool Edit Pro 2.1 dipaparkan kembali pada individu tikus sawah di dalam kondisi laboratorium. Semua aktivitas tikus percobaan dipantau kamera CCTV dan dilakukan pengamatan saksama untuk membuat ethogram. Aktivitas normal tikus sawah sepanjang periode aktifnya pada malam hari meliputi istirahat (dalam lubang atau di sekitar rumpun padi), menjelajah (exploring), makan dan minum (feeding), membersihkan badan (groom), mengendus udara dan tanah (sniffing), mengawasi sekeliling (watching), dan menggali tanah (digging). Sebagian besar aktivitas dilakukan pada periode petang hari (pukul 17:30-22:00 WIB). Beberapa vokalisasi menimbulkan respons perilaku tikus sawah pada tingkat individu, terbukti terjadi perubahan alokasi waktu, jumlah aktivitas, dan durasi pelaksanaan aktivitas. Vokalisasi tikus sawah yang bermakna komunikasi intraspesies, meliputi vokalisasi agonistik (sebelum dan saat perkelahian, serta kanibalisme), perkembangbiakan aktif (padi stadia bunting), dan respons perubahan hari (senja hari saat bera pratanam).

Kelima pola vokalisasi tersebut selanjutnya dipaparkan pada populasi tikus sawah dalam laboratorium. Vokalisasi terbukti menyebabkan perubahan respons perilaku tikus pada tingkat populasi. Vokalisasi perkembangbiakan aktif dan kanibalisme menyebabkan tikus sawah lebih aktif menjelajah dan mengurangi alokasi waktunya dalam lubang sehingga berpotensi sebagai suara panggil. Vokalisasi agonistik perkelahian terbukti membuat tikus sawah meningkatkan alokasi waktunya dalam lubang sehingga sesuai sebagai suara usir. Dalam laboratorium, pemaparan ultrasonik menyebabkan tikus sawah memberikan respons serupa vokalisasi perkelahian sehingga digunakan untuk uji lebih lanjut di lapangan. Vokalisasi pergantian hari menyebabkan penurunan total aktivitas tikus sawah sehingga juga dipakai untuk uji keefektifan di lapangan.

86

Pemaparan vokalisasi bioakustik alami tikus sawah di lapangan terbukti mampu menimbulkan perubahan respons perilaku individu dan populasi tikus sawah yang dipaparkan vokalisasi tersebut. Vokalisasi agonistik perkelahian dan kanibalisme menyebabkan tikus sawah mengalokasikan lebih banyak waktu untuk beraktivitas di luar petak pertanaman untuk menjelajah mencari sumber vokalisasi. Pemaparan vokalisasi reproduksi aktif menyebabkan tikus sawah jantan lebih aktif menjelajah untuk menemukan tikus betina siap kawin. Oleh karena itu, ketiga vokalisasi tersebut dinyatakan potensial sebagai suara panggil untuk menarik tikus mendatangi sumber vokalisasi. Aktivitas tikus sawah menjelajah, mengendus, dan istirahat di pinggir petak pertanaman juga meningkat pada pemaparan vokalisasi pergantian hari. Meskipun demikian, tikus sawah terlihat lebih santai dan tidak berusaha mencari sumber vokalisasi. Oleh karena itu, vokalisasi pergantian hari dinyatakan sebagai suara usir karena mampu menstimulus tikus sawah untuk beraktivitas di luar petak pertanaman. Pemaparan ultrasonik di lapangan menunjukkan respons perilaku tikus sawah serupa dengan kontrol sehingga dinyatakan tidak berpengaruh pada aktivitas tikus sawah di lapangan.

Saran

1. Potensi suara panggil dan usir perlu diuji keefektifannya di lapangan. Penelitian dilakukan pada wilayah endemik serangan tikus sawah dengan membandingkan perlakuan pemaparan vokalisasi panggil (tanpa petak tanaman perangkap), TBS tanam awal tanpa vokalisasi panggil, dan TBS dengan vokalisasi panggil. Hasil tangkapan tikus sawah pada ketiga perlakuan tersebut dibandingkan untuk mengetahui keefektifan masing-masing perlakuan.

