• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Hasil

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1

Tabel 5.1

Tabel 5.2

Tabel 5.3

Definisi operasional variabel penelitian pengetahuan dan sikap keluarga dalam upaya pencegahan penyalahgunaan narkoba pada remaja di Desa Seuleukat Kecamartan Bakongan Timur Kabupaten Aceh Selatan

Distribusi Frekuensi Data Demografi Responden di Desa Seuleukat Kecamatan Bakongan Timur Kabupaten Aceh Selatan tahun (n=62)

Distribusi Frekuensi dan Persentase Pengetahuan Keluarga dalam Upaya Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba Pada Remaja di Desa Seuleukat Kecamatan Bakongan Timur Kabupaten Aceh Selatan (n=62)

Distribusi Frekuensi dan Persentase Sikap Keluarga dalam Upaya Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba Pada Remaja di Desa Seuleukat Kecamatan Bakongan Timur Kabupaten Aceh Selatan (n=62)

37

43

45

Judul : Dan Sikap Keluarga Dalam Upaya Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba Pada Remaja Di Desa Seuleukat Kecamatan Bakongan Timur Kabupaten Aceh Selatan

Peneliti : Nova Safriana

NIM : 111121015

Program Studi : Ilmu Keperawatan

Tahun : 2013

ABSTRAK

Pengetahuan adalah hasil “tahu”, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. penginderaan terjadi melalui panca indra manusia, Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pengetahuan dan sikap keluarga dalam upaya pencegahan penyalahgunaan narkoba pada remaja di Desa Seuleukat, Kecamatan Bakongan Timur, Kabupaten Aceh Selatan. Penelitian ini di lakukan di Desa Seuleukat Kecamatan Bakongan Timur Kabupaten Aceh Selatan, selama bulan Agustus sampai bulan September 2012 dengan menggunakan metode penelitian deskriptif. Cara pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik total sampling dengan jumlah sampel 62 responden. Hasil penelitian menggambarkan bahwa sebagian besar responden berpengetahuan baik yaitu 49 orang (79,0%), berpengetahuan cukup yaitu 11 orang (17,7%), dan berpengetahuan kurang hanya 2 orang (3,2%). Sedangkan untuk sikap, yang memiliki sikap positif yaitu 59 orang (95,2%) dan yang memiliki sikap negatif hanya 3 orang (4,8%). Sehingga disarankan untuk peneliti selanjutnya agar melakukan penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi remaja memakai narkoba.

Judul : Dan Sikap Keluarga Dalam Upaya Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba Pada Remaja Di Desa Seuleukat Kecamatan Bakongan Timur Kabupaten Aceh Selatan

Peneliti : Nova Safriana

NIM : 111121015

Program Studi : Ilmu Keperawatan

Tahun : 2013

ABSTRAK

Pengetahuan adalah hasil “tahu”, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. penginderaan terjadi melalui panca indra manusia, Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pengetahuan dan sikap keluarga dalam upaya pencegahan penyalahgunaan narkoba pada remaja di Desa Seuleukat, Kecamatan Bakongan Timur, Kabupaten Aceh Selatan. Penelitian ini di lakukan di Desa Seuleukat Kecamatan Bakongan Timur Kabupaten Aceh Selatan, selama bulan Agustus sampai bulan September 2012 dengan menggunakan metode penelitian deskriptif. Cara pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik total sampling dengan jumlah sampel 62 responden. Hasil penelitian menggambarkan bahwa sebagian besar responden berpengetahuan baik yaitu 49 orang (79,0%), berpengetahuan cukup yaitu 11 orang (17,7%), dan berpengetahuan kurang hanya 2 orang (3,2%). Sedangkan untuk sikap, yang memiliki sikap positif yaitu 59 orang (95,2%) dan yang memiliki sikap negatif hanya 3 orang (4,8%). Sehingga disarankan untuk peneliti selanjutnya agar melakukan penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi remaja memakai narkoba.

BAB 1 PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Pengetahuan adalah berbagai gejala yang ditemui dan diperoleh manusia melalui pengamatan akal. Pengetahuan muncul ketika seseorang menggunakan akal budinya untuk mengenali benda atau kejadian tertentu yang belum pernah dilihat atau dirasakan sebelumnya (Meliono, 2007). Budiningsih (2005) juga mendefinisikan pengetahuan sebagai suatu pembentukan yang terus menerus oleh seseorang yang setiap saat mengalami reorganisasi karena adanya pemahaman-pemahaman baru.

Pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang menentukan sikap orang tersebut. Sikap merupakan sesuatu yang dipelajari, dan sikap menentukan bagaimana individu bereaksi terhadap situasi serta menentukan apa yang dicari individu dalam kehidupan. Sikap selalu berkenaan dengan suatu objek, dan sikap terhadap objek ini disertai dengan perasaan positif atau negatif. Orang mempunyai sikap positif terhadap suatu objek yang bernilai dalam pandangannya, dan ia akan bersikap negatif terhadap objek yang dianggap tidak bernilai atau juga merugikan. Sikap ini kemudian mendasari dan mendorong kearah sejumlah perbuatan yang satu sama lainnya berhubungan. Hal-hal yang menjadi objek sikap bermacam- macam. Sekalipun demikian orang hanya dapat mempunyai sikap terhadap hal- hal yang diketahuinya. Jadi harus ada sekedar informasi pada seseorang untuk dapat bersikap terhadap suatu objek (Slameto, 2003).

Keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih dengan keterikatan aturan dan emosional, dan individu yang mempunyai peran masing-masing yang merupakan bagian dari keluarga (Friedman, 1998 dalam Suprajitno, 2004). Menurut UU Nomor 10 Tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera, keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari suami-istri, atau suami-istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya. Pengertian-pengertian tersebut mempunyai persamaan bahwa dalam keluarga terdapat ikatan perkawinan dan hubungan darah yang tinggal bersama dalam satu atap (serumah) dengan peran masing-masing serta keterikatan emosional.

Data epidemologi yang diperoleh dari berbagai dunia menunjukkan bahwa kebanyakan orang mulai menggunakan zat psikoaktif pada masa remaja atau dewasa muda. Oleh karena itu, pengetahuan tentang ciri-ciri remaja perlu diketahui. Beberapa ciri perkembangan pada masa remaja memang bersifat kondusif terhadap gangguan mental dan perilaku remaja. Orangtua sebaiknya mengetahui situasi penggunaan zat psikoaktif di wilayah tempat tinggalnya dan dan mengetahui berbagai aspek penggunaan zat psikoaktif. Semakin banyak pengetahuan orangtua tentang zat psikoaktif, kredibilitasnya semakin tinggi dalam berdiskusi tentang zat psikoaktif dengan anak-anak. Orangtua dapat membahas apa yang didengar atau yang dilihat di sekitarnya atau dari media massa tentang zat psikoaktif bersama anaknya. Orangtua sebaiknya waspada terhadap gejala penggunaan zat psikoaktif, tetapi jangan bersikap mencurigai atau sikap

berlebihan karena hal ini akan menyebabkan perasaan tidak suka pada anak sehingga menghambat komunikasi (Joewana,2004).

NAPZA adalah singkatan dari Narkotik, Alkohol, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya. Sebenarnya semua zat tersebut termasuk zat psikoaktif, yaitu zat-zat yang bekerja terutama pada otak sehingga menimbulkan perubahan perilaku, perasaan, pikiran, persepsi dan kesadaran orang yang mengkonsumsi (Joewana,2004).

Saat ini, penggunaan NAPZA di dunia telah berada pada tingkat yang mengkhawatirkan. Penyalahgunaan narkoba pada tingkat remaja telah terjadi sejak lama di berbagai negara. Misalnya di Inggris, dalam sebuah survei yang dilakukan pada tahun 1994 menunjukkan bahwa 65% siswa SMP (secondary school) pernah mengkonsumsi obat secara ilegal. Survei tahun 1999 di Mesir memperoleh informasi bahwa kelompok terbesar pengguna zat psikoaktif adalah kelompok usia 15-25 tahun (Joewana, 2004).

Hasil survei Tim kelompok kerja Pemberantasan Penyalahgunaan Narkoba Departemen Pendidikan Nasional menyatakan sebanyak 70 % pengguna narkoba di Indonesia adalah anak usia sekolah. Angka ini menunjukkan persentase pengguna narkoba dikalangan usia sekolah mencapai 4 % dari seluruh pelajar di Indonesia, berdasarkan tingkat pendidikan, kelompok yang paling banyak mengkonsumsi narkoba adalah kalangan mahasiswa (9,9 %), SLTA (4,8 %), SLTP (1,4 %). Data Pusat Laboratorium Terapi dan Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional (BNN) menunjukkan, selama tahun 2004, sedikitnya 800 siswa SD mengkonsumsi narkoba. Padahal, tahun 2003 jumlah pengguna narkoba yang

berusia kurang dari 15 tahun hanya 173 orang, jenis narkoba yang dikonsumsi beragam, mulai yang paling murah, ganja, kemudian morfin dan berlanjut ke jenis lainnya seperti putaw, ekstasi, dan obat penenang (Praswato, 2006).

Peningkatan penyalahgunaan narkoba di Indonesia tersebut menimbulkan dampak buruk baik dari aspek sosial dan ekonomi. Kerugian sosial-ekonomi penyalahgunaan narkoba dalam tahun 2004 diperkirakan 23,6 triliun, dengan perkiraan jumlah penyalahguna 2,9 juta sampai 3,6 juta orang atau setara 1,5 % penduduk Indonesia (BNN & Puslitkes VI, 2005 Dalam Praswato 2006).

Tahun 2008 pernah dilakukan Survei Surveilans Perilaku Beresiko Tertular HIV, oleh Dinas Kesehatan Provinsi Aceh hasilnya menunjukkan bahwa 0,2% remaja pernah menggunakan NAPZA suntik. Seperti kita ketahui bahwa penggunaan NAPZA suntik sering dilakukan secara bersama-sama dengan jarum yang sama. Perilaku remaja tersebut telah banyak dilakukan di beberapa kota besar di Indonesia. Medan adalah kota terdekat dengan Provinsi Aceh yang telah mengalaminya. Hasil survei pada remaja yang pernah mencoba NAPZA, ditemukan bahwa jenis-jenis NAPZA yang pernah dicoba adalah ganja, shabu-shabu, ekstasi dan pil koplo. Ini menunjukkan bahwa jenis NAPZA tersebut juga beredar di wilayah Aceh dan dapat diakses oleh remaja.

Wakil Gubernur Muhammad Nazar yang juga ketua BNP Aceh mengatakan bahwa selama ini ganja bisa tumbuh sendiri di hutan-hutan atau sengaja ditanam dan dirawat. Ganja tidak hanya disalahgunakan oleh orang-orang kota, tetapi juga masyarakat pedesaan. Kasus narkoba di Aceh meningkat dari tahun ke tahun. Kalau tahun 2006 hanya 101 kasus, namun tahun 2007 meningkat

tajam menjadi 600 kasus. Anehnya pemakai narkoba tidak saja kaum laki-laki, ternyata juga kaum perempuan (Wanti, 2010).

Menurut data yang diperoleh dari Badan Narkotika Nasional Provinsi Aceh tahun 2012, jumlah pemakai narkoba dari berbagai jenis dan sedang menjalani rehabilitasi dan yang dikenakan wajib lapor selama tahun 2010 sebanyak 22 orang dengan 10 orang diantaranya remaja, tahun 2011 sebanyak 51 orang dengan 18 orang diantaranya remaja, dan tahun 2012 sampai dengan bulan Maret terdata 12 orang dengan 5 orang diantaranya adalah remaja. Diantara pemakai tersebut memiliki riwayat pemakaian lebih dari 1 jenis narkoba. Adapun jenis-jenis narkoba yang beredar di Aceh yaitu ganja, shabu, ekstasi, alkohol, benzodiazepine, amphetamin, metamphetamin, putaw, THC, morphin, dan lem.

Situasi yang sangat mengkhawatirkan adalah bahwa sebagian besar remaja yang pernah memakai NAPZA telah melakukannya ketika masih tergolong anak-anak. Dari pelajar yang pernah memakai NAPZA, sekitar hampir setengah remaja melakukannya pertama kali ketika mereka masih duduk di bangku SLTP (Joewana,2004).

