• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

4.1 HASIL

Hasil dari Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh untuk Pemantauan dan Analisis Sebaran Titik Panas (Studi Kasus: Provinsi Kalimantan Tengah) dengan menggunakan data yang diperoleh dari satelit Terra dengan sensornya MODIS (Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer) yang telah diproses selama 1 (satu) bulan yaitu pada bulan September tahun 2007 terbagi menjadi 2 (dua) yaitu peta lokasi dan keberadaan sebaran titik panas dalam bentuk vektor dan peta citra satelit dalam bentuk raster. Gambar 4.1 merupakan tampilan peta lokasi dan keberadaan sebaran titik panas dan pada gambar 4.2 merupakan tampilan dari peta citra satelit.

Gambar 4.2 Peta citra satelit 4.2 PEMBAHASAN

Pengolahan data MODIS (Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer) menghasilkan data sebaran titik panas harian dalam bentuk informasi lokasi geografi yaitu posisi lintang dan bujur. Dimana sebaran titik panas ini dapat dijadikan sebagai indikasi terjadinya kebakaran. Berdasarkan hasil pengolahan titik panas yang terlihat pada gambar 4.1 menunjukkan bahwa titik panas disimbolkan berupa titik yang dapat dijadikan sebagai indikasi terjadinya kebakaran dengan dipadukan peta digital klasifikasi tutupan lahan yang bersumber dari Departemen Kehutanan untuk mengetahui jenis penggunaan lahannya dan untuk melengkapi adanya informasi lokasi keberadaan titik panas digunakan peta digital batas administrasi berdasarkan Kabupaten yang berasal dari Bakosurtanal (Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional). Untuk melihat peta lokasi dan keberadaan sebaran titik panas harian dan peta citra satelit harian dapat dilihat

pada lampiran1. Adapun hasil pengolahan titik panas berdasarkan peta tutupan lahan selama 1 (satu) bulan pada bulan September tahun 2007 dapat dilihat pada tabel 4.1. Sedangkan untuk hasil pengolahan titik panas berdasarkan batas administrasi selama 1 (satu) bulan pada bulan September tahun 2007 dapat dilihat pada tabel 4.2. Beberapa Kabupaten pada Provinsi Kalimantan Tengah yang tidak disinggahi titik panas yaitu Kabupaten Seruyan, Kabupaten Barito Utara, Kabupaten Barito Timur, dan Kabupaten Murung Raya.

Tabel 4.1 Hasil pengolahan titik panas berdasarkan peta tutupan lahan selama 1 (satu) bulan pada bulan September tahun 2007

No. Kelas Penutupan Lahan Hari

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30

1. Hutan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 2 3 0 0 0 1 0 0 0

2. Semak belukar 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 0 5 0 0 1 0 11 0 1 1 0 8 0 5 0 0 0

3. Perkebunan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

4. Lahan terbuka 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

5. Savanna (padang rumput) 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

6. Pertanian 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 2 0 2 0 1 0 0 1 0 3 0 0 0 0 0

7. Sawah 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 0 0 0 0 0 0 7 0 1 0 0 2 0 1 0 0 0

8. Rawa 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0

Tabel 4.2 Hasil pengolahan titik panas berdasarkan batas administrasi selama 1 (satu) bulan pada bulan September tahun 2007

No. Kabupaten Hari

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30

1. Kapuas 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 0 0 0 0 1 0 4 0 2 0 0 1 0 5 0 0 0

2. Kotawaringin Timur 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 3 0 0 1 0 4 0 1 0 0 0

3. Kotawaringin Barat 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 3 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0

4. Kota Palangka Raya 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 0 0 0 0 0

5. Katingan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 2 0 0 2 0 2 0 0 0 0 0 6. Barito Selatan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 3 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 7. Pulang Pisau 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 0 5 0 0 0 0 10 0 2 0 0 2 0 1 0 0 0 8. Gunung Mas 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 0 0 0 0 0 0 0 9. Lamandau 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 10. Sukamara 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 Jumlah 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 5 0 6 3 0 6 0 22 0 5 5 0 13 0 7 0 0 0

Sedangkan untuk tabular pada masing-masing tanggal dapat dibandingkan antara tabel data NOAA 18 (National Oceanic and Atmospheric Administration) yang diperoleh dari LAPAN (Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional) dengan hasil pengolahan yang telah dilakukan dari data yang diperoleh melalui satelit Terra dengan sensornya MODIS (Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer), seperti yang terlihat pada lembar lampiran 2, sebagai contoh dapat dilihat tabel 4.1.

