• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.4 Hasil Karakterisasi Gugus Fungsi Menggunakan FTIR

Karakterisasi sampel menggunakan FTIR dilakukan untuk mengetahui kandungan gugus fungsi pada SPE hasil sintesis dapat dilihat pada gambar 4.5 di bawah ini. Parameter yang bisa dilihat untuk mengonfirmasi adanya interaksi antara kitosan, natrium, larutan asam dan juga plasticizer dapat diketahui dari intensitas puncak, pergeseran puncak, serta munculnya ikatan baru yang terjadi karena adanya kandungan natrium sulfit, asam asetat, dan sorbitol dalam kitosan.

Universitas Pertamina - 37 Gambar 4. 5 Hasil Karakterisasi Gugus Fungsi Pada SPE Menggunakan FTIR

Pada natrium sulfit terdapat daerah serapan pada panjang gelombang 630.02 cm-1, 955.37 cm-1 (C=C), 1913.37 cm-1 , dan juga 3449.77 cm-1 (N-H). Sementara itu pada kitosan murni terdapat serapan pada panjang gelombang 1074.36 cm-1 yang menunjukkan adanya polisakarida pada vibrasi rentangan C-O (-C-O-C-). Selain itu muncul juga vibrasi tekuk -CH (-CH2) pada bilangan gelombang 1380.58 cm-1. Rentangan gugus karbonil amida C=O (-NHCOCH3-) juga bisa diketahui dari serapan yang muncul pada panjang gelombang 1650.35 cm-1. Kemudian adanya serapan pada panjang gelombang 2125.76 cm-1 pun menunjukkan adanya senyawa C=C. Terdapat juga daerah serapan pada 2875 cm-1 yang menunjukkan adanya vibrasi rentangan -CH (-CH2). Terakhir pada panjang gelombang 3420.41 cm-1 memperlihatkan adanya ikatan hidrogen dari gugus -OH yang tumpang tindih dengan rentangan -NH. Hasil FTIR kitosan murni yang telah dilakukan ini tidak jauh berbeda dengan yang telah dilakukan oleh Wiyarsi dan Priyambodo (2011).

Penambahan sorbitol dan asam asetat pada kitosan murni membuat munculnya daerah resapan baru pada panjang gelombang 650.07 cm-1, 1021.90 cm-1, 1069.63 cm-1, 1405.65 cm-1, 1540.13 cm-1, dan 3252.59 cm-1. Hal ini menunjukkan bahwa telah terjadi interaksi antara kitosan murni dan juga sorbitol. Kemudian setelah sintesis SPE yang terbuat dari kitosan, asam asetat, natrium sulfit, dan juga sorbitol dilakukan terdapat perubahan daerah absorpsi yang bentuknya hampir sama dengan hasil FTIR untuk kitosan murni dengan penambahan sorbitol dan asam asetat. Hal ini dikarenakan natrium sulfit dan juga asam asetat memiliki panjang gelombang kurang dari 500 nm yang mana termasuk pada cahaya

Universitas Pertamina - 38 tampak. Sehingga untuk mendeteksi perubahan gugus fungsi yang terjadi tidak cukup hanya dilakukan spektroskopi FTIR saja, melainkan harus juga menggunakan spektroskopi VIS. Hanya saja terjadi sedikit pergeseran daerah serapan yang terjadi pada SPE yang telah disintesis dengan hasil FTIR untuk sampel kitosan-sorbitol-asam setat. Hal ini menunjukkan adanya interaksi antara gugus-gugus kitosan dengan natrium sulfit, asam asetat ataupun sorbitol. Daerah resapan yang dihasilkan oleh SPE yang telah berhasil di sintesis dengan beberapa variasi jumlah kitosan selengkapnya dapat dilihat pada tabel 4.1 di bawah ini.

