• Tidak ada hasil yang ditemukan

No. Tekstur (%)

Urut Seri/ Substrat

Liat Lanau Lanau Lanau Pasir Pasir Pasir Pasir Pasir

0 –2 μm 2 –10 μm 10 – 20 μm 20 –50 μm 50 –100 μm 100 – 200 μm 200 –500 μm 50 –1000 μm 1000 –2000 μm 1. 11 F/ STA 1 0.9 3.27 5.67 12.98 7.58 11.27 23.57 29.87 4.89 2. 11 F/ STA 2 0.82 4.31 6.83 15.67 4.57 13.61 20.15 31.26 2.78 3. 11 F/ STA 3 1.15 2.63 5.61 8.25 12.78 15.65 29.33 17.85 6.75 4. 11 F/ STA 4 0.89 2.39 6.62 11.74 4.56 7.88 53.57 7.84 4.51 5. 11 F/ STA 5 1.08 2.13 4.55 9.84 6.41 5.58 23.65 31.28 15.48 6. 11 F/ STA 6 1.28 3.67 6.88 15.31 14.64 19.84 21.38 12.36 4.64 7. 11 F/ STA 7 0.24 0.95 4.25 7.58 4.43 18.47 34.12 17.58 12.38 8. 11 F/ STA 8 0.73 1.25 2.13 5.63 20.34 16.94 31.26 18.45 3.27 9. 11 F/ STA 9 0.38 1.78 3.6 9.35 5.16 13.62 35.41 22.14 8.56

DI SEKITAR KEPULAUAN SERIBU MENGGUNAKAN

SPLIT BEAM ECHOSOUNDER

KORSUES LUMBAN GAOL

SKRIPSI

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012

of Seabed Around Seribu Islands Using Split Beam Echosounder.Supervised by HENRY M. MANIK.

The purpose of this research is to compute the backscattering strength of the seabed by measuring volume backscattering strength (SV), bottom surface backscattering strength (SS), and the echo level (EL) from seabed using split beam echosounder. The research was conducted from 29th January to 3rd February 2011, around the Seribu Islands: Pramuka island, Panggang island, Karya island and Semak Daun island, North Jakarta.

Acquisition of acoustic data was conducted using the SIMRAD EY 60 instrument. Acoustic data obtained from 9 stations simultaneously with sediment sampling. Acoustic processing data was conducted by Rick Towler program with Matlab based. The SV and SS were analyzed Manik et al, model by using.

Sediment sampling station consisted of 9 stations: Pramuka island there are 1 station (Station 1), Karya island there are 2 stations (Station 2, and Station 3), Panggang island there are 3 stations (Station 4, Station 7, Station 9), and Semak Daun island there are 3 stations (Station 5, Station 6, Station 8). Sediment classified based on the sediment texture. Seabed surface sediments were

separated into 3 types, they are: sand, mud, and clay. This analysis showed that the location of the 9 stations observation is dominated by sand fraction with the percentage of 80.85%. Mud and clay fractions had the average percentage value of 18.32% and 0.83%, respectively. The backscattering value (SV) of sand substrate ranged -10.62 to -18.51 dB with the average of -13.91 dB, and the muddy sand substrate ranged from -16.58 to -25.42 dB with the average -20.57 dB.

The value of SS for the sand substrate ranged from -20.70 to -28.58 dB with the average value of -23.98 dB. Muddy sand substrate has a value of SS in the range of -26.64 to -35.49 dB with the average SS of -30.64 dB, from this research, the classification of seabed type using hydroacoustic technology was possible.

Keywords: volume backscattering strength, bottom surface backscattering strength, echo level, hydroacoustic technology.

1

1.1.Latar Belakang

Hidroakustik merupakan suatu teknologi pendeteksian bawah air dengan menggunakan gelombang suara atau bunyi untuk melakukan pendeteksian.

Teknologi hidroakustik memiliki beberapa kelebihan diantaranya, yaitu: informasi pada areal yang dideteksi dapat diperoleh secara cepat (real time), dan secara langsung di wilayah deteksi (in situ), serta tidak berbahaya atau merusak objek yang diteliti pada frekuensi tertentu, karena pendeteksian dilakukan dari jarak jauh dengan menggunakan suara (underwater sound). Metode ini merupakan

solusi yang cepat dan efektif untuk menduga objek yang ada di bawah air (Jackson et al. 1986).

Dasar laut memiliki karakteristik memantulkan dan menghamburkan kembali gelombang suara seperti halnya permukaan perairan laut (Urick, 1983). Parameter seperti ukuran butiran sedimen, relief dasar perairan, serta sejumlah variasi lainnya pada dasar perairan mempengaruhi proses hamburan sinyal akustik (Thorne et al. 1988; Moustier and Matsumoto 1993; Chakraborty et al. 2007).

