• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kelapa Sawit

Kelapa sawit (Elaeis guineensis) merupakan tumbuhan hutan hujan tropis di daerah Afrika Barat. Tumbuh terutama di Kamerun, Pantai Gading, Libera, Nigeria, Sirea Lione, Togo, Angola, dan Kongo (Poku 2002). Kelapa sawit termasuk dalam kingdom Plantae, divisi Magnoliophyta, kelas liliopsida, ordo arecales, keluarga arecaceae, dan genus Elaeis. Ditemukan oleh Nicholaas Jacquin pada tahun 1763, sehingga tanaman kelapa sawit diberi nama Elaeis guineensis Jacq (Anonim 2008). Gambar pohon dan dan buah sawit dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Pohon kelapa sawit beserta buahnya (Anonim 2009)

Pada mulanya kelapa sawit diperkenalkan di Asia Tenggara sebagai tanaman hias. Ditanam pertama kali pada tahun 1884 di Kebun Raya Bogor,

6

Indonesia (Gunstone 2002). Kelapa sawit terdiri atas empat varietas, yaitu: 1) Varietas Macro carya, tebal tempurung 5 mm, 2) Varietas Dura, tebal tempurung 2 - 8 mm, 3) Varietas Tenera, tebal tempurung 0.5 – 4 mm, 4) Varietas Pisifera, bagian tempurung tipis (Fauzi et al. 2006).

Buah sawit umumnya memiliki panjang 2 hingga 5 cm dan berat 3 hingga 30 gram, berwarna ungu hitam pada saat muda, kemudian menjadi berwarna kuning merah pada saat tua dan matang (Muchtadi 1992). Daging buah berwarna putih kuning ketika masih muda dan berwarna jingga setelah matang (Ketaren 2005). Penampang melintang dan membujur buah kelapa sawit dapat dilihat pada Gambar 2.

Bagian-bagian buah kelapa sawit terdiri dari : 1.Perikarp, terdiri dari :

a. Epikarpium, yaitu kulit buah yang keras dan licin

b. Mesokarpium, yaitu bagian buah yang berserabut dan mengandung minyak dengan rendemen paling tinggi, menghasilkan minyak sawit kasar/ Crude Palm Oil (CPO)

2.Biji, terdiri dari :

a. Endokarpium (kulit biji = tempurung), berwarna hitam dan keras b. Endosperm (kernel = daging biji) berwarna putih yang menghasilkan

minyak inti sawit/ Palm Kernel Oil (PKO)

Gambar 2 Penampang melintang buah kelapa sawit (Anonim 2006)

Pengolahan Buah Sawit menjadi CPO

Pengolahan buah sawit menjadi CPO dilakukan dalam beberapa tahap yaitu penerimaan tandan buah segar (TBS), perebusan, perontokan, pelumatan,

ekstraksi minyak dan klarifikasi (Basiron 2005) seperti yang tampak pada Gambar 3.

Penerimaan TBS

TBS (Tandan Buah Segar) ditangani dengan baik untuk menghindari kerusakan pada buah yang dapat menyebabkan rendahnya kualitas minyak yang dihasilkan (Basiron 2005).

Gambar 3 Proses produksi CPO secara umum (Basiron 2005) TBS Penanganan TBS Perebusan Perontokan Pelumatan Ekstraksi minyak Klarifikasi

8

Perebusan

Perebusan dilakukan menggunakan uap pada tekanan 3 kg/cm2 pada suhu 143 oC selama 1 jam. Proses ini dilakukan untuk mencegah naiknya asam lemak bebas karena reaksi enzimatik, mempermudah perontokan buah, dan mengkondisikan inti sawit untuk meminimalkan pecahnya inti sawit selama pengolahan berikutnya (Basiron 2005).

Perontokan

Tujuan dari perontokan adalah memisahkan buah yang sudah direbus dari tandannya. Perontokan dilakukan dengan dua cara yaitu penggoyangan dengan cepat dan pemukulan (Basiron 2005).

Pelumatan

Pelumatan dilakukan untuk memanaskan buah kembali, memisahkan perikrap dari inti, dan memecah sel minyak sebelum mengalami ekstraksi. Kondisi terbaik pelumatan ada pada suhu 95-100 oC selama 20 menit (Basiron 2005).

