• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH TIPE KEPRIBADIAN DAN PENERIMAAN PERILAKU DISFUNGSIONAL TERHADAP AUDIT JUDGMENT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH TIPE KEPRIBADIAN DAN PENERIMAAN PERILAKU DISFUNGSIONAL TERHADAP AUDIT JUDGMENT"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH TIPE KEPRIBADIAN DAN

PENERIMAAN PERILAKU

DISFUNGSIONAL TERHADAP AUDIT

JUDGMENT

1. Pendahuluan

Profesi akuntan publik merupakan profesi yang bertanggung jawab untuk menaikkan tingkat keandalan laporan keuangan perusahaan-perusahaan, sehingga masyarakat memperoleh informasi keuangan yang andal sebagai dasar untuk memutuskan alokasi sumber-sumber ekonomi. Dalam melakukan tugas audit, auditor harus mengevaluasi berbagai alternatif informasi dalam jumlah yang cukup banyak untuk memenuhi standar pekerjaan lapangan yaitu bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi, pengamatan, permintaan keterangan, dan konfirmasi sebagai dasar yang memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan yang diaudit (IAI, 2001). Melihat pentingnya peran akuntan dan masyarakat bisnis, maka sewajarnya pula profesi akuntan menuntut adanya kemampuan dalam memproses informasi untuk menentukan audit judgment pada sebuah penugasan audit (Jamilah, 2007).

Pengaruh peraturan dan struktur perusahaan audit, kebijakan, dan model bisnis pada penilaian

(2)

auditor semakin penting dalam memahami dan meningkatkan judgment audit dalam melaksanakan audit laporan keuangan (Wedemeyer, 2010). Wedemeyer (2010) menggunakan istilah “audit judgment” untuk menggambarkan setiap keputusan atau evaluasi yang dibuat oleh auditor, yang mempengaruhi atau mengatur proses dan hasil audit laporan keuangan. Audit judgment mungkin rentan terhadap perubahan karena audit melibatkan keyakinan terhadap asersi laporan keuangan berdasarkan bukti baru yang ditemukan (Kennedy, 1993).

Seorang auditor dalam proses audit memberikan opini dengan judgment yang didasarkan pada kejadian-kejadian masa lalu, sekarang, dan yang akan datang (Jamilah, 2007). Pertimbangan audit mengacu pada penilaian subjektif yang dibuat sebagai tindakan awal dalam proses audit. Pertimbangan auditor penting dalam proses audit karena mencakup kompetensi auditor, efektivitas arsitektur sistem informasi bagi auditor, dan signifikansi (materialitas) dari unsur laporan keuangan (Prachsriphum et al., 2011). Standar Profesional Auditor Publik (SPAP) dalam SA 312 mengatur mengenai pertimbangan audit yang harus dilakukan oleh akuntan publik antara lain pertimbangan materialitas dan pertimbangan risiko audit.

Risiko audit dan materialitas mempengaruhi penerapan standar auditing, khususnya standar

(3)

pekerjaan lapangan dan standar pelaporan, serta tercermin dalam laporan auditor bentuk baku. Risiko audit dan materialitas, bersama dengan hal-hal lain, perlu dipertimbangkan dalam menentukan sifat, saat, dan lingkup prosedur audit serta dalam mengevaluasi hasil prosedur tersebut (SPAP, 2001).

Audit judgment mengenai materialitas merupakan pertimbangan profesional dan dipengaruhi oleh persepsi auditor atas kebutuhan orang yang memiliki pengetahuan memadai dan yang akan meletakkan kepercayaan terhadap laporan keuangan. Judgment mengenai materialitas yang digunakan oleh auditor dihubungkan dengan keadaan sekitarnya dan mencakup pertimbangan kuantitatif maupun kualitatif. Auditor harus merencanakan auditnya sedemikian rupa, sehingga risiko audit dapat dibatasi pada tingkat yang rendah, yang menurut pertimbangan profesionalnya, memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan. Risiko audit dapat ditentukan dalam ukuran kuantitatif atau kualitatif (SPAP, 2001).

Hogart (1992) mengartikan judgment sebagai proses yang terus menerus dalam perolehan informasi, pilihan untuk bertindak atau tidak bertindak, dan penerimaan informasi lebih lanjut yang dilakukan oleh auditor. Judgment merupakan suatu pertimbangan pribadi atau cara pandang auditor dalam menanggapi informasi berhubungan dengan tanggung jawab dan risiko audit yang akan dihadapi auditor, yang akan mempengaruhi

(4)

pembuatan opini akhir auditor terhadap laporan keuangan suatu entitas. Judgment pribadi auditor tersebut dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah satunya adalah faktor perilaku individu.

Miller (2009) menjelaskan faktor-faktor yang akan berpengaruh dalam pengambilan keputusan adalah: jenis kelamin, peranan pengambilan keputusan, dan keterbatasan kemampuan. Dalam peranan pengambilan suatu keputusan individu dipengaruhi oleh tiga faktor utama yaitu nilai individu, kepribadian, dan kecenderungan dalam pengambilan risiko. Turban et al (2005) juga menyebutkan bahwa tipe kepribadian, gender, dan kognisi manusia dapat mempengaruhi pengambilan keputusan seseorang.

Menurut Allport (Suryabrata, 1995: 248) kepribadian adalah organisasi dinamis dan system psikofisik individu yang menentukan tingkah laku dan pemikiran individu secara khas. Kepribadian juga merupakan sesuatu yang terdapat dalam diri individu yang membimbing dan memberi arahan pada tingkah laku individu. Sehingga, tipe kepribadian juga turut mempengaruhi cara pengambilan keputusan.

Walaupun sudah ada standar dan kode etik profesi, tapi masih sering terjadi kasus-kasus kolusi dan korupsi atau penyelewengan, sehingga masyarakat mulai menyangsikan komitmen auditor terhadap kode etik profesinya. Jika kode etik dan standar dijalankan dengan benar dan konsisten,

(5)

maka kasus-kasus penyimpangan tersebut tidak seharusnya terjadi (Lim-u-sanno, 2009).

Auditor perlu melakukan pemeriksaan untuk dapat mengetahui apakah laporan keuangan organisasi telah disusun wajar sesuai dengan SAK yang berlaku dan memberikan opini terhadap kewajaran penyajian laporan keuangan tersebut. Ada kalanya opini audit kurang mendapatkan respon yang positif dikarenakan adanya kemungkinan terjadinya penyimpangan perilaku oleh seorang auditor dalam proses audit (Donelly et. al., 2003). Penerimaan atas perilaku disfungsional akan mempengaruhi bagaimana proses audit akan dilakukan.

Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh DeZoort dan Lord (1994) melihat adanya pengaruh tekanan atasan pada konsekuensi yang memerlukan biaya, seperti halnya tuntutan hukum, hilangnya profesionalitas, dan hilangnya kepercayaan publik dan kredibilitas sosial. Chung dan Monroe (2001) mengamati tentang pengaruh gender dan kompleksitas tugas terhadap audit judgment. Hasil yang diperoleh adalah kompleksitas tugas yang tinggi berpengaruh terhadap judgment yang diambil oleh auditor dan gender berpengaruh secara signifikan terhadap audit judgment yang diambil oleh auditor.

Stuart (2001) mengatakan bahwa kompleksitas tugas berpengaruh terhadap audit judgment jika perusahaan audit tidak terstruktur. Solomon dan

(6)

Shields (1995) telah menemukan indikasi sejumlah faktor level individu terbukti berpengaruh terhadap keputusan seorang auditor. Pengaruh dari keberadaan faktor-faktor ini berubah-ubah seiring dengan meningkatnya kompleksitas tugas yang dihadapi (Tan dan Kao, 1999).

Penelitian ini berbeda dengan penelitian-penelitian terdahulu. Dalam penelitian-penelitian ini dilakukan investigasi dari pengaruh variabel tipe kepribadian dan variabel penerimaan perilaku disfungsional terhadap audit judgment. Perbedaan antara tipe kepribadian A dan tipe kepribadian B akan mempunyai perbedaan dalam pengambilan keputusan audit judgment. Tidak terkecuali dalam profesi auditor yang akan mengalami atau melakukan perilaku yang menyimpang. Sehingga dalam penelitian ini akan diketahui adakah pengaruh dari hasil audit judgment jika dikaitkan dengan tipe kepribadian dan perilaku seorang auditor.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut; (1) memberikan tambahan bukti empiris pada literatur akuntansi, khususnya mengenai perbedaan antara tipe kepribadian, dan penerimaan perilaku disfungsional berkaitan dengan audit judgment, (2) memberikan tambahan gambaran tentang dinamika yang terjadi di dalam Kantor Akuntan Publik khususnya auditor dalam membuat audit judgment, (3) memberikan kontribusi dalam menambah

(7)

pengetahuan di bidang akuntansi keperilakuan dan auditing untuk menjadi acuan untuk penelitian selanjutnya, (4) memberikan kontribusi untuk Kantor Akuntan Publik agar menjadi lebih baik lagi dalam mengambil audit judgment yang tidak bertentangan dengan standar profesional.

2. Rerangka Konsep Penelitian dan

Perumusan Hipotesis

Rerangka Konsep Penelitian

Pengambilan keputusan ialah perumusan beraneka alternatif tindakan dalam menggarap situasi yang dihadapi serta penetapan pilihan yang tepat antara beberapa alternatif yang tersedia, setelah diadakan pengevaluasian mengenai keefektifan masing-masing untuk mecapai sasaran para pengambil keputusan (Radford, 1984).

Miller menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan adalah: jenis kelamin, peranan pengambilan keputusan, dan keterbatasan kemampuan. Sebagai nilai individu dalam pengambilan keputusan adalah keyakinan dasar yang digunakan seseorang jika dihadapkan pada permasalahan dan diharuskan mengambil keputusan. Nilai-nilai ini sudah tertanam sejak kecil melalui proses belajar dari lingkungan keluarga dan masyarakat.

Faktor psikologis seseorang yaitu kepribadian juga turut mempengaruhi pengambilan keputusan.

(8)

Seringkali pengambilan keputusan memiliki suatu ideology tertentu yang mempunyai arti keputusan dipengaruhi oleh suatu filosofi atau suatu prinsip tertentu. Disisi lain, pengambilan keputusan oleh orang lain mendasarkan keputusannya pada suatu yang secara politis akan meningkatkan kepuasan dan kekuasaannya secara pribadi.

Ketiga, kecenderungan terhadap pengambilan risiko. Untuk meningkatkan kecakapan dalam membuat keputusan, harus membedakan situasi ketidakpastian dari situasi risiko, karena keputusan yang berbeda dibutuhkan dalam kedua situasi tersebut. Ketidakpastian adalah kurangnya pengetahuan hasil tindakan, sedangkan risiko adalah kurangnya kendali atas hasil tindakan dan menganggap bahwa si pengambil keputusan memiliki pengetahuan hasil tindakan walaupun ia tidak dapat mengendalikannya. Lebih sulit membuat keputusan dibawah ketidakpastian dibanding dibawah kondisi bahaya. Di bawah ketidakpastian si pengambil keputusan tidak memiliki dasar rasional terhadap pilihan satu strategi atas strategi lainnya.

Turban et al (2005) menyebutkan bahwa tipe kepribadian, gender dan kognisi manusia mempengaruhi pengambilan keputusan seseorang. Tipe kepribadian mempengaruhi orientasi umum kearah pencapaian tujuan, pemilihan alternatif, tindakan terhadap risiko, dan reaksi dibawah tekanan. Tipe kepribadian mempengaruhi kemampuan para pengambil keputusan untuk

(9)

memproses sejumlah besar informasi, tekanan waktu, dan ketahanan diri. Ia juga mempengaruhi aturan dan pola komunikasi dari seorang pengambilan keputusan.

Dalam dunia audit, auditor akan membuat pertimbangan dan keputusan didalam keadaan yang sulit dan tidak pasti. Sebagai jawabannya, kesalahan atau pertimbangan dan keputusan mungkin dipengaruhi oleh tipe kepribadian dari masing-masing auditor (Lim-u-sanno, 2009). Tipe kepribadian tertentu akan membuat kualitas judgment yang lebih baik dibandingkan dengan tipe yang lainnya (Turban et al., 1995). Perbedaan mengenai tipe kepribadian akan mempengaruhi cara pandang seseorang terhadap pengambilan keputusan. Perbedaan tipe kepribadian juga akan membuat perbedaan seseorang auditor dalam pembuatan audit judgment.

Untuk meningkatkan kecakapan dalam membuat keputusan, harus membedakan situasi ketidakpastian dari situasi risiko, karena keputusan yang berbeda dibutuhkan dalam kedua situasi tersebut. Ketidakpastian adalah kurangnya pengetahuan hasil tindakan, sedangkan risiko adalah kurangnya kendali atas hasil tindakan dan menganggap bahwa si pengambil keputusan memiliki pengetahuan hasil tindakan walaupun ia tidak dapat mengendalikannya. Pengambilan keputusan berdasarkan tingkat risiko berhubungan dengan penerimaan auditor terhadap perilaku

(10)

disfungsional. Semakin sering auditor menerima risiko yang berkaitan dengan perilaku disfungsional akan membuat kualitas judgment rendah (Donelly et. al., 2003). Dengan demikian tipe kepribadian dan penerimaan perilaku disfungsional sebagai dimensi dari aspek individual akan mengalami perbedaan terhadap judgment yang akan diambil oleh seorang auditor.

