• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kadar Protein tertinggi dijumpai pada ikan Kuwe sebesar 79,3167% dan terendah dijumpai pada ikan Bawal laut sebesar 73,2685%. Kadar air tertinggi dijumpai pada ikan Kuwe sebesar 79,57% dan terendah dijumpai pada ikan Bawal laut sebesar 76,11 % (Tabel 1)

Tabel 1 Hasil penentuan kadar protein dan air dalam ikan yang disimpan pada minggu ke-0 dengan dosis 0 kGy Sampel Ikan Kadar Protein (%) Kadar Air (%) Bawal laut 73,2685 76,11 Kembung 75,3834 76,57 Kuwe 79,3167 79,57

BakteriSalmonellapada sampel ikan Hasil uji pada media TSIA menunjukkan perubahan warna media menjadi kuning, merah biru dan merah kuning. Terbentuknya H2S yang menunjukkan perubahan warna hitam terjadi pada sampel ikan Gembung, namun warna media TSIA tidak berubah menjadi kuning melainkan menjadi merah biru. Begitu pula dengan pembentukan gelembung gas yang menunjukkan hasil positif pada sampel ikan Kuwe, namun warna media TSIA tidak berwarna kuning. Uji media semi solid menunjukkan hasil positif pada ikan Kuwe yang dibuktikan dengan terbentuknya lapisan putih dipermukaan media. Hasil uji penentuan Salmonella dengan menggunakan media TSIA dan Semi Solid menunjukkan ketiga sampel ikan negatif Salmonella(tabel 2).

Tabel 2 Hasil identifikasi bakteriSalmonellapada ikan bawal laut, ikan kembung dan ikan kuwe Sampel Ikan Warna koloni TSIA Semi Solid Urea Agar Simon Citrat Agar LIA M/K H2S Gas Motilitas Bawal Laut Hitam M/H + - + (S) - ++ V/V Merah Muda K/K + - ++ -Putih K/K - + - - ++ -Ikan Gembung Merah muda M/K + - - - - -Hitam M/H + - + (S) - - V/V Ikan kuwe Hitam M/H + + + (S) -Tidak diuji Putih M/K - + + -Putih M/H + + + -Keterangan :

+ : Terdapat gas dan motilitas - :Tidak terdapat gas dan pergerakan (Motilitas)

S : Spread (Menyebar)

M, K, H, V : Agar berwarna merah, kuning, hitam, ungu

- PadaSimon Citrat Agar: + : Biru ++ : Biru pekat hampir kehitaman Untuk memperkuat hasil uji pada media

TSIA dan media Semi solid maka dilakukan pegujian lebih lanjut dengan menggunakan Urea Agar, Simon Citrat Agar dan LIA. Ketiga sampel ikan menunjukkan hasil negatif

untuk Simon Citrat Agar dan LIA. Tiga sampel tersebut tidak menunjukkan perubahan warna menjadi biru tua padaSimon Citratdan tidak menunjukkan perubahan warna ungu pada media LIA. Namun pada media urea,

kedua sampel tersebut tidak menunjukkan perubahan warna atau urease negatif yang mengindikasikan adanyaSalmonella. Hasil uji negatif terhadap Salmonella sesuai dengan persyaratan Standar Nasional Indonesia (SNI) yang menyatakan bahwa pada ikan segar dan olahannya tidak diperbolehkan adanya bakteri Salmonella.

Bakteri Aerob pada Sampel Ikan

Pada tabel 3 terlihat bahwa jumlah bakteri aerob dari ikan Bawal laut, Kuwe dan Kembung bervariasi antara 1,53 x 106 dan 2,26 x 107CFU/gram. Kontaminasi tertinggi didapatkan pada ikan Kuwe dan terendah pada perbedaan nyata untuk ikan Bawal Laut dan

ikan Kembung terhadap ikan Kuwe (p<0,05). Jumlah bakteri aerob pada perlakuan tanpa iradiasi selama 4 minggu mengalami penurunan dari 0 minggu masing-masing menjadi 3,30x103; 1,60x103; 3,81x106 CFU/gram. Pada dosis 3 dan 5 kGy untuk semua sampel ikan tidak terlihat adanya pertumbuhan bakteri. Secara statistik, pada penyimpanan 4 minggu untuk kontrol pada jumlah bakteri aerob terlihat adanya perbedaan nyata antara ikan Bawal Laut dan ikan kembung terhadap ikan Kuwe. Akan tetapi, pada dosis 3 dan 5 kGy tidak terlihat perbedaan nyata diantara ketiga ikan tersebut (p>0,05).

