• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Uji validitas dan reliabilitas dikatakan valid jika nilai total-item correlation > 0.3 dan dikatakan reliabel jika nilai cronbach alpha > 0.6. Berikut hasil dari pengujian SPSS:

• Tipe Kepribadian A

Dari hasil pengujian, terdapat 8 pertanyaan indikator yang tidak valid (nilai item-total correlation < 0.3) namun reliabilitas dari kuesioner masih terjaga.

Tabel 4.1

Hasil Pengujian Validitas dan Reliabilitas Tipe A

Kode Correlation Kode Correlation

TKA01 0.602 TKA09 0.176 TKA02 0.286 TKA10 0.05 TKA03 0.318 TKA11 0.229 TKA04 0.453 TKA12 0.597 TKA05 0.507 TKA13 0.735 TKA06 0.552 TKA14 0.1 TKA07 0.315 TKA15 0.442 TKA08 0.24 TKA16 0.189 TKA09 0.176 TKA17 0.164 TKA10 0.05

Cronbach Alfa = 0.762 (Reliabel)

• Tipe Kepribadian B

Dari hasil pengujian, terdapat 5 pertanyaan indikator yang tidak valid namun reliabilitas tetap terjaga.

Tabel 4.2

Hasil Pengujian Validitas dan Reliabilitas Tipe B

Kode Correlation Kode Correlation

TKB01 0.529 TKB09 0.225 TKB02 0.702 TKB10 0.614 TKB03 0.474 TKB11 0.52 TKB04 0.322 TKB12 0.143 TKB05 0.42 TKB13 0.533 TKB06 0.585 TKB14 0.347 TKB07 0.131 TKB15 0.403 TKB08 -0.235 TKB16 0.111

Cronbach Alfa = 0.764 (reliable)

Demografi Responden

Berikut ini adalah data demografi responden penelitian:

Tabel 4.3 Demografi Responden

Karakteristik Total Prosentase

Jenis Kelamin - Wanita 17 29% - Pria 42 71% Jabatan - Senior Auditor 46 78% - Supervisor 13 22% - Partner 0 0% Tipe Kepribadian - Tipe A 42 71% - Tipe B 17 29% Perilaku Disfungsional - Menerima 23 39% - Menolak 36 61%

- Wanita, Kepribadian A 13 22%

- Wanita, Kepribadian B 4 7%

- Pria, Kepribadian A 29 49%

- Pria, Kepribadian B 13 22%

Dari data responden, didapatkan hasil auditor yang bekerja di Kantor Akuntan Publik di kota Semarang dan Solo mayoritas berjenis kelamin pria, yaitu sebesar 71%. Jabatan yang dimiliki responden mayoritas berasal dari level senior auditor, yang mempunyai kisaran lama bekerja 2 hingga 4 tahun. Mayoritas tipe kepribadian yang dimiliki auditor sebagai responden adalah tipe A. Dari hasil pengolahan data responden maka dapat disimpulkan bahwa mayoritas responden dalam jabatan senior auditor yang masih berusia muda dan berjenis kelamin pria. Dengan tipe kepribadian A, maka responden akan semakin ambisius dan agresif dalam dunia kerja. Sehingga responden akan cenderung menolak perilaku disfungsional, karena mereka merasa yakin dan mampu melakukan prosedur audit sesuai dengan standar yang ditetapkan diawal.

Uji Anova

Informasi yang dapat digali dari uji anova sebagai berikut:

Tabel 4.4

Descriptive Statistics.

Dependent Variable: Audit Judgement Penerimaan

Perilaku Tipe Kepribadian Mean Dev. Std. N

Tipe Kepribadian A 7.00 1.795 19 Tipe Kepribadian B 7.86 2.268 7 Menolak Total 7.23 1.925 26 Tipe Kepribadian A 5.52 .947 23 Tipe Kepribadian B 5.30 2.058 10 Menerima Total 5.45 1.348 33 Tipe Kepribadian A 6.19 1.565 42 Tipe Kepribadian B 6.35 2.448 17 Total Total 6.24 1.841 59

Berdasarkan output deskriptif diperoleh auditor yang menolak perilaku disfungsional dan mempunyai tipe kepribadian A sebanyak 19 orang. Auditor yang menolak perilaku disfungsional dan memiliki tipe B sebanyak 7 orang. Auditor yang menerima perilaku disfungsional dan mempunyai tipe kepribadian A sebanyak 23 orang, dan untuk auditor yang menerima perilaku disfungsional dan mempunyai tipe kepribadian B sebanyak 10 orang.