Dengan memperhatikan tabel 4.3 dapat terlihat jelas jumlah titik panas yang dihasilkan pada satelit NOAA 18 (National Oceanic and Atmospheric Administration) dengan hasil pengolahan yang telah dilakukan dari data yang diperoleh melalui satelit Terra dengan sensornya MODIS (Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer) sangatlah berbeda, jika pada satelit NOAA 18 (National Oceanic and Atmospheric Administration) jumlah titik panas pada tanggal 20 September tahun 2007 sebanyak 35 titik panas, lain halnya dengan jumlah titik panas pada satelit Terra dengan sensornya MODIS (Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer) yang hanya terdapat 22 titik panas. Selain dikarenakakan menerapkan ambang batas suhu yang berbeda, dalam hal perekamannya pun mempunyai selisih + 3 jam, perbedaan Kabupaten yang disinggahi titik panas antara kedua satelit tersebut yaitu pada satelit NOAA 18 (National Oceanic and Atmospheric Administration) Kabupaten Gunung Mas lebih mendominasi dengan titik panas sebanyak 20 titik panas, sedangkan untuk satelit Terra dengan sensornya MODIS (Moderate Resolution Imaging

Spectroradiometer) Kabupaten yang mendominasi dengan jumlah titik panas terbanyak sebanyak 10 titik panas berada pada Kabupaten Pulang Pisau.

Persamaan Kabupaten dari kedua satelit tersebut yaitu titik panas terdapat pada Kabupaten Kapuas, Kabupaten Kotawaringin Timur, dan Kabupaten Katingan. Pemantauan kebakaran melalui satelit juga memiliki kelemahan diantaranya yaitu sensor optik satelit-satelit tersebut tidak mampu menembus awan, sehingga kebakaran yang terjadi di bawahnya tidak dapat terdeteksi. Untuk waktu perekaman yang diperoleh pada penelitian ini adalah UTC (Coordinated Universal Time). UTC (Coordinated Universal Time) adalah dasar waktu legal di seluruh dunia, yang merupakan realisasi dari waktu atom dari UT (Universal Time) atau GMT (Greenwich Mean Time) (Anonim, 2005). Skala waktu UTC (Coordinated Universal Time) ditentukan oleh rotasi bumi, sehingga sedikit demi sedikit mengalami perlambatan.

Tabel 4.3 Perbandingan hasil pengolahan titik panas antara data NOAA dengan data Terra-MODIS pada tanggal 20 September tahun 2007

Tabel 4.3 (lanjutan)

Bujur Lintang Provinsi Kabupaten

113.3471 -0.8909 Kalimantan Tengah Gunung Mas 113.357 -0.8909 Kalimantan Tengah Gunung Mas 113.3669 -0.8909 Kalimantan Tengah Gunung Mas 113.3768 -0.8909 Kalimantan Tengah Gunung Mas 113.3867 -0.8909 Kalimantan Tengah Gunung Mas 113.3768 -0.9008 Kalimantan Tengah Gunung Mas 113.3966 -0.9107 Kalimantan Tengah Gunung Mas 113.3867 -0.9206 Kalimantan Tengah Gunung Mas 113.3966 -0.9206 Kalimantan Tengah Gunung Mas 113.3669 -0.98 Kalimantan Tengah Gunung Mas 113.3768 -0.98 Kalimantan Tengah Gunung Mas 113.3867 -0.98 Kalimantan Tengah Gunung Mas 113.3768 -0.9899 Kalimantan Tengah Gunung Mas 113.3867 -0.9899 Kalimantan Tengah Gunung Mas 113.4659 -1.0097 Kalimantan Tengah Gunung Mas 113.3669 -1.2671 Kalimantan Tengah Gunung Mas 113.3768 -1.2671 Kalimantan Tengah Gunung Mas 113.3669 -1.277 Kalimantan Tengah Gunung Mas 114.1094 -1.0196 Kalimantan Tengah Kapuas 113.2976 -1.3562 Kalimantan Tengah Katingan

