alkana,
alkohol,
keton,
(aldehid,
radikal
-non
produk
2 1→
•
•
ts ts k kLOO
LO
radikal - non monomer produk , polimer 3 2 1 → • • • + • • • t t t k k k n n n n n n OO L O L L OO L O L L18
pembentukannya. Puncak menjadi lebih tajam, dan singkat bila suhu dinaikkan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 6.
Gambar 5 Karakterisasi oksidasi asam oleat selama pemanasan pada suhu Δγγγ K, oγ48 K, □γ6γ K (Takahashi et al. 2000)
Gambar 6 Karakterisasi konsentrasi hidroperoksida dalam oksidasi asam oleat selama pemanasan pada suhu Δγγγ K, Оγ48 K, □γ6γ K
(Takahashi et al. 2000) Komposisi asam lemak
Abstraksi hidrogen pada fase propagasi autoksidasi terjadi terutama pada atom karbon yang memiliki energi disosiasi ikatan rendah. Asam lemak jenuh sangat stabil dan tidak teroksidasi pada kecepatan yang nyata. Karena energi disosiasi ikatan C-H berkurang bila di sebelahnya ada gugus fungsi alkena, abstraksi hidrogen berlangsung cepat pada gugus metilena antara dua gugus alkena dalam PUFA. Sehingga kecepatan oksidasi akan terjadi lebih cepat pada bahan pangan yang mengandung PUFA. Kecepatan rata-rata oksidasi asam oleat (18:1) dan asam linoleat (18:2) mencapai 1:12 dan 1:40. Akan tetapi peningkatan
kecepatan oksidasi dengan bertambahnya ikatan ganda dalam asam lemak secara kasar sebanding dengan jumlah gugus metilena antara pasangan ikatan ganda, sehingga kecepatan oksidasi 1:18, 18:3 dan 20:4 secara kasar adalah 1:2:3 (Gordon 2004).
Selain meningkatkan kecepatan oksidasi, keberadaan PUFA akan menghasilkan senyawa volatil pada saat terjadi oksidasi. Umumnya terjadi pada asam lemak yang memiliki struktur n-3 seperti asam linolenat yang akan menghasilkan zat volatil pada oksidasi dan akan menyebabkan off flavor yang lebih lemah dibanding zat volatil yang dihasilkan oleh asam lemak n-6 seperti asam linoleat (Gordon 2004).
Oksidasi asam lemak tidak jenuh pada khususnya asam oleat termasuk mekanisme reaksi berantai autokatalitik radikal bebas, mirip dengan mekanisme oksidasi hidrokarbon. Mekanisme ini terdiri atas runtutan inisiasi (I), propagasi (P) dan terminasi (T) yang dapat diamati pada persamaan 12-15.
(12)
(13)
(14)
(15)
Pada persamaan tersebut LH adalah asam lemak, L• dan LO2 adalah turunan asam lemak dengan inti C dan radikal peroksil. Hidroperoksida yang dihasilkan pada persamaan 14 diketahui terdekomposisi menjadi radikal bebas yang akan berperan dalam reaksi inisiasi. Sehingga kecepatan inisiasi sebanding dengan jumlah peroksida yang diproduksi oleh oksidasi. Hidroperoksida tersebut beraksi dengan oksigen dan akan terurai seperti yang diamati pada persamaan 23. Hidroperoksida juga diketahui dapat terurai melalui reaksi bimolekuler seperti yang diamati pada persamaan 24. LO• di sini adalah turunan asam lemak radikal alkoksil. LO• yang terbentuk pada persamaan 23 diketahui beraksi dengan LH untuk membentuk alkohol (LOH) sesuai dengan persamaan 16
20
Produk sekunder seperti alkohol tersebut dapat teroksidasi menjadi keton atau asam karboksilat seperti digambarkan pada persamaan 17.
(17)
Karotenoid
CPO mengandung 500-700 ppm karotena yang sebagian besar ada dalam bentuk α dan -karotena, sebagai perkursor vitamin A. Karotena ini apabila tidak diperlakukan khusus selama proses pemurnian minyak akan rusak dalam proses deodorisasi untuk memperoleh warna yang diinginkan. Dalam CPO keberadaan karotenoid ini memberikan perlindungan terhadap oksidasi melalui mekanisme di mana senyawa ini akan teroksidasi terlebih dahulu sebelum trigliserida (Basiron 2005).