Rata-rata nilai audit judgment yang terendah dimiliki oleh auditor yang memiliki tipe kepribadian B dan menerima perilaku disfungsional. Sedangkan nilai rata-rata audit judgment yang tertinggi dimiliki oleh auditor dengan tipe kepribadian B dan menolak

penerimaan perilaku disfungsional. Hal ini berarti bahwa audit judgment yang dihasilkan oleh auditor yang menerima perilaku disfungsional akan lebih tidak etis jika dibandingkan dengan yang menolak perilaku disfungsional.

Tabel 4.5

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: Audit Judgement

Source Type III Sum of

Squares df Square Mean F Sig.

Corrected Model 49.982a 3 16.661 6.246 .001 Intercept 1945.337 1 1945.337 729.354 .000 PP 48.042 1 48.042 18.012 .000 TK 1.191 1 1.191 .447 .507 PP * TK 3.434 1 3.434 1.287 .261 Error 146.696 55 2.667 Total 2492.000 59 Corrected Total 196.678 58

a. R Squared = ,254 (Adjusted R Squared = ,213)

Output anova tentang tipe kepribadian menunjukkan bahwa nilai F hitung adalah sebesar 0.447 dengan signifikansi 0.507. Dengan demikian dapat diartikan bahwa tipe kepribadian tidak mempunyai perbedaan yang signifikan terhadap audit judgment. Hasil audit judgment dihasilkan oleh auditor dengan tipe kepribadian A dan B akan sama atau tidak mempunyai pengeruh terhadap audit judgment. Output anova mengenai penerimaan perilaku disfungsional terhadap audit judgment menunjukkan nilai F hitung sebesar 18.012 dengan sig. 0.000, dengan demikian terdapat perbedaan

yang signifikan antara auditor yang menerima atau menolak audit judgment dalam pembuatan audit judgment. Hal ini berarti perilaku disfungsional auditor berpengaruh terhadap audit judgment.

Tabel 4.6 Multiple Comparisons

Dependent Variable: Audit Judgement Scheffe

Interaksi I Interaksi II Difference Mean Sig.

Menolak & Tipe A Menolak & Tipe B -0.913 0.678 Menolak & Tipe A Menerima & Tipe A 1.319 0.102 Menolak & Tipe A Menerima & Tipe B 1.644 0.110 Menolak & Tipe A Menolak & Tipe A 0.913 0.739 Menolak & Tipe B Menerima & Tipe A 2.232* 0.028 Menolak & Tipe B Menerima & Tipe B 2.557* 0.028 Menerima & Tipe A Menolak & Tipe B -2.232* 0.028 Menerima & Tipe A Menerima & Tipe B 0.325 0.965 Menerima & Tipe A Menolak dan Tipe A -1.644 0.110 Menerima & Tipe B Menolak dan Tipe B -2.557* 0.028 *. The mean difference is significant at the 0.05 level.

Analisa lebih lanjut dilakukan dengan membandingkan pengaruh interaksi dari variabel penerimaan perilaku disfungsional dan tipe kepribadian terhadap audit judgment. Hasil menyatakan bahwa penerimaan perilaku jika disandingkan dengan tipe kepribadian yang berbeda akan berpengaruh signifikan terhadap audit judgment (p = 0.028). Dalam pengujian ini hasil yang diperoleh semakin menjelaskan bahwa tipe kepribadian tidak mempengaruhi audit judgment.

Interpretasi hasil pengolahan data

Hipotesis pertama menyatakan bahwa tipe kepribadian mempunyai perbedaan terhadap audit judgment memberikan hasil yang tidak signifikan. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa masing-masing tipe kepribadian tidak mempunyai perbedaan terhadap pembuatan audit judgment. Auditor dengan tipe kepribadian A maupun B akan mempertimbangkan sikap professionalnya saat melakukan proses audit judgment.

Dengan hasil penelitian ini, auditor tidak mempertimbangkan aspek psikologi mengenai tipe kepribadian. Kemungkinan yang terjadi adalah auditor telah mengedepankan sikap profesionalitas dalam pekerjaannya. Karena profesi auditor dibatasi oleh kode etik dan standar professional.

Konsep profesionalisme adalah konsep untuk mengukur bagaimana para professional memandang profesi mereka yang tercermin dalam sikap dan perilaku mereka. Dengan anggapan bahwa sikap dan perilaku mempunyai hubungan timbal balik. Perilaku profesionalisme merupakan cerminan dari sikap profesionalisme, demikian pula sebaliknya sikap profesional tercermin dari perilaku yang professional (Yendrawati, 2008).