Pendugaan dasar perairan dengan metode akustik telah dilakukan dan dikenal sebagai teknik pengklasifikasian sedimen. Penelitian lebih lanjut telah dilakukan terhadap beberapa parameter sedimen yang berpengaruh seperti, ukuran sedimen

(grain size), densitas, porositas, kompresional dan absorbsi serta kekasaran permukaan sedimen.

Beberapa penelitian terdahulu mengenai klasifikasi dasar perairan dengan metode hidroakustik di Indonesia sudah dilakukan melalui pengukuran dasar laut

berdasarkan nilai surface backscattering strength dengan teknik integrasi echo

dasar dan pengembangan model numerik ring surface scattering menggunakan

quantitative echo sounder di perairan selatan Jawa (Manik et al., 2006).

Selanjutnya informasi pengklasifikasian dasar perairan di Perairan Sumur, Banten dengan menggunakan nilai kekasaran dan kekerasan juga telah dilakukan oleh Allo (2008). Penelitian terbaru oleh Manik (2011), yaitu pengukuran dasar laut menggunakan multi-frekuensi akustik 38, 70, and 120 kHz dalam mengestimasi respon dari target (sea bottom) berdasarkan backscattering strength (SS) dan kuantifikasi ikan di pulau selatan Jakarta, Indonesia.

Tipe substrat dasar perairan dipengaruhi oleh adanya pengendapan partikel sedimen yang disebabkan oleh adanya kecepatan arus dan ukuran butiran partikel sedimen. Partikel dengan ukuran yang lebih besar akan mengendap terlebih dahulu seperti kerikil, sedangkan partikel dengan ukuran yang lebih kecil seperti pasir akan lebih mudah terbawa oleh air dan baru mengendap kemudian.

Dilanjutkan dengan pengendapan sedimen dengan ukuran parikel lebih halus seperti lanau dan lempung. Proses ini menyebabkan timbulnya tipe-tipe substrat yang berbeda dan khas di perairan.

Metode akustik dianggap mampu memberikan solusi dalam pendugaan karakteristik dasar perairan yang mengakibatkan sejumlah penelitian lanjutan mengenai dasar perairan dilakukan. Tingginya variasi yang terjadi pada dasar perairan membuat banyak hal yang masih belum jelas dalam pendugaan karakteristik dasar perairan dengan menggunakan metode akustik.

Penambahan persyaratan untuk perekaman data pantulan pertama (first echo)

karakteristik dari dasar perairan. Berbeda halnya dengan echosounder multibeam, yang menyediakan area cakupan spasial yang luas, split beam echosounder

memberikan informasi tentang dasar perairan tepat di bawah daerah lokasi

tracking (normal incidence) yang ditimbulkan oleh pulsa akustik.

Penelitian ini mencoba menghitung nilai volume backscattering strength

dasar laut, bottom surface backscattering strength, dan menentukan echo level

dasar perairan tersebut, sehingga memudahkan kita mengestimasi dan

mengklasifikasikan tipe substrat dengan menggunakan program pengolahan yang berbeda dari penelitian sebelumnya.

1.2.Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah menghitung nilai backscattering strength

dari dasar perairan meliputi volumebackscattering strength dasar laut(SV),

bottom surfacebackscattering strength (SS), dan Echo level (EL) dasar perairan untuk kuantifikasi dan karakterisasi dasar perairan. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat mengenai gambaran karakteristik dasar perairan berdasarkan nilai backscattering strength yang dihasilkan oleh berbagai macam tipe substrat dasar perairan dengan menggunakan split beam echosounder.

4

2.1. Sedimen Dasar Laut

Sedimen adalah kerak bumi (regolith) yang ditransportasikan melalui proses hidrologi dari suatu tempat ke tempat yang lain, baik secara vertikal maupun secara horizontal. Seluruh permukaan dasar lautan ditutupi oleh partikel-partikel sedimen yang diendapkan secara perlahan dalam jangka waktu berjuta-juta tahun (Garrison, 2005). Ukuran-ukuran partikel sedimen merupakan salah satu cara yang mudah untuk menetukan klasifikasi sedimen seperti pada Tabel 1.