Salah satu jenis narkotika alami adalah ganja, Ganja adalah tanaman perdu dengan daun menyerupai daun singkong yang tepinya bergerigi dan berbulu halus. Tumbuhan ini banyak tumbuh di beberapa daerah di Indonesia, seperti Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, dan pulau Jawa (Partodiharjo, 2010).

Secara esensial ganja juga dianggap tumbuhan liar biasa layaknya rumput yang tumbuh di mana saja karena tanahnya memang cocok. Hanya saja, ganja tidak sembarang tumbuh di tanah yang tidak sesuai dengan kultur tanaman

ini. Ganja memerlukan karakter tanah dan faktor geografis tertentu, seperti di Cina, Thailand dan Aceh. Hingga saat ini Aceh adalah surga bagi tanaman ganja, tanaman ini tersebar di seluruh hutan-hutan lebat di Aceh, bahkan diisukan menjadi ladang ganja terbesar di Asia Tenggara selain Thailand. Kondisi geografisnya yang mendukung, tanah yang subur, hujan yang teratur, dan posisi pegunungan dengan iklim yang tidak berubah-ubah, membuat ganja mampu tumbuh subur. Di hutan-hutan Aceh tersebar hampir ribuan hektar ladang ganja. Dari kabupaten Bireun, Aceh Besar, Aceh Tengah, Aceh Utara pedalaman dan Aceh Tenggara serta Wilayah lainnya. Kualitas Ganja Aceh terkenal baik di pasaran nasional maupun internasional. Rimbunnya pepohonan ganja ini bukan hanya karena daerah ini tidak terjangkau oleh manusia. Ada sebagian masyarakat berpendapat bahwa ganja sebenarnya tidak ditanam atau sengaja dipelihara sebagaimana tumbuhan padi atau palawija lainnya, karena ganja di Aceh bagaikan rumput yang tumbuh subur tanpa harus disemai, disiangi dan diberi pupuk. Biji ganja yang kering saat pecah akan membelah jatuh ke tanah menjadi tumbuhan baru dan tanah Aceh menerimanya. Awalnya bagi masyarakat hanya sebagai tanaman pembunuh hama, bumbu dapur sebagai pelengkap kelezatan makanan dan obat-obatan. Disebabkan harganya yang lebih dari menjual emas, maka mulailah ganja menjadi komoditi eksklusif yang menggiurkan walaupun dengan resiko yang sangat tinggi.

Desa Seuleukat, salah satu desa yang berada di Kecamatan Bakongan Timur Kabupaten Aceh Selatan, termasuk desa yang sebagian remajanya telah menggunakan narkoba (ganja). Hal ini diduga erat kaitannya dengan tingkat

pengetahuan dan sikap keluarga terhadap narkoba. Tentu saja ini mempengaruhi pembinaan yang diberikan oleh keluarga terhadap remaja, sehingga dikhawatirkan akan menjadi titik awal untuk menggunakan narkoba jenis lainnya.

Sehubungan dengan fakta-fakta diatas, maka peneliti perlu melakukan suatu penelitian tentang “Pengetahuan dan Sikap Keluarga dalam Upaya Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba pada Remaja di Desa Seuleukat Kecamatan Bakongan Timur Kabupaten Aceh Selatan”.

2. Pertanyaan Penelitian

2.1.Bagaimana pengetahuan keluarga dalam upaya pencegahan penyalahgunaan narkoba pada remaja di Desa Seuleukat, Kecamatan Bakongan Timur, Kabupaten Aceh Selatan?

2.2.Bagaimana sikap keluarga dalam upaya pencegahan penyalahgunaan narkoba pada remaja di Desa Seuleukat, Kecamatan Bakongan Timur, Kabupaten Aceh Selatan?

3. Tujuan Penelitian

3.1.Untuk mengetahui tingkat pengetahuan keluarga dalam upaya pencegahan penyalahgunaan narkoba pada remaja di Desa Seuleukat, Kecamatan Bakongan Timur, Kabupaten Aceh Selatan.

3.2.Untuk mengetahui sikap keluarga dalam upaya pencegahan penyalahgunaan narkoba pada remaja di Desa Seuleukat, Kecamatan Bakongan Timur, Kabupaten Aceh Selatan.

