• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.2 Hasil Laju Korosi Evaporator Dalam Eksperimental

Berikut akan dipaparkan hasil perhitungan laju korosi penelitian dengan metode weight-loss. Data – data yang didapat akan dikumpulkan,dianalisa dan dirangkum hasilnya melalui tabel data pengukuran yang terdapat pada tabel 4.2. Setelah perangkuman data selesai maka metode perhitungan akan dijelaskan satu – persatu, dari pembuktian pengambilan data input sampai dengan penjelasan perhitungan hasil parameter desain berupa laju korosi pada evaporator didapat, adapun kondisi batas pada evaporator yaitu:

- Tekanan vakum pada kondisi bekerjanya evaporator - Bahan evaporator adalah logam stainless – steel 304 Komponen

Parameter

Input Output

Evaporator

 Berat Mula – Mula (W0) = miligram

 Luas Daerah Spesimen (A) = inchi/cm2

 Waktu Terpaparnya Spesimen terhadap Korosi (T) = jam

 Berat Akhir Evaporator (W1

)

= miligram

 Kehilangan Berat (W) = miligram

- Media elektrolit berupa air laut dengan kadar garam 3.5% per liter - Temperatur kerja dianggap statis pada temperatur 50oC\

Tabel 4.2 Tabel Hasil Perhitungan Laju Korosi Secara Eksperimental (Dokumen Penulis)

 Data berat mula – mula dan berat akhir evaporator diambil dari hasil penimbangan menggunakan timbangan digital dengan kemampuan menimbang berat sampai dua angka dibelakang koma. Validasi data berat ditunjukkan oleh foto yang terdapat pada gambar 4.1 yang diambil pada waktu penimbangan sebelum dan sesudah penelitian dilakukan. Data kehilangan berat (W) merupakan hasil pengurangan berat awal evaporator dengan berat akhir evaporator.

Parameter Input Parameter Output Parameter

Desain Berat mula – mula evaporator (W0) Luas daerah spesimen (A) Waktu terpaparny a spesimen terhadap korosi (T) Berat akhir evaporator (W1) Kehilangan Berat (W) [W1 – W0] Laju korosi (MPY) 33.410.000 mg (miligram) 548,21 inchi 3536,86 cm2 64 jam 33.200.000 mg (miligram) 210.000 mg (miligram) 398,03 mils/tahun 10,12 milimeter/tahu n

Gambar 4.1 Berat Evaporator Sebelum (Kiri) dan Sesudah (Kanan) (Dokumen Penulis)

 Luas daerah spesimen merupakan luas daerah (permukaan) evaporator yang bersinggungan/melakukan kontak dengan media elektrolit (air laut) sehingga luas daerah spesimen perhitungan dapat ditulis sebagai rumus berikut :

Untuk memudahkan penjelasan dan validasi data maka disertakan gambar evaporator CAD ( Gambar 4.2 dan Gambar 4.3) yang dibuat menggunakan software SOLIDWORKS 2011, gambar evaporator akan menjelaskan luas yang diambil pada perhitungan.

Gambar 4.2 Evaporator dalam kondisi tertutup (Dokumen Penerbit)

Gambar 4.3 Evaporator dalam kondisi terbuka (Dokumen Penerbit)

Dengan catatan bahwa tinggi air dalam evaporator adalah 9 centimeter yang menjadi tinggi tabung evaporator dalam perhitungan luas permukaan yang mengalami korosi. Penjabaran perhitungan luas dijelaskan sebagai berikut :

1. Luas Alas dan Dinding Evaporator

Diketahui diameter eveporator adalah 48 centimeter dengan tinggi evaporator yang terpapar dalam media elektrolit adalah 9 centimeter. Dikarenakan evaporator berbentuk silinder /tabung tanpa tutup maka digunakan rumus luas selimut tabung + rumus luas lingkaran alas pada tabung.

Luas Evaporator = π r2+ 2 π r t Sehingga : L = 3.14 x (24)2 + 2 x 3.14 x 24 x 9

= 1808.64 + 1356.48 = 3156.12 cm2

2. Luas Heater

Diketahui diameter heater adalah 0.5 centimeter dengan panjang heater 240 centimeter. Sama seperti evaporator, heater juga berupa

silinder/tabung tetapi tanpa tutup dan alas sehingga rumus yang dipakai hanya rumus selimut tabung.

Luas Heater = 2 π r t Sehingga : L = 2 x 3.14 x 0.25 x 240

= 376,80 cm2

3. Luas Lubang Pipa Inlet

Lubang pipa inlet setengah inci berbentuk lingkaran dan terdapat pada alas evaporator, perhitungan luas lubang ini menggunakan rumus lingkaran.

Luas lubang pipa = π r2 Sehingga : L = 3.14 x (1.27)2

= 5.06 cm2

4. Luas Permukaan Spesimen

Maka luas permukaan/daerah spesimen yang terpapar dalam media elektrolit adalah sebagai berikut:

Luas keseluruhan = 3156.12 + 376,80 – 5.06 cm2 = 3536.86 cm2 (548.21 inchi)

Waktu terpaparnya spesimen adalah 64 jam dimana pengujian dilakukan 8 jam selama 8 hari mulai dari tanggal 09/11/15 sampai dengan tanggal 17/11/15.