2. Dalam penelitian ini, pemaparan vokalisasi pada saat percobaan dalam laboratorium dan di lapangan dilakukan secara terus menerus sepanjang malam, sejak petang (pukul 17:00 WIB) hingga pagi (pukul 06:00 WIB di laboratorium dan pukul 05:30 WIB di lapangan). Berdasarkan ethogram diketahui bahwa puncak aktivitas diketahui terjadi pada periode petang hari (pukul 17:00 hingga 22:00 WIB). Oleh karena itu, penelitian model pemaparan vokalisasi berdasarkan waktu (petang, malam, pagi) dan kontinuitas sinyal akustik (terus menerus dan diskrit) perlu dilakukan untuk mengetahui metode pemaparan vokalisasi yang mampu menghasilkan respons maksimal.

3. Suara panggil dan usir pada penelitian ini lebih banyak menimbulkan respons perilaku pada individu tikus sawah jantan. Oleh karena itu, perlu dilakukan eksplorasi vokalisasi yang mampu menstimulus tikus betina untuk lebih merespons stimulus tersebut, seperti vokalisasi suara anak tikus.

87

DAFTAR PUSTAKA

Agranat I. 2005. Method and apparatus for automatically identifying animal species from their vocalizations. Patent No: US 7,454,334 B2.

Anggara AW, Sudarmaji. 2008. Modul G-2 : Pengendalian Hama Tikus Terpadu (PHTT). Dalam: Sembiring H, Samaullah Y, Sasmita P, Toha HM, Guswara A (editor). Modul Pelatihan TOT SL-PTT Padi Nasional. Sukamandi: Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. hlm 99-148

Aplin KP, Brown PR, Jacob J, Krebs CJ, Singleton GR. 2003. Field Methods for Rodent Studies in Asia and the Indo-Pacific. Canberra, CSIRO.

Arida EA. 1998. Daerah jelajah dan bersarang tikus sawah Rattus argentiventer

(Rob&Kloss) di areal padi sawah, Jawa Barat. Skripsi. UGM Yogyakarta Bardeli R, Wolff D, Clausen M. 2008. Bird song recognition in complex audio

scenes. In: Frommolt KH, Bardeli R, Clausen M. (editor) Computational bioacoustics for assessing biodiversity. Proc. International expert meeting on IT-based detection of bioacoustical patterns, Dec.7th-10th 2007 at the International Academy for Nature Conservation (INA), Isle of Vilm, Germany. pp: 93-102

Barnett SA. 1976. The Rat: A Study in Behaviour. Canberra: Australian National University (ANU)

Blokland A. 1995. Acetylcholine: a neurotransmitter for learning and memory. Brain Res Brain Res Rev 21(3):285-300.

Bjork E, Nevalainen T, Hakumaki M, Voipio HM. 1999. R-weighting provides better estimation for rat hearing sensitivity. Lab Animals 2000(34):136-144 Borszcz GS. 2006. Contribution of the ventromedial hypothalamus to generation

of the affective dimension of pain. Pain 123:155-168

Bradbury JW, Vehrencamp SL. 1998. Principles of Animal Communication, Sunderland, Massachusetts: Sinauer Assocaites Inc.

Brudzynski SM. 2005. Principles of rat communication: quantitative parameters of ultrasonic calls in rats. Behav Genet 35(1):85-92.

Brudzynski SM. 2009. Communication of Adult Rats by Ultrasonic Vocalization: Biological, Sociobiological, and Neuroscience Approaches. ILAR J 50(1) :43- 50

Brudzynski SM. 2010. Chapter1.1: Vocalization as an ethotransmitter. In : Brudzynski SM (editor). Handbook of Mammalian Vocalization an Integrative Neuroscience Approach. 1st edition. Amsterdam: Academic Pres. pp:1-9 Burn CC. 2008. What is it like to be a rat? Rat sensory perception and its

implications for experimental design and rat welfare. App An Behav Sci 112:1- 32

Carson N. 1999. How do animals communicate? http://www.ehow.com/way 5465476 animal-communication-methods.html

Clemins P, Johnson M. 2003. Application of speech recognition to african elephant vocalizations. Acoutics, Speech and Signal Processing 1:484-487 Cox J M, Marinier S L, Alexander A J. 1988. Auditory communication in the cane

88

Direktorat Jenderal Tanaman Pangan. [Dirjentan]. 2009. Informasi Perkembangan Serangan OPT Padi Tahun 2008, Tahun 2007, dan Rerata 5 Tahun (2002- 2006). Jakarta : Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan. pp:11,13-18

Gould CG, Gould JL.1999. The Animal Mind. New York : Scientific American Library

Harsiwi T, J Priyono, O Murakami. 1992. Pengaruh kondisi nutrisi tanaman padi terhadap perkembangbiakan dan ketahanan hidup tikus sawah Rattus argentiventer. Dalam : Murakami O. Tikus Sawah. Laporan Akhir Kerjasama Teknis Indonesia-Jepang Bidang Perlindungan Tanaman Pangan (ATA-162). Jakarta : Ditlintan. Pp 55-60.

Heffner HE, Heffner RS. 2007. Hearing Ranges of Laboratory Animals. J Am Asc for Lab Animal Sci 46(1):11-14

Hubert F. 1964. Sound in vertebrate pest control. Proc. 2nd Vertebr Pest Control Conf. Pp: 50-56.

Huntingford I. 1984. The Study of Animal Behaviour. London: Chapman and Hall Janice Frankle Bureau of Consumer Protection. 2001. For Your Information: May 3, 2001 Media Contact: Office of Public Affairs 202-326-2180 Staff Contact: Janice Frankle Bureau of Consumer Protection 202-326-3022.online. [akses 29 November 2010]

Jiang S, Ping D. 2006. Acoustic characters of Chinese white-bellied rat's voice in different individual encountering settings in captive. Zool Res 27(1):12-17 Joseph R. 1996. Hippocampus. In: Neuropsychiatry, Neuropsychology and

Clinical Neuroscience. Emotion, Evolution, Cognition, Language, Memory, Brain Damage, and Abnormal Behaviour. 2nd ed. Williams & Wilkins.pp:193- 216.

Jourdan D, Ardid D, Chapuy E, Eschalier A, le Bars D. (1995). Audible and ultrasonic vocalization elicited by single electrical nociceptive stimuli to the tail in the rat. Pain 63(2):237-249.

Kikkawa J, Thorne MJ. 1974. The Behavior of Animals. London: John Murray Publisher LTD.

Kimoto H, Haga S, Sato K, Touhara K. 2005. Sex-specific peptides from exocrine glands stimulate mouse vomeronasal sensory neurons. Nature 437(7060):898– 901.

Knutson B, Burgdorf J, Panksepp J. 1998. Anticipation of play elicits high frequency ultrasonic vocalizations in young rats. J Comp Psychol 112:65-73. Koehler AE, Marsh RE, Salmon TP. 1990. Frightening methods and devices/

stimuli to prevent damage - a review. In: Davis LR, Marsh RE. (eds). Proc 14th Vertebr. Pest Conf. Davis : Published at Univ. of Calif. Pp: 168-173.

Lahvis GP, Alleva E, Scattoni ML. 2011. Translating mouse vocalizations: prosody and frequency modulation. Genes, Brain and Behav 10:4-16

Leirs H. 1995. Population Ecology of Mastomys natalensis (Smith, 1834). Implications for Rodent Control in Africa. Brussels: Belgian Administration for Development Cooperation. Agricultural Edition-Nr35. pp: 87-108

Lehner PN. 1979. Handbook of Ethological Methods. New York: Garland STPM Press.

Leung KPL, Sudarmaji. 1999. Techniques for the ricefield rat Rattus

89 Litvin DY, Blanchard C, Blanchard RJ. 2010. Vocalization as a social signal in

defensive behavior. In : Brudzynski, S.M (editor). Handbook of Mammalian Vocalization an Integrative Neuroscience Aprproach. 1st edition. Amsterdam: Academic Pres. pp:150-197

Litvin Y, Blanchard CD, Blanchard RJ. 2010. Vocalization as a social signal in defensive behavior. In : Brudzynski, S.M (editor). Handbook of Mammalian Vocalization an Integrative Neuroscience Aprproach. 1st edition. Amsterdam: Academic Pres. pp:150-197