4. Manfaat Penelitian

4.1.Bagi praktik keperawatan

Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi masukan untuk peningkatan asuhan keperawatan keluarga dalam upaya mencegah penyalahgunaan narkoba pada remaja.

4.2.Bagi pendidikan keperawatan

Diharapkan dapat menjadi sumber pengetahuan bagi pendidikan keperawatan sehingga dapat meningkatkan pelayanan asuhan keperawatan.

4.3.Bagi penelitian keperawatan

Diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat menjadi sumber pengetahuan dan referensi bagi peneliti selanjutnya, khususnya penelitian dibidang keperawatan.

4.4.Bagi keluarga

Diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat meningkat kan pengetahuan dan sikap keluarga dalam upaya pencegahan bahaya narkoba pada remaja, khususnya keluarga dengan anak remaja di Desa Seuleukat Kecamatan Bakongan Timur Kabupaten Aceh Selatan.

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

1. Konsep Pengetahuan 1.1. Definisi

Pengetahuan adalah hasil “tahu”, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. penginderaan terjadi melalui panca indra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2007). Penelitian Rogers (1974) dalam Notoatmodjo (2007) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yaitu: Awareness (kesadaran) dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek), Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus atau objek tersebut. Disini sikap subjek sudah mulai timbul, Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya, Trial dimana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus, Adoption dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.

1.2. Tingkat Pengetahuan

Ada 6 tingkatan pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif menurut Notoatmodjo (2003), yaitu:

a. Tahu (know)

Diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap sesuatu yang spesifik dari keseluruhan bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mengidentifikasi, menyatakan, dan sebagainya.

b. Memahami (comprehension)

Diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.

c. Menerapkan (application)

Diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

d. Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini

dapat dilihat dari penggunaan kata kerja seperti: dapat menggambarkan, membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan sebagainya.

e. Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjukkan pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun formulasi yang baru dari formulasi-formulasi yang ada.

f. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek atau materi. Penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.

1.3.Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:

a. Pengalaman

Pengetahuan dapat diperoleh dari pengalaman sendiri maupun orang lain. Pengalaman yang sudah di peroleh dapat memperluas pengetahuan seseorang. b. Tingkat pendidikan

Pendidikan dapat membawa wawasan atau pengetahuan seseorang. Secara umum, seseorang yang berpendidikan tinggi akan mempunyai pengetahuan

yang lebih luas dibandingkan dengan seseorang yang tingkat pendidikannya rendah.

c. Keyakinan

Biasanya keyakinan diperoleh secara turun temurun dan tanpa adanya pembuktian terlebih dahulu. Keyakinan ini bisa mempengaruhi pengetahuan seseorang, baik keyakinan itu sifatnya positif maupun negatif.

d. Fasilitas

Fasilitas-fasilitas sebagai sumber informasi yang dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang, misalnya: radio, televisi, majalah, koran, dan buku. e. Penghasilan

Penghasilan tidak berpengaruh langsung terhadap pengetahuan seseorang. Namun bila seseorang berpenghasilan cukup besar maka dia akan mampu untuk menyediakan atau membeli fasilitas-fasilitas informasi.

f. Sosial budaya

Kebudayaan setempat dan kebiasaan dalam keluarga dapat mempengaruhi pengetahuan, persepsi, dan sikap terhadap sesuatu.

2. Konsep Sikap 2.1. Definisi

Sikap merupakan organisasi pendapat, keyakinan seseorang mengenai objek atau situasi yang relatif tetap, yang disertai adanya perasaan tertentu, dan memberikan dasar pada orang tersebut untuk membuat respons atau berperilaku dalam cara tertentu yang dipilihnya (Bimo, 2001 dalam Sunaryo, 2004). Menurut

Notoatmodjo (2007) sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Sedangkan menurut Sunaryo (2004) sikap adalah kecenderungan bertindak dari individu, berupa respon tertutup terhadap stimulus ataupun objek tertentu.