Tabel 3 Hasil perhitungan rata-rata jumlah bakteri Aerob pada tiga sampel ikan yang diiradiasi dan disimpan pada suhu beku (CFU/gram)

Minggu Dosis (kGy)

Jumlah Bakteri (CFU/gram)

SNI (2009) Ikan Bawal Laut Ikan Kembung Ikan Kuwe

0 0 1,53 x 106a(a) 1,59 x 107a(b) 2,26 x 107a(c) 3 0 e(a) 3,80 x 103e(b) 8,90 x 103e(c) 5 0 e(a) 0 e(a) 2,20 x 103f(b) 1 0 7,40 x 105b(a) 1,97 x 106b(b) 2,20 x 107a(c) 3 0 e(a) 1,70 x 103 e(b) 6,80 x 103e(c) 5 0 e(a) 0 e(a) 6,33 x 102f(b) 2 0 9,20 x 104c(a) 1,67 x 105c(b) 6,53 x 106b(c) 5 x 105 3 0 e(a) 2,20 x 103e(b) 5,03 x 102f(b) 5 0 e(a) 0 e(a) 6,00 x 102f(b) 3 0 8,40 x 103d(a) 7,10 x 104d(b) 4,57 x 106c(c) 3 0 e(a) 1,80 x 103 e(b) 5,30 x 102f(b) 5 0 e(a) 0 e(a) 0 f(a) 4 0 3,30 x 103 e(a) 1,60 x 103e(a) 3,81 x 106d(b)

3 0 e(a) 0 e(a) 0 f(a)

5 0 e(a) 0 e(a) 0 f(a)

Keterangan : dengan ( ): Huruf yang sama menunjukkan perbedaan tidak nyata antar baris tanpa ( ): Huruf yang sama menunjukkan perbedaan tidak nyata antar kolom

ikan Bawal laut. Pada penyimpanan 0 minggu dengan dosis 3 dan 5 kGy untuk ikan Bawal laut tidak ditemukan adanya pertumbuhan bakteri. Akan tetapi, untuk ikan Kuwe terjadi penurunan jumlah bakteri aerob masing-masing sebesar 8,90 x 103 dan 2,20 x 103 CFU/gram untuk dosis 3 dan 5 kGy. Pada ikan Kembung dosis 3 kGy terjadi penurunan jumlah bakteri sebesar 4 desimal menjadi 3,80x103CFU/gram sedang pada dosis 5 kGy tidak terdapat pertumbuhan bakteri. Semakin lama dilakukan penyimpanan untuk kontrol pada semua sampel terlihat jumlah bakteri aerob cenderung turun.

Secara statistik terlihat jumlah bakteri aerob pada ketiga macam ikan berbeda nyata untuk kontrol. Pada dosis 3 kGy jumlah bakteri berbeda nyata untuk ketiga macam ikan sedangkan pada dosis 5 kGy terlihat perbedaan nyata untuk ikan Bawal laut dan

Jumlah bakteri aerob antar penyimpanan tanpa iradiasi untuk ikan Bawal laut dan ikan Kembung berbeda nyata (p<0,05). Hal ini terlihat pada jumlah bakteri ikan Bawal laut pada penyimpanan 0 minggu sebesar 1,53x106 CFU/gram, sedangkan pada penyimpanan 4 minggu jumlah bakteri aerob adalah 3,30x103 CFU/gram. Pada dosis iradiasi 0 kGy dengan 3 dan 5 kGy dari minggu 0 hingga minggu 4 untuk ikan Bawal laut dan ikan Kembung tidak berbeda nyata (p>0,05).

Jumlah bakteri aerob pada ikan Kuwe untuk 0 dan 1 minggu yang diiradiasi dengan dosis 0 dan 3 kGy terlihat adanya perbedaan nyata terhadap penyimpanan 2 minggu hingga 4 minggu. Pada 5 kGy tidak berbeda nyata untuk tiap-tiap penyimpanan (p<0,05).