112.862 -1.4156 Kalimantan Tengah Katingan

112.2284 -1.9304 Kalimantan Tengah Kotawaringin Timur 113.0105 -2.0888 Kalimantan Tengah Kotawaringin Timur 113.0204 -2.0888 Kalimantan Tengah Kotawaringin Timur 113.0303 -2.0888 Kalimantan Tengah Kotawaringin Timur 113.0105 -2.0987 Kalimantan Tengah Kotawaringin Timur 113.0204 -2.0987 Kalimantan Tengah Kotawaringin Timur 111.1592 -1.6532 Kalimantan Tengah Lamandau

111.1691 -1.6532 Kalimantan Tengah Lamandau 111.1592 -1.6631 Kalimantan Tengah Lamandau 111.4166 -2.0987 Kalimantan Tengah Lamandau 112.1393 -2.1482 Kalimantan Tengah Seruyan Sumber: LAPAN, waktu perekaman 06.18 UTC (13.18 WIB)

Jumlah titik panas yang dihasilkan bervariasi setiap harinya dan dalam penelitian yang diambil selama 1 (satu) bulan dibulan September tahun 2007 dengan menggunakan data yang diperoleh dari satelit Terra dengan sensornya MODIS (Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer) tidak setiap hari

satelit menangkap sensor panas di Provinsi Kalimantan Tengah, hanya terdapat 9 (sembilan) hari adanya titik panas di Provinsi Kalimantan Tengah, secara visual dapat dilihat pada gambar 4.3 dan untuk tabel dapat dilihat pada tabel 4.4.

Gambar 4.3 Sebaran titik panas pada bulan September tahun 2007 Tabel 4.4 Hasil pengolahan titik panas pada bulan September tahun 2007

No. Tanggal Jumlah Titik Panas 1. 13 September 2007 5 2. 15 September 2007 6 3. 16 September 2007 3 4. 18 September 2007 6 5. 20 September 2007 22 6. 22 September 2007 5 7. 23 September 2007 5 8. 25 September 2007 13 9. 27 September 2007 7 Jumlah 72

Jadi, jumlah titik panas secara keseluruhan selama bulan September tahun 2007 seperti yang terlihat pada tabel 4.4 terdapat sebanyak 72 titik panas. Dengan berdasarkan batas administrasi yaitu Kabupaten, maka jumlah titik panas terbanyak dari masing-masing Kabupaten dipimpin oleh Kabupaten Pulang Pisau yang memiliki 22 titik panas, dilanjutkan oleh Kabupaten Kapuas sebanyak 15 titik panas, Kabupaten Kotawaringin Timur sebanyak 11 titik panas, Kabupaten Katingan sebanyak 7 titik panas, Kabupaten Kotawaringin Barat sebanyak 5 titik panas, Kabupaten Barito Selatan terdapat 4 titik panas, Kabupaten Lamandau sebanyak 3 titik panas, Kabupaten Gunung Mas dan Kota Palangka Raya masing- masing terdapat 2 titik panas, sedangkan untuk Kabupaten yang mempunyai titik panas paling sedikit terdapat pada Kabupaten Sukamara dengan 1 titik panas dapat dilihat pada tabel 4.5 dan ditampilkan pula dalam bentuk grafik pada gambar 4.4. Tabel 4.5 Hasil sebaran titik panas berdasarkan batas administrasi pada bulan