Litvin Y, Blanchard CD, Blanchard RJ. 2007. Rat 22 kHz ultrasonic vocalizations as alarm cries. Behav Brain Res 182:166-172

Meehan AP. 1984. Rats and Mice, Their Biology and Control. Tonbrigde-Great Britain: Brown Knight & Truscott ltd. pp:67-69

Millera JR, Engstrom MD. 2012. Vocal stereotypy in the rodent genera Peromyscus and Onychomys (Neotominae): taxonomic signature and call design. Bioacoustics 21(3):193–213

Morton ES, Page J. 1992. Animal Talk. New York : Random House.

Murakami O. 1992. Tikus Sawah. Laporan Akhir Kerjasama Teknis Indonesia- Jepang Bidang Perlindungan Tanaman Pangan (ATA-162). Jakarta : Ditlintan Nitschke W. 1982. Acoustic Behavior in the Rat: Research, Theory, and

Applications.New York: Praeger Publishers.

Nolte DL, Jacob J, Sudarmaji, Hartono R, Herawati NA, Anggara AW. 2002. Demographics and burrow use of rice-field rats in Indonesia. Proc.20th Vertebrate Pest Conf. Univ. California Davis : March 4-7 2002. pp: 75-85 Portfors CV. 2007. Types and functions of ultrasonic vocalizations in laboratory

rats and mice. J Am Assoc Lab Anim Sci. 46(1):28-34.

Priyambodo S. 2003. Pengendalian Hama Tikus Terpadu. Yogyakarta: Penebar Swadaya. pp:19,47

Roberts LH. 1975. Evidence for the laryngeal source of ultrasonic and audible cries of rodents. Journal of Zoology 175: 243–257. doi: 10.1111/j.1469- 7998.1975. tb01399.x Article first published online: 20 Aug. 2009

Russell MJ. 1998. Mammal repellants: options and considerations for development. In: Baker RO, Crabb AC. (eds). Proc. 18th Vertebr. Pest Conf. Davis : Univ. of Calif. Pp: 325-329

Shumake S A. 1998. Electronic rodent repellant devices: a review of efficacy test protocols and regulatory actions. In: Mason JR (edt). Repellants in wildlife management (August 8-10, 1995, Denver, CO). USDA, National Wildlife Research Center, Fort Collins, CO. Pp: 253-270

Singleton GR, Belmain SR, Brow PR. 2010. Rodent outbreaks: an age-old issue with a modern appraisal. In: Singleton GR, Belmain SR, Brown PR, Hardy B. (editor). Rodent Outbreaks: Ecology and Impacts. Los Banos: International Rice Research Institute.

Smith RH. 1993. Rodent control methods: nonchemical and nonlethal chemical. In: Bukle AP, Smith RH. (editor). Rodent Pests and Their Control. Wallingford :CAB Int.p:109-125

Steiger H, Bruce KR, Groleau P. 2011. Neural circuits, neurotransmitters, and behavior: serotonin and temperament in bulimic syndromes. Curr Top Behav Neurosci 6:125-38.

90

Sudarmaji. 2004. Dinamika populasi tikus sawah Rattus argentiventer (Rob and Kloss) pada ekosistem sawah irigasi teknis dengan pola tanam padi-padi-bera. Disertasi. UGM Yogyakarta

Sudarmaji, Herawati NA. 2001. Metode sederhana pendugaan populasi tikus sebagai dasar pengendalian dini di ekosistem sawah irigasi. Penelitian Pertanian 20 (2): 27-31

Sudarmaji, Rahmini, Herwati NA, Anggara AW. 2005. Perubahan musiman kerapatan populasi tikus sawah di ekosistem sawah irigasi. Penelitian Pertanian 24(3):119-125

Syka J. 2010. Subcortical responsses to species-specific vocalizations. In : Brudzynski SM (editor). Handbook of Mammalian Vocalization an Integrative Neuroscience Aprproach. 1st edition. Amsterdam: Academic Pres. pp:99-145 Thomas DA, Takahashi LK, Barfield RJ. 1983. Analysis of ultrasonic

vocalizations emitted by intruders during aggressive encounters among rats

(Rattus norvegicus). J Comp Psychol 97:201-206.