Tokoferol
CPO mengandung 600-1000 ppm tokoferol dan tokotrienol. Selama pengolahan konvensional RPO (Refined Palm Oil) akan mempertahankan kadar tokoferol dan tokotrienol hingga 50%. Tokoferol dan tokotrienol merupakan antioksidan dan dapat melindungi minyak dari oksidasi. Kandungan α-tokoferol dan tokotrienol dalam CPO merupakan mayoritas tokoferol dan tokotrienol yang terdapat pada CPO (Chow 2001).
Vitamin E merupakan antioksidan pemutus rantai yang mencegah propagasi rekasi radikal bebas. Vitamin ini berfungsi sebagai pengusir radikal peroksil dan khususnya melindungi poly unsaturated fatty acid (PUFA) (yang disingkat RH). Gugus fenolik hidroksil tokoferol bereaksi dengan radikal peroksil oraganik membentuk hidroperoksida organik dan tokoferol radikal (Vit E-O•) (Chow 2001).
Bila ada vitamin E: ROO• + Vit E-OH → ROOH + Vit E-O• (18) Tanpa vitamin E: ROO• + RH → ROOH + R•R• + Oβ → ROO•(19)
Radikal tokoferol dapat mengalami berbagai jenis perubahan antara lain: 1. Direduksi oleh antioksidan lain menjadi tokoferol
2. Bereaksi dengan radikal tokoferol lainnya membentuk produk non reaktif seperti dimer tokoferol
3. Mengalami oksidasi lanjutan menjadi quinine tokoferil 4. Mejadi prooksidan dan mengoksidasi lemak yang lain.
Tidak seperti tokoferol bebas, ester tokoferol sangat lebih stabil terhadap oksidasi, dan tidak berfungsi sebagai antioksidan dalam kondisi in vitro (Chow 2001).
Pembentukan dan Degradasi Peroksida Selama Oksidasi Lipida
Bila ada initiator seperti panas, cahaya, atau ion logam, lemak tidek jenuh (LH) akan teroksidais membentuk radikal karbon dengan pusat alkol (L•):
H L
LH initiator → •+ (20)
Radikal ini akan bereaksi dengan cepat dengan oksigen molekuler membentuk radikal peroksil yang tidak stabil (LOO•),
•
→
+
• O LOO
L
2 (21)Radikal ini dapat mengabstraksi atom hidrogen dari molekul lipid lainnya untuk membentuk hidroperoxida (LOOH) dan radikal baru:
• + → +
• LH LOOH L
LOO (Wrolstad et al. 2005). (22)
Proses ini terus menerus menghasilkan radikal bebas lipid. Pembentukan produk nonradikal dihasilkan dari kombinasi dua radikal dapat menghentikan reaksi berantai pada proses propagansi ini (Wrolstad et al. 2005).
Selama proses oksidasi peroksida juga terurai menjadi radikal bebas yang akan berperan dalam reaksi inisiasi, sehingga kecepatan reksi dalam tahap inisiasi akan proporsional dengan jumlah peroksida yang terbentuk selama oksidasi. Peroksida bila bereaksi dengan oksigen akan terurai seperti pada reaksi beikut
(23)
Peroksida juga dapat terurai melalui reaksi bimolekuler yang tahap reaksinya dapat dijelaskan sebagai berikut:
(24) (Takahashi et al. 2000)
22
Pembentukan Dien Terkonjugasi Selama Oksidasi Lipida
Adanya dien terkonjugasi merupakan salah satu indikator terjadinya oksidasi. Dalam kimia organik, istilah dien terkonjugasi atau conjungated diene
(CD) berarti dua ikatan ganda yang dipisahkan oleh ikatan tunggal. Bentuk ini tidak biasa dalam PUFA, karena PUFA memiliki bentuk struktur divinyilmetana (tidak terkonjugasi). Sehingga bila ada bentuk CD (perpindahan ikatan ganda menjadi terkonjugasi) dalam lemak menandakan terjadinya autoksidasi pada sebagian asam lemak. struktur divinyilmetana menyebabkan PUFA rentan terhadap abstraksi hidrogen oleh serangan radikal bebas. PUFA menjadi
intermediate radikal bebas, di mana akan menyusun ulang ikatan ganda untuk
membentuk CD atau poliene (Gambar 7B). Serangan oksigen molekuler menghasilkan radikal lipid peroksil, dan dapat mengabstraksi atom hidrogen dari sebuah molekul lipid sebelahnya untuk membentuk lipid hidroperoksida (Gambar 7C) atau endoperoksida (Wrolstad et al. 2005).