September tahun 2007

No. Kabupaten Jumlah Titik Panas

1. Kapuas 15

2. Kotawaringin Timur 11

3. Kotawaringin Barat 5

4. Kota Palangka Raya 2

5. Katingan 7 6. Barito Selatan 4 7. Pulang Pisau 22 8. Gunung Mas 2 9. Lamandau 3 10. Sukamara 1 Jumlah 72

20% 15% 7% 3% 10% 6% 30% 3% 5% 1%

Gambar 4.4 Grafik sebaran titik panas berdasarkan batas administrasi

Titik panas mempunyai nilai confidence yang dimaksudkan untuk membantu para pemakai mengukur mutu masing-masing nilai piksel api (Giglio, 2007). Nilai confidence yang terkandung dalam MODIS (Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer) merupakan tingkatan-tingkatan rendah, sedang, dan tinggi suatu nilai piksel api (Giglio, 2007). Nilai confidence ini mencakup antara 0 sampai dengan 100, dimana tingkatan rendah bernilai 0 sampai 30, tingkatan sedang bernilai 30 sampai 80, dan tingkatan tinggi bernilai 80 sampai dengan 100. Dari proses pengolahan yang dilakukan pada bulan September tahun 2007 menunjukkan bahwa nilai confidence tertinggi pada tiap Kabupaten di Provinsi Kalimantan Tengah terdapat pada Kabupaten Pulang Pisau, Kabupaten

Lamandau, dan Kabupaten Kotawaringin Timur dengan masing-masing bernilai 92 seperti yang terlihat pada gambar 4.5. Dari nilai confidence tertinggi tersebut, bila dilihat berdasarkan peta tutupan lahan maka akan diketahui lokasi keberadaan titik panas seperti pada gambar 4.5 menunjukkan bahwa pada Kabupaten Lamandau keberadaan titik panas berada pada lahan pertanian yang ditunjukkan dengan penomoran 20091 pada field Kode04, untuk Kabupaten Pulang Pisau dan Kabupaten Kotawaringin Timur berada pada lahan semak belukar sesuai yang tertera pada field Kode04 dengan penomoran 2007. Sedangkan untuk nilai confidence terendah berada pada Kabupaten Kotawaringin Barat dan Kabupaten Katingan yang masing-masing bernilai 24 seperti pada gambar 4.6. Pada nilai confidence terendah ini bila dilihat berdasarkan peta tutupan lahannya, maka keberadaan titik panas pada Kabupaten Kotawaringin Barat berada pada area hutan dengan penomoran 2001 pada field Kode04 dan untuk Kabupaten Katingan berada pada lahan pertanian dengan penomoran 20091 pada field Kode04.

Gambar 4.6 Query builder untuk mencari nilai confidence terendah

Penggunaan lahan adalah semua bentuk pemanfaatan lahan yang ada secara alami maupun yang dibuat manusia yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhannya atas suatu bentang alam yang kompleks yang disebut lahan (Vink dan Bahri, 1998). Sebagai contoh: semak belukar, tegalan atau ladang, perkebunan, hutan, sawah, permukiman, rawa, dan lahan terbuka. Dari tabel 4.6 dengan memperhatikan jumlah titik panas yang tersebar diberbagai jenis kelas penutupan lahan dapat diketahui objek penggunaan lahan yang dikategorikan

n tanpa bakar yang dapat diaplikasikan masyarakat belum dapat dikembangkan.

sangat rawan terbakar yaitu semak belukar. Dari tabel 4.6 dapat pula diidentifikasi tiga jenis tutupan lahan yang dominan terbakar masing-masing adalah semak belukar, hutan, dan pertanian. Selama bulan September 2007 di Provinsi Kalimantan Tengah, tutupan lahan yang banyak disinggahi titik panas adalah semak belukar, ini dikarenakan hutan-hutan yang telah dibalak, mengalami degradasi, dan ditumbuhi semak belukar jauh lebih rentan terhadap kebakaran (Schindler, 1989). Selain itu penyebaran titik panas yang muncul di penutupan lahan biasanya cenderung lebih menyebar dan tidak membentuk sebuah kelompok besar. Berdasarkan pantauan di lapangan, fenomena ini didominasi oleh upaya pembukaan ladang oleh masyarakat dengan membakar (Anonim, 2007). Penyebab kebakaran hutan dan lahan umumnya akibat perbuatan manusia, karena aktifitas membakar lahan yang dipandang sebagai cara paling murah, mudah dan cepat. Pengembangan alternatif lain untuk pembukaan laha