6

Bakteri Koliform danEscherichia colipada Sampel Ikan

Pada minggu ke-0 tanpa iradiasi (kontrol) jumlah bakteri koliform ketiga macam ikan bervariasi antara 5,13x105 dan 3,82x106 CFU/gram (Tabel 4). Kontaminasi tertinggi didapatkan pada ikan Kuwe dan kontaminasi terendah pada ikan Bawal laut. Pada penyimpanan 0 minggu dengan dosis 3 dan 5 kGy untuk ketiga sampel ikan tidak ditemukan adanya pertumbuhan bakteri. Secara statistik terlihat jumlah bakteri koliform berbeda nyata pada ikan Bawal laut terhadap ikan Kembung dan ikan Kuwe di

minggu ke-0 hingga ke-2, namun pada minggu ke-3 dan ke-4 terlihat perbedaan nyata antara ikan Bawal laut dan ikan kembung terhadap ikan Kuwe. Pada dosis 3 dan 5 kGy jumlah bakteri tidak berbeda nyata untuk ketiga macam ikan (p>0,05).

Semakin lama dilakukan penyimpanan pada semua sampel untuk kontrol cenderung turun walaupun secara statistik tidak berbeda nyata. Perlakuan kombinasi antara penyimpanan 1 sampai 4 minggu dengan dosis 3 dan 5 kGy untuk ketiga sampel tidak terlihat adanya pertumbuhan bakteri (p>0,05).

Tabel 4 Hasil perhitungan rata-rata jumlah bakteri koliform pada tiga sampel ikan yang diiradiasi dan disimpan dalam suhu beku (CFU/gram)

Minggu Dosis (kGy)

Rata-rata Jumlah Bakteri (CFU/gram)

SNI (1994) Ikan Bawal Laut Ikan Kembung Ikan Kuwe

0 0 5,13 x 105a(a) 2,10 x 106a(b) 3,82 x 106a(b) 3 0 d(a) 0 e(a) 0 e(a) 5 0 d(a) 0 e(a) 0 e(a) 1 0 7,30 x 104b(a) 1,51 x 106b(b) 1,86 x 106b(b)

3 0 d(a) 0 e(a) 0 e(a)

5 0 d(a) 0 e(a) 0 e(a)

2 0 1,47 x 104c(a) 7,47 x 104c(b) 1,87 x 106c(b) 1 x 104 3 0 d(a) 0 e(a) 0 e(a)

5 0 d(a) 0 e(a) 0 e(a) 3 0 4,77 x 103d(a) 1,10 x 104d(a) 1,52 x 106d(b) 3 0 d(a) 0 e(a) 0 e(a) 5 0 d(a) 0 e(a) 0 e(a) 4 0 2,47 x 103d(a) 1,70 x 104d(a) 1,14 x 106d(b) 3 0 d(a) 0 e(a) 0 e(a) 5 0 d(a) 0 e(a) 0 e(a)

Keterangan : dengan ( ) : Huruf yang sama menunjukkan perbedaan tidak nyata antar baris tanpa ( ): Huruf yang sama menunjukkan perbedaan tidak nyata antar kolom

Secara statistik terlihat jumlah bakteri koliform pada ketiga macam ikan berbeda nyata untuk tiap-tiap penyimpanan tanpa iradiasi kecuali pada minggu ke-3 dan ke-4 yang tidak berbeda nyata. Pada dosis 3 dan 5 kGy jumlah bakteri tidak berbeda nyata untuk ketiga macam ikan (p>0,05).

Pengaruh iradiasi terhadap bakteri E. coli pada ikan Bawal laut, ikan Kuwe dan ikan Kembung dapat dilihat pada tabel 5. Terlihat pada minggu ke-0 tanpa iradiasi (kontrol) jumlah bakteriEscherichia coliketiga macam ikan bervariasi antara 3,23 x 105dan 7,83 x 105 CFU/gram. Kontaminasi tertinggi didapatkan pada ikan Kuwe dan kontaminasi terendah pada ikan Bawal laut. Pada

penyimpanan 0 minggu dengan dosis 3 dan 5 kGy untuk ketiga sampel ikan tidak ditemukan adanya pertumbuhan bakteri. Secara statistik terlihat jumlah bakteriE. coli pada ketiga macam ikan berbeda nyata untuk tiap-tiap penyimpanan tanpa iradiasi kecuali pada minggu ke-3 dan ke-4 yang tidak berbeda nyata. Pada dosis 3 dan 5 kGy jumlah bakteri tidak berbeda nyata untuk ketiga macam ikan (p>0,05).

Perlakuan kombinasi antara penyimpanan 1 sampai 4 minggu dengan dosis 3 dan 5 kGy untuk ketiga sampel tidak terlihat adanya pertumbuhan bakteri. Terlihat bahwa penyimpanan beku dapat menghambat bakteri.