Ekstraksi minyak

Ekstraksi minyak biasanya dilakukan dengan mesin pres akan menghasilkan dua kelompok produk yaitu (1) campuran antara air, minyak dan padatan, (2) cake yang mengandung serat dan inti (Basiron 2005).

Klarifikasi

Minyak kasar hasil press akan memiliki komposisi 66% minyak, 24% air, dan 10% padatan bukan minyak (nonoily solids, NOS). Karena kandungan padatannya cukup tinggi, maka harus dilarutkan dengan air untuk mendapatkan pengendapan yang diinginkan. Setelah dilarutkan, minyak kasar ini kemudian disaring unruk memisahkan bahan berserat. Produk kemudian diendapkan untuk memisahkan minyak dan endapan. Minyak pada bagian atas diambil dan dilewatkan pada pemurni setrifugal yang diikuti oleh pengering vakum.

Selanjutnya didinginkan sebelum disimpan dalam tangki penyimpan (Basiron 2005).

Pemurnian CPO

CPO yang diekstrak secara komersial dari TBS walaupun dalam jumlah kecil mengandung komponen dan pengotor yang tidak diinginkan. Komponen ini termasuk serat mesokrap, kelembaban, bahan-bahan tidak larut, asam lemak bebas, phospholipida, logam, produk oksidasi, dan bahan-bahan yang memiliki bau yang kuat. Sehingga diperlukan proses pemurnian sebelum digunakan (Basiron 2005).

Pemurnian CPO dapat dilakukan dengan dua metode yaitu pemurnian fisik dan pemurnian kimiawi. Perbedaan utama dua jenis pemurnian ini ada pada cara menghilangkan asam lemak bebas. Pemurnian fisik merupakan metode pemurnian yang lebih popular karena lebih efektif dan efisien. Akan tetapi kedua metode dapat menghasilkan refined bleached deodorized palm oil (RBDPO) yang memiliki kualitas dan stabilitas yang diinginkan. Proses pemurnian minyak sawit tersebut dapat diamati pada Gambar 4.

Pretreatment

Pretreatment disebut juga degumming awal CPO. Pretreatment dilakukan

dengan penggunaan asam fosfat dan diikuti oleh pembersihan dengan metode penyerapan menggunakan bleaching earth. Mula-mula pada CPO ditambahkan asam fosfat (konsentrasi 80-85%) dengan perbandingan 0.05-0.2% (dari umpan minyak). Kemudian dipanaskan hingga 90-110 oC, dengan waktu tinggal 15-30 menit sebelum melewati bleacher di mana bleaching earth ditambahkan.

Bleaching earth ditambahkan pada konsentrasi 0.8-2.0%, tergantung pada kualitas

minyak mentah (Basiron 2005).

Penambahan asam fosfat berguna untuk mengendapkan fosfatida yang tidak larut air. Sedangkan fungsi bleaching earth adalah (1) menyerap pengotor yang tidak diinginkan seperti logam, air, bahan tidak larut, sebagian karotena dan pigmen lainnya, (2) mengurangi produk oksidasi, (3) menyerap fosfolipid yang diendapkan oleh asam fosfat, dan (4) memisahkan asam fosfat berlebih setelah

10

proses degumming. Warna produk hasil pretreatment tidak menjadi hal yang kritis, akan tetapi kemampuan bleaching earth sebahai bahan penyerap yang lebih penting. Pemisahan asam fosfat secara sempurna sangat penting, karena keberadaan asam fosfat dapat menyebabkan meningkatnya asam lemak bebas minyak yang dihasilkan. Sering kali untuk membantu mengurangi kadar asam fosfat ditambahkan kalsium karbonat (Basiron 2005).

Gambar 4 Proses pemurnian minyak sawit secara fisik dan kimia (Basiron 2005)

Bleaching dilakukan pada kondisi vakum 20-25 mmHg pada suhu 95 hingga

110 oC dengan waktu tinggal 30 hingga 45 menit. Slurry yang mengandung minyak dan bleaching earth kemudian disaring untuk memisahkan minyak yang jernih dan berwarna oranye terang. Untuk alasan kualitas, biasanya minyak dilewatkan pada barisan kantong penyaring untuk menjebak partikel bleaching

keberadaan sisa bleaching earth akan mengurangi stabilitas oksidasi RBDPO yang dihasilkan (Basiron 2005).

