• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

Lampiran 5 Hasil Observasi

Hasil Observasi

Indikator Aspek yang diamati Deskripsi

Pola asuh orangtua 1. Pembagian peran ayah dan ibu dalam mendidik anak

 Dalam mendidik anak, ayah atau bapak lebih berperan secara aktif misalnya dalam menasihati anak, itupun selalu berdasarkan pada budaya Lamaholot

 Sedangkan ibu lebih berperan secara pasif misalnya dengan nasihat tersirat.

2. Perlakuan yang diberikan orangtua kepada anak laki- laki

 Kedudukan anak laki-laki berbanding terbalik dengan kedudukan anak perempuan. Dalam kehidupan sehari-hari, anak laki-laki lebih diprioritaskan karena menjadi anak suku, misalnya porsi makan anak laki-laki lebih baik dibanding anak perempuan. Anak laki-laki diberikan kesempatan untuk makan di meja makan bersama bapak dan

ibu sedangkan anak perempuan akan makan kemudian setelah anak laki-laki selesai makan. Namun kebanyakan orangtua telah mengizinkan anak perempuan untuk makan bersama orangtua di meja makan. Di meja makan pun banyak terjadi kesenjangan akibat kesenjangan kedudukan anak laki-laki dan perempuan. Biasanya, lauk makan anak laki-laki lebih besar atau lebih banyak dibanding anak perempuan, anak perempuan dilarang untuk mengambil makan terlebih dahulu, bahkan sebelum makan anak perempuanlah yang bertugas menghidangkan makanan di atas meja makan, sedang anak laki-laki setelah makan tidak membereskan meja makan karena merupakan tugas anak perempuan.

 Dalam pengambilan keputusan, anak laki-lakilah yang menjadi prioritas. Misalnya keputusan untuk membeli perlengkapan sekolah. Anak laki-laki dibelihkan perlengakapan sekolah yang baru sedangkan

anak perempuan menggunakan alat sekolah atau fasilitas bekas dari anak laki-laki.

 Sebenarnya hak anak perempuan dan laki-laki tidak dibeda-bedakan namun dalam pemenuhan hak, anak laki-laki yang lebih diprioritaskan dalam hal apapun. Dengan alasan anak laki-laki adalah anak suku maka prioritas secara total diperuntukan kepada anak laki-laki. Anak laki-laki dalam budaya Lamaholot selalu dinomorsatukan dalam hal hak namun dalam hal kewajiban, anak laki-laki memiliki porsi kewajiban yang sangat minim. Hal seperti ini begitu miris karena dilain pihak anak laki-laki diprioritaskan dalam hak, namun di lain pihak, kewajiban anak laki-laki dikurangi, misalnya kewajiban anak laki-laki dalam kerja sehari-hari di rumah. Dalam kerja anak laki-laki di rumah, anak laki-laki mengerjakan pekerjaan ayah yang bersifat kasar namun dalam jangka waktu tertentu. Namun anak laki-laki juga memiliki hak

yang setimpal akan prioritas keluarga kepada dirinya, misalnya ketika ia menerima hak untuk sekolah, ia akan mempunyai kewajiban untuk mengurus masa depan keluarga dan sukunya.

3. Perlakuan yang diberikan orangtua kepada anak perempuan

 Anak perempuan karena menjadi anak yang dianggap pelengkap, sering memperoleh perlakuan yang kurang baik dari orangtua misalnya dalam kehidupan sehari-hari di rumah khususnya saat makan, anak perempuan diberikan makanan dengan porsi yang berbeda dari anak laki-laki.Ketika anak laki-laki bersiap ke sekolah, anak perempuan masih diberikan tugas untuk menyelesaikan pekerjaan rumah barulah berangkat ke sekolah. Penyebab dari kesenjangan ini adalah karena anak perempuan adalah anak pelengkap sehingga ia harus menjalankan kewajibanya sebagai konsekuensi budaya. Terkadang karena terlalu banyak pekerjaan rumah di pagi hari, anak perempuan akhirnya tidak ke sekolah karena terlambat.

 Adanya subordinasi kepada kaum perempuan dalam budaya Lamaholot yang terjadi di desa Waipukang pada setiap pengambilan keputusan. Anak perempuan disubordinasi dengan alasan aturan budaya yang tidak dapat digangu gugat. Mengenai perhatian orangtuaakan anak perempuan, tak dapat dipungkiri lagi namun karena tuntutan budaya yang sudah lama dianut maka orangtua pun akhirnya terbiasa bahkan tidak sadar menomorduakan anak perempuan. Secara logika alasan budaya Lamaholot ada benarnya, anak perempuan pasca menikah ia akan meninggalkan keluarganya dan masuk ke suku dan keluarga suaminya, lantas apakah orangtua tidak merasa rugi memprioritaskan anak perempuan? Sebagian besar informan mengakui hal tersebut dimana mindset berpikir masyarakat mengarah pada kerugian jika memprioritaskan anak perempuan. Dengan alasan tersebut jelas bahwa orangtuaakan memperioritaskan anak laki-laki dalam setiap

pengambilan keputusan baik itu dalam keluarga maupun dalam suku.  Kesenjangan hak dan kewajiban dari anak laki-laki dan anak

perempuan diantaranya anak laki-laki diberikan hak untuk sekolah sedangkan anak perempuan tidak demikian. Keluarga LM misalnya hanya menyekolahkan anak laki-laki hingga ke pendidikan tinggi sementara anak perempuan tidak diberikan kesempatan untuk bersekolah dan mengabdi kepada orangtua di rumah.