Tabel 5 Hasil perhitungan rata-rata jumlah bakteriEscherichia colipada tiga sampel ikan yang diiradiasi dan Disimpan dalam suhu beku (CFU/gram)

Minggu Dosis (kGy)

Rata-rata Jumlah Bakteri (CFU/gram)

SNI (1994) Ikan Bawal Laut Ikan Kembung Ikan Kuwe

0 0 3,23 x 105a(a) 5,23 x 105a(b) 7,83 x 105a(b) 3 0 d(a) 0 e(a) 0 d(a) 5 0 d(a) 0 e(a) 0 d(a) 1 0 5,63 x 104b(a) 4,20 x 105b(b) 5,53 x 105b(b)

3 0 d(a) 0 e(a) 0 d(a)

5 0 d(a) 0 e(a) 0 d(a) 1 x 104 2 0 7,00 x 103c(a) 4,50 x 104c(b) 4,87 x 105c(b)

3 0 d(a) 0 e(a) 0 d(a) 5 0 d(a) 0 e(a) 0 d(a) 3 0 2,87 x 103d(a) 8,67 x 103d(a) 4,63 x 105c(b)

3 0 d(a) 0 e(a) 0 d(a) 5 0 d(a) 0 e(a) 0 d(a) 4 0 1,50 x 103d(a) 6,80 x 103ed(a) 4,63 x 105c(b)

3 0 d(a) 0 e(a) 0 d(a) 5 0 d(a) 0 e(a) 0 d(a)

Keterangan : dengan ( ) : Huruf yang sama menunjukkan perbedaan tidak nyata antar baris tanpa ( ): Huruf yang sama menunjukkan perbedaan tidak nyata antar kolom

Secara statistik, terlihat adanya perbedaan nyata antara kontrol dengan yang diriadiasi dosis 3 dan 5 kGy untuk ketiga jenis ikan dari penyimpanan 0 minggu hingga 4 minggu (p<0,05). Jumlah bakteri antar penyimpanan minggu ke-0 sampai minggu ke-2 untuk ikan Bawal laut dan ikan Kembung berbeda nyata (p<0,05). Hal ini terlihat pada jumlah bakteri untuk penyimpanan 0 minggu sebesar 3,23x105 CFU/gram, sedangkan pada penyimpanan 2 minggu jumlah bakteri Escherichia coli adalah 7,00x103CFU/gram. Pada penyimpanan minggu ke-3 dan minggu ke-4 tidak menunjukkan adanya perbedaan nyata (p>0,05). Pada dosis 3 dan 5 kGy dengan tanpa iradiasi dari minggu 0 hingga minggu 4 untuk ikan Bawal laut, ikan Gembung dan ikan Kuwe tidak berbeda nyata (p>0,05).

BakteriStaphylococcus spp.

Pada minggu dengan dosis 0 kGy (kontrol) jumlah bakteri Staphylococcus spp. ketiga macam ikan bervariasi antara 4,40 x 104dan 3,13 x 106CFU/gram (Tabel 6). Kontaminasi tertinggi didapatkan pada ikan Kuwe dan kontaminasi terendah pada ikan Bawal laut. Pada penyimpanan 0 minggu dengan dosis 3 dan 5 kGy untuk ikan Bawal laut dan ikan Kembung tidak ditemukan adanya pertumbuhan bakteri. Pada ikan Kuwe penurunan jumlah bakteri ditemukan pada dosis 3 dan 5 kGy sebesar 3 desimal. Secara statistik, terlihat ada perbedaan nyata terhadap

jumlah bakteri Staphylococcus spp. diantara ketiga macam ikan tanpa iradiasi dengan penyimpanan 0 hingga 3 minggu. Namun pada 4 minggu terlihat perbedaan nyata antara ikan Bawal laut dan ikan Kembung terhadap ikan Kuwe. Pada penyimpanan 0 hingga 4 minggu untuk dosis 3 dan 5 kGy terlihat perbedaan nyata untuk ikan Bawal laut dan ikan Kembung terhadap ikan Kuwe (p<0,05).

Perlakuan kombinasi antara penyimpanan 1 sampai 4 minggu dengan dosis 3 dan 5 kGy untuk ikan Bawal laut dan ikan Kembung tidak terlihat adanya pertumbuhan bakteri. Hal tersebut berbeda dengan ikan Kuwe pada perlakuan kombinasi antara penyimpanan 0 sampai 4 minggu dengan dosis 3 kGy cenderung menurun menjadi sebesar 1,93x103 CFU/gram.