Kode etik yang berisi prinsip dasar dan aturan etika profesi wajib diterapkan oleh setiap individu dalam Kantor Akuntan Publik (KAP). Menurut

Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) prinsip dasar kode etik yang wajib dipatuhi oleh auditor mencakup:

1. Prinsip integritas. Setiap praktisi harus tegas dan jujur dalam menjalin hubungan professional dan hubungan bisnis dalam melaksanakan pekerjaannya.

2. Prinsip objektivitas. Setiap praktisi tidak boleh membiarkan subjektivitas, benturan kepentingan, atau pengaruh yang tidak layak (undue influence) dari pihak-pihak lain yang mempengaruhi pertimbangan professional maupun pertimbangan bisnisnya.

3. Prinsip kompetensi serta sikap kecermatan dan kehati-hatian professional. Setiap praktisi wajib memelihara pengetahuan dan keahlian profesionalnya pada suatu tingkatan yang dipersyaratkan secara berkesinambungan. Setiap praktisi harus bertindak secara professional dan sesuai dengan standar profesi dan kode etik profesi yang berlaku dalam memberikan jasa profesionalnya.

4. Prinsip kerahasiaan. Setiap praktisi wajib menjaga kerahasiaan informasi yang diperoleh sebagai hasil dari hubungan professional dan hubungan bisnisnya kepada pihak ketiga. Kecuali jika terdapat kewajiban untuk mengungkapkan sesuai dengan ketentuan hukum atau peraturan lain yang berlaku.

5. Prinsip perilaku professional. Setiap praktisi wajib mematuhi hukum dan peraturan yang berlaku dan harus menghindari semua tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi.

Standar Profesional Akuntan Publik (disingkat SPAP) adalah kodifikasi berbagai pernyataan standar teknis yang merupakan panduan dalam memberikan jasa bagi Akuntan Publik di Indonesia. SPAP dikeluarkan oleh Dewan Standar Profesional Akuntan Publik Institut Akuntan Publik Indonesia (DSPAP IAPI).

Tipe Standar Profesional 1. Standar Auditing 2. Standar Atestasi

3. Standar Jasa Akuntansi dan Review 4. Standar Jasa Konsultansi

5. Standar Pengendalian Mutu

Kelima standar profesional di atas merupakan standar teknis yang bertujuan untuk mengatur mutu jasa yang dihasilkan oleh profesi akuntan publik di Indonesia.

Hipotesis yang kedua menyatakan bahwa penerimaan perilaku disfungsional mempunyai perbedaan dalam pengambilan audit judgment memberikan hasil yang signifikan. Hal ini membuktikan bahwa, semakin auditor menerima perilaku disfungsional maka audit judgment yang dihasilkan lebih berisiko jika dibandingkan dengan auditor yang menolak perilaku disfungsional. Teori

kognisi memberikan pendapat bahwa seseorang akan mengambil keputusan sesuai dengan opini yang mereka anut. Auditor yang mampu untuk mempertahankan prosedur audit dengan benar dan mampu untuk mengerjakan setiap proses audit dengan benar, maka dia akan cenderung untuk menolak perilaku disfungsional. Auditor yang menolak perilaku disfungsional akan menghasilkan audit judgment yang lebih baik jika dibandingkan dengan auditor yang menerima perilaku disfungsional.

Penelitian Donnely et. al. (2003) menyatakan bahwa sistem pengendalian yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya konflik dan mengarah pada perilaku disfungsional. Peraturan mengenai kode etik dan standar professional auditor di Indonesia telah dilakukan secara berkesinambungan dan terprogram, sehingga dengan sistem yang dilakukan di Indonesia tidak membuat auditor merasa tertekan terhadap sistem pengendalian.

Kemampuan untuk mengerjakan audit secara terprogram dan sesuai dengan prosedur akan membuat auditor mempunyai kecenderungan untuk menolak perilaku disfungsional. Semakin auditor merasa tertekan atas sistem pengendalian dan pekerjaan auditnya, akan membuat auditor semakin cederung untuk menerima perilaku disfungsional. Penerimaan perilaku disfungsional akan membuat auditor menghalalkan segala cara demi terselesaikannya pekerjaan audit. Sehingga kualitas

audit judgment yang dihasilkan oleh auditor akan cenderung tidak etis.

Dokumen terkait