• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Hasil Pemeriksaan Sampel Air Reservoir Hamparan Perak ... 32

Analisis Kadar Klorida (Cl) Pada Air Reservoir Hamparan Perak dengan Metode Argentometri

Abstrak

Pencemaran air adalah adanya suatu penyimpangan dari sifat - sifat air dari keadaan normal, bukan dari kemurniannya. Air yang tersebar di alam semesta ini tidak pernah terdapat dalam bentuk murni, namun bukan berarti bahwa semua air sudah tercemar. Untuk mengetahui kadar klorida (Cl) yang terkandung dalam air reservoir Hamparan Perak memenuhi baku mutu atau tidak maka dilakukan analisis secara Argentometri.

Kadar klorida (Cl) pada air reservoir Hamparan Perak yang diperiksa diperoleh 16,63 mg/l, dimana air reservoir tersebut layak digunakan oleh masyarakat setempat karena kadar klorida (Cl) yang diizinkan untuk pengolahan air minum secara konvensional berdasarkan PP RI No. 82 Tahun 2001 yaitu lebih kecil atau sama dengan 250 mg/l. Air reservoir Hamparan Perak layak digunakan dalam kegiatan sehari – hari masyarakat setempat karena memenuhi batas kadar klorida (Cl) yang diizinkan dan aman untuk digunakan.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Air merupakan zat kehidupan, dimana tidak satupun makhluk hidup di planet bumi ini yang tidak membutuhkan air. Hasil penelitian menunjukan bahwa 65-75% dari berat badan manusia terdiri dari air. Menurut ilmu kesehatan setiap orang memerlukan air minum sebanyak 2,5-3 liter setiap hari termasuk air yang berada dalam makanan. Manusia bisa bertahan hidup 2-3 minggu tanpa makanan, tapi hanya 2-3 hari tanpa air minum. Secara global kuantitas sumber daya air di bumi relatif tetap, sedangkan kualitasnya makin hari makin menurun (Suripin, 2004).

Kebutuhan air rata-rata secara wajar setiap orang adalah sebanyak 60 liter air bersih per hari untuk segala keperluannya. Pada tahun 2000 dengan jumlah penduduk dunia sebesar 6,121 milyar memerlukan air bersih sebanyak 367 km3 pada tahun 2025 492 km3 dan pada tahun 2100 memerlukan 611 km3 air bersih setiap harinya dengan kualitas yang baik (Suripin, 2004).

Dewasa ini air telah menjadi masalah di sebagian besar belahan bumi dan perlu mendapat perhatian yang seksama dan cermat. Untuk memperoleh air yang baik, memenuhi standar mutu yang diperlukan, sudah menjadi barang mahal karena air sudah banyak yang terkena polusi oleh kegiatan manusia selama mengalir di atas permukaan tanah, dan oleh pembuangan limbah ke dalam badan-badan air (Suripin, 2004).

Untuk penyediaan air minum dari air bersih di perkotaan biasanya diperlukan pengolahan air. Sebelum pengolahan air perkotaan menjadi sesuatu yang umum digunakan, penyakit yang disebabkan oleh air yang tidak bersih sering berjangkit, terutama penyakit tipus. Persyaratan untuk penyediaan air bersih perkotaan biasanya mengharuskan kebebasan total dari mikroorganisme patogen dan dari suspensi zat padat. Selain itu, air juga sebaiknya, walaupun tidak harus lunak dan tidak mempunyai rasa dan bau yang tidak dikhendaki (Austin, 1996).

Salah satu cara penetapan kadar klorida dapat dilakukan dengan menggunakan metode argentometri. Untuk menetapkan kadar klorida dalam suasana netral dengan larutan perak nitrat membentuk endapan dengan penambahan kalium kromat sebagai indikator setelah mencapai titik ekivalen maka penambahan sedikit perak nitrat akan bereaksi dengan kromat dengan membentuk endapan perak kromat yang berwarna merah (Rohman, 2007).

Berdasarkan hal di atas, dilakukan penelitian pada air reservoir di Kecamatan Medan Selayang, sehingga penulis memilih judul tentang “Analisis Kadar Klorida (Cl) Pada Air Reservoir Hamparan Perak Dengan Metode Argentometri”.

1.2 Tujuan

Tujuan tugas akhir ini adalah untuk mengetahui kadar klorida (Cl) yang terkandung dalam air reservoir Hamparan Perak memenuhi baku mutu atau tidak.