2.2. Struktur Sikap

Menurut Azwar Saifuddin (1995) dalam Sunaryo (2004) sikap memiliki tiga komponen yang membentuk struktur sikap, yang ketiganya saling menunjang, yaitu komponen kognitif, afektif, dan konatif.

a. Komponen kognitif (cognitive)

Dapat disebut juga komponen perseptual, yang berisi kepercayaaan individu. Kepercayaan tersebut berhubungan dengan hal-hal bagaimana individu mempersepsikan terhadap objek sikap, dengan apa yang dilihat dan diketahui (pengetahuan), pandangan, keyakinan, pikiran, pengalaman pribadi, kebutuhan emosional, dan informasi dari orang lain.

b. Komponen afektif (komponen emosional)

Komponen ini menunjuk pada dimensi emosional subjektif individu, terhadap objek sikap, baik yang positif (rasa senang) maupun negatif (rasa tidak senang).

c. Komponen konatif

Disebut juga komponen perilaku, yaitu komponen sikap yang berkaitan dengan predisposisi atau kecenderungan bertindak terhadap objek sikap yang dihadapinya.

2.3. Fungsi Sikap

Menurut Attkinson, R.L dalam Sunaryo 2004 Sikap memiliki fungsi sebagai berikut:

a. Fungsi Instrumental

Fungsi sikap ini dikaitkan dengan alasan praktis atau manfaat, dan menggambarkan keadaan keinginan.

b. Fungsi pertahanan ego

Sikap ini diambil individu dalam rangka melindungi diri dari kecemasan atau ancaman harga dirinya.

c. Fungsi nilai ekspresi

Sikap ini mengekspresikan nilai yang ada dalam diri individu. Sistem nilai apa yang ada pada diri individu, dapat dilihat dari sikap yang diambil oleh individu yang bersangkutan terhadap nilai tertentu.

d. Fungsi pengetahuan

Sikap ini membantu individu untuk memahami dunia, yang membawa keteraturan terhadap bermacam-macam informasi yang perlu diasimilasikan dalam kehidupan sehari-hari.

e. Fungsi penyesuaian sosial

Sikap ini membantu individu merasa menjadi bagian dari masyarakat. Dalam hal ini, sikap yang diambil individu tersebut akan dapat menyesuaikan dengan lingkungannya.

Sedangkan menurut Katz, 1960 dalam Maramis, (2006) fungsi sikap antara lain:

a. Fungsi penyesuaian: suatu sikap dapat dipertahankan karena mempunyai nilai menolong yang berguna, memungkinkan individu untuk mengurangi hukuman dan menambah ganjaran bila berhadapan dengan orang-orang disekitarnya. Fungsi ini berhubungan dengan teori proses belajar.

b. Fungsi pembelaan ego: fungsi ini berhubungan dengan teori Freud. Disini sikap itu “membela” individu terhadap informasi yang tidak menyenangkan atau yang mengancam, kalau tidak ia harus menghadapinya.

c. Fungsi ekspresi nilai: beberapa sikap dipegang seseorang karena mewujudkan nilai-nilai pokok dan konsep diri.

d. Fungsi pengetahuan: kita harus dapat memahami dan mengatur dunia sekitar kita.

2.4. Tingkatan Sikap

Menurut Notoatmodjo (1997) dalam Sunaryo (2004) sikap memiliki 4 tingkat, dari yang terendah hingga yang tertinggi, yaitu:

a. Menerima (receiving)

Pada tingkat ini, individu ingin dan memperhatikan rangsangan (stimulus) yang diberikan.

b. Merespon (responding)

Pada tingkat ini, sikap individu dapat memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan.

c. Menghargai (valuing)

Pada tingkat ini, sikap individu mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah.

d. Bertanggung jawab (responsible)

Pada tingkat ini, sikap individu akan bertanggung jawab dan siap menanggung segala resiko atas segala sesuatu yang telah dipilihnya.

2.5. Determinan Sikap

Menurut Walgito (2001) dalam Sunaryo (2004) ada 4 hal penting yang menjadi determinan (faktor penentu) sikap individu, yaitu:

a. Faktor fisiologis

Faktor yang penting adalah umur dan kesehatan, yang menentukan sikap individu.

b. Faktor pengalaman langsung terhadap objek sikap

Pengalaman langsung yang dialami individu terhadap objek sikap, berpengaruh terhadap sikap individu terhadap objek sikap tersebut.

c. Faktor kerangka acuan

Kerangka acuan yang tidak sesuai dengan sikap objek, akan menimbulkan

Dokumen terkait