Timm RM. 1994. Norway rat. The handbook: Prevention and control of wildlife damage. Paper 5.http://digitalcomons.unl.edu/kwdhandbook/5Page2. B-105 Timm RM. 1994. House Mice. The handbook: Prevention and control of wildlife

damage. Paper 4.http://digitalcomons.unl.edu/kwdhandbook/4Page2. B-31 Willott JF. 2007. Factors Affecting Hearing in Mice, Rats and Other Laboratory

Animals. Journal of the American Association for Laboratory Science 46(1): 23-27

White NR, Matochik JA, Nyby JG, Barfield RJ. 1998. The role of vocalizations in the behavioral regulation of reproductive behavior in rodents. Presented at INABIS'98 5th Internet World Congress on Biomedical Sciences at McMaster University, Canada, Dec 7-16th.

Zhou WY, Wei WH, Fan NC. 1999. A method for studying behaviour of small animals. In: Zhang ZB, Hinds L, Singleton GR, Wang ZW. 1999. Rodent Biology and Management. International Conference on Rodent Biology and Management. Beijing-China:Oct. 5-9 1998. ACIAR Technical Reports no.45. pp:112-113

91

RIWAYAT HIDUP

Agus Wahyana Anggara dilahirkan di Kulon Progo, 2 April 1974 dari orang tua Sugiyarto dan Sumirah, Amd. Pendidikan sarjana (S-1) ditempuh di Jurusan Zoologi, Fakultas Biologi, Universitas Gadjah Mada di Yogyakarta, tahun 1992- 1998. Pendidikan master (S-2) ditempuh di Sekolah Pascasarjana IPB, Departemen Hama dan Penyakit, Institut Pertanian Bogor, tahun 2002-2005. Terdaftar sebagai mahasiswa Program Doktor Sekolah Pascasarjana IPB pada September 2010, Program Studi Biosains Hewan, Departemen Biologi IPB. Dalam kesehariannya, Agus Wahyana Anggara merupakan peneliti di Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Kementerian Pertanian RI. Bidang kepakaran yang ditekuni sejak bergabung dengan BB Padi pada tahun 1998 hingga saat ini adalah vertebrata hama, khususnya hama tikus (rodentologist). Jabatan yang pernah diamanatkan adalah penanggung jawab kegiatan penelitian di Laboratorium Tikus BB Padi dan Kepala Seksi Program BB Padi tahun 2008-2010. Selain aktif sebagai peneliti fungsional, yang bersangkutan juga tercatat sebagai pengajar di Politeknik Agroindustri Subang, narasumber pada beragam pelatihan dan workshop PHTT (Pengendalian Hama Tikus Terpadu) nasional, pendamping Program Primatani Nasional untuk Provinsi Papua Barat (2007), dan tim penanggulangan bencana alam nasional Departemen Pertanian (2008). Beragam kegiatan PHTT yang ikut disukseskannya selama masa studi Program Doktor antara lain PHTT di Godean, Sleman DI Yogyakarta atas prakarsa Menteri BUMN Bapak Dahlan Iskan (2013-2014), menjadi narasumber siaran langsung program acara pertanian Agrotekno TVRI Yogyakarta dengan topik pengendalian tikus sawah (2014), berpartisipasi aktif dalam penelitian IRRI di Muaratelang Banyuasin Sumsel (2013), penanggungjawab beberapa pengujian rodentisida (2011-2013), supervisi pelaksanaan PHTT di lahan kebun benih PT Sanghyang Seri (2014) dan di Kabupaten Grobogan Provinsi Jawa Tengah (2014), narasumber TOT peneliti penyuluh dan pengamat hama se-Provinsi Aceh yang diliput media cetak dan elektronik lokal (2014), diskusi penerapan PHTT dengan Menteri Pertanian Dr. Amran Sulaiman di Laboratorium Tikus BB Padi (2014), narasumber TOT widyaiswara pertanian nasional (2015), serta sebagai konsultan pengendalian tikus hama tebu di PG Subang dan PG Jatitujuh Majalengka (2015).

Dokumen terkait