Gambar 7 Struktur PUFA (A). PUFA, (B). PUFA non hidroperoksida dengan sebuah CD, (C) PUFA hidroperoksida dengan sebuah CD. R1 dan R2 adalah bagian alkil lainnya dari PUFA (Wrolstad et al. 2005)
CD merupakan chromophore yang sangat kuat menyerap UV yang dapat dideteksi secara spektrofotometrik. Bila ada dalam asam lemak, CD akan menunjukkan serapan UV pada panjang gelombang 233 nm dan memiliki puncak yang sangat berbeda. Billa PUFA yang mengandung tiga atau lebih ikatan ganda (seperti asam linolenat) mengalami oksidasi, konjugasi CD dapat semakin parah dengan melibatkan ikatan ganda lainnya sehingga menyebabkan terbentuknya
minyak tung) atau terbentuk selama proses pengolahan (seperti bleaching
menggunakan bleaching earth) (Wrolstad et al, 2005).
Pembentukan Malonaldehid Selama Oksidasi Lipida
Malonaldehid merupakan produk dari proses scission dari five-membered
cyclic hydroperoxyde yang hanya akan terbentuk dari asam lemak linolenat atau
yang lebih tinggi. Reaksi pada Gambar 8 menunjukkan hanya satu posisi isomer dari MDA, meskipun ada 4 kemungkinan struktur peroksida yang dapat terbentuk. Pembentukan MDA ini membutuhkan kondisi yang tepat untuk menghasilkan prekursor cyclic peroksida, seperti internal hidroperoksida, pelarut aprotik (tidak menyumbang proton), konsentrasi lipida rendah, dan tekanan oksigen yang terbatas. Dan juga kondisi pemecahan endoperoksida juga harus ada, biasanya berupa panas dan asam. Mekanisme pembentukan MDA dapat dilihat pada Gambar 8 (Shahidi dan Zhong 2005).
Malonaldehid dapat terbentuk dari PUFA dengan ikatan ganda minimal tiga buah. Konsentrasi senyawa ini dapat dianalisa dengan mereaksikan dengan asam thiobarbiturat yang bila bereaksi dengan malonaldehid akan membentuk warna merah yang akan menyerap gelombang pada panjang 532-535 nm dengan penyerapan molar 27.5 satuan penyerapan/µmol. Akan tetapi reaksi yang terjadi tidak spesifik, dan reaksi yang menghasilkan berbagai jenis produk akan mempengaruhi penyerapan (Shahidi dan Zhong 2005).
24
Degradasi β-Karotena Selama Oksidasi Lipida
Asam lemak seperti asam oleat teroksidasi melalui mekanisme autokatalis radikal bebas yang mirip dengan oksidasi -karotena. Radikal peroksil yang memiliki tingkat reaktivitas yang tinggi cenderung bereaksi dengan -karotena dibanding dengan asam lemak karena struktur polyene dari -karotena (Takahashi
et al. 2001).
Oksidasi -karotena didahului oleh runtutan mekanisme yang dapat dijelaskan dengan persamaan berikut:
(25) (26) (27) (28) (29) (30) (Takahashi et al. 2001)
Persamaan 25 adalah inisiasi, persamaan 26 dan 27 adalah propagasi, persamaan 28 adalah inisiasi sekunder, sedangkan persamaan 29 dan 30 adalah proses terminasi. AH adalah -karotena, A• adalah radikal berpusat C turunan -karotena dan AO2• adalah radikal peroksil turunan dari -karotena, AOOH adalah hidroperoksida.
(31)
(32)
(33)
(Takahashi et al. 2001)
Inisiasi oksidasi asam lemak dapat diamati pada persamaan 31, L• yang dihasilkan oleh reaksi inisiasi bereaksi dengan oksigen dengan kecepatan tinggi dan membentuk radikal peroksil LO2• yang ditunjukkan pada persamaan 32. LO2• yang dihasilkan dalam persamaan 32 cenderung bereaksi dengan -karotena sesuai dengan yang telah disebutkan sebelumnya dengan persamaan reaksi 33, dengan LOOH adalah hidroperoksida (Takahashi et al. 2001).