Dengan demikian tipe kepribadian dan penerimaan perilaku disfungsional sebagai dimensi dari aspek individual akan mengalami perbedaan terhadap judgment yang akan diambil oleh seorang auditor. Berdasarkan uraian tersebut diatas, diperoleh sebuah gambaran model teoritis yang menggambarkan hubungan antar variabel adalah sebagai berikut : Gambar 2.1 Model Penelitian H1 H2 Audit Judgment

Dalam melaksanakan audit, auditor mengacu pada standar yang telah ditetapkan dalam standar Auditing. Salah satu standar yang harus dipenuhi oleh auditor dalam pekerjaan audit adalah

Tipe Kepribadian

Penerimaan Perilaku

Disfungsional

(11)

perencanaan audit. Di dalam perencanaan audit dikatakan bahwa auditor antara lain harus mempertimbangkan berbagai risiko audit dan tingkat materialitas awal untuk tujuan audit.

Dalam pelaksanaan prosedur audit yang mendetail, auditor membuat berbagai pertimbangan (judgment) yang akan mempengaruhi dokumentasi bukti dan keputusan pendapat auditor (DeZoort,2006). Kenyataan ini membuat auditor harus mengenali risiko dan tingkat materialitas mengenai saldo akun yang telah ditetapkan pada saat perencanaan audit. Judgment audit akan dijumpai pada setiap tahapan audit. Pada tahap awal perencanaan audit, judgment digunakan untuk menetapkan prosedur-prosedur yang akan dilaksanakan. Hal ini dikarenakan judgment pada tahap awal audit ditentukan berdasarkan pertimbangan pada tingkat materialitas yang diramalkan (Basri,2011).

Konsep materialitas mengakui bahwa beberapa hal, baik secara individual atau keseluruhan, adalah penting bagi kewajaran penyajian laporan keuangan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia, sedangkan beberapa hal lainnya adalah tidak penting. Frasa "menyajikan secara wajar, dalam semua hal yang material, sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia, menunjukkan keyakinan auditor bahwa laporan keuangan secara keseluruhan tidak mengandung salah saji material

(12)

Risiko audit adalah risiko yang timbul karena auditor tanpa disadari tidak memodifikasi pendapatnya sebagaimana mestinya, atas suatu laporan keuangan yang mengandung salah saji material (SPAP, 2001).

Judgment auditor tentang materialitas dan risiko adalah suatu masalah kebijakan professional dan dipengaruhi oleh persepsi auditor tentang kebutuhan yang beralaskan dari laporan keuangan (Fridati, 2005). Definisi materialitas itu sendiri adalah besarnya nilai yang dihilangkan atau salah saji informasi akuntansi, yang dilihat dari keadaan yang melingkupinya, dapat mengakibatkan perubahan atau pengaruh terhadap pertimbangan orang yang meletakkan kepercayaan terhadap informasi tersebut, karena penghilangan atau salah saji (Mulyadi, 2002: 158). Risiko audit adalah risiko yang terjadi dalam hal auditor, tanpa disadari, tidak memodifikasi pendapatnya sebagaimana mestinya, atas suatu laporan keuangan yang mengandung salah saji material (Mulyadi, 2002:165).

Dalam kaitannya dengan laporan keuangan, judgement yang diputuskan oleh auditor akan berpengaruh kepada opini auditor mengenai kewajaran laporan keuangan. Kewajaran laporan keuangan dipengaruhi oleh pertimbangan risiko dan pertimbangan atas tingkat materialitas yang ditemui dalam audit. Tetapi, opini auditor tersebut tidak semata-mata didasarkan pada materialitas tidaknya suatu bukti audit. Ada berbagai faktor pembentuk

(13)

opini dari auditor mengenai kewajaran laporan keuangan, tingkat risiko dan materialitas tersebut terbentuk dari pengukuran atas yaitu keandalan sistem pengendalian internal klien, kesesuaian pencatatan transaksi akuntansi dengan prinsip-prinsip akuntansi berterima umum, ada tidaknya pembatasan audit yang dilakukan oleh klien, konsistensi pencatatan transaksi akuntansi.

Pengaruh Tipe kepribadian terhadap Audit Judgment

Keputusan yang diambil seseorang juga dipengaruhi oleh faktor psikologis seperti kepribadian (Miller, 2009). Dua variabel utama kepribadian yang berpengaruh terhadap keputusan yang dibuat, seperti ideologi versus kekuasaan dan emosional versus obyektivitas. Beberapa pengambil keputusan memiliki suatu orientasi ideologi tertentu yang berarti keputusan dipengaruhi oleh suatu filosofi atau suatu perangkat prinsip tertentu. Sementara itu pengambil keputusan atau orang lain mendasarkan keputusannya pada suatu yang secara politis akan meningkatkan kekuasaannya secara pribadi.

Berdasarkan teori kognitif, karakter personal mempunyai hubungan langsung pada pangambilan keputusan individu dan kepribadian (Chakraborty, et al., 2008; Dutta dan Thornhill, 2008). Dalam dunia audit, auditor akan membuat pertimbangan dan keputusan didalam keadaan yang sulit dan

(14)

tidak pasti. Sebagai jawabannya, kesalahan atau pertimbangan dan keputusan mungkin dipengaruhi oleh karakteristik dari masing-masing auditor. Dalam hal ini, pengambilan pertimbangan secara tidak bias adalah inti dari peningkatan karakteristik dalam pertimbangan auditor dan dapat mengurangi distorsi pertimbangan audit yang akan mempengaruhi rencana pengambilan keputusan audit dan kinerja audit (Lim-u-sanno, 2009)

Dalam pengambilan keputusan yang akan diambil oleh auditor menyangkut audit judgment, akan dipengaruhi oleh kepribadian dari masing-masing auditor. Menurut Frieldman dan Rosenman (1974) tipe kepribadian ada dua jenis, yaitu tipe kepribadian A dan tipe kepribadian B. Mereka menyimpulkan bahwa orang yang mempunyai tipe kepribadian A sangat kompetitif dan berorientasi pada pencapaian, merasa waktu selalu mendesak, sulit untuk bersantai dan menjadi tidak sabar dan marah jika berhadapan dengan keterlambatan atau dengan orang yang dipandang tidak kompeten. Sedangkan orang dengan tipe kepribadian B lebih mampu bersantai tanpa merasa bersalah dan bekerja tanpa melihat nafsu, tidak harus tergesa-gesa yang menyebabkan ketidaksabaran dan tidak mudah marah.

Dalam penelitian Friedman (1974) menyatakan tipe A sangat agresif dibandingkan dengan tipe B. Dia juga menyatakan bahwa jumlah wanita dan pria yang masuk kategori tipe A mencapai 60% dari total

(15)

responden yang mereka teliti. Orang kota diyakini memiliki peluang lebih besar menjadi tipe A, karena stres yang tinggi dan kesibukan yang terus meningkat.

Berbagai penelitian awal mengenai struktur kepribadian berkisar di seputar upaya untuk mengidentifikasi dan menamai karakteristik permanen yang menjelaskan perilaku individu seseorang. Karakteristik yang umumnya melekat dalam diri seseorang individu adalah malu, agresif, patuh, malas, ambisius, setia, dan takut. Karakteristik-karakteristik tersebut jika ditunjukkan dalam berbagai situasi, disebut sifat-sifat kepribadian. Sifat kepribadian menjadi suatu hal yang mendapat perhatian cukup besar karena para peneliti telah lama meyakini bahwa sifat-sifat kepribadian dapat membantu proses seleksi karyawan, menyesuaikan bidang pekerjaan dengan individu, dan memdanu dalam pengambilan keputusan (Arvey, 1994).

Friedman (dalam Kreitner, 2005) memberikan penjelasan mengenai pola perilaku tipe A yang merupakan suatu kompleks tindakan emosi yang dapat diamati dalam setiap orang yang terlibat secara agresif dalam suatu perjuangan yang terus menerus dan tidak henti-hentinya untuk mencapai hal yang lebih baik, dan lebih dalam waktu singkat dan lebih singkat lagi, dan jika perlu melawan usaha yang berkebalikan dari orang lain. Individu dengan jenis kepribadian tipe A adalah manusia yang tak

(16)

henti-hentinya ingin mencapai sesuatu yang lebih tinggi (tinggi dan banyak), dengan waktu yang terasa selalu kurang. Ciri-ciri dari jenis kepribadian tipe A termasuk pemikiran yang sarat dengan bagaimana manusia dapat mengejar waktu, bagaimana manusia bersaing terus-menerus dengan ketat, bagaimana tingkah laku manusia hampir selalu mengarah kepada permusuhan, keinginan yang besar untuk menggunakan waktu yang luang dan ketidaksabaran menyelesaikan tugas.

Sedangkan lawan dari jenis kepribadian tipe A adalah jenis kepribadian B. Manusia dengan jenis kepribadian tipe B jarang berperilaku untuk saling bersaing atau bersikap agresif dalam keadaan-keadaan dimana perilaku berkompetisi dianggap tidak wajar dan tidak penting. Dengan kepribadian dasar tipe A yang cenderung untuk berani mengambil risiko, maka audit judgment yang dihasilkan akan lebih berisiko jika dibandingkan dengan auditor dengan tipe kepribadian B.

H1: Terdapat perbedaan audit judgment antara tipe kepribadian A dan tipe kepribadian B.

Pengaruh Penerimaan Perilaku Disfungsional terhadap Pengambilan Audit Judgment

Teori kognisi merupakan literatur yang digunakan dalam penelitian ini untuk menjelaskan pengaruh penerimaan perilaku audit disfungsional. Kognisi adalah sekumpulan aktivitas yang melaluinya seseorang memecahkan perbedaan

(17)

antara pandangan yang ia pegang menyangkut lingkungan dan apa yang benar-benar ada di dalam lingkungan. Dengan kata lain, kognisi adalah kemampuan untuk merasa dan memahami informasi. Model-model kognisi berusaha menjelaskan atau memahami proses kognitif manusia. Model tersebut berusaha menjelaskan, sebagai contoh, bagaimana orang meninjau opini yang telah ia pegang untuk menyesuaikan diri dengan beragam pilihan yang mereka buat.

Dalam berbagai situasi untuk mempertahankan pekerjaan, perilaku individu untuk memilih atau melakukan sesuatu ditentukan oleh opini mereka. Berdasarkan pada paparan teori kognisi tersebut, pilihan seorang auditor untuk menerima perilaku audit disfungsional dapat dipengaruhi oleh opini individu auditor. Kemampuan auditor untuk melakukan program audit sesuai dengan prosedur audit merupakan faktor yang sangat penting. Auditor yang mampu melaksanakan audit sesuai dengan program audit akan memilih untuk bertindak fungsional, sedangkan auditor yang tidak mampu melaksanakan audit sesuai dengan program audit akan termotivasi untuk menerima perilaku audit disfungsional.

Dalam melaksanakan tugasnya, auditor harus mengikuti standar audit yang terdiri dari standar umum, standar pekerjaan lapangan dan standar pelaporan serta kode etik auditor. Dalam kenyataan dilapangan, kemungkinan yang terjadi adalah

(18)

auditor melakukan penyimpangan terhadap standar audit dan kode etik. Perilaku ini diperkirakan sebagai akibat dari adanya tipe kepribadian auditor disamping adanya kemungkinan lainnya. Dampak negatif dari perilaku ini adalah terpengaruhnya kualitas audit secara negatif dari segi keakuratan dan reliabilitas. Penyimpangan yang dilakukan auditor dalam audit dapat dikategorikan sebagai sebuah perilaku disfungsional dalam audit (Donelly et. al., 2003) .

Penerimaan perilaku disfungsional merupakan suatu bentuk reaksi terhadap lingkungan atau semisal sistem pengendalian (Otley dan Pierce, 1995; Lightner et. al., 1983; Alderman dan Deitrick, 1982 dalam Donelly et. al., 2003). Sistem pengendalian yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya konflik dan mengarah pada perilaku disfungsional. Donelly et. al., (2003) menyatakan bahwa sikap auditor yang menerima perilaku disfungsional merupakan indikator perilaku disfungsional aktual.

Berbagai situasi dan kondisi yang dihadapi oleh auditor sering kali akan membuat bimbang auditor dalam menentukan sikap. Semakin auditor merasa tertekan dengan pekerjaan yang dilakukan, akan semakin mudah auditor tersebut melakukan perilaku disfungsional. Jika auditor melakukan perilaku disfungsional maka dalam pengambilan keputusan audit judgment akan lebih tidak etis, jika dibandingkan dengan auditor yang tidak menerima

(19)

perilaku disfungsional. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: H2: Terdapat perbedaan audit judgment antara auditor yang menerima perilaku disfungsional dan yang menolak perilaku disfungsional.

3. Metode Penelitian

Sumber data penelitian ini adalah auditor yang bekerja di Kantor Auditor Publik (KAP) di Jawa Tengah. Pengambilan sampel pada penelitian ini dengan menggunakan teknik purposive sampling, yang didasarkan pada kriteria: (1) auditor yang bekerja pada Kantor Akuntan Publik di kota Semarang dan Solo; (2) minimal level responden auditor adalah senior; (3) lama bekerja pada Kantor Akuntan Publik tersebut minimal 2 tahun; (4) auditor yang bekerja pada KAP Jawa Tengah yang terdaftar pada Directory Kantor Akuntan Publik yang dikeluarkan IAI pada tahun 2011. Data yang digunakan adalah data primer berupa data demografi responden, tipe kepribadian, audit judgment dan penerimaan perilaku disfungsional auditor. Pengumpulan data dilakukan dengan cara menyebarkan kuesioner kepada responden.

Tipe studi yang digunakan dalam penelitian ini adalah observational study dengan responden karyawan atau auditor. Data demografi responden yang digunakan adalah usia, jenis kelamin, jabatan, pengalaman kerja dan tingkat pendidikan terakhir. Tingkat jabatan auditor pada KAP di Indonesia

(20)

(Simamora, 2002), yaitu partner atau rekanan, manajer atau supervisor, senior auditor dan junior auditor.

Pengukuran tipe kepribadian dengan cara menjumlahkan skor tiap pertanyaan yang diukur dengan skala interval, responden diminta untuk melakukan ranking preferensi terhadap item pertanyaan. Setiap pertanyaan diberikan lima kemungkinan jawaban dengan skala terendah 1 = sangat tidak setuju dan tertinggi adalah 5 = sangat setuju. Setelah diketahui jumlah dari masing-masing indikator tipe kepribadian, maka akan ditentukan responden tersebut mempunyai tipe kepribadian A atau B.

Pengukuran penerimaan perilaku disfungsional dengan cara menjumlahkan skor tiap pertanyaan yang diukur dengan skala interval, responden diminta untuk memberikan jawaban atas setiap pertanyaan. Setiap pertanyaan diberikan dua alternatif jawaban setuju dan tidak setuju. Masing-masing dari jawaban tersebut akan dinilai apakah jawaban dari responden benar atau salah, nilai yang diberikan atas jawaban benar adalah 1. Setelah diketahui jumlah total, maka akan ditentukan apakah responden tersebut bersikap menerima atau menolak perilaku disfungsional.

Pengukuran audit judgment dengn cara cara menjumlahkan skor tiap pertanyaan yang diukur dengan skala interval, responden diminta untuk memberikan jawaban atas setiap pertanyaan. Setiap

(21)

pertanyaan diberikan dua alternatif jawaban setuju dan tidak setuju. Masing-masing dari jawaban tersebut akan dinilai apakah jawaban dari responden benar atau salah, poin yang diberikan atas jawaban benar adalah 10. Apabila salah maka poin nya adalah 0. Poin ini kemudian akan dijumlahkan.

Tabel 3.1.

Konsep/Variabel, Definisi dan Indikator Empiris Konsep/

Variabel Definisi Indikator Empiris

1. Ambisius 2. Agresif 3. Kompetitif 4. Sibuk 5. Apatis 6. Sabar 7. Santai Tipe

kepribadian Allport (Suryabrata, 1995: 248) kepribadian adalah organisasi dinamis dan sistem psikofisik individu yang menentukan tingkah laku dan pemikiran individu secara khas. Kepribadian juga merupakan sesuatu yang terdapat dalam diri individu yang membimbing dan memberi arahan pada tingkah laku individu.

8. Tidak ada tenggat waktu Penerimaan perilaku disfungsional Penerimaan perilaku disfungsional merupakan suatu bentuk reaksi terhadap lingkungan atau semisal sistem pengendalian (Otley dan Pierce, 1995; Lightner et. al., 1983; Alderman dan Deitrick, 1982 dalam Donelly et. al., 2003). 1. Penyelesaian langkah-langkah audit yang terlalu dini

(22)

Konsep/

Variabel Definisi Indikator Empiris

2. Melaporkan

waktu audit dengan total waktu yang lebih pendek

3. Pemerolehan

bukti yang kurang

4. Pemrosesan yang

kurang akurat

5. Mengganti

prosedur yang sudah ada 6. Pengunduran diri 7. Ketidaktepatan memberikan laporan audit 8. Kesalahan dalam tahapan audit. Audit

Judgment Kebijakan auditor dalam menentukan pendapat mengenai hasil auditnya 1. Pertimbangan materialitas 2. Pertimbangan Tingkat Risiko

Model statistik dalam penelitian ini adalah:

H0 :

µ

A =

µ

B (Tipe kepribadian A = tipe

kepribadian B)

H1 : µA ≠

µ

B (Tipe Kepribadian A ≠ tipe

(23)

dan

H0 :

µ

mpd = µtpd (Menerima perilaku disfungsional

= menolak perilaku disfungsional)

H1 : µmpd ≠

µ

tpd (Menerima perilaku disfungsional

≠ menolak perilaku disfungsional)

Untuk menganalisis pengaruh variabel tipe kepribadian (X1), dan penerimaan perilaku disfungsional (X2) terhadap audit judgment (Y) digunakan metoda statistik dengan tingkat taraf signifikansi α = 0,05.

Pengujian instrumen penelitian baik dari segi validitasnya maupun reliabilitasnya, dan dikatakan valid dan reliabel jika nilai korelasinya lebih besar dari 0.3 (Masrun dalam Sugiono, 2002:106) dan koefisien keandalannya (Cronbach Alpha) lebih besar dari 0.6 (Sekaran 2006:311). Setelah melakukan uji validitas dan reliabilitas, data akan diuji dengan anova univariate. Kesemua analisis akan dilakukan dengan alat uji SPSS 20.

4. Hasil Olah Data dan Interpretasi

Hasil uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Uji validitas dan reliabilitas dikatakan valid jika nilai total-item correlation > 0.3 dan dikatakan reliabel jika nilai cronbach alpha > 0.6. Berikut hasil dari pengujian SPSS:

(24)

• Tipe Kepribadian A

Dari hasil pengujian, terdapat 8 pertanyaan indikator yang tidak valid (nilai item-total correlation < 0.3) namun reliabilitas dari kuesioner masih terjaga.

Tabel 4.1

Hasil Pengujian Validitas dan Reliabilitas Tipe A

Kode Correlation Kode Correlation

TKA01 0.602 TKA09 0.176 TKA02 0.286 TKA10 0.05 TKA03 0.318 TKA11 0.229 TKA04 0.453 TKA12 0.597 TKA05 0.507 TKA13 0.735 TKA06 0.552 TKA14 0.1 TKA07 0.315 TKA15 0.442 TKA08 0.24 TKA16 0.189 TKA09 0.176 TKA17 0.164 TKA10 0.05

Cronbach Alfa = 0.762 (Reliabel) • Tipe Kepribadian B

Dari hasil pengujian, terdapat 5 pertanyaan indikator yang tidak valid namun reliabilitas tetap terjaga.

(25)

Tabel 4.2

Hasil Pengujian Validitas dan Reliabilitas Tipe B

Kode Correlation Kode Correlation

TKB01 0.529 TKB09 0.225 TKB02 0.702 TKB10 0.614 TKB03 0.474 TKB11 0.52 TKB04 0.322 TKB12 0.143 TKB05 0.42 TKB13 0.533 TKB06 0.585 TKB14 0.347 TKB07 0.131 TKB15 0.403 TKB08 -0.235 TKB16 0.111

Cronbach Alfa = 0.764 (reliable) Demografi Responden

Berikut ini adalah data demografi responden penelitian:

Tabel 4.3 Demografi Responden

Karakteristik Total Prosentase

Jenis Kelamin - Wanita 17 29% - Pria 42 71% Jabatan - Senior Auditor 46 78% - Supervisor 13 22% - Partner 0 0% Tipe Kepribadian - Tipe A 42 71% - Tipe B 17 29% Perilaku Disfungsional - Menerima 23 39% - Menolak 36 61%

(26)

- Wanita, Kepribadian A 13 22%

- Wanita, Kepribadian B 4 7%

- Pria, Kepribadian A 29 49%

- Pria, Kepribadian B 13 22%

Dari data responden, didapatkan hasil auditor yang bekerja di Kantor Akuntan Publik di kota Semarang dan Solo mayoritas berjenis kelamin pria, yaitu sebesar 71%. Jabatan yang dimiliki responden mayoritas berasal dari level senior auditor, yang mempunyai kisaran lama bekerja 2 hingga 4 tahun. Mayoritas tipe kepribadian yang dimiliki auditor sebagai responden adalah tipe A. Dari hasil pengolahan data responden maka dapat disimpulkan bahwa mayoritas responden dalam jabatan senior auditor yang masih berusia muda dan berjenis kelamin pria. Dengan tipe kepribadian A, maka responden akan semakin ambisius dan agresif dalam dunia kerja. Sehingga responden akan cenderung menolak perilaku disfungsional, karena mereka merasa yakin dan mampu melakukan prosedur audit sesuai dengan standar yang ditetapkan diawal.

Uji Anova

Informasi yang dapat digali dari uji anova sebagai berikut:

(27)

Tabel 4.4

Descriptive Statistics.

Dependent Variable: Audit Judgement Penerimaan

Perilaku Tipe Kepribadian Mean Dev. Std. N

Tipe Kepribadian A 7.00 1.795 19 Tipe Kepribadian B 7.86 2.268 7 Menolak Total 7.23 1.925 26 Tipe Kepribadian A 5.52 .947 23 Tipe Kepribadian B 5.30 2.058 10 Menerima Total 5.45 1.348 33 Tipe Kepribadian A 6.19 1.565 42 Tipe Kepribadian B 6.35 2.448 17 Total Total 6.24 1.841 59

Berdasarkan output deskriptif diperoleh auditor yang menolak perilaku disfungsional dan mempunyai tipe kepribadian A sebanyak 19 orang. Auditor yang menolak perilaku disfungsional dan memiliki tipe B sebanyak 7 orang. Auditor yang menerima perilaku disfungsional dan mempunyai tipe kepribadian A sebanyak 23 orang, dan untuk auditor yang menerima perilaku disfungsional dan mempunyai tipe kepribadian B sebanyak 10 orang.

Rata-rata nilai audit judgment yang terendah dimiliki oleh auditor yang memiliki tipe kepribadian B dan menerima perilaku disfungsional. Sedangkan nilai rata-rata audit judgment yang tertinggi dimiliki oleh auditor dengan tipe kepribadian B dan menolak

(28)

penerimaan perilaku disfungsional. Hal ini berarti bahwa audit judgment yang dihasilkan oleh auditor yang menerima perilaku disfungsional akan lebih tidak etis jika dibandingkan dengan yang menolak perilaku disfungsional.

Tabel 4.5

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: Audit Judgement

Source Type III Sum of

Squares df Square Mean F Sig.

Corrected Model 49.982a 3 16.661 6.246 .001 Intercept 1945.337 1 1945.337 729.354 .000 PP 48.042 1 48.042 18.012 .000 TK 1.191 1 1.191 .447 .507 PP * TK 3.434 1 3.434 1.287 .261 Error 146.696 55 2.667 Total 2492.000 59 Corrected Total 196.678 58

a. R Squared = ,254 (Adjusted R Squared = ,213)

Output anova tentang tipe kepribadian menunjukkan bahwa nilai F hitung adalah sebesar 0.447 dengan signifikansi 0.507. Dengan demikian dapat diartikan bahwa tipe kepribadian tidak mempunyai perbedaan yang signifikan terhadap audit judgment. Hasil audit judgment dihasilkan oleh auditor dengan tipe kepribadian A dan B akan sama atau tidak mempunyai pengeruh terhadap audit judgment. Output anova mengenai penerimaan perilaku disfungsional terhadap audit judgment menunjukkan nilai F hitung sebesar 18.012 dengan sig. 0.000, dengan demikian terdapat perbedaan

(29)

yang signifikan antara auditor yang menerima atau menolak audit judgment dalam pembuatan audit judgment. Hal ini berarti perilaku disfungsional auditor berpengaruh terhadap audit judgment.

Tabel 4.6 Multiple Comparisons

Dependent Variable: Audit Judgement Scheffe

Interaksi I Interaksi II Difference Mean Sig.

Menolak & Tipe A Menolak & Tipe B -0.913 0.678 Menolak & Tipe A Menerima & Tipe A 1.319 0.102 Menolak & Tipe A Menerima & Tipe B 1.644 0.110 Menolak & Tipe A Menolak & Tipe A 0.913 0.739 Menolak & Tipe B Menerima & Tipe A 2.232* 0.028 Menolak & Tipe B Menerima & Tipe B 2.557* 0.028 Menerima & Tipe A Menolak & Tipe B -2.232* 0.028 Menerima & Tipe A Menerima & Tipe B 0.325 0.965 Menerima & Tipe A Menolak dan Tipe A -1.644 0.110 Menerima & Tipe B Menolak dan Tipe B -2.557* 0.028 *. The mean difference is significant at the 0.05 level.

Analisa lebih lanjut dilakukan dengan membandingkan pengaruh interaksi dari variabel penerimaan perilaku disfungsional dan tipe kepribadian terhadap audit judgment. Hasil menyatakan bahwa penerimaan perilaku jika disandingkan dengan tipe kepribadian yang berbeda akan berpengaruh signifikan terhadap audit judgment (p = 0.028). Dalam pengujian ini hasil yang diperoleh semakin menjelaskan bahwa tipe kepribadian tidak mempengaruhi audit judgment.

(30)

Interpretasi hasil pengolahan data

Hipotesis pertama menyatakan bahwa tipe kepribadian mempunyai perbedaan terhadap audit judgment memberikan hasil yang tidak signifikan. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa masing-masing tipe kepribadian tidak mempunyai perbedaan terhadap pembuatan audit judgment. Auditor dengan tipe kepribadian A maupun B akan mempertimbangkan sikap professionalnya saat melakukan proses audit judgment.

Dengan hasil penelitian ini, auditor tidak mempertimbangkan aspek psikologi mengenai tipe kepribadian. Kemungkinan yang terjadi adalah auditor telah mengedepankan sikap profesionalitas dalam pekerjaannya. Karena profesi auditor dibatasi oleh kode etik dan standar professional.