Tabel 4. 2 Panjang Gelombang Daerah Absorpsi FTIR Pada Berbagai Variasi SPE

Sampel Absorpsi 1 Absorpsi 2 Absorpsi 3 Absorpsi 4 Absorpsi 5

Panjang Gelombang (Cm-1) SPE 0.25 1225.05 1077.25 1409.52 1645.95 3277.40 SPE 0.5 1020.32 1075.36 1406.78 1649.39 3266.58 SPE 0.75 1024.00 1075.85 1409.29 1645.96 3273.33 SPE 1 1021.62 1072.42 1406.00 1646.23 3273.27 SPE 1.25 1025.00 1074.23 1410.52 1545.95 3273.66

Berdasarkan tabel tersebut dapat diketahui bahwa pengaruh variasi jumlah kitosan pada SPE tidak memiliki hasil yang begitu berbeda antara satu dengan yang lainnya. Hanya saja jika dibandingkan dengan daerah resapan yang terdapat pada kitosan murni, maka terdapat daerah resapan baru yang muncul di sekitar panjang gelombang 1020 – 1025 cm -1 (C-O-C), 1540 – 1557 cm-1 (C=C), 1645-1649 cm-1 (karbonil amida), dan 3273 – 3277 cm -1 (O-H). Selain itu, terdapat sedikit pergeseran daerah resapan dari panjang gelombang 1380.58 cm-1 yang terdapat pada kitosan menjadi pada daerah resapan 1406 -1410 cm-1

pada SPE yang telah di sintesis. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi interaksi ionik antara kitosan dengan garam natrium sehingga terbentuk ikatan baru.

Selain itu jika diamati secara lebih mendalam pada daerah resapan 1645-1649 cm-1

(karbonil amida) dan 3273 – 3277 cm-1 (O-H), tampak terjadi peningkatan trend transmisi yang semakin tajam seiring dengan peningkatan konsentrasi kitosan. Taib & Idris (2014) menyebutkan bahwa saat intensitas transmisi dari kurva FTIR semakin menurun berarti terjadi ikatan gugus fungsinya semakin menguat. Oleh karena itu dapat dikarenakan pada penelitian ini berlaku yang sebaliknya maka dapat dikatakan bahwa ikatan gugus amida dan juga gugus hidroksil (O-H) melemah atau bisa jadi sudah terputus seiring dengan peningkatan konsentrasi kitosan. Kedua gugus ini terdapat pada kitosan murni sehingga apabila kedua gugus fungsi tersebut melemah atau telah terputus ikatannya akan

Universitas Pertamina - 39 digantikan oleh anion SO32- yang berasal dari natrium sulfit. Hal ini juga dikonfirmasi oleh hasil XRD yang menunjukkan bahwa semakin meningkatnya konsentrasi kitosan puncak-puncak yang berasal dari natrium sulfit tampak semakin jelas terlihat. Dengan demikian maka dapat dikatakan bahwa proses sintesis SPE telah berhasil dan sukses dilakukan.

Dari hasil FTIR juga yang didapatkan juga bisa diprediksi reaksi kimia yang terjadi pada SPE. Sebagaimana diketahui bahwa ikatan ikatan hidroksil (-OH) dan amida yang terdapat pada kitosan sama-sama melemah. Hanya saja dikarenakan energi disosiasi yang dimiliki oleh C-OH lebih kecil daripada C-NH2, maka kemungkinan besar gugus hidroksil yang akan mudah lepas sehingga akan digantikan oleh anion dari natrium sulfit. C-OH memiliki energi disosiasi 814 kJ/mol sedangkan C-NH2 sebesar 1717 kJ/mol. Berikut ini adalah reaksi kimia yang terjadi pada SPE yang telah berhasil disintesis.

Gambar 4. 6 Skematik Ikatan Silang Antara Kitosan dengan Natrium Sulfit

Ion natrium akan bergerak pada SPE selama proses charging dan discharging pada baterai berlangsung. Sementara itu anion SO3- yang sudah terikat pada kitosan akan membuka jalan untuk bergeraknya ion natrium supaya lebih leluasa. Adapaun gugus hidroksil akan berubah menjadi radikal hidroksil (OH) dengan mengikuti persamaan dibawah ini.

2OH → 2OH + 2e

Elektron yang timbul dari reaksi ini akan mengalir melalui sirkuit luar pada saat proses

charging atau discharging berlangsung. Sementara itu reaksi elektrokimia yang terjadi pada

anode dan katode akan bergantung pada pemilihan material yang digunakan. Salah satu contoh reaksi elektrokimia yang terjadi pada anode dan katode pada baterai natrium bisa dilihat pada tabel 2.3.

+

SO3

SO3

Universitas Pertamina - 40

Dokumen terkait