 Kehilangan berat evaporator didapat dari perbedaan hasil mula – mula evaporator dan hasil akhir evaporator setelah terpapar media elektrolit dan mengalami korosi, kehilangan berat (weight loss) dihitung dalam miligram dan dirumuskan sebagai berikut:

W = W1 – W0

Sehingga : W = 33.410.000 - 33.200.000 miligram = 210.000 miligram

 Setelah mendapatkan hasil diatas maka kita dapat mencari laju korosi yang dialami oleh evaporator dalam lingkungan kerja yang telah ditetapkan dengan metode weight-loss. Metode ini akan menghasilkan laju korosi dalam satuan mils/tahun atau mm/tahun sehingga kita dapat mengetahui apakah bahan yang digunakan dalam katergori baik atau buruk apabila dipaparkan dalam lingkungan kerja tertentu. Perhitungan laju korosi dengan metode weight-loss ditunjukkan sebagai berikut:

atau

Dimana :

W adalah Weight Loss/kehilangan berat (miligram) D adalah Density/massa jenis (gram/cm3)

A adalah Luas daerah yang terpapar korosi (inch atau cm2 pada rumus ke 2)

T adalah Time/waktu terpaparnya evaporator terhadap korosi (jam) MPY adalah laju korosi per tahun (mils/tahun atau mm/tahun)

Dalam mm/tahun :

Sehingga hasil laju korosi eksperimental yang didapatkan dengan metode perhitungan weight-loss adalah 10.12 mm/tahun (398.03 mils/tahun), apabila merujuk kepada tabel nilai resistensi korosi (tabel 2.2, bab 2) maka dapat dilihat bahwa penggunaan material stainless steel dalam kondisi kerja yang telah ditentukan berada pada batas unacceptable (tidak dapat diterima ) sehingga material stainless steel-304 tidak cocok dipakai dalam evaporator sistem desalinasi air laut. Laju korosi yang terlampau tinggi akan menyebabkan failure dalam waktu yang dekat, dikarenakan deformasi permukaan alas maupun dinding evaporator yang terbentuk mengarah pada terbentuknya crack akibat korosi. 4.3 Hasil Laju Korosi Evaporator Dalam Simulasi

Pada tahap ini terlihat hasil yang ingin didapatkan dari proses simulasi. Untuk penelitian ini hasil yang ingin didapat dari simulasi adalah deformasi dan nilai laju korosi. Dapat dilihat pada gambar 4.4, 4.5 dan 4.6 bahwa deformasi yang dialami oleh anoda (besi) dibandingkan dengan katoda (stainless steel). Terlihat pada hasil simulasi bahwa laju korosi yang timbul per jam adalah 0.0011 mm/jam (ditunjukkan oleh gambar 4.5) sehingga deformasi akibat korosi yang timbul pada 8 jam pengujian (1 hari pengujian) adalah 0,0088 mm yang ditunjukkan oleh gambar 4.6. Penunjukkan arah potensial dan distribusinya dari anoda ke katoda sebagai hasil dari korosi galvanis serta dari anoda ke media elektrolit juga dapat terlihat pada hasil simulasi. Gambar 4.4 meunjukkan keseluruhan hasil simulasi selama 1 jam penelitian dengan gambar

4.5 merupakan pembesaran dari gambar 4.4 agar pembaca dapat melihat hasil korosi yang terjadi dengan lebih jelas. Perlu diingat karena pemodelan awal pada permukaan anoda (yang berkorosi) telah didesain dengan permukaan yang memiliki kedalaman 1x10^-4 lebih dalam daripada permukaan anoda maka hasil laju korosi yang didapat akan dikurangi kedalaman awalnya.

Kontur/ warna merah menunjukkan batas daerah anoda (daerah yang berkorosi) dengan nilai batas elektrolit potensial yang lebih tinggi sedangkan daerah dengan warna biru menunjukkan daerah katoda (daerah yang tidak berkorosi) dengan nilai batas elektrolit potensial yang lebih rendah, semakin “biru” warna daerah pada hasil simulasi maka daerah tersebut tidak mengalami korosi dan menerima elektron dari hasil perbedaan potensial elektrolit, demikian sebaliknya semakin “merah” suatu daerah semakin daerah itu mengalami korosi dan cenderung melepaskan elektron. Panah hitam yang tampak pada gambar menunjukkan arah perpindahan elektron dari bagian anoda ke bagian katoda. Perpindahan elektron dari permukaan anoda ke katoda diakibatkan adanya reaksi korosi galvanisasi, dimana material – material berdekatan cenderung akan melakukan pertukaran elektron akibat reaksi galvanis natural kedua material, dimana material yang memiliki seri galvanis lebih rendah (dalam hal ini permukaan besi) akan melakukan pelepasan elektron lebih lanjut menuju material dengan seri galvanis yang lebih tinggi (permukaan stainless steel).

