• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

D. Hasil Kromatografi Lapis Tipis Ekstrak Kacang Hijau

Kromatografi lapis tipis merupakan proses pemisahan menggunakan fase diam dan fase gerak. Fase diam yang digunakan dalam penelitian ini adalah silika gel 60 F254 untuk kromatografi lapis tipis, sedangkan untuk menentukan fase gerak yang akan digunakan perlu adanya optimasi fase gerak. Fase gerak dalam penelitian ini berfungsi sebagai pelarut pengembang yang bergerak secara menaik disepanjang fase diam.

Dalam penelitian ini optimasi fase gerak dilakukan dengan menggunakan 3 jenis fase gerak, yaitu n-heksana : etil asetat (2:3 v/v) sebagai fase gerak nonpolar, kloroform : metanol (7:3 v/v) sebagai fase gerak semipolar, etil asetat : asam formiat : asam asetat glasial : air (100:11:11:20 v/v) sebagai fase gerak polar. Fase gerak yang digunakan dalam KLT harus memiliki kemurnian yang tinggi, sehingga digunakanlah pelarut pro analisis dalam penelitian ini.

Gambar 2. Hasil optimasi fase gerak kromatografi lapis tipis ekstrak kacang hijau (A = n-heksana : etil asetat (2:3 v/v); B = kloroform : metanol (7:3 v/v); C =

Tabel II. Hasil optimasi fase gerak kromatografi lapis tipis ekstrak kacang hijau

Fase gerak Rf Visual Deteksi UV 254 nm N-heksana : etil asetat

(2:3 v/v) 0,40 - 0,50 Bercak kuning Tidak meredam Kloroform : metanol (7:3 v/v) 0,40 - 0,49 - Meredam (+++) 0,75 – 0,84 Bercak kuning - 0,85 – 0,89 Bercak hijau -

Etil asetat : asam formiat : asam asetat glasial : air (100:11:11:20 v/v) 0,40 – 0,49 - Meredam (++) 0,50 – 0,59 - Meredam (+++) 0,60 – 0,69 Bercak kuning Meredam (+++)

Keterangan ketebalan bercak : (+) = tipis ; (++) = sedang; (+++) = tebal ; (++++) = sangat tebal

Berdasarkan hasil optimasi fase gerak tersebut kromatografi lapis tipis dari ekstrak kacang hijau dengan menggunakan fase gerak n-heksana : etil asetat (2:3 v/v) terdapat 1 bercak berwarna kuning secara visual pada Rf sekitar 0,40 – 0,50. Sedangkan hasil pada KLT ekstrak kacang hijau dari fase gerak kloroform : metanol (7:3 v/v) menghasilkan bercak pemisahan kuning pada Rf sekitar 0,75 – 0,84 dan hijau pada Rf sekitar 0,85 – 0,89, fase gerak etil asetat : asam formiat : asam asetat glasial : air (100:11:11:20 v/v) menghasilkan bercak pemisahan kuning pada Rf sekitar 0,60 – 0,69.

Selain pengamatan secara visual, dilakukan pula deteksi secara fisik dengan menggunakan sinar ultraviolet, bertujuan untuk menampakkan bercak dengan flouresensi dibawah sinar UV, sehingga diharapkan akan terlihat bercak yang lebih jelas untuk senyawa yang mampu berflouresensi.

Berdasarkan hasil pemisahan KLT dan pengamatan menggunakan sinar UV 254 nm dari ketiga fase gerak tersebut, hasil pemisahan KLT menggunakan fase gerak n-heksana: etil asetat (2:3 v/v) menunjukkan tidak ada bercak yang

meredam di UV 254 nm. Sedangkan pemisahan menggunakan fase gerak kloroform : metanol (7:3 v/v) muncul 1 bercak meredam pada Rf sekitar 0,40 – 0,49 dan fase gerak etil asetat : asam formiat : asam asetat glasial : air (100:11:11:20 v/v) muncul 3 bercak meredam pada Rf sekitar 0,40 – 0,49, 0,50 – 0,59, 0,60 – 0,69. Dapat dikatakan bahwa pemisahan KLT ekstrak kacang hijau kurang baik dengan menggunakan fase gerak n-heksana : etil asetat (2:3 v/v) dan untuk memastikan fase gerak yang paling optimum maka akan dipandu dengan hasil uji kualitatif aktivitas penangkapan radikal bebas.