Deodorisasi

Minyak yang telah mengalami bleaching kemudian siap dilakukan deasidifikasi dan deodorisasi. Minyak mula-mula dideaerasi kemudian dipanaskan pada suhu 240-270 oC pada tekanan 2-5 mm Hg di dalam alat heat exchanger

eksternal, sebelum dimasukkan ke dalam deodoriser. Biasanya digunakan cairan

thermal sebagai medium pemanas. Akan tetapi untuk menghindari terjadinya

kontaminasi, biasanya digunakan uap superheated dengan tekanan tinggi. Penggunaan suhu di atas 270 oC harus dihindari untuk meminimalkan kehilangan minyak, tokoferol, tokotrienol, dan kemungkinan terjadinya isomerisasi dan reaksi thermokimia yang tidak diinginkan. Pada kondisi tersebut dan dengan penggunaan uap sebagai pelecut, asam lemak bebas yang masih ada dalam minyak hasil penyaringan akan teruapkan bersama bahan bahan berbau tajam dan produk oksidasi seperti aldehid dan keton. Produk oksidasi tersebut dapat menimbulkan rasa dan aroma yang tidak diinginkan dalam minyak. Pada waktu yang sama karotenoid yang tersisa akan terdekomposisi oleh panas, dan akan menghasilkan RBDPO yang berwarna terang dan tidak berasa (Basiron 2005).

Metode kedua adalah refinasi kimiawi, atau yang disebut dengan refinasi kaustik. Proses ini dibagi menjadi tiga tahap. Tahap pertama adalah pengkondisian gum, pada proses ini minyak dipanaskan hingga 80-90 oC, dan ditambahkan asam fosfat untuk mengendapkan fosfolipid. Kemudian ditambahkan laurutan kaustik soda untuk direaksikan dengan asam lemak bebas sehingga membentuk sabun. Sabun tersebut kemudian dibuang dengan cara sentrifugasi. Minyak netral yang dihasilkan kemudian dibilas dengan air panas untuk membuang sabun yang masih tersisa. Tahap kedua yang dilakukan adalah

bleaching dan filtrasi. Pada proses ini hamper mirip dengan yang terjadi pada

metode refinasi fisik. Pada tahap terakhir dilakukan deodorisasi seperti pada refinasi fisik (Basiron 2005).

12

Produksi NDRPO

NDRPO (Neutralized Deodorized Palm Oil) merupakan bahan baku pembuatan minyak sawit merah sebagai minyak makan. Untuk menghasilkan NDRPO dengan kadar -karotene yang tetap tinggi dilakukan proses pemurnian yang dilakukan dalam kondisi yang dapat menjaga kandungan -karotene di dalam minyak. Pada penelitian sebelumnya sudah dilakukan proses produksi NDRPO dari CPO dengan tiga tahap.

Degumming

Proses degumming dilakukan untuk memisahkan getah tanpa mereduksi asam lemak yang ada di minyak. proses degumming menurut Widarta (2008) dilakukan dengan memasukkan CPO sebanyak 60 kg ke dalam reactor kemudian dipanaskan mencapai 80 oC, kemudian ditambahkan asam fosfat 85% sebanyak 0.15% dari berat CPO yang digunakan. Minyak kemudian diaduk pada kecepatan 56 RPM selama 15 menit.

Deasidifikasi

Deasidifikasi dilakukan untuk memisahkan asam lemak bebas di dalam minyak. Menurut Widarta (2008) proses deadifikasi untuk menghasilkan NRPO (Neutralized Red Palm Oil) dilakukan dengan menambahkan NaOH 16 oBe berlebih 17.5 % dengan pengadukan selama 26 menit pada suhu 61 oC. Setelah proses deasidifikasi selesai sabun dipisahkan dengan sentrifugasi. Minyak kemudian dicuci dengan air panas pada suhu 5-8 oC di atas suhu minyak. proses pencucian ini bertujuan untuk membantu menghilangkan sabun yang ada dalam minyak. produk kemudian disentrifugasi lagi untuk memisahkan air yang ada.

Pada kondisi degumming dan deadifikasi tersebut dapat diperoleh NRPO dengan reduksi asam lemak bebas sebanyak 96.35% dan recovery -karotena 87.30% dan rendemen minyak 90.16% (Widarta 2008).

