• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil Observasi

Dalam dokumen BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN (Halaman 30-37)

TINGKAT KETUNTASAN

4.7 Hasil Analisis Data

4.7.1 Hasil Observasi

Hasil observasi atau pengamatan selama proses pembelajaran berlangsung diberikan terhadap siswa dan guru. Analisis data pada observasi dilakukan untuk mengetahui tingkat kenaikan atau penurunan beberapa aspek yang terdapat pada lembar observasi. Berikut ini dijelaskan secara terperinci observasi yang dilakukan terhadap siswa dan guru.

a. Siswa

Observasi atau pengamatan terhadap siswa diberikan untuk mengukur sikap siswa selama pembelajaran berlangsung dengan demikian dapat diketahui keseuaian model pembelajaran kooperatif tipe TGT dengan karakteristik peserta didik. Pengkuran dilakukan dengan membandingkan hasil observasi antari siklus I dengan siklus II. Dengan demikian dapat diketahui hasil dari penilaian praktik pembelajaran yang dihubungkan dengan pesserta didik.

Peningkatan hasil penilaian praktik pembelajaran yang diberikan ke setiap item mengenai aspek yang diamati kepada siswa dengan kenaikan persentase total 28,68%. Peningkatan tersebut diikuti dengan peningkatan setiap item yang menunjukkan adanya peningkatan setiap itemnya ke arah yang lebih baik. Dengan demikian dapat diketahui adanya peningkatan sikap yang baik dari sklus I ke siklus II. Setiap aspek yang telah tersusun dalam rencana pembelajaran dijadikan acuan untuk melakukan pengamatan dan hasil dari pengamatan tersebut akan tergambar pada lembar observasi terhadap siswa (terlampir). Dari hasil pengamatan melalui siklus I dan siklus II, maka

diperoleh hasil yang dapat dibandingkan guna mengukur perubahan yang terjadi. Dengan demikian dapat diketahui apakah terjadi perubahan yang positif dalam arti ada peningkatan mengenai sikap siswa selama pembelajaran atau perubahan yang negatif yakni adanya penurunan yang disebabkan ketidaksesuaian model pembelajaran dengan kondisi siswa. Pada siklus I hingga siklus II, melalui tabel 4.13 dapat diketahui adanya perubahan yang positif, karena kriteria yang diberikan dapat dikatakan amat baik dari yang sebelumnya baik dan bahkan terdapat kriteria penilaian kurang baik yang diberikan oleh observer. Namun kriteria kurang baik tersebut pada siklus II sudah tidak diberikan lagi, hal ini menunjukkan bahwa siswa dapat menyesuaikan dan model pembelajaran kooperatif juga dapat disesuaikan dengan kondisi siswa.

Dari hasil siklus I hingga siklus II dapat disimpulkan bahwa siswa dapat bekerja sama dalam menyelesaikan tugas yang diberikan karena kegiatan yang dilakukan adalah kegiatan kelompok, sehingga siswa diarahkan untuk menyelesaikan tugas secara bersama-sama di dalam kelompok. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan rasa kebersamaan pada siswa dan melatih siswa untuk dapat menjadi pemimpin yang memiliki tanggung jawab dalam menyelesaikan tugasnya.

Untuk melihat kesesuaian materi dengan model pembelajaran kooperatif tipe TGT dan kondisi siswa maka perlu dilakukan pengamatan.

Pengamatan yang dilakukan harus dapat menggambarkan cara pengajaran kooperatif tipe TGT pada pokok bahasan pecahan, oleh karena itu diberikan pengamatan setiap aspek yang terdapat pada model pembelajaran kooperatif tipe TGT terhadap siswa. Dengan memberikan penilaian terhadap sikap siswa saat mempersiapkan diri untuk mengikuti pelajaran baik pada kegiatan awal, kegiatan kelompok, maupun akhir dilakukan dengan tujuan untuk melihat kesesuaian model pembelajaran kooperatif tipe TGT dengan karakteristik siswa kelas IV SD Negeri 3 Karangrejo. Hasil penilaian tersebut dapat dijadikan bahan refleksi apakah model pembelajaran kooperatif sesuai dengan karakteristik perserta didik yang akan berpengaruh pada prestasi belajar,

karena bagaimanapun juga sebuah model pembelajaran memiliki pengaruh pada proses pembelajaran.