Tabel 4.6 Hasil pengolahan titik panas berdasarkan peta tutupan lahan pada bulan September tahun 2007 No. Kelas Penutupan Lahan Kapuas Kotawaringin Timur Kotawaringin Barat Kota Palangka Raya Katingan Barito Selatan Pulang Pisau Gunung Mas Lamandau Sukamara 1. Hutan 1 1 3 2 1 2. Semak belukar 8 7 1 2 3 11 1 1 3. Perkebunan 1 4. Lahan terbuka 2 5. Savanna (padang rumput) 1 6. Pertanian 3 2 2 1 2 7. Sawah 6 1 6 8. Rawa 1 1 1 Jumlah 15 11 5 2 7 4 22 2 3 1

Secara keseluruhan dari hasil pengolahan terhadap penyebaran titik panas selama 1 (satu) bulan pada bulan September tahun 2007 berdasarkan peta tutupan lahan dapat dilihat pada tabel 4.7 dan disertai pula gambar grafik sebaran titik panas berdasarkan kelas penutupan lahan pada gambar 4.7. Hampir sebagian lebih Kabupaten di Provinsi Kalimantan Tengah disinggahi titik panas pada tutupan lahan berjenis semak belukar dengan luas sebesar 3.854.499,8040 hektar. Pada Provinsi Kalimantan Tengah, kelas penutupan lahan yang mendominasi Provinsi tersebut adalah hutan sebanyak 58%, diikuti dengan semak belukar yaitu 25%, luas kelas penutupan lahan lainnya dapat dilihat pada tabel 4.8.

Tabel 4.7 Hasil sebaran titik panas berdasarkan kelas penutupan lahan pada bulan September tahun 2007

No. Kelas Penutupan Lahan Jumlah Titik Panas

1. Hutan 8

2. Semak belukar 34

3. Perkebunan 1

4. Lahan terbuka 2

5. Savanna (padang rumput) 1

6. Pertanian 10

7. Sawah 13

8. Rawa 3

Tabel 4.8 Luas kelas penutupan lahan di Provinsi Kalimantan Tengah No. Kelas Penutupan Lahan Luas (ha)

1. Hutan 8919470,9490 2. Semak belukar 3854499,8040 3. Perkebunan 432204,8580 4. Permukiman 57671,3240 5. Lahan terbuka 199306,5330 6. Awan 6410,8900

7. Savanna (padang rumput) 54336,8100

8. Tubuh air 133682,9410 9. Pertanian 1008811,8250 10. Sawah 258984,7720 11. Tambak 2187,8080 12. Bandara 292,7990 13. Transmigrasi 49360,0400 14. Pertambangan 41662,6330 15. Rawa 349849,6450 Jumlah 15368733,6310

47%

11%

5%

Gambar 4.7 Grafik sebaran titik panas berdasarkan kelas penutupan lahan Kombinasi band yang digunakan adalah 721 untuk menghasilkan citra berwarna yang disebut juga citra komposit atau RGB (Red Green Blue) yang artinya merah untuk band 7, hijau untuk band 2, dan biru untuk band 1 dapat terlihat pada gambar 4.8. Melalui penggabungan dari ketiga citra hitam putih tersebut tampak jelas bahwa informasi citra baru (citra komposit) jauh lebih lengkap dari citra hitam putih yang asli. Manfaat dari tiap-tiap band yang dipilih yaitu band 7 mempunyai kisaran panjang gelombang 2,105 µm sampai dengan 2,155 µm dengan manfaat yang berada pada daerah inframerah gelombang pendek (short wave infrared atau SWIR). Alaminya tanah kosong seperti juga gurun, cocok di segala gelombang yang digunakan pada kombinasi band ini, tetapi

19%

13% 3%

1% 1%

lebih banyak pada SWIR (short wave infrared) sehingga tanah akan sedikit berwarna kemerahan. Panjang gelombang pada band 7 akan menampilkan bekas kebakaran dengan warna merah terang. Band 2 mempunyai panjang gelombang 0,841 µm sampai dengan 0,876 µm dengan manfaat yang berada pada daerah inframerah dekat cocok untuk vegetasi, yang menunjukkan bahwa sekecil apapun titik vegetasinya akan tampak berwarna hijau terang. Sedangkan untuk band 1 mempunyai panjang gelombang 0,620 µm sampai dengan 0,670 µm.