Deodorisasi

Deodorisasi merupakan proses dalam produksi NDRPO untuk memisahkan senyawa mudah menguap dan residu air. Proses deodorisasi dimulai

dengan menghomogenkan NRPO dengan cara mensirkulasikan NRPO di dalam tangki deodoriser selama 10 menit pada suhu 46±2 oC. selanjutnya proses deodoriasasi dilakukan pada suhu 140 oC pada kondisi vakum 20 mmHg selama 1 jam. Setelah proses deodoriasi selesai, produk kemudian didinginkan hingga bersuhu 60 oC pada kondisi vakum. Setelah dingin NDRPO siap digunakan untuk aplikasi atau proses berikutnya (Riyadi 2009).

Produk Minyak Sawit Merah Komersial

Pada saat ini telah tersedia produk minyak sawit merah komersial yang diproduksi oleh Carotino Sdn.Bhd Malaysia dengan merek dagang “Carotino”. Carotino yang diproduksi secara destilasi molekuler dapat menghasilkan minyak sawit merah dengan kandungan -karotena yang tinggi seperti pada Tabel 1.

Tabel 1 Standar minyak sawit merah

Parameter Nilai

Asam lemak bebas Maksimum 0.1% Kadar air dan pengotor Maksimum 0.1%

-karotena 500 ppm

Tokoferol dan tokotrienol 800 ppm Carotino (2010)

Oksidasi Lipida

Kerusakan minyak umumnya disebabkan oleh oksidasi. Secara sederhana, oksidasi lemak dibagi menjadi 3 tahap yaitu inisiasi, propagasi, dan terminasi, di bawah ini secara sederhana Schaich (2005) menjelaskan langkah-langkah oksidasi lipida.

Inisiasi

Inisiasi oksidasi lipida menghasilkan radikal bebas lipida L● (persamaan 1). Proses mulainya proses belum diketahui dengan baik. Sehingga sering kali pada tanda panah reaksi diberi notasi “X” atau “?”. Oksidasi lipida adalah reaksi yang sangat mudah terjadi dan dapat dijumpai di hampir semua makanan dan sistem biologi, sehingga seringkali disebut dengan reaksi instan yang terjadi begitu saja, dan sering disebut terjadi dengan spontan. Akan tetapi oksidasi lipida bukan teaksi

14

spontan. Secara thermodinamik, oksigen tidak dapat bereaksi secara langsung dengan ikatan ganda karena spin state nya berbeda (persamaan 2). Ground state

oksigen adalah state triplet (dua elektron bebas di orbital terpisah yang memiliki arah perputaran yang sama, net positiveangular momentum). Mekanika kuantum menyatakan bahwa spin angular momentum dapat terpelihara dalam reaksi, sehingga triplet tidak dapat invert (membalik putaran) menjadi singlet state. Reaksi akan terjadi bila ikatan ganda tereksitasi pada triplet state, yang membutuhkan energi yang cukup (Ea=35-65 kkal/mol). Sehingga tidak terjadi reaksi secara langsung seperti yang terjadi pada persamaan 2 (Schaich 2005).

(1)

(2)

Untuk mengatasi hambatan spin ini, inisiator atau katalis dibutuhkan untuk memulai oksidasi lipida dengan menghilangkan elektron dari lipida atau oksigen atau dengan mengubah perputaran elektron oksigen. Karena hanya katalis dalam jumlah sedikit yang dibutuhkan, banyak kejadian yang terlihat seperti spontan atau tidak terkatalisasi sebenarnya didorong oleh kontaminasi atau kondisi yang tidak terdeteksi atau tidak dipertimbangkan. Selain itu, di sebagian besar pangan, sistem biologi, dan percobaan laboratorium, dikatakan bahwa multiple catalys dan inisiator selalu ada dan bekerja (Schaich 2005).

Suhu tinggi memiliki energi yang cukup untuk memutus ikatan kovalen C-C atau C-H dalam rantai asil yang akan memulai reaksi oksidasi berantai. Suhu sedang akan memiliki energi yang lebih rendah, sehingga pemutusan ikatan O-O pada bagian ROOH atau LOOH akan dilakukan oleh pereaksi lain seperti logam, lipoxigenase, atau photosensitizer. RO●, LO●, dan ●OH yang akan menarik hidrogen dari lipid yang lain dan akan membentuk L● dan akan memulai reaksi berantai. Seperti yang ditunjukkan energi aktivasi dari setiap langkah oksidasi lipid, dekomposisi LOOH dan turunannya akan berkontribusi pada propagasi adalah pengaruh utama katalitik utama dari panas. Pengaruh peningkatan dekomposisi LOOH diperkuat dengan peningkatan kecepatan abstraksi H berikutnya oleh LO● dan LOO●, yang ditandai dengan peningkatan kecepatan

oksidasi setiap peningkatan suhu 10 oC. Tingkat energi aktivasi pada tiap tahap oksidasi dapat dilihat pada Tabel 2 (Schaich 2005).