Kerusakan -karotena selama pengolahan dapat dinyatakan dengan persentase aktivitas provitamin A. Senyawa -karotena dalam bentuk isomer trans
mempunyai aktivitas provitamin A 100 persen. Kehilangan aktivitas provitamin A dapat terjadi selama sterilisasi anaerob dan bervariasi dari 5 sampai 50 persen tergantung pada suhu, waktu dan bentuk karotenoid. Apabila terdapat oksigen, kerusakan karotenoid terjadi lebih banyak dan dipacu oleh cahaya, enzim dan ko-oksidasi dengan hidroperoksida lemak. Oksidasi kimiawi -karotena menghasilkan 5,6-epoksida yang kemudian berubah menjadi isomernya yaitu 5,8-epoksida yang merupakan mutakrom. Pemecahan lebih lanjut produk-produk oksidasi tersebut menghasilkan senyawa kompleks yang sejenis dengan oksidasi asam lemak. Senyawa hasil oksidasi tersebut tidak mempunyai aktivitas vitamin A lagi (Andarwulan dan Koswara 1992).
Pembentukan Asam Lemak Bebas Selama Oksidasi Lipida
Asam lemak bebas merupakan hasil pemutusan ikatan ester antara asam lemak dan gliserol yang membebaskan asam lemak (Wrolstad et al. 2005). Ilustrasi reaksi pembebasan asam lemak dari gliserolnya dapat diamati pada Gambar 9.
Gambar 9 Reaksi hidrolisis trigliserida oleh panas yang menghasilkan asam lemak bebas (Wrolstad et al. 2005).
Kinetika Reaksi Kimia
Kinetika reaksi kimia adalah pengukuran kecepatan reaksi dan analisis data percobaan untuk memperoleh koleksi informasi sistematik yang dapat menerangkan informasi kinetika reaksi tersebut. Informasi tersebut dapat digunakan untuk mengetahui
• Faktor yang mempengaruhi kecepatan reaksi
• Ketergantungan reaksi pada konsentrasi yang disebut dengan ordo reaksi Triasil gliserida gliserol
26
• Persamaan yang memberi informasi mengenai ketergantungan kecepatan terhadap konsentrasi produk yang akan mempengaruhi reaksi
• Pengaruh suhu pada kecepatan reaksi. Peningkatan suhu pada umumnya meningkatkan kecepatan reaksi. Informasi mengenai bagaimana tepatnya suhu mempengaruhi konstanta kecepatan reaksi akan memberikan informasi lebih dalam mengenai bagaimana reaksi dapat terjadi
(Wright, 2004)
Teori Tumbukan
Reaksi kimia dapat terjadi apabila terjadi tumbukan antara atom atau molekul yang akan bereaksi, reaksi tersebut memerlukan tiga syarat penting untuk dapat terjadi. Syarat pertama adalah molekul tersebut harus bertumbukan untuk dapat bereaksi, akan tetapi bila hanya terjadi tumbukan saja reaksi tersebut tidak pasti dapat terjadi. Syarat kedua adalah harus ada cukup energi untuk bereksi (energi aktivasi), tingkat energi yang harus dimiliki oleh molekul untuk bereaksi disebut dengan kondisi perpindahan (transition state), di mana bila molekul tersebut tidak dapat melewati kondisi perpindahan tersebut maka molekul yang tadinya akan bereaksi akan kembali memantul. Syarat terakhir adalah molekul tersebut harus memiliki posisi dan arah yang benar untuk dapat bereaksi. Agar reaksi dapat terjadi di antara dua molekul yang bertabrakan, mereka harus bertabrakan pada arah yang benar, dan memiliki energi yang cukup. Saat molekul bergerak saling mendekati, elektron mereka saling menolak. Untuk mengalahkan tolakan tersebut dibutuhkan energi (energi aktivasi), yang biasanya disediakan oleh panas sistem yang didapatkan dari energi transisi, getaran dan rotasi tiap molekul, dan juga dari cahaya dan medan listrik. Apabila ada cukup energi, tolakan tersebut dapat dikalahkan dan molekul tersebut dapat cukup dekat untuk melakukan ikatan (Wright 2004).
Pada suhu rendah untuk reaksi tertentu, sebagian besar (tetapi tidak semua) molekul tidak memiliki cukup energi untuk bereaksi. Akan tetapi akan selalu ada sejumlah tertentu molekul yang memiliki energi cukup pada semua tingkat suhu, karena suhu merupakan ukuran dari energi rata-rata sistem, setiap molekul dapat memiliki energi lebih atau kurang dari rata-rata tersebut. Meningkatnya suhu akan
meningkatkan jumlah molekul yang memiliki energi lebih dari energi aktivasi sehingga kecepatan reaksi akan meningkat. Biasanya energi aktivasi didevinisikan sebagai energi dalam kilojoule yang dibutuhkan oleh reaktan sebanyak 1 mol untuk bereaksi (Wright 2004).
Ordo Reaksi
Ordo reaksi adalah jumlah eksponen konsentrasi reaktan dalam persamaan kecepatan.
Reaksi ordo 0
Karakteristik dari reaksi dengan ordo 0 adalah hubungan yang linier antara konsentrasi reaktan atau produk dengan waktu reaksi (t) (Toledo 2007).
Reaksi ordo 1
A0 adalah konsentrasi A pada t=0. Reaksi ordo 1 dicirikan dengan perubahan konsentrasi reaktan terhadap waktu berbentuk logaritmik. Sebagian besar reaksi yang terkait dalam pengolahan pangan adalah reaksi ordo 1 (Toledo 2007).
Reaksi ordo 2
Reaksi unimolekuler ordo 2 mempunyai karakter hubungan konsentrasi reaktan atau produk dengan waktu berbentuk hiperbola. Bentuk linier akan
28
terbentuk bila 1/A diplotkan dengan waktu. Reaksi biomolekular ordo 2 akan mengikuti persamaan kecepatan reaksi berikut:
Dimana A dan B adalah reaktan. Differential persamaan dapat diintregralkan dengan member B konstanta untuk mendapatkan:
k’ adalah konstanta kecepatan reaksi ordo pseudo 1: k’=kB
Reaksi biomolekuler ordo 2 akan menghasilkan plot yang serupa dengan plot reaktan dengan waktu pada ordo 1, akan tetapi konstanta kecepatan reaksi akan bervariasi pada berbagai konsentrasi rektan kedua (Toledo 2007).
Reaksi ordo n
Dengan integral
Evaluasi ordo reaksi adalah proses trial and error yang mengandung beberapa asumsi untuk n dan menentukan nilai mana yang akan sesuai dengan ordo n persamaan di atas (Toledo 2007).
Principal Component Analysis (PCA)
Principal component dari matrik korelasi atau kovarian
Matrik korelasi atau kovarian dapat digunakan dalam PCA. Isi dari matrik korelasi (R) adalah jumlah kuadrat dan jumlah produk dari nilai yang dinormalkan. Apabila digunakan matrik korelasi, maka komponen akan diubah menjadi akar ciri dari R. penggunaan matrik R untuk sebuah analisa memerlukan sebuah keputusan untuk menentukan apakah variable tersebut penting (Mazlum et al. 1999).
Principal component (PC) umumnya diubah dengan skala. Dalam arti lain,
Contohnya apabila satu variable memiliki variasi yang lebih tinggi dibanding yang lainnya, maka variabel tersebut akan mendominasi PC pertama dari matrik kovarian (Mazlum et al. 1999).
Identifikasi komponen-komponen penting
Setelah menghitung variasi (akar ciri) dan PC dari matrik korelasi, hal yang perlu dilakukan adalah mencari beberapa komponen pertama yang akan member proporsi besar pada total variasi. Apabila saat menganalisa matrik korelasi di mana jumlah akar ciri sama dengan jumlah variasi, disepakati bahwa akar ciri kurang dari 1 akan diabaikan (Mazlum et al. 1999).
Rotasi PC
Dalam PCA, variabel akan dirotasi untuk mendapatkan variabel baru (PC) dan kemudian jumlah PC akan direduksi dengan menghilangkan komponen yang tidak penting. Beberapa PC awal dipilih kemudian dirotasi untuk mendapatkan komponen baru yang lebih mudah diinterpretasikan. Beberapa tehnik rotasi (varimax, equamax, quartimax) dapat digunakan untuk tujuan ini. Rotasi varimax adalah yang paling sering digunakan untuk PCA (Mazlum et al. 1999).