 Kesenjangan hak memperoleh makanan anak laki-laki dan perempuan. Dalam budaya makan, anak perempuan boleh makan setelah anak laki- laki selesai makan. Bahkan menurut pemaparan informan saat melakukan observasi, dahulu tempat makan anak perempuan adalah di dapur sedangkan anak laki-laki di meja makan bersama orangtua. Hubungan antara

orangtua dan anak

4. Interaksi antara orangtua dengan anak laki-laki

5. Interaksi antara orangtua dengan anak perempuan Kurang baik Kehidupan sehari- hari di rumah

6. Peran suami dan istri dalam urusan rumah tangga

Suami berperan dalam pekerjaan publik untuk menafkai keluarga sedang istri lebih pada pekerjaan domestik.

7. Pekerjaan anak laki-laki di keluarga

Secara kasat mata, tugas antara laki-laki dan perempuan sepertinya tidak memiliki perbedaan yang signifikan, namun jika diamati secara lebih mendalam terdapat perbedaan yang sering mendiskriminasikan kaum perempuan. Memberi makan ternak misalnya, untuk anak laki-laki hewan seperti kuda, kambing, sapi adalah tanggung jawab laki-laki karena budaya mengakui adanya sifat kejantanan dari hewan-hewan tersebut. Sedangkan anak perempuan diberi tugas untuk memberi makan ayam dan babi, hewan yang dianggap mempnyai sifat feminim.

8. Pekerjaan anak perempuan di keluarga

Dalam hal kewajiban, hasil observasi menemukan bahwa anak perempuan memiliki kewajiban yang sangat variatif. Kewajiban anak perempuan dalam pekerjaan rumah tangga sehari-hari, anak perempuan melakukan pekerjaan ibu misalnya memasak, mencuci, membersihkan rumah dan lain-lain. Dalam konteks suku, anak perempuan seringkali dianggap pelengkap yang berkewajiban untuk memperlancar ritual adat dalam suku misalnya menyiapkan makan untuk pesta suku, menyiapakan sarung tenun untuk keperluan ritual adat dan lain-lain.

Pendidikan Anak 9. Pendidikan anak laki-laki

Pendidikan anak laki-laki di Waipukang tergolong baik karena sebagian besar orangtua masih memprioritaskan anak laki-laki.

10.Pendidikan anak perempuan

Sedangkan Pendidikan anak perempuan selalu dinomorduakan dalam pendidikan.

11.Kesenjangan antara pendidikan anak laki-laki dan anak

 Pendidikan anak di Waipukang seiring perkembangan zaman mengalami banyak perubahan dimana beberapa orangtua akhirnya

perempuan sadar untuk menyekolahkan anak perempuanya. Namun sebagian besar masyarakat masih menggunakan budaya sebagai acuan sehingga anak perempuan jarang mendapat kesempatan untuk bersekolah.

 Anak laki-laki ketika bangun pagi langsung bersiap ke sekolah sedangkan anak perempuan harus menyelesaikan terlebih dahulu pekerjaan rumah baru ke sekolah. Anak laki-laki pun difasilitasi oleh keluarga dengan sangat baik misalnya berangkat ke sekolah diantar oleh orang tua menggunakan sepeda motor, sedangkan anak perempuan berjalan kaki ke sekolah.

 Anak perempuan selalu disubordinasi dalam hal pendidikan, mulai dari adanya kesenjangan fasilitas sekolah higga perlakuan orangtua terhadap pendidikan anak. Orangtua hanya memberikan fasilitas baik kepada anak laki-laki misalnya menggunakan sepeda ke sekolah,

sebelum ke sekolah disiapkan sarapan, perlengkapan sekolah sudah disediakan oleh orangtua (seragam sekolah, tas, alat tulis) sehingga kerja anak laki-laki ketika bangun pagi adalah sarapan dan bersiap ke sekolah. Sedangkan anak perempuan ketika bangun pagi harus mengerjakan pekerjaan rumah seperti memasak, menyiram dan membersihkan halaman rumah, sendiri menyiapkan perlengkapan sekolah, dan berangkat ke sekolah tanpa menggunakan alat transportasi apapun. Bahkan bagi orangtua yang tidak menyekolahkan anak perempuan, anak perempuannya diajarkan bagaimana mengerjakan pekerjaan rumah yang baik walaupun usianya masih muda.

 Budaya Lamaholot mempengarui orangtua dalam mendidik anak di rumah. Dalam menasihati anak baik secara tersirat atau tersurat, orangtua selalu menggunakan budaya sebagai patokan. Misalnya

orangtua mengajarkan anak memahami budaya makan secara tradisi Lamaholot, yakni laki-laki harus didahulukan, laki-laki tidak diperbolehkan bekerja di dapur, porsi makan anak laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan dan masi banyak lagi. Kontribusi budaya Lamaholot ini menimbulkan kesenjangan gender antara anak laki-laki dan anak perempuan. Kesenjangan lain terjadi ketika semua hasil kerja anak perempuan (kain tenun misalnya) akan digunakan untuk kebutuhan anak laki-laki baik itu untuk keperluan menikah ataupun biaya pendidikan.

12.Tingkat pendidikan anak laki-laki

Sangat baik hingga ke perguruan tinggi 13.Tingkat pendidikan

anak perempuan

Dokumen terkait