1.3 Manfaat

Manfaat tugas akhir ini adalah untuk mengetahui kadar klorida (Cl) yang terkandung dalam air reservoir Hamparan Perak memenuhi baku mutu atau tidak sehingga hasil yang diperoleh dapat menjadi informasi untuk masyarakat setempat.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Air

Air dapat berwujud padatan (es), cairan, dan gas (uap air). Dimana air merupakan satu-satunya zat yang secara alami terdapat di permukaan bumi dalam ketiga wujudnya tersebut. Air adalah substansi kimia dengan rumus H2O yang memiliki kemampuan untuk melarutkan banyak zat kimia lainnya, seperti garam, gula, asam, beberapa jenis gas, dan banyak macam molekul organik. Air sering disebut sebagai pelarut universal karena air melarutkan banyak zat kimia (Achmad, 2004).

Air yang digunakan sebagai kebutuhan sehari-hari adalah air bersih, berdasarkan PERMENKES RI NO 416/MENKES/PER/IX/1990 dimana air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum apabila telah dimasak. Air bersih ini diperoleh dari air tanah yang terdiri dari air sumur gali atau sumur bor, air hujan, air ledeng, serta dari sumber mata air. Sebaiknya air tersebut tidak berwarna, tidak berasa, tidak berbau, jernih, dan mempunyai suhu yang sesuai dengan standar yang ditetapkan sehingga menimbulkan rasa nyaman. Jika salah satu syarat tersebut tidak terpenuhi maka besar kemungkinan air itu tidak sehat karena mengandung beberapa zat kimia, mineral, ataupun zat organis/biologis yang dapat mengubah warna, rasa, bau, dan kejernihan air (Effendi, 2003).

Menurut peruntukkanya, air pada sumber air dapat dikategorikan menjadi empat golongan, yaitu :

a. Golongan A yaitu air yang dapat digunakan sebagai air minum langsung tanpa pengolahan terlebih dahulu.

b. Golongan B yaitu air yang dapat digunakan sebagai air baku untuk diolah sebagai air minum dan keperluan rumah tangga lainnya.

c. Golongan C yaitu air yang dapat digunakan untuk keperluan perikanan dan pertanian.

d. Golongan D yaitu air yang dapat digunakan untuk keperluan pertanian dan dapat digunakan untuk usaha perkotaan, industri dan listrik tenaga air (Kristanto, 2002).

2.2 Pencemaran Air

Air di permukaan bumi ini terdiri atas 97% air asin di lautan, 2% masih berupa es, 0,0009% berupa danau, 0,00009% merupakan air tawar di sungai dan sisanya merupakan air permukaan yang dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan hidup manusia, tumbuhan dan hewan yang hidup di daratan. Oleh sebab itu, air merupakan barang langka yang paling dominan dibutuhkan di permukaan bumi ini (Nugroho, 2006).

Suatu perairan merupakan suatu ekosistem yang kompleks sekaligus merupakan habitat dari berbagai jenis makhluk hidup, baik yang berukuran besar seperti ikan dan berbagai jenis makhluk hidup berukuran kecil (mikroba) yang hanya dapat dilihat dengan bantuan mikroskop. Perairan alami mempunyai sifat yang dinamis dan aliran energi yang kontinyu selama sistem di dalamnya tidak mengalami gangguan atau hambatan, antara lain dalam pencemaran (Nugroho, 2006).

Seiring dengan menigkatnya kemajuan di sektor industri, semakin meningkat pula masalah pencemaran di Indonesia. Masuknya limbah industri ke dalam suatu perairan dapat menyebabkan menurunnya kualitas perairan tersebut (Nugroho, 2006).

2.2.1 Komponen Pencemaran Air

Meskipun rumus kimia air murni di lingkungan laboratorium adalah H2O namun kenyataannya di alam, rumus kimia tersebut seolah-olah berubah menjadi H2O + X. Dalam hal ini, X merupakan komponen-komponen yang masuk atau dimasukkan ke dalam badan air sehingga menyebabkan perairan menurun kualitasnya dan tidak sesuai dengan peruntukannya. Komponen tersebut dapat berupa komponen non-biologis dan komponen biologis (Nugroho, 2006).