Gambar 4.8 Kombinasi band 721

Pada gambar 4.9 merupakan peta citra satelit yang tidak terlalu banyak tertutup oleh awan selama 1 (satu) bulan pada bulan September tahun 2007 di Provinsi Kalimantan Tengah.

Suhu kobaran api pada kebakaran liar biasanya sekitar 10000 Kelvin, namun karena satelit hanya mengukur area dengan luas 1 Km2 dan ada pula penyerapan atmosfer, maka rata-rata suhunya sekitar 3000 Kelvin sampai 5000 Kelvin. Band yang dapat mendeteksi titik panas yaitu band 21, band 22, dan band 31. Dari gambar 4.10 bila dicocokkan dengan band 21 atau band 22 berdasarkan panjang gelombangnya yang dapat dilihat pada tabel 4.9, dapat dilihat bahwa pancaran maksimum pada suhu tersebut terjadi pada gelombang 4 mikrometer. Sedangkan pancaran maksimum untuk band 31 berada pada gelombang 11 mikrometer.

Gambar 4.10 Panjang gelombang yang cocok untuk mendeteksi kebakaran

Tabel 4.9 Saluran MODIS dapat digunakan untuk mendeteksi kebakaran aktif (Steber, 2007) Band Panjang Gelombang (µm) Kegunaan Saluran

1 0,620 – 0,670 Menolak sunglint, menolak tanda kebakaran palsu dan balutan awan

2 0,841 – 0,876 Menolak sunglint, menolak tanda kebakaran palsu dan balutan awan

7 2,105 – 2,155 Menolak sunglint dan menolak tanda kebakaran palsu

20 3,660 – 3,840 Saluran jangkauan untuk deteksi kebakaran aktif (3300 Kelvin)

21 3,929 – 3,989 Saluran jangkauan tinggi untuk deteksi kebakaran aktif (5000 Kelvin)

22 3,929 – 3,989 Saluran jangkauan rendah untuk deteksi kebakaran aktif (3310 Kelvin)

31 10,780 – 11,280 Latar belakang suhu untuk deteksi kebakaran tertentu dan balutan awan (3400 Kelvin) 32 11,770 – 12,270 Balutan awan (3880 Kelvin)

Pendeteksian titik panas menggunakan algoritma mod14. Pengujian masing-masing piksel ini di kelaskan sebagai data hilang, awan, air, bukan api, api, atau tak dikenal. Untuk mendeteksi titik api palsu (awan, sinar matahari, dan permukaan berbayangan tinggi) dengan menggunakan mod14 untuk MODIS (Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer) (Giglio, 2005), yaitu dengan band 21 dan band 22 yang dapat mengeluarkan pancaran radiasi kuat dari inframerah sedang.

Apabila data pada band 22 hilang atau rusak dapat digantikan dengan band 21 yang mempunyai saluran jangkauan tinggi untuk deteksi kebakaran aktif. Waktu yang diperlukan saat menjalankan algoritma mod14 yaitu sekitar 10 menit atau 20 menit. Tidak ada algoritma deteksi kebakaran yang sempurna dan akan selalu ada kesalahan diantaranya kebakaran yang terjadi dibawah awan atau asap sulit terdeteksi karena tidak terlihat atau kelihatan pada gelombang manapun sehingga yang tidak dianggap sebagai titik panas merupakan titik panas sebenarnya.