Tabel 2 Energi aktivasi pada tahap-tahap oksidasi lipida Reaksi Energi aktivasi (Ea)

L●+Oβ 0 kp(LOO●+LH) ~5-15 kt(βROO●) ~4 kt(βR●) 5 kt(R●+ROO●) 1 Schaich (2005) Propagasi

Berdasarkan reaksi berantai yang disebutkan dalam persamaan 3-9, menunjukkan bahwa propagasi dilakukan secara langsung dan sepenuhnya melalui abstraksi hidrogen. Abstraksi H oleh LOO● terjadi sangat lambat (k=36-62 L mol-1 detik-1) dan terjadi dengan selektif, abstraksi hanya terjadi pada hidrogen dengan energi ikatan yang rendah (seperti pada –CH2-, tiol, dan fenol) sehingga, ada cukup waktu untuk mencari jalur reaksi alternatif untuk berkompetisi dan mengubah arah oksidasi yang kemudian menghasilkan produk yang berbeda nyata dengan kecepatan yang berbeda dan memiliki pengaruh nyata pada komposisi produk akhir. (Schaich 2005).

Reaksi berantai radikal bebas

(3) (4) (5) Dan seterusnya LnOOH (Schaich 2005)

Radikal bebas pemutus rantai

16

(Logam pengoksida) (7)

(panas dan uv) (8)

(9) (Schaich 2005)

Mekanisme yang sangat beragam dapat terjadi. Antara lain: 1. Propagasi berantai oleh LOO●

a. Abstraksi H b. Rearrangement / cyclization c. Ikatan silang d. Disproportionation e. -scission f. rekombinasi g. transfer e

-2. Propagasi oleh radikal alkoxyl, LO● a. Abstraksi H

b. Rearrangement / cyclization

c. Penambahan LO● pada ikatan ganda 3. Propagasi oleh LOOH

(Schaich 2005) Terminasi

Terminasi (termination) secara harafiah digunakan untuk menandakan bahwa suatu proses hampir selesai. Akan tetapi pada oksidasi lipida istilah terminasi merupakan konsep yang tidak jelas, karena dari sudut pandang praktis, bahwa rantai oksidasi lipida tidak pernah sepenuhnya berhenti. Pada reaksi abstraksi atau penambahan H saat sebuah radikal mengalami terminasi akan membentuk produk baru, sehingga reaksi berantai akan terus berlangsung. Oksidasi akan melambat saat proses abstraksi H atau penangkapan radikal lainnya melebihi kecepatan reaksi radikal berantai secara keseluruhan. Sehingga istilah

terminasi mengarah pada tiap-tiap radikal, bukan pada reaksi keseluruhan (Schaich 2005).

Terminasi radikal bebas membentuk produk non radikal melalui 4 mekanisme utama:

1. Rekombinasi radikal

(10)

2. Reaksi scission (salah satu produknya adalah malonaldehid yang dapat diuji dengan uji TBA)

3. Co Oksidation dengan molekul non lipida

4. Eliminasi

(11)

(Schaich 2005)

Faktor Yang Mempengaruhi Kecepatan Oksidsi Suhu

Peningkatan suhu menyebabkan reduksi yang hebat pada lama periode induksi. Kecepatan oksidasi meningkat secara exponensial dengan peningkatan suhu (Gordon 2004).

Pada penelitian Takahashi et al. (2000) diungkapkan bahwa selama proses oksidasi konsentrasi asam oleat pada semua kondisi reaksi berkurang dengan pasti. Bentuk kurva yang dihasilkan adalah bentuk sigmoidal, yang menjadi bentuk oksidasi komponen organik. Proses oksidasi juga meningkat dengan cepat saat suhu reaksi dinaikkan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 5.

Pada data yang diperoleh Takahashi et al. (2000) juga diungkapkan bahwa konsentrasi hidroperoksida (LOOH) pada semua kondisi mula-mula meningkat, kemudian menurun. Hal ini disebabkan oleh kecepatan dekomposisi hidroperoksida menjadi lebih tinggi dibanding dengan kecepatan

lainnya)

Dokumen terkait