Komponen non-biologis dapat berupa pupuk/nutrient tanaman, sampah/padatan, minyak, bahan radioaktif, senyawa anorganik dan mineral, termasuk logam-logam berat serta komponen organik sintetik seperti residu pestisida dan deterjen. Komponen biologis dapat berupa mikroba, khususnya mikroba yang bersifat merugikan manusia dan makhluk hidup lainnya, seperti bakteri patogen dan bakteri pencemar (Nogroho, 2006).

2.2.2 Dampak Pencemaran Air

Pencemaran air dapat menyebabkan berkurangnya keanekaragaman atau punahnya populasi organisme perairan seperti benthos, perifiton dan plankton. Dengan menurunnya atau punahnya organisme tersebut maka sistem ekologis perairan dapat terganggu. Sistem ekologis perairan (ekosistem) mempunyai kemampuan untuk memurnikan kembali lingkungan yang telah tercemar sejauh

beban pencemaran masih berada dalam batas daya dukung lingkungan yang bersangkutan. Apabila beban pencemaran melebihi daya dukung lingkungannya maka kemampuan itu tidak dapat dipergunakan lagi (Nugroho, 2006).

Pencemaran air selain menyebabkan dampak lingkungan yang buruk, seperti timbulnya bau, menurunnya keanekaragaman dan mengganggu estetika juga berdampak negatif bagi kesehatan makhluk hidup, Karena di dalam air yang tercemar selain mengandung mikroorganisme patogen, juga mengandung banyak komponen-komponen beracun (Nugroho, 2006).

2.2.3 Parameter Uji Kualitas Air

Untuk mengetahui apakah suatu perairan tercemar atau tidak, diperlukan serangkaian tahap pengujian untuk menentukan tingkat pencemaran tersebut. Beberapa parameter uji yang umumnya harus diketahui, yaitu:

a. Nilai keasaman (pH) dan alkalinitas

Umumnya air yang normal memiliki pH sekitar netral, berkisar antara 6 hingga 8. Air limbah atau air yang tercemar memiliki pH sangat asam atau pH cenderung basa, tergantung dari jenis limbah dan komponen pencemarnya.

b. BOD/COD

BOD (Biological Oxygen Demand) menunjukkan jumlah oksigen terlarut yang dibutuhkan oleh organisme hidup di dalam air untuk menguraikan atau mengoksidasi bahan-bahan pencemar di dalam air. Nilai BOD tidak menunjukkan jumlah bahan organik yang sebenarnya, tetapi hanya mengukur secara relatif jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk

mengoksidasi bahan-bahan pencemar tersebut. COD (Chemical Oxigen Demand), merupakan uji yang lebih cepat daripada uji BOD, yaitu suatu uji berdasarkan reaksi kimia tertentu untuk menentukan jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh bahan oksidan (misalnya kalium dikromat) untuk mengoksidasi bahan-bahan organik yang terdapat di dalam air.

c. Suhu

Kenaikan suhu tersebut akan mengakibatkan menurunnya oksigen terlarut di dalam air, meningkatnya kecepatan reaksi kimia, terganggunya kehidupan ikan dan hewan air lainnya. Naiknya suhu air yang relatif tinggi seringkali ditandai dengan munculnya ikan-ikan dan hewan air lainnya ke permukaan air untuk mencari oksigen. Jika suhu tersebut tidak juga kembali pada suhu normal, lama kelamaan dapat menyebabkan kematian ikan dan hewan lainnya.

d. Warna, rasa, dan bau

Air yang normal tampak jernih, tidak berwarna, tidak berasa dan tidak berbau. Air yang tidak jernih seringkali merupakan petunjuk awal terjadinya polusi di suatu perairan. Rasa air seringkali dihubungkan dengan bau air. Bau air dapat disebabkan oleh bahan-bahan kimia terlarut, ganggang, plankton, tumbuhan air dan hewan air, baik yang masih hidup maupun yang mati.

e. Jumlah padatan

Padatan yang dapat mencemari air, berdasarkan ukuran partikel dan sifat-sifat lainnya dapat dikelompokkan menjadi padatan terendap (sediman),

padatan tersuspensi dan padatan yang terlarut. Padatan yang mengendap terdiri dari partikel-partikel yang berukuran relatif besar dan berat sehingga dapat mengendap dengan sendirinya. Padatan tersebut terbentuk biasanya merupakan akibat erosi. Padatan tersuspensi adalah padatan yang menyebabkan kekeruhan air, tidak terlarut dan tidak dapat mengendap langsung. Padatan tersuspensi berukuran lebih kecil dan lebih ringan daripada padatan terendap. Padatan terlarut terdiri dari senyawa-senyawa anorganik dan organik yang larut dalam air seperti gula dan garam-garam mineral hasil buangan industri kimia.

f. Kehadiran mikroba pencemar

Air merupakan habitat berjenis-jenis mikroba, seperti alga, protozoa dan bakteri. Dari sekian banyak jenis mikroba yang bersifat patogen atau merugikan manusia, ada beberapa jenis mikroba yang sangat tidak dikehendaki kehadirannya karena mikroba tersebut berasal dari kotoran manusia dan hewan berdarah panas lainnya. Mikroba tersebut dapat berperan sebagai bioindikator kualitas perairan dan secara khusus akan dibahas pada bab selanjutnya.

g. Kandungan minyak dan lemak

Meskipun minyak mengandung senyawa volatile yang mudah menguap, namun masih ada sisa minyak yang tidak dapat menguap. Karena minyak tidak dapat larut dalam air, maka sisa minyak akan tetap mangandung di air, kecuali jika minyak tersebut terdampar ke pantai atau tanah di sekeliling sungai. Minyak yang menutupi permukaan air akan

menghalangi penetrasi sinar matahari ke dalam air. Selain itu, lapisan minyak juga dapat mengurangi konsentrasi oksigen terlarut dalam air karena fiksasi oksigen bebas menjadi terhambat. Akibatnya, terjadi ketidakseimbangan rantai makanan di dalam air.

h. Kandungan bahan radio aktif

Meskipun jarang terjadi, namun pada perairan yang dekat dengan industri peleburan dan pengolahan logam seringkali ditemukan bahan radio aktif seperti uranium, thorium-230 dan radium-226. Komponen-komponen tersebut dapat terlarut dalam air hujan dan masuk ke sumber-sumber air yang ada. Komponen radioaktif dapat masuk ke dalam tubuh manusia melalui berbagai cara. Semua radio aktif menimbulkan dampak negatif bagi kesehatan manusia, diantaranya dapat menyebabkan gangguan pada fungsi syaraf, gangguan dalam pembelahan sel yang menyebabkan kanker serta gangguan dalam pembentukan sel-sel darah yang menyebabkan anemia.

i. Kandungan logam berat

Logam berat (heavy metals) atau logam toksik (toxic metals) adalah terminologi yang umumnya digunakan untuk menjelaskan sekelompok elemen-elemen logam yang kebanyakan tergolong berbahaya bila masuk ke dalam tubuh makhluk hidup. Logam berat yang terdapat baik di lingkungan maupun di dalam tubuh manusia dalam konsentrasi yang sangat rendah disebut juga sebagai trace metals. Trace metals seperti Kadmium (Cd), Timbal (Pb), dan Merkuri (Hg) mempunyai berat jenis

sedikitnya lima kali lebih besar daripada air. Logam-logam berat yang sering dijumpai dalam lingkungan perairan yang tercemar limbah industri adalah merkuri atau air merkuri (Hg), Nikel (Ni), Kromium (Cr), Kadmium (Cd), Arsen (As), dan Timbal (Pb). Logam-logam tersebut dapat mengumpul di dalam tubuh suatu organism dan tetap tinggal dalam jangka waktu lama sebagai racun yang terakumulasi. Selanjutnya, menurut sifat toksisitasnya unsur-unsur dapat dikelompokkan ke dalam 3 golongan, yaitu:

- Unsur-unsur yang tidak bersifat toksik, yaitu: Na, K, Mg, Ca, H, O, N, C, P, Fe, Cl, Br, F, Li, Rb, Sr, Al, dan Si.

- Sangat toksik dan mudah dijumpai, yaitu: Be, Co, Ni, Cu, Zn, Sn, As, Te, Pd, As, Cd, Pt, Au, Ti, Pb, Jb, dan Bi.

- Sangat toksik tetapi tidak larut dan sukar dijumpai, yaitu: Ti, Ht, Zr, W, Nb, Ta, Re, Ga, La, Rh, Ir, Ru, dan Br.

Logam berat sebagai salah satu sumber pencemar anorganik yang masuk ke dalam perairan tersebut dapat berasal dari:

- Pelapukan batuan yang mengandung logam berat pencemaran ini berasal alamiah.

- Industri yang memproses biji tambang.

- Pabrik-pabrik dan industri yang mempergunakan logam berat di dalam proses produksinya.

- Logam berat yang berasal dari eksheta manusia dan hewan karena tidak sengaja mengkonsumsi makanan yang terkontaminasi oleh logam berat.

Meskipun manusia tidak secara langsung mengkonsumsi logam berat, namun secara tidak langsung logam berat dapat masuk ke dalam tubuh manusia melalui air minum dan makanan yang dikonsumsinya. Air yang tersimpan pada malam hari di dalam pipa-pipa saluran air dapat menyebabkan meresapnya timbal dan kadmium dari pipa ke dalam air yang akan dikucurkan (Nugroho, 2006).

2.3 Pengolahan Air

Untuk memenuhi kebutuhan air bersih bagi masyarakat, PDAM melakukan pengolahan terhadap air baku dari beberapa sumber yaitu mata air dan air sungai. Adapun proses pengolahannya dimulai dari pengambilan air baku melalui intake. Intake tersebut mempunyai saringan untuk menyaring sampah-sampah kasar yang ada di air baku. Kemudian air baku dialirkan ke dalam Presentlink Tank (bak pengendap). Disini air baku diberi gas chlorine yang berguna mengoksidasi zat-zat anorganik dan juga sebagai desinfektan atau pembunuh bakteri. Setelah itu air baku dipompakan ke Splitter Box melalui Raw Water Pumping Station (rumah pompa air baku). Di dalam Splitter Box air baku ditambahkan tawas dengan kadar yang sesuai dengan kondisi air baku. Larutan tawas ditambahkan dengan memakai Dossing Pump. Kemudian air secara gravitasi dialirkan ke Clarifier. Di dalam Clarifier terjadi pembentukan flok, dimana bahan koagulan atau tawas akan mengikat koloidal atau logam halus yang terdapat di dalam air baku. Pada unit ini terdapat Agitator yang berfungsi sebagai

alat untuk mempercepat proses pembentukan flok. Disini juga terjadi pemisahan antara flok yang bersifat sedimen dengan air bersih sebagai effluent lalu dilanjutkan ke Filter. Filter berfungsi untuk menyaring flok halus dan kotoran lain yang lolos dari Clarifier. Media filter ini terdiri dari bahan-bahan batuan, kerikil dan pasir kuarsa. Kemudian air bersih yang keluar dari filter ditampung di dalam reservoir.

Air bersih yang ada didalam reservoir ditambahkan lagi dengan kaporit dan kapur melalui Dossing Pump. Larutan kapur berfungsi untuk mengatur pH air bersih agar sesuai dengan kualitas air bersih yang dibolehkan untuk diminum. Larutan kaporit disuntikkan ke reservoir apabila Chlorination (ruang klorin) tidak berfungsi. Akhirnya melalui Finish Water Pump Station (rumah pompa air bersih), air bersih dialirkan dari reservoir melalui pipa transmisi ke pelanggan.

Dalam pengolahan juga terdapat berbagai kesulitan, antara lain:

a. Adanya fosfat yang berlebihan dapat mengakibatkan kesulitas di dalam pengendapan oleh flokulan. Dosis flokulan harus diperbesar, dengan demikian biaya untuk membeli flokulan sebagai koagulan naik dan biaya produksi naik pula.

b. Zat-zat organik, algae, plankton dan mikroba-mikroba nitrifikasi yang sangat halus dapat mengakibatkan kesulitan pada proses pengendapan dengan flokulan biasa, tetapi akan mengendap apabila di aerasi (menghembuskan oksigen / udara ke dalam cairan).

Tetapi di musim penghujan konsentrasi bahan-bahan penyebab kesulitan pengolahan sangat jauh berkurang karena debit aliran sungai berlipat ganda dan

juga cukup deras untuk mencegah pertumbuhan algae dan plankton. Namun ini tidak berarti bahwa pekerjaan instalasi menjadi ringan, pekerjaan instalasi tetap berat hanya saja hasil pengolahannya dapat berkualitas lebih baik.

Pengolahan air merupakan suatu usaha menjernihkan air dan meningkatkan mutu air agar dapat diminum. Proses pengolahan air meliputi 4 (empat) tahap yaitu:

1. Proses pemurnian air yaitu suatu proses merubah keadaan air dari keruh, berbau dan berwarna, pH beraneka menjadi air yang jernih, bebas dari keruh, berbau dan berwarna serta pH yang netral.