Manfaat yang diperoleh dengan adanya Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh Untuk Pemantauan dan Analisis Sebaran Titik Panas (Studi Kasus: Provinsi Kalimantan Tengah) yang memadukan data sekunder berupa peta digital tutupan lahan yang berasal dari Departemen Kehutanan dan peta digital batas administrasi yang berasal dari Bakosurtanal (Badan Koordinasi Survei Lapangan) adalah menyajikan informasi visual tentang sebaran titik panas di suatu Kabupaten yang kemudian dari informasi tersebut dapat dijadikan sebagai data dasar untuk selanjutnya dilakukan pencegahan atau pemulihan hutan. Hal yang terpenting adalah penyebarluasan informasi situasi dan kondisi kebakaran ke berbagai pihak terkait seperti Pemerintah Daerah Kalimantan Tengah. Data dan informasi mengenai situai kebakaran secara rutin dapat disebarluaskan kepada Gubernur, Bupati, dan Walikota beserta instansi terkait didalamnya.

Dapat pula data titik panas disebarkan kepada pihak terkait yang lokasi atau arealnya terdeteksi titik panas. Hal ini dimaksudkan untuk pencegahan guna mengantisipasi apabila keberadaan letak titik panas berada pada area hutan maka

mempunyai potensi adanya kebakaran hutan, maka agar ditingkatkan kewaspadaan adanya kebakaran hutan berskala besar yang dikhawatirkan berada pada area hutan yang sulit diketahui oleh penduduk sekitar atau jauh dari tempat permukiman. Dengan begitu informasi tersebut bagi para pengguna dapat dimanfaatkan untuk membantu dalam proses pengambilan keputusan seperti bila diketahui titik panas pada area tertentu masih kecil maka dapat mempermudah pemadamannya. Selain itu dapat bermanfaat untuk melakukan perencanaan terhadap kerusakan-kerusakan hutan akibat kebakaran hutan atau lahan dan pencegahan adanya penyebaran asap.

Selain itu perlu adanya pengembangan teknik pembukaan lahan tanpa bakar karena pada umumnya fenomena ini didominasi oleh upaya pembukaan ladang oleh masyarakat dengan membakar lahan yang dipandang sebagai cara paling murah, mudah dan cepat. Serta perlu adanya pelarangan atau pembatasan pembukaan lahan dengan membakar pada musim kemarau.

BAB V

PENUTUP

5.1 KESIMPULAN

Berdasarkan yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan beberapa pernyataan sebagai berikut:

1. Telah dilakukan pemantauan atau pendeteksian titik panas dengan menggunakan data yang diperoleh dari satelit Terra dengan sensornya MODIS (Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer) dengan cakupan Provinsi Kalimantan Tengah selama 1 bulan yaitu bulan September tahun 2007. Untuk mendeteksi titik panas dan lokasinya dari data satelit adalah dengan menggunakan algoritma mod14 yang merupakan algoritma yang digunakan untuk pendeteksian titik panas secara global.

2. Penyebaran titik panas pada tiap Kabupaten selama 1 (satu) bulan yaitu terkonsentrasi pada Kabupaten Pulang Pisau yang memiliki titik panas sebanyak 22 titik panas, dilanjutkan oleh Kabupaten Kapuas sebanyak 15 titik panas, Kabupaten Kotawaringin Timur sebanyak 11 titik panas, Kabupaten Katingan sebanyak 7 titik panas, Kabupaten Kotawaringin Barat sebanyak 5 titik panas, Kabupaten Barito Selatan terdapat 4 titik panas, Kabupaten Lamandau sebanyak 3 titik panas, Kabupaten Gunung Mas dan Kota Palangka Raya

masing-masing terdapat 2 titik panas, sedangkan untuk Kabupaten yang mempunyai titik panas paling sedikit terdapat pada Kabupaten Sukamara dengan 1 titik panas.

3. Untuk mengetahui area atau tutupan lahan yang terbakar yaitu dengan peta digital klasifikasi tutupan lahan yang bersumber dari Departemen Kehutanan untuk mengetahui jenis penggunaan lahannya.