Gambar 4.5 Laju Korosi Selama 1 Jam (Dokumen Penulis)

Gambar 4.6 Deformasi dan Laju Korosi Selama 1 Hari Pengujian (8 Jam) (Dokumen Penulis)

Gambar 4.7 merupakan pengaruh lingkungan (dikarenakan dalam lingkungan kerja tertutup, closed system, maka lingkungan yang dimaksud hanya terbatas pada pengaruh media elektrolit yang berupa air laut) dimana kedua faktor utama selain kadar oksigen adalah kehadiran anion elektrolit yaitu senyawa klorida dan sulfat dalam media korosi. Kandungan klorida (Cl-) menunjukkan beberapa efek signifikan dalam terjadinya korosi dikarenakan anion yang paling berpengaruh adalah kehadiran ion klorida (Cl-) yang biasanya hadir dari sumber

lingkungan luar. Tidak hanya mereka ikut menyumbangkan terjadinya korosi karena bersifat konduktif secara alamiah namun mereka juga memiliki sifat menghancurkan sifat pasifitas dari logam dengan cara berikatan dengan lapisan oksida pada permukaan logam. Serangan yang ditimbulkan oleh anion ini bersifat lokalisasi sehingga lebih berbahaya dari deformasi yang disebabkan uniform

corrosion karena lubang yang terbentuk mampu melubangi permukaan logam

secara terpusat

Apabila dibandingkan dengan agresifitas ion klorida, maka ion sulfat (SO42-) pada umumnya lebih tidak agresif dalam menyebabkan gejala korosi. Akan tetapi, mereka dapat dikonversikan menjadi ion sulfida yang sangat korosif oleh Sulphate Reducing Bacteria (SRB). Jumlah kandungan klorida dan sulfat untuk menyebabkan korosi pada suatu sistem berbeda-beda tergantung dengan keadaan lingkungan, material yang berkorosi, temperatur dan faktor lainnya. . (Adler Flitton, M. K. and E. Escalante. 2003. “Simulated Service Testing in Soil,”

American Society of Metals Handbook, Volume 13A: Corrosion: Fundamentals, Testing and Protection, sub-section S-3c, American Society for Metals International, Metals Park, Ohio)

Gambar 4.7 Pengaruh Chlorida dan Sulfat dalam Air Laut (Dokumen Penulis) Pada gambar 4.7 ditunjukkan jumlah (dalam ppm atau mg/Liter) klorida dan sulfat yang dibutuhkan agar kedua anion tersebut ikut berperan dalam menyebabkan deformasi akibat korosi dari material, hasil yang ditunjukkan

menunjukkan semua kemungkinan dimana jumlah klorida , sulfat atau keduanya ikut mempengaruhi hasil simulasi diatas yang dipengaruhi oleh parameter – parameter input sebelumnya namun faktor ini tidak ikut disimulasikan dan lebih hanya berperan sebagai sara atas penggunaan media elektrolit yang sebaiknya memiliki nilai klorida dan sulfat dibawah gambar 4.7. (Perhitungan simulasi tidak menggunakan pengaruh ion elektrolit dikarenakan nilai anion elektrolit harus ditentukan dalam uji lab dengan metode gravimetri – dimana uji lab di laboratorium terdekat tidak menunjukkan nilai pasti dari nilai klorida dan sulfat dalam media air laut yang diggunakan sebagai media elektrolit dalam pengujian). Pada gambar 4.8 ditunjukkan hasil performasi korosi (laju korosi) yang dibandingkan dengan tingkat kerusakan permukaan evaporator, dengan sumbu x dari grafik menunjukkan performansi korosinya dan sumbu y menunjukkan tingkat kerusakan permukaan evaporator. Grafik ini akan menunjukkan keseluruhan kemungkinan deformasi permukaan akibat korosi yang mungkin terjadi pada evaporator sistem desalinasi air laut. Hasil dari grafik menunjukkan apabila lubang/retakan (crevice) yang dijumpai pada permukaan evaporator dalam keadaan parah (severe) dan termasuk dalam kondisi berbahaya (critical) terhadap desain evaporator maka retakan yang dimaksud merupakan hasil deformasi permukaan yang memiliki laju korosi maksimum 0,0011 mm/jam (hasil simulasi). Apabila retakan akibat deformasi pada permukaan ditemukan dalam keadaan parah namun tidak berbahaya terhadap desain evaporator maka retakan demikian merupakan hasil deformasi permukaan yang memiliki laju korosi maksimum 0,0007 mm/jam, begitu pula dengan pembacaan keadaan retakan yang tidak parah namun berbahaya bagi desain dan keadaan retakan yang tidak parah dan tidak berbahaya bagi desain evaporator dengan nilai laju korosi berkisar antara 0,0007 mm/jam sampai 0,011 mm/jam. Grafik ini akan membantu banyak saat perancangan evaporator dilakukan sehingga desain dan pembuatan evaporator dapat diprediksi kegagalannya walaupun hanya terbatas pada faktor korosi.

Gambar 4.8 Grafik Pengaruh Laju Korosi Terhadap Tingkat Kerusakan Retakan (Dokumen Penulis)

Dokumen terkait