Konsep profesionalisme adalah konsep untuk mengukur bagaimana para professional memandang profesi mereka yang tercermin dalam sikap dan perilaku mereka. Dengan anggapan bahwa sikap dan perilaku mempunyai hubungan timbal balik. Perilaku profesionalisme merupakan cerminan dari sikap profesionalisme, demikian pula sebaliknya sikap profesional tercermin dari perilaku yang professional (Yendrawati, 2008).

Kode etik yang berisi prinsip dasar dan aturan etika profesi wajib diterapkan oleh setiap individu dalam Kantor Akuntan Publik (KAP). Menurut

(31)

Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) prinsip dasar kode etik yang wajib dipatuhi oleh auditor mencakup:

1. Prinsip integritas. Setiap praktisi harus tegas dan jujur dalam menjalin hubungan professional dan hubungan bisnis dalam melaksanakan pekerjaannya.

2. Prinsip objektivitas. Setiap praktisi tidak boleh membiarkan subjektivitas, benturan kepentingan, atau pengaruh yang tidak layak (undue influence) dari pihak-pihak lain yang mempengaruhi pertimbangan professional maupun pertimbangan bisnisnya.

3. Prinsip kompetensi serta sikap kecermatan dan kehati-hatian professional. Setiap praktisi wajib memelihara pengetahuan dan keahlian profesionalnya pada suatu tingkatan yang dipersyaratkan secara berkesinambungan. Setiap praktisi harus bertindak secara professional dan sesuai dengan standar profesi dan kode etik profesi yang berlaku dalam memberikan jasa profesionalnya.

4. Prinsip kerahasiaan. Setiap praktisi wajib menjaga kerahasiaan informasi yang diperoleh sebagai hasil dari hubungan professional dan hubungan bisnisnya kepada pihak ketiga. Kecuali jika terdapat kewajiban untuk mengungkapkan sesuai dengan ketentuan hukum atau peraturan lain yang berlaku.

(32)

5. Prinsip perilaku professional. Setiap praktisi wajib mematuhi hukum dan peraturan yang berlaku dan harus menghindari semua tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi. Standar Profesional Akuntan Publik (disingkat SPAP) adalah kodifikasi berbagai pernyataan standar teknis yang merupakan panduan dalam memberikan jasa bagi Akuntan Publik di Indonesia. SPAP dikeluarkan oleh Dewan Standar Profesional Akuntan Publik Institut Akuntan Publik Indonesia (DSPAP IAPI).

Tipe Standar Profesional 1. Standar Auditing 2. Standar Atestasi

3. Standar Jasa Akuntansi dan Review 4. Standar Jasa Konsultansi

5. Standar Pengendalian Mutu

Kelima standar profesional di atas merupakan standar teknis yang bertujuan untuk mengatur mutu jasa yang dihasilkan oleh profesi akuntan publik di Indonesia.

Hipotesis yang kedua menyatakan bahwa penerimaan perilaku disfungsional mempunyai perbedaan dalam pengambilan audit judgment memberikan hasil yang signifikan. Hal ini membuktikan bahwa, semakin auditor menerima perilaku disfungsional maka audit judgment yang dihasilkan lebih berisiko jika dibandingkan dengan auditor yang menolak perilaku disfungsional. Teori

(33)

kognisi memberikan pendapat bahwa seseorang akan mengambil keputusan sesuai dengan opini yang mereka anut. Auditor yang mampu untuk mempertahankan prosedur audit dengan benar dan mampu untuk mengerjakan setiap proses audit dengan benar, maka dia akan cenderung untuk menolak perilaku disfungsional. Auditor yang menolak perilaku disfungsional akan menghasilkan audit judgment yang lebih baik jika dibandingkan dengan auditor yang menerima perilaku disfungsional.

Penelitian Donnely et. al. (2003) menyatakan bahwa sistem pengendalian yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya konflik dan mengarah pada perilaku disfungsional. Peraturan mengenai kode etik dan standar professional auditor di Indonesia telah dilakukan secara berkesinambungan dan terprogram, sehingga dengan sistem yang dilakukan di Indonesia tidak membuat auditor merasa tertekan terhadap sistem pengendalian.

Kemampuan untuk mengerjakan audit secara terprogram dan sesuai dengan prosedur akan membuat auditor mempunyai kecenderungan untuk menolak perilaku disfungsional. Semakin auditor merasa tertekan atas sistem pengendalian dan pekerjaan auditnya, akan membuat auditor semakin cederung untuk menerima perilaku disfungsional. Penerimaan perilaku disfungsional akan membuat auditor menghalalkan segala cara demi terselesaikannya pekerjaan audit. Sehingga kualitas

(34)

audit judgment yang dihasilkan oleh auditor akan cenderung tidak etis.

5. Simpulan dan Saran

Simpulan

Penelitian ini mengamati tipe kepribadian dan penerimaan perilaku disfungsional terhadap audit judgment. Studi ini dilakukan di Propinsi Jawa Tengah pada auditor yang bekerja pada Kantor Akuntan Publik Jawa Tengah mulai pada level jabatan senior auditor. Berdasarkan hasil analisis tersebut, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

Pertama, tipe kepribadian tidak mempunyai perbedaan terhadap audit judgment. Hal ini menunjukkan bahwa tipe kepribadian dari masing-masing auditor tidak akan mempengaruhi hasil audit judgment. Setiap auditor akan menggunakan sikap profesionalitasnya agar tidak mempengaruhi kualitas pekerjaan audit. Kedua, penerimaan perilaku disfungsional mempunyai perbedaan dalam pengambilan audit judgment, artinya jika auditor menerima perilaku disfungsional maka audit judgment yang dihasilkan akan lebih tidak etis.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan keterbatasan, maka dapat dikemukakan beberapa pertimbangan untuk penelitian lanjutan, yaitu: (1). Populasi dan sampel bisa diperluas, tidak hanya di Kantor

(35)

Akuntan Publik di Jawa Tengah. (2). Penelitian lebih lanjut disarankan untuk menggunakan variabel lain yang berpengaruh terhadap audit judgment seperti tekanan ketaatan, pengalaman, kemampuan, dan pengetahuan. Komponen pengetahuan yang merupakan komponen penting dalam suatu keahlian. Komponen ini meliputi pengetahuan terhadap fakta-fakta, prosedur-prosedur dan pengalaman. Abdolmohammadi dan Wright (1987) mengatakan bahwa adanya perbedaan judgment antara auditor yang berpengalaman dan yang tidak berpengalaman. Libby (1995) mengatakan bahwa kinerja seseorang dapat diukur dengan beberapa unsur antara lain kemampuan (ability), pengetahuan (knowledge) dan pengalaman (experience). Peneliti menyarankan variabel ini dikarenakan pengalaman dan pengetahuan merupakan faktor penting yang berkaitan dengan pemberian pendapat audit dan pengalaman dan pengetahuan dapat mempengaruhi kemampuan prediksi dan deteksi auditor terhadap kecurangan sehingga dapat mempengaruhi judgment yang diambil oleh auditor. (3). Mengembangkan konsep profesionalisme yang meliputi lima dimensi, yaitu: pengabdian pada profesi, kewajiban sosial, kemandirian, keyakinan terhadap peraturan profesi, dan hubungan dengan sesama profesi (Syahrir, 2002).