Pengamatan yang dilakukan terhadap siswa, berfungsi untuk mengukur tingkat kesesuaian karakteristik peserta didik, sehingga model pembelajaran yang dipadukan dengan materi ajar dapat membantu siswa dalam menuntaskan hasil belajarnya. Keberhasilan ketuntasan belajar siswa tidak hanya dipengaruhi oleh faktor-faktor internal dari dalam diri siswa tapi juga terpengaruh dengan faktor eksternal. Dalam hal ini yang menjadi faktor eksternal adalah model atau strategi dalam mengajar. Bila model pembelajaran tidak mendukung siswa dalam belajar maka akan berakibat pada prestasi belajar siswa. Pada kondisi pra siklus, pembelajaran yang lebih cenderung menggunakan metode ceramah menyebabkan siswa cepat merasa bosan dan tidak dapat fokus pada materi ajar karena dirasa kurang menarik. Kondisi tersebut menyebabkan hampir sebagian dari keseluruhan siswa kelas IV tidak mengalami ketuntasan dalam hasil belajarnya. Oleh karena itu, pengamatan terhadap siswa perlu dilakukan untuk mengukur model pembelajaran yang digunakan sesuai atau tidak dengan kondisi siswa kelas IV SD Negeri 3 Karangrejo. Pada siklus I hingga siklus II, menunjukkan adanya perubahan ke arah positif mengenai sikap siswa selama proses belajar mengajar berlangsung, yakni dengan adanya peningkatan penilaian yang diberikan oleh obeserver I dan observer II untuk membuktikan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe TGT dapat dipadukan dengan materi pokok bahasan pecahan guna meningkatkan nilai.

b. Guru

Pengamatan yang diberikan kepada guru bertujuan untuk mengetahui kesesuaian pengajaran yang dilakukan oleh guru. Pada siklus I dan II telah dilakukan pengamatan kepada guru untuk menilai bahwa model pembelajaran kooperatif tipe TGT dapat diterapkan dengan sulit atau sebalikanya.

Dari hasil analisis data pada observasi maka dapat diketahui adanya peningkatan yang dialami oleh guru dalam menyampaikan materi ajar yakni sebesar 21,83 % terhadap keseluruhan aspek. Peningkatan tersebut juga diikuti

dengan peningkatan penilaian di setiep item pada lembar observasi. Dengan demikian pembelajaran menggunakan model kooperatif tipe TGT tidak terlalu sulit untuk diterapkan dan dapat membantu guru dalam mencapai tujuan pembelajaran.

Peran guru selama siswa melakukan kegiatan game tournament juga diamati dan diberikan penilaian. Guru diharapkan dapat membimbing siswa dalam kegiatan tersebut sehingga siswa tidak mengalami kesulitan. Adapun penilaian yang diberikan tergambar pada setiap item dalam lembar observasi (terlampir) dan hasil penilaian yang disajikan pada tabel 4.14 di atas menunujukkan adanya peningkatkan penilaian dan perubahan kriteria kearah yang positif. Dengan demikian, pembelajaran pada siklus I hingga siklus II dapat berjalan dengan baik meskipun ada kendala namun hal tersebut telah dapat di atasi. Hal tersebut terbukti dengan adanya peningkatan setiap pertemuan dari siklus I hingga siklus II

Obeservasi pada guru disesuaikan dengan observasi yang diberikan kepada siswa sehingga terjadi kesinambungan antar aspek dalam lembar observasi. Dengan demikian hasil yang diperoleh dapat menunjang peningkatkan hasil belajar siswa. Karena proses pembelajaran yang menyenangkan dan dapat disesuaikan dengan kondisi siswa dapat membantu siswa dalam meningkatkan prestasi belajarnya.

Pada hasil perhitungan penilaian di atas dan telah dijabarkan secara lebih spesifik setiap aspeknya maka dapat disimpulkan adanya peningkatan cara mengajar guru dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe TGT dari siklus I ke siklus II. Dihubungkan dengan sikap siswa maka dapat disimpulkan bahwa adanya kesesuaian antara cara mengajar guru dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TGT dengan kondisi siswa yang telah digambarkan pada penilaian lembar observasi terhadap siswa.

Dengan adanya keseuaian tersebut dapat dihubungkan dengan hasil belajar siswa. Dengan keseuaian proses pembelajaran yang berlangsung dengan baik maka hasil yang diberikan juga akan baik.

4.7.2 Hasil Belajar Matematika

Siklus I membahas sub pokok bahasan pengenalan bilangan pecahan dan operasi penjumlahan serta pengurangan. Saat dilaksanakan pembagian tim berdasarkan prestasi akademiknya, ada beberapa siswa yang bergurau dan lama dalam membentuk timnya. Pada saat siklus I nilainya cukup artinya ada yang tinggi dan ada yang rendah. Dari 12 siswa tingkat kelulusan mencapai 91,67 %, yang artinya ada satu siswa yang tidak lulus sebesar 8,33 %.

Pada Siklus I, Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) terlihat masih belum efektif. Ini terlihat pada penilaian lembar observasi yang menunjukkan bahwa pada setiap kelompok yang sudah terbentuk, masih ada siswa yang hanya bergurau saja dan tidak memperhatikan materi yang disampaikan gurunya.

Kelompok yang timnya didominasi siswa putra kebanyakan hanya berbicara sendiri-sendiri tidak melakukan kerja sama antar tim. Pada saat pemberian quis, hanya beberapa siswa yang tanggap dan berani memberikan jawaban secara spontan. Kepedulian dan kerja sama antar tim dalam siklus I ini belum tampak. Hal ini dimungkinkan karena anggota tiap tim bukan teman akrab ataupun teman satu bangku.

Pertanyaan yang berkaitan dengan pecahan terutama menyederhanakan dan menyamakan penyebut masih dirasa kurang. Soal permainan Matematika ternyata menggugah semangat kreativitas siswa dalam bekerja sama. Hal ini terlihat dengan banyaknya siswa yang saling bertanya antar anggota dalam satu tim ataupun dengan tim lainnya. Hasil dari tes evaluasi juga menunjukkan kenaikan hasil belajar siswa. Ini dikarenakan sebagian siswa sudah mulai memahami materinya.

Siklus II membahas mengenai pokok bahasan pecahan. Pada saat KBM semua siswa memperhatikan saat guru menerangkan materinya. Pandangan siswa sudah terfokus pada guru. Hal ini terlihat pada konsentrasi siswa yang betul-betul memperhatikan apa yang sedang dijelaskan dan hanya ada segelintir siswa yang masih berbicara dengan anggota satu team, penilaian tersebut tergambar pada lembar observasi (terlampir).

Soal-soal yang telah diberikan dikerjakan dengan kerja sama yang baik, baik antar anggota satu tim atau dengan tim lainnya. Apabila ada soal yang sulit dan tidak bisa dipecahkan, maka salah satu wakil dari tim langsung menanyakan dengan gurunya. Quis yang diberikan dapat mereka kerjakan dan berebut ingin saling memberikan jawabannya. Pemberian permainan Matematika ini membuat siswa lebih memahami materi pada pecahan.

Dengan demikian dapat dibandingkan antara silkus I dan siklus II dalam hal prestasi belajar siswa untuk dapat dinilai kenaikannnya. Pembelajaran pada siklus I dan siklus II telah berjalan dengan baik. Data mengenai kenaikan hasil belajar siswa kelas IV SD Negeri 3 Karangrejo disajikan pada tabel 4.15 berikut ini:

Tabel 4.13

Persentase Peningkatan Prestasi Belajar Siswa Kelas IV SD Negeri 3 Karangrejo Tahun Pelajaran 2011/2012

Pada Pra Siklus, Siklus I, Siklus II

Dari tabel di atas dapat dilihat adanya peningkatan prestasi siswa dari sebelum diberikannya tindakan hingga diberikan siklus I dan siklus II.

Peningkatan pada pra siklus hingga ke siklus pertama terjadi hingga 28,40 % dengan jumlah siswa pada pra siklus terdapat 5 siswa yang belum tuntas hasil belajarnya sedangkan pada siklus I jumlah siswa yang tidak tuntas menurun menjadi 1 siswa. Kemudian dari siklus I ke siklus II terjadi peningkatan hingga 8,33 % dengan seluruh siswa mengalami ketuntasan dalam hal prestasi belajar. Jika dibandingkan dari kondisi pra siklus hingga siklus II maka terjadi peningkatan sebesar 42 %. Adanya peningkatan nilai menyebabkan siswa kelas IV mengalami ketuntasan belajar secara 100% dengan julam 12 siswa mengalami ketuntasan belajar secara keseluruhan. Peningkatan ketuntasan

Aspek Pra

belajar pada konsisi pra siklus hingga siklus II digambarkan dalam diagram batang berikut:

Gambar 4.5

Diagram Batang Tingkat Ketuntasan Nilai Matematika Siswa Kelas IV SD Negeri 3 Karangrejo Tahun Pelajaran 2011/2012 4.8 Pembahasan Hasil Penelitian

Pembelajaran pada kondisi pra siklus dengan jumlah siswa yang tidak tuntas sebanyak 5 orang menyebabkan nilai rata-rata kelas menurun dan prestasi belajar siswa juga mengalami penurunan. Melalui penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe TGT dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.

Dengan kondisi jumlah siswa kelas IV SD Negeri 3 Karangrejo yang tidak terlalu banyak menyebabkan kemudahan dalam menguasai kelas. Dari siklus I hingga siklus II dapat diketahui terjadi peningkatan sebesar 8,33% dengan seluruh siswa mengalami ketuntasan belajar.

Meskipun masih terdapat hambatan selama proses belajar mengajar berlangsung, akan tetapi hal tersebut dapat teratasi dengan baik karena telah dilakukan persiapan yang matang sebelum melakukan pembelajaran. Selain itu juga dengan melakukan evaluasi atau refleksi dalam setiap pertemuan sehingga hal-hal yang menjadi hambatan dapat terpikirkan cara penyelesaiannya. Dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif maka

0%

Pra Siklus Siklus I Siklus II 58%

pembelajaran dapat berlangsung dengan baik dikarenakan model pembelajan kooperatif ini membantu guru dalam mengajarkan sebuah materi serta dapat sesuai dengan perkembangan karakteristik siswa yaitu dengan model belajar bersama di dalam kelompok dan dengan diberikan permainan dalam proses pembelajaran.

Berdasarkan perolehan nilai yang didapatkan melalui siklus I dan siklus II diketahui bahwa penerapan model pembelajaran koooperatif tipe TGT dalam pembelajaran Matematika dengan meberikan kesempatan kepada siswa untuk lebih sering bertukar pendapat dengan siswa lainnya dapat meningkatkan hasil belajar siswa IV semester II SD Negeri 3 Karangrejo Kecamatan Selomerto Kabupaten Wonosobo tahun 2011/2012.

Dalam dokumen BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN (Halaman 30-37)

Dokumen terkait