Jumlah bakteriStaphylococcus spp. antar penyimpanan untuk ikan Bawal laut berbeda nyata pada minggu ke-0 terhadap minggu ke-1 hingga ke-4 (p<0,05). Hal ini terlihat pada jumlah bakteri untuk penyimpanan 0 minggu sebesar 4,40 x 104CFU/gram, sedangkan pada penyimpanan 4 minggu jumlah bakteri aerob adalah 1,67x102 CFU/gram. Pada dosis iradiasi 0, 3 dan 5 kGy dari minggu ke-0 hingga minggu ke-4 untuk ikan Bawal laut tidak berbeda nyata (p>0,05). Jumlah bakteri Staphylococcus spp. pada dosis 0 kGy antar penyimpanan ikan Kembung berbeda nyata kecuali pada minggu ke-2 dan ke-3 yang menunjukkan tidak ada perbedaan nyata (p>0,05)

8

Tabel 6 Hasil perhitungan rata-rata jumlah bakteriStaphylococcus spp.pada tiga sampel ikan yang diiradiasi dan disimpan dalam suhu beku (CFU/gram)

Keter anga n : deng an ( ) : Huru f yang sama menu njukk an perbe daan tidak nyata antar baris

Tanpa ( ): Huruf yang sama menunjukkan perbedaan tidak nyata antar kolom Jumlah bakteri Staphylococcus spp. pada

antar penyimpanan tanpa iradiasi jumlah bakteri pada ikan Kuwe berbeda nyata (p>0,05). Hal ini terlihat pada jumlah bakteri untuk penyimpanan 0 minggu pada dosis 3 kGy sebesar 3,13x106 CFU/gram, sedangkan pada penyimpanan 4 minggu jumlah bakteri Staphylococcus spp. adalah 1,93x103 CFU/gram. Pada perlakuan tanpa iradiasi dengan 3 dan 5 kGy dari minggu 0 hingga minggu 4 jumlah bakteri untuk ikan Kuwe berbeda nyata (p>0,05).

PEMBAHASAN

Ikan memiliki protein serta kandungan air yang tinggi. Air yang tercemar, cara pengolahan serta penyimpanan yang tidak higienis dapat mengakibatkan produk ikan rentan terhadap kontaminasi bakteri. Kontaminasi bakteri tersebut dapat menyebabkan pembusukan yang nantinya akan merusak bentuk fisik maupun rasa dari produk ikan tersebut.

Kadar protein tinggi yang dimiliki ikan Kuwe menyebabkan kontaminasi bakteri yang lebih tinggi dibandingkan kedua sampel ikan lainnya. Kandungan air dalam bahan pangan menentukan kesegaran dan daya tahan bahan pangan. Hal tersebut dapat membuktikan bahwa ikan Kuwe memiliki kontaminasi bakteri tertinggi dibandingkan dengan kedua ikan lainnya.

Aktivitas mikroba menyebabkan rusaknya bahan pangan diantaranya adalah perubahan kekenyalan yang disebabkan pemecahan struktur daging, pembentukan lendir, pembentukan asam, pembentukan warna hijau pada daging, serta perubahan bau karena terbentuknya ammonia, H2S, indol dan senyawa-senyawa amin seperti diamin kadarevin dan putresin; timbulnya bau anyir pada produk-produk ikan karena terbentuknya trimetilamin (TMA) dan histamin (Siagian 2002).

Tidak adanya Salmonella dapat dikarenakan metode isolasi yang tidak cukup baik (tidak ter-sampling) yaitu metode yang digunakan bukan metode sebar melainkan metode kuadran. Hasil uji negatif untuk Salmonella tidak berarti bahan pangan atau ikan tersebut aman untuk dikonsumsi. Jumlah kontaminasi bakteri lainnya yang tinggi merupakan faktor penyebab bahan pangan tidak aman untuk dikonsumsi.

Menurut penelitian Khunaenah (2006) pada sampel sotong dan cumi-cumi tidak ditemukan adanya Salmonella. Jadi kemungkinan bahwa bahan pangan yang berasal dari laut bebas dari kontaminasi Salmonella.

Kontaminasi bakteri pada bahan pangan dapat terjadi karena kadar protein masing-masing ikan, kadar air, sanitasi dalam pengolahan ikan serta kontaminasi silang. Tingginya kontaminasi bakteri aerob, koliform, E. coli dan Staphylococcus spp. Minggu Dosis

(kGy)

Rata-rata Jumlah Bakteri (CFU/gram)

SNI (2009) Ikan Bawal Laut Ikan Kembung Ikan Kuwe

0 0 4,40 x 104a(a) 7,75 x 105b(b) 3,13 x 106a(c) 3 0 b(a) 0 e(a) 7,80 x 103 f(b) 5 0 b(a) 0 e(a) 2,50 x 103 f(b) 1 0 6,20 x 103b(a) 1,21 x 106a(b) 2,13 x 106b(b) 3 0 b(a) 0 e(a) 3,90 x 103 f(b) 5 0 b(a) 0 e(a) 4,00 x 102 f(b) 2 0 8,00 x 102b(a) 1,96 x 104d(b) 1,18 x 106c(c) 1 x 103 3 0 b(a) 0 e(a) 2,53 x 103 f(b) 5 0 b(a) 0 e(a) 2,67 x 102 f(b) 3 0 2,33 x 102b(a) 1,84 x 104d(b) 1,05 x 106d(c) 3 0 b(a) 0 e(a) 2,43 x 103 f(b) 5 0 b(a) 0 e(a) 1,33 x 102 f(b) 4 0 1,67 x 102b(a) 8,50 x 104c(b) 4,36 x 105e(b) 3 0 b(a) 0 e(a) 1,93 x 103 f(b) 5 0 b(a) 0 e(a) 0 f(a)

pada bahan pangan kemungkinan berasal dari kontaminasi air laut disekitar pasar yang berwarna hitam dan berbau. Selain itu, proses penangkapan ikan serta penjualan ikan yang diletakkan di boks terbuka mempengaruhi tingkat kontaminasi bakteri. Es yang terdapat di boks terbuka digunakan untuk mempertahankan kesegaran ikan. Es tersebut terbuat dari air yang tidak diketahui sanitasinya serta proses pengangkutan es dari pabrik sampai ke pasar yang tidak memperhatikan kebersihan.

Menurut penelitian dari Khunaenah (2006) jumlah bakteri aerob cumi sebesar 4,45 x 107 CFU/gram sedangkan pada sotong 8,69 x 107 CFU/gram. Bila dibandingkan dengan jumlah bakteri awal (kontrol), jumlah bakteri cumi dan sotong tidak berbeda jauh dengan ketiga sampel tersebut. Terlihat bahwa dalam selang waktu 4 tahun, sanitasi lingkungan baik air laut, tempat penyimpanan olahan laut, serta es untuk mengawetkan tidak diperhatikan dengan baik karena bakteri yang dihasilkan tinggi. Hal tersebut berlaku bagi jumlah bakteri koliform yang tidak berbeda jauh dengan ketiga sampel ikan yaitu untuk cumi 1,92 x 107 CFU/gram serta sotong 1,22 x 107 CFU/gram.

Kontaminasi awal bakteri aerob, Staphylococcus spp, koliform, dan Escherichia coli pada semua sampel ikan telah melebihi ambang batas SNI (2009) yang diijinkan masing-masing 5 x 105, 1 x 103, 1 x 104dan 1 x 104CFU/gram yang artinya tidak aman untuk dikonsumsi (lampiran 5).

Pembekuan merupakan salah satu cara untuk menghambat pertumbuhan bakteri. Turun naiknya jumlah bakteri seperti pada jumlah bakteri Staphylococcus dari minggu ketiga dan keempat untuk ikan Kembung serta bakteri koliform dari minggu ketiga dan keempat untuk ikan Kembung disebabkan kemampuan bakteri untuk memperbaiki kemampuan hidupnya dengan memanfaatkan nutrisi yang terdapat di sampel maupun di media agar-agar. Adanya perlakuan penyimpanan beku menyebabkan terjadinya dorman atau fase istirahat pada bakteri yang dapat menurunkan jumlah bakteri. Namun dalam waktu yang tidak ditentukan bakteri dapat aktif kembali atau memperbanyak diri dengan beradaptasi pada lingkungan hidupnya.

Pembekuan menyebabkan terhambatnya bakteri untuk dapat tumbuh dan memperbanyak diri. Namun, saat dibiakkan pada media dengan nutrisi yang tinggi serta didukung dengan suhu optimum bakteri dapat

tumbuh dan memperbanyak diri pada lingkungan dengan nutrisi yang sesuai.

Fardiaz (1990) menyatakan bahwa proses pembekuan dapat menyebabkan kematian atau kerusakan subletal pada sebagian sel. Lund (2000) menyatakan bahwa ketahanan mikroorganisme selama pembekuan dipengaruhi oleh jenis mikroorganisme dan komposisi medium pembekuan. Selain itu faktor lain yang berpengaruh adalah status nutrisi, fase pertumbuhan mikroba sebelum dibekukan, kecepatan pembekuan, suhu pembekuan, lama pembekuan, kecepatan thawing, metode yang digunakan untuk menentukan jumlah sel yang hidup dan media yang digunakan. Perubahan sebagian besar air dalam produk pangan menjadi es menyebabkan persediaan air menjadi sangat terbatas (penurunan aw) sehingga mikroorganisme akan kesulitan untuk menyerap makanan.

Secara mikrobiologis, pembekuan dimaksudkan agar aktivitas metabolisme mikroorganisme pada makanan dapat diperlambat atau dihentikan sama sekali. Seperti diketahui aktivitas metabolisme organisme merupakan reaksi yang dikatalis oleh enzim-enzim dan kecepatan reaksi ini sangat dipengaruhi oleh suhu. Bila suhu meningkat, kecepatan reaksi akan meningkat dan bila suhu menurun, kecepatan reaksi menurun pula (Fennema dkk 1976).

Iradiasi gamma dapat mengakibatkan kerusakan subletal pada sel mikroba. Kerusakan tersebut menyebabkan kebocoran sehingga komponen sel keluar dari medium sekelilingnya dan mengakibatkan perubahan aktivitas metabolisme. Perubahan tersebut dapat berupa penurunan kemampuan dalam memecah senyawa yang dibutuhkan sel, kehilangan kemampuan untuk melakukan transpor melalui membran, dan penurunan aktivitas enzim yang penting dalam metabolisme (Soedarto 2008). Kematian bakteri yang terjadi sebagai akibat terjadinya perubahan kimia di dalam sel bakteri. Perubahan kimia tersebut adalah penghambatan sintesa DNA yang mengakibatkan proses pembelahan sel dan reproduksi terganggu (Suhadi 1976).

Jenis iradiasi ini dinamakan radiasi pengion, contoh radiasi pengion adalah radiasi partikel  (alfa), β (beta) dan ɣ (gamma). Contoh radiasi pengion yang disebut terakhir ini paling banyak digunakan (Sofyan 1984; Winarno dkk 1980).

Sumber iradiasi yang digunakan pada iradiasi pangan adalah sumber iradiasi gamma

10

yang berupa isotop radioaktif dan sumber iradiasi elektron berupa berkas elektron. Sinar gamma yang digunakan adalah yang berasal dari pancaran radionuklida 60Co atau 137Cs, namun 60Co lebih banyak digunakan karena selain mempunyai energi radiasi yang lebih besar sehingga mempunyai daya tembus yang besar, 60Co juga tersedia di pasaran (Rhomadona 2009).

Menurut PERMENKES No.701 / MENKES / PER / VIII / 2009 dosis serap maksimum untuk ikan dan pangan laut (seafood segar maupun beku) untuk memperpanjang masa simpan adalah 10 kGy (Lampiran 3).

Peraturan makanan iradiasi yang berlaku diseluruh dunia, yaitu CODEX General Standard for Irradiated Foods menyatakan bahwa dosis iradiasi tidak boleh melebihi 10 kGy. Iradiasi dengan dosis diatas 10 kGy diterapkan untuk kegunaan khusus dengan alasan yang dapat dipertanggungjawabkan. Berdasarkan penelitian terhadap bandeng asap yang diiradiasi pada dosis 10 kGy, ternyata iradiasi tidak memberikan pengaruh terhadap kandungan asam amino, sehingga dapat dikatakan nutrisi dari produk yang diiradiasi tetap terjaga (Irawati 2006).