(36)

DAFTAR PUSTAKA

Abdolmohammadi, M dan A. Wright. 1987. “An Examination of Effect of Experience dan Task Complexcity on Audit judgment”. Journal of The Accounting Review., LXII (1): 1-13

Arvey, R. D.; Bouchard, T. J. ”Genetics, Twins, dan

Organizational Behavior”, Greenwich, CT: JAI Press, 1994.

hal. 65-66.

Basri, Hasan. 2011. “Pengaruh Dimensi Profesionalisme Auditor Terhadap Pertimbangan Tingkat Materialitas dalam Proses Pengauditan Laporan Keuangan (Studi Empiris pada Auditor di KAP Kota Makassar)”. Skripsi, Universitas Hassanudin.

Chakraborty, I., Hu, P. J. dan Cui, D. “Examining the Effects of

Cognitive Style in Individuals’ Technology Use Decision Making”, Decision Support Systems, 45, 2008, 228-241.

DeZoort, T, Harrison, P., & Taylor, M. (2006). “Accountability & Auditors’ Materiality Judgements: The Effects of Differential Pressure Strength on Conservatism, Variability, dan Effect”. Accounting, Organisation dan Society, vol.31,

iss.1, pp. 373 – 390. http://dx.doi.org/10.1016/j.aos.2005.09.001

Donnelly, David P., Jeffrey J.Q, dan David O., 2003. “Auditor Acceptance of Dysfunctional Audit Behavior : An Explanatory Model Using Auditors’ Personal Characteristics”. Journal of Behavioral Research In

Accounting : vol. 15 : 87-107.

Dutta, D. K. dan Thornhill, S. “The Evaluation of Growth Inventions: Toward a Cognition-Based Model”, Journal of

Business Venturing, 23, 2008, 307-332.

Fridati, Winda. 2005. “Analisis Hubungan antara profesionalisme auditor dengan pertimbangan tingkat

(37)

materialitas dalam proses pengauditan laporan keuangan di Yogyakarta”. Skripsi UII.

Friedman dan Rosenman, 1974. “Type A Behavior dan Your

Heart”. New York : Afred A. Knop, 1974, p.84.

Hogarth. R. M., dan H.J. Einhorn., 1992., “Order Effects in

Belief Updating: The Belief-Adjustment Mode”. Cognitive

Psychology 24: 1 – 55.

IAI-Kompartemen Akuntan Publik, 2001, Standar Profesional

Akuntan Publik, PT Salemba Empat, Jakarta

Jamilah, Siti., Zaenal Fanani, dan Grahita Chdanrarin., 2007. “ Pengaruh Gender, Tekanan Ketaatan, dan Kompleksitas Tugas Terhadap Audit Judgment”. Jurnal SNA X Makassar. Kennedy, Jane., 1993. “Debiasing Audit Judgment with

Accountability: A Framework dan Experimental Results”.

Journal of Accounting Research : vol. 31.

Kreitner dan Kinicki. 2005. “Perilaku Organisasi, buku 1”. PT Salemba Empat, Jakarta

Libby, R., 1995. “The Role of Knowledge dan Memory in Audit judgment”. In Judgment dan Decision-Making Research in

Accounting dan Auditing, edited by R. Ashton, dan A.

Ashton. , NY: Cambridge University Press. New York.

Lim-u-sanno, Kulwadee, 2009. “Audit Risk Judgment dan Performance of Thai Auditors: An Empirical Investigation of Their Antecendents dan Consequences”. Journal of

Accademy of Business dan Economics: Vol. 9.

Miller, John D., 2009. “Teori-teori Pengambilan Keputusan”.http://hendriansdiamond.blogspot.com/2012 /01/choice-menurut-terry-1989-faktor-faktor.html. 23 Februari 2012.

Mulyadi, 2002. “Auditing”. PT Salemba Empat, Jakarta

Prachsriphum, Suttinee, Chuchuea, dan Sunisa., 2010. “Audit judgment competency dan audit reporting quality: an empirical research of tax-auditors in Thaildan”. Journal of

Academy of Business dan Economics (2011).

Radford, K.J., 1984. “Analisis Keputusan Manajemen”. Erlangga, Jakarta

(38)

Suryabrata, Sumadi., 1995. “Psikologi Pendidikan”. CV Rajawali, Jakarta.

Syahrir. 2002. “Analisis Hubungan Antara Profesionalisme Akuntan Publik Dengan Kinerja, Kepuasan Kerja, Komitmen, dan Keinginan Berpindah” Tesis S2, Fakultas Ekonomi, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta

Turban, Efraim., Jay E. Aronson, dan Ting – Peng Liang., 2005. “ Decision Support Systems dan Intelligent Systems”. Edisi Ketujuh. Penerbit Dani, Yogyakarta.

Wedemeyer, Phil D., 2010. “ A discussion of auditor judgment as the critical component in audit quality – A practitioner's perspective”. International Journal of Disclosure dan

Governance (2010) 7, 320–333.

Yendrawati, Reni. 2008. “Analisis Hubungan Antara Profesionalisme Auditor dengan Pertimbangan Tingkat Materialitas Dalam Proses Pengauditan Laporan Keuangan”. Jurnal Penelitian dan Pengabdian Vol. 6 No. 1

Gambar

Tabel 4.6  Multiple Comparisons

Referensi

Dokumen terkait

Empat puluh ekor tikus jantan galur Wistar berumur 6–8 minggu yang diperoleh dari Laboratorium Hewan Sekolah Farmasi ITB dibagi menjadi 8 kelompok, yaitu kelompok

Untuk menentukan arah dari Penelitian ini, maka rumusan masalah yang diangkat adalah bagaiamana cara untuk membantu perusahaan dalam melakukan penilaian soft skills karyawan

Ada dua hal yang menyebabkan rangkaian penyesuai impedansi tidak bekerja dengan baik, yaitu nilai komponen penyesuai atau impedansi pengganda tegangan yang tidak

Dari pengkajian awal penelitian, berdasarkan kajian teoritis yang telah dikemukakan, dinyatakan bahwa kinerja guru dipengaruhi oleh bebagai faktor baik internal maupun

Incorrect 1 / 5 Points 5 points Category: C. TKP SOAL PERTANYAAN

Hasil pengamatan mandiri dari kegiatan penelitian pada aspek khusus pemetikan teh menunjukkan bahwa tinggi bidang petik, diameter bidang petik, tebal daun pemeliharaan, gilir

Metodologi penelitian ini dilakukan menggunakan metode analisis terhadap kinerja suatu jaringan awal dimana permasalahan yang dihadapi saat ini adalah jaringan yang berada