E. Hasil Uji Kualitatif Penangkapan Radikal Bebas Ekstrak Kacang Hijau

Senyawa 2, 2- diphenyl – 1 picrylhidrazyl (DPPH) merupakan radikal, DPPH memiliki absorpsi maksimal pada panjang gelombang 517 nm dan akan menurun dengan adanya reaksi dengan radikal scavenger. Perubahan warna ini juga dapat diamati dengan menggunakan metode KLT, dalam penelitian ini menggunakan penyemprotan pereaksi DPPH 0,2% b/v dalam metanol pada pelat KLT hasil elusi yang telah kering. Hasil positif senyawa aktif (penangkap radikal) dengan nampaknya bercak kuning hingga putih dengan latar ungu (Marston, 2011).

Perubahan warna ungu menjadi kuning-putih ini dapat terjadi karena adanya reaksi antara senyawa penangkap radikal dengan DPPH, elektron ganjil dari radikal DPPH akan berpasangan dengan hidrogen dari senyawa penangkap radikal bebas, kemudian akan membentuk DPPH-H tereduksi (Molyneux, 2004).

DPPH● + AH ↔ DPPHH + A●

Gambar 3. Hasil uji kualitatif penangkapan radikal bebas ekstrak kacang hijau ( A = fase gerak n-heksana : etil asetat (2:3 v/v); B = fase gerak kloroform : metanol (7:3 v/v); C = fase gerak etil asetat : asam formiat : asam

asetat glasial : air (100:11:11:20 v/v))

Berdasarkan hasil uji kualitatif penangkapan radikal bebas ekstrak kacang hijau, pada hasil pemisahan KLT dengan fase gerak n-heksana : etil asetat (2:3 v/v) menunjukkan hasil yang negatif dengan tidak terbentuknya bercak kuning-putih pada pelat KLT. Hasil positif ditunjukkan oleh hasil pemisahan KLT dengan fase gerak kloroform : metanol (7:3 v/v) dengan munculnya bercak kuning dengan segera setelah disemprot dengan pereaksi DPPH pada Rf sekitar 0,85 - 0,89 diikuti dengan munculnya bercak putih beberapa menit kemudian di Rf sekitar 0,40 - 0,49 dan 0,75 - 0,84.

Tabel III. Hasil uji kualitatif penangkapan radikal bebas ekstrak kacang hijau

Fase gerak Rf Hasil Waktu muncul

N-heksana : etil asetat (2:3 v/v)

- Negatif

-Kloroform : metanol (7:3 v/v)

0,40 - 0,49 Putih (+) Beberapa menit 0,75 – 0,84 Putih (+) Beberapa menit 0,85 – 0,89 Kuning (+++) Segera dalam

hitungan detik Etil asetat : asam formiat :

asam asetat glasial : air (100:11:11:20 v/v)

0,50 – 0,59 Putih (+) Beberapa jam 0,90 – 0,95 Putih (++) Beberapa menit 0,96 – 1,0 Kuning (+++) Segera dalam

hitungan detik Keterangan ketebalan bercak : (+) = tipis ; (++) = sedang; (+++) = tebal ; (++++) = sangat tebal

Begitu pula dengan hasil pemisahan KLT dengan fase gerak etil asetat : asam formiat : asam asetat glasial : air (100:11:11:20 v/v) menghasilkan hasil positif dengan munculnya bercak kuning segera setelah penyemprotan pereaksi DPPH di Rf sekitar 0,96-1,0 dan 2 bercak putih di Rf sekitar 0,90 – 0,95 dan 0,50 – 0,59 beberapa jam kemudian. Fase gerak kloroform : metanol (7:3 v/v) dipilih sebagai fase gerak optimum dalam penelitian ini, dikarenakan dengan menggunakan fase gerak tersebut sudah mampu memisahkan senyawa pada ekstrak kacang hijau dan memiliki aktivitas penangkap radikal bebas yang baik, ditunjukkan dengan munculnya bercak kuning dan putih yang muncul lebih cepat dibandingkan dengan bercak yang timbul pada pelat KLT hasil pemisahan dengan fase gerak etil asetat : asam formiat : asam asetat glasial : air (100:11:11:20 v/v).