2. Proses desinfeksi yaitu proses agar kuman patogen yang berada dalam air dipanaskan. Cara yang dipakai dalam proses desinfeksi adalah sebagai berikut:

a. Klorinsasi: Air setelah mengalir melalui filter pasir cepat maka air tersebut akan diberi klor 60% dengan perbandingan satu kubik air diperlukan klor sebanyak 5 gram. Dalam pemakaian klor cenderung meningkat keasaman air maka terdapat reaksi.

H2O + Cl2 HCl + HClO HClO HCl + [O]

Pemakaian Cl bertujuan membasmi kuman dan [O] yang terbentuk juga membantu pembasmian kuman. HCl yang terbentuk dalam pemakaian Cl2 akan menambah keasaman air dan dapat merusak pipa yang terbuat dari logam.

b. Ozonisasi: Air yang mendapat ozon atau ozonisasi, kuman-kuman yang terkandung di dalamnya akan mati. Cara ozonisasi air mengalir melalui suatu penekanan, ozon (O3) akan larut di dalam air.

H2O + O3 H2O + O2 + [O]

c. Proses ultravioletisasi: Melalui penyinaran ultraviolet dengan intensitas cahaya pada air yang sedang mengalir maka kuman-kuman yang terdapat di dalam air akan mati.

3. Proses filtrasi : Proses ini terhadap zat atau unsur mineral dan kuman patogen. Filter yang dimaksud adalah sebagai berikut:

a. Filter karbon aktif: Filter ini menggunakan karbon aktif berbentuk bubuk atau butiran.

b. Filter keramik: Filter ini terbuat dari bahan dasar keramik atau bubuk halus kemudian dibentuk menjadi keramik.

c. Filter selaput disebut juga filter membran, ada tiga macam filter selaput yaitu filter selaput selulosa asetat, filter selaput selulosa triacetate dan filter resin poliamida.

d. Filter pasir karang aktif.

4. Proses pengaturan pH air: pH air normal berkisar 6,5 – 9,2. Apabila pH kurang dari 6,5 atau lebih besar dari 9,2 akan mengakibatkan pipa air yang terbuat dari logam mengalami korosif sehungga pada akhirnya air tersebut akan menjadi racun terhadap pertumbuhan manusia (Gabriel, 2001).

2.4 Klorida (Cl)

Klorida adalah senyawa halogen klor (Cl). Toksisitasnya tergantung pada gugus senyawanya. Misalnya NaCl sangat tidak beracun, tetapi karbonil klorida sangat beracun. Di Indonesia, klor digunakan sebagai desinfektan dalam penyediaan air minum. Dalam jumlah banyak Cl akan menimbulkan rasa asin, korosi pada pipa sistem penyediaan air panas. Sebagai desinfektan, residu klor di dalam penyediaan air sengaja dipelihara, tetapi klor ini dapat terikat pada senyawa organik dan membentuk halogen-hidrokarbon (Cl-HC) banyak diantaranya dikenal sebagai senyawa-senyawa karsinogenik. Oleh karena itu, di berbagai Negara maju sekarang ini, kloronisasi sebagai proses desinfeksi tidak lagi digunakan (Slamet, 1994).

Klorida banyak dijumpai dalam pabrik industri kaustik soda. Bahan ini berasal dari proses elektrolisa, penjernihan garam dan lain-lain. Klorida merupakan zat terlarut dan tidak menyerap. Sebagai klor bebas berfungsi desinfektan, tapi dalam bentuk ion yang bersenyawa dengan ion natrium menyebabkan air menjadi asin dan merusak pipa-pipa instalasi (Gintings, 1992).

Konsentrasi maksimum yang dibolehkan dalam air 250 mg/l. Kadar yang berlebihan menyebabkan air asin rasanya. Rasa asin akan bertambah akibat adanya limbah yang mencemari air (Sutrisno, 2007).

Konsentrasi 250 mg/l unsur ini dalam air merupakan batas maksimal konsentrasi yang dapat mengakibatkan timbulnya rasa asin. Konsentrasi klorida dalam air dapat meningkat dengan tiba-tiba dengan adanya kontak dengan air bekas. Klorida mencapai air alam dengan banyak cara. Kemampuan melarutkan

pada air untuk melarutkan klorida dari humus (topsoil) dan lapisan-lapisan yang lebih dalam. Percikan dari laut terbawa ke pedalaman sebagai tetesan atau sebagai

Dokumen terkait