5.2 SARAN

Masih terdapatnya kekurangan serta keterbatasan dalam penulisan skripsi ini. Adapun beberapa usulan yang dapat dilakukan untuk penelitian berikutnya guna melengkapi dari kekurangan penulisan skripsi mengenai Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh Untuk Pemantauan dan Analisis Sebaran Titik Panas (Studi Kasus: Provinsi Kalimantan Tengah) adalah:

1. Untuk batasan daerah selanjutnya diharapkan cakupan daerah yang diteliti tidak hanya pada tingkat Provinsi seperti Provinsi Kalimantan Tengah saja, melainkan dapat berdasarkan Pulau Kalimantan atau membandingkan pada tiap Provinsi pada Pulau Kalimantan.

2. Selain itu dalam hal waktu penelitian dapat lebih lama, misalnya dalam kurun waktu beberapa bulan untuk dapat mengetahui tingkat perbedaan penyebaran titik panas.

3. Agar dilakukan verifikasi untuk memastikan adanya titik panas, hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan data yang memiliki resolusi yang lebih tinggi, misal: Landsat, SPOT, dan Ikonos.

4. Pemantauan kebakaran melalui satelit juga memiliki kelemahan yaitu sensor optik satelit-satelit tersebut tidak mampu menembus awan, sehingga kebakaran yang terjadi di bawahnya tidak dapat terdeteksi. 5. Dengan adanya Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh Untuk

Pemantauan dan Analisis Sebaran Titik Panas (Studi Kasus: Provinsi Kalimantan Tengah) ini, diharapkan selanjutnya dapat dibuat suatu simulasi pencegahan terjadinya kebakaran hutan secara terpadu yang dimulai dari cara mengantisipasinya sampai kepada pemulihan keadaan hutan yang rusak akibat terbakar tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, (21/09/2007, 5:17 PM), “Hotspot, Kebakaran dan Kabut Asap”, 09 Februari 2007, http://www.alesklar.wordpress.com/2007/02/09/4/

Anonim, (10/11/2007, 6:14 PM), “Sumatera dan Kalimantan dalam Kabut Asap”, Sumatera Selatan, 06 Juli 2004, http://www.ssffmp.or.id/ssffmp/news- 2.asp?id=49

Anonim, (30/11/2007, 1:40 PM), “UTC”, Indonesia, 2 Agustus 2005, http://www.id.wikipedia.org/wiki/UTC

Anonim, (30/11/2007, 1:40 PM), “Waktu Atom Internasional”, Indonesia, 29 Juli 2005, http://www.id.wikipedia.org/wiki/Waktu_Atom_Internasional

Barus Baba, Wiradisastra, “Sistem Informasi Geografi Sarana Manajemen Sumberdaya”, Penerbit Institut Pertanian Bogor, Bogor, Maret 1997

Darmawan Soni, Wikantika Ketut, Cempaka Rinny, (23/10/2007, 9:57 AM), “Teknologi Satelit Inderaja Untuk Sektor Pertanian“, Bandung, 24 Maret

2006, http://www.pikiran-

Dewanti Ratih, Sariwulan Betty, Khomarudin Rokhis M., Asriningrum Wikanti, Winarso Gathot, Haryani Suryo Nanik, “Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh Satelit dan SIG dalam Penyediaan Informasi untuk Mitigasi Rawan

Bencana”, Penerbit Pusat Pengembangan Pemanfaatan dan Teknologi Penginderaan Jauh, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional, Jakarta, 2002

Fire Bulletin, (18/9/2007, 6:06 PM), “Titik Panas Utama dan Analisis”, Indonesia, 18 January 2007, http://www.fire.uni- freiburg.de/GFMCnew/2007/01/0119/Fire Bulletin Special Edition-End of Year_18Jan07.pdf

Giglio Louis, (1/4/2008, 9:02 PM), “MODIS Collection 4 Active Fire Product User’s Guide Version 2.3”, 28 February 2007, http://www.maps.geog.umd.edu/product/MODIS Fire Users Guide 2.3.pdf

Gunawan Hidayat, Bagdja Widya Islam, Suhermanto, (22/10/2007, 10:34 AM), “Instalasi dan Integrasi SW Open Source Untuk Re-konstruksi dan Pengolahan (Sistematik dan Informasi) Data MODIS, AIRS/AMSU/HSB,

AMSR-E”, Jakarta, 11 Agustus 2005,

Dokumen terkait