F. Hasil Identifikasi Senyawa Pada Ekstrak Kacang Hijau dengan Reagen Semprot

Identifikasi senyawa pada ekstrak kacang hijau dilakukan untuk mengetahui kandungan senyawa dari ekstrak kacang hijau. Pereaksi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sitroborat untuk deteksi senyawa flavonoid,

aluminium chloride (AlCl3) untuk deteksi senyawa flavonoid, ferric chloride

(FeCl3) untuk deteksi senyawa fenolik, Dragendorff untuk deteksi golongan alkaloid, vanilin sulfat untuk deteksi golongan terpenoid.

Gambar 4. Hasil kromatografi lapis tipis dengan fase gerak klorofom : metanol (7:3 v/v) (A = UV 254 nm; B = UV 366 nm)

Pada gambar 4 terlihat bahwa hasil pemisahan KLT ekstrak kacang hijau dengan fase gerak kloroform : metanol (7:3 v/v) dengan deteksi UV 254 nm menunjukkan bercak meredam di Rf sekitar 0,40 – 0,49, dengan deteksi UV 366 nm menunjukkan bercak pemisahan merah di Rf sekitar 0,85 – 0,89 dan secara visual adanya bercak kuning di Rf sekitar 0,75 – 0,84.

Gambar 5. Hasil identifikasi senyawa dengan reagen pada ekstrak kacang hijau ( A = reagen FeCl3; B = reagen AlCl3; C = reagen sitroborat; D = reagen vanilin

sulfat; E = reagen Dragendorff)

Tabel IV. Hasil identifikasi senyawa dengan reagen pada ekstrak kacang hijau dengan fase gerak kloroform : metanol (7:3 v/v)

Rf Sitroborat AlCl3 FeCl3 Dragendorff Vanilin

Sulfat Interpretasi Hasil 0,40 – 0,49 Berpendar Kuning kehijauan (+++) Berpendar Kuning kehijauan (+++) - - - Flavonoid 0,75– 0,84 Berpendar Kuning kehijauan (+++) - - - - Flavonoid 0,85 – 0,89 Berpendar Kuning kehijauan (+) - - - Kuning (++) Flavonoid

Keterangan ketebalan bercak : (+) = tipis ; (++) = sedang; (+++) = tebal ; (++++) = sangat tebal

Sedangkan berdasarkan hasil identifikasi senyawa dengan menggunakan reagen semprot menunjukkan adanya flavonoid dengan adanya bercak berpendar kuning kehijauan di UV 366 nm dengan pereaksi aluminium chloride (AlCl3)

(Jork, Funk, Fischer, Wimmer, 1990) pada Rf sekitar 0,40 – 0,49, awalnya bercak tersebut tidak terlihat di UV 366 nm, namun setelah penyemprotan dengan pereaksi aluminium chloride (AlCl3) menjadi terlihat, hal tersebut merupakan salah satu ciri khas golongan senyawa flavonoid (Markham, 1981). munculnya bercak berpendar kuning kehijauan di UV 366 nm. Identifikasi dengan pereaksi sitroborat (Markham, 1981) pada Rf sekitar 0,40 – 0,49, 0,75 – 0,84 dan 0,85 – 0,89 muncul bercak kuning kehijauan yang dapat diidentifikasikan sebagai golongan senyawa flavonoid.

Gambar 6. Contoh reaksi AlCl3 membentuk kompleks flouresensi dengan flavonoid (Jork, Funk, Fischer, Wimmer, 1990)

Identifikasi senyawa dengan menggunakan pereaksi vanilin sulfat menunjukkan munculnya bercak kuning pada Rf sekitar 0,85 - 0,89, bercak tersebut dapat diidentifikasinya sebagai flavonoid (Jork, Funk, Fischer, Wimmer, 1990). Hasil negatif ditunjukkan dengan menggunakan reagen ferric chloride

(FeCl3) dan Dragendorff. Hasil positif fenolik dengan reagen ferric chloride

(FeCl3) ditunjukkan dengan muncul bercak biru atau hijau (Merck, 1976), hasil positif alkaloid dengan reagen Dragendorff ditandai dengan adanya bercak jingga (Hajnos, Sherma, Kowalska, 2008).

G. Hasil Uji Perbandingan Profil Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Dokumen terkait