SIMPULAN

Adanya pengaruh kombinasi penyimpanan beku dan iradiasi terhadap jumlah bakteri pada masing-masing sampel ikan. Semakin tinggi dosis iradiasi, semakin kecil jumlah bakteri. Begitu juga dengan perlakuan penyimpanan, semakin lama sampel disimpan dalam suhu beku, semakin kecil jumlah bakteri yang tumbuh. Jumlah kontaminasi awal bakteri aerob, Staphylococcus, koliform dan Escherichia coli telah melebihi ambang batas SNI yang diijinkan. Kadar protein dari ketiga sampel ikan berkisar antara 73,2685 -79,3167 % dan kadar air dari ketiga sampel ikan berkisar antara 76,11–79,57 %. Dosis 5 kGy sudah mampu mengurangi jumlah bakteri yang memenuhi persyaratan SNI dan terlihat perbedaan nyata dengan yang tidak diiradiasi. Kombinasi perlakuan antara suhu penyimpanan memberikan pengaruh nyata terhadap penurunan jumlah bakteri. Tidak ditemukanSalmonellapada sampel ikan yang diuji.

SARAN

Saran dari penulis adalah perlu adanya penelitian lebih lanjut tentang pengawetan bahan pangan secara iradiasi untuk ikan dan olahan perikanan lainnya serta perlu adanya sosialisasi lebih jauh tentang manfaat dan keuntungan teknik iradiasi.

DAFTAR PUSTAKA

Akmal M. 1996.Kontaminasi Mikroba pada

Produk Perikanan. Cermin Dunia Kedokteran No. 111. Jurusan Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Andalas, Padang.

Anonymous. 2003.Codex General Standard for Irradiated Foods (Codex Stan 106-1983-Rev.1 2003). Geneva :Codex Allimentarius Commission.

Astawan M. 2003.Manfaat Ikan Bagi Jantung Dan Wajah, http://www.dkp.go.id [04 September 2010].

Bridson. 1998. The Oxoid Manual 8th Edition. England: Oxoid Limited.Fardiaz S. 1989.Penuntun praktek mikrobiologi pangan. Bogor: IPB Press.

Fardiaz S. 1989. Penuntun praktek mikrobiologi pangan. Bogor : IPB Press. Fardiaz S. 1990. Mikrobiologi Pengolahan

Pangan Lanjut. Laboratorium Mikrobiologi Pangan. PAU, IPB. Fennema, OR, W.D. Powrie, and E.H. Marth.

1976. Low Temperature Preservation of Food and Living Matters. Mercel Dekker, New York.

Irawati, Z. 2006. Aplikasi mesin berkas elektron pada industri pangan. Di dalam: Prosiding Pertemuan dan Persentasi Ilmiah Teknologi Akselator dan Aplikasinya; Yogyakarta, 17 Februari 2006. Yogyakarta: PTAPB-BATAN. hlm 87-94.

Khunaenah. 2006. Uji kontaminasi bakteri pathogen pada cumi-cumi (Loligo edulis) dan sotong (Sepioteuthis lycidas) dipasar tradisional dan swayalan [Skripsi]. Jakarta: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Sains dan Teknologi Nasional.

Lund BM. 2000. Freezing. Di dalam: Lund, BM., T.C. Baird-Parker, G.W. Gould. (Eds.), The Microbiological Safety and Quality of Food Volume I/ Aspen Publishers, Inc. Gaithersburg, Maryland.

Muchtadi, T R. 2010. Potensi Pangan Olahan Iradiasi untuk Komersialisasi. Disampaikan pada: Simposium & Pameran (PATIR-BATAN) : APLIKASI

TEKNOLOGI ISOTOP DAN

IRADIASI Tanggal 27-28 Oktober, Jakarta.

Rashid, H.O., H. Ito and I. Ishigaki. 1992. Distribution of pathogenis vibrios and other bacteria in imported frozen shrimps and their decontamination by gamma irradiation, World J. of Microbiology dan Biotechnology 8 494-498.

Rhomadona W. 2009. Pengaruh Perlakuan Iradiasi dan Penyimpanan Dingin terhadap Mutu dan Daya Awet Naget Ikan [Skripsi]. Jakarta: Program Studi Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan, Sekolah Tinggi Perikanan.

Siagian A. 2002. Mikroba Patogen pada Makanan Dan sumber Penkontaminasinya. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Soedarto. 2008. Optimasi kualitas banding asap dengan modifikasi proses pengas- apan dan iradiasi nuklir.[ terhubung berkala]. http:// www. adln.lib.unair.a c .id/

go.php?id=gdlhub-gdl-s3-2008-soedarto-8052&PHPSESSID =4d9e6

854b26a3b0353f1f5b9088f1031. [31 Oktober 2009].

Sofyan, R. 1984. Efek Kimia Radiasi Pada Komponen Utama Bahan Makanan. PATIR-BATAN, Jakarta

Dokumen terkait