Tabel 1. Ukuran Besar Butir untuk Sedimen Menurut Skala Wentworth

Sumber : Wibisono (2005)

Klasifikasi berdasarkan komposisi sedimen juga dapat dilakukan dengan menggunakan diagram segitiga seperti pada Gambar 1 diagram tersebut

liat (clay) sehingga memudahkan dalam proses klasifikasi. Parameter seperti ukuran butiran sedimen, relief dasar perairan, serta sejumlah variasi lainnya pada dasar perairan mempengaruhi proses hamburan sinyal akustik (Thorne et al. 1988; Richardson & Briggs 1993; Chakraborty et al. 2007).

Gambar 1. Diagram Segitiga Shepard (1954)

2.2. Metode Akustik untuk Klasifikasi Dasar Perairan

Hidroakustik merupakan ilmu yang mempelajari gelombang suara dan perambatannya dalam suatu medium, dalam hal ini medium yang digunakan adalah air. Data hidroakustik merupakan data hasil estimasi echocounting dan

echo integration melalui proses pendeteksian bawah air (Manik, 2009). Teknik echosounder single beam akustik untuk klasifikasi dasar perairan telah banyak dilakukan, baik menggunakan pengukuran yang berhubungan dengan tipe substrat khususnya (Siwabessy, 2005). Teknik akustik digunakan sebagai pelengkap dari sistem berbasis satelit udara, karena ketika didalam perairan terdapat faktor pembatas seperti kedalaman air dan kekeruhan yang

membatasi ruang lingkup penginderaan optik. Banyak penelitian yang

menggunakan sonar untuk memetakan dasar laut dan menentukan sifat fisik dari sedimen itu sendiri, selain itu sonar dengan frekuensi tinggi mampu mengukur dan mengetahui relief dasar laut. Side Scan Sonar (SSS) juga digunakan untuk menggambarkan dasar laut, selain itu dapat pula digunakan mengukur batimetri dengan menggunakan teknik interferometrik (Jackson and Richardson, 2001).

Metode akustik untuk klasifikasi dasar perairan menggunakan sinyal hambur balik (acoustic backscatter) untuk memperkirakan kekerasan (hardness atauE2)

dari dasar laut, dan pengukuruan terhadap waktu lamanya echo kembali untuk memperkirakan kekasaran (roughness atauE1) dasar laut. Jenis echosounder yang digunakan memiliki beamwidth 12-750 agar mendapatkan informasi mengenai kekerasan dan kekasaran (Siwabessy, 2005).

Kekasaran permukaan dasar laut merupakan variabel penting dalam

kaitannya dengan intensitas backscatter akustik dengan frekuensi tinggi. Pengaruh dari kekasaran pada intensitas backscatter bervariasi tergantung tipe, magnitudo, dan orientasi dari kekasaran dasar perairan (Flood and Ferrini, 2005). Pantulan sinyal akustik di permukaan dasar laut terhadap dasar perairan yang heterogen dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Pantulan Sinyal Akustik terhadap Dasar Perairan yang Heterogen

Bentuk echo yang dipantulkan akan sangat bergantung dengan kekerasan dan kekasaran dasar laut. Permukaan sedimen yang kasar akan memantulkan energi hambur balik yang lebih dibandingkan pada permukaan sedimen yang halus, sehingga permukaan yang lebih kasar akan menghasilkan puncak yang rendah dan ekor yang lebih panjang dibandingkan dengan permukaan sedimen yang halus dengan komposisi yang sama (Siwabessy, 2005).

Hubungan lain yang dapat dijelaskan antara kekasaran (roughness atauE1)

dan kekerasan (hardness atauE2) dapat memperlihatkan jenis atau tipe sedimen yang terdapat di suatu perairan dimana semakin besar kedua nilai tersebut maka jenis sedimen pada suatu perairan sebagian besar berupa substrat keras. Hubungan kekasaran dan kekerasan pantulan dasar perairan dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Pantulan Dasar Perairan First Echo (E1)dan Second Echo (E2) (Hamilton (2001) dalam Siwabessy, 2005)

Adapun hubungan pantulan dasar perairan terhadap tipe dasar perairan yang berbeda (batu, kerikil, pasir dan lumpur) ditunjukkan pada Gambar 4.

Gambar 4. Hubungan Sudut Datang dan Pantulan Dasar berbagai Tipe Dasar Perairan

2.3. Split Beam Echosounder Simrad EY 60

Echosounder bim terbagi (split beam) memiliki transduser yang dibagi menjadi empat kuadran, yaitu : FP (Fore Port), FS (Fore Starboard), AP (Aft Port) dan AS (Aft Starboard). Transmisi pulsa pada echosounder ini diterapkan untuk seluruh transduser tetapi sinyal yang diterima oleh masing-masing kuadran diproses secara terpisah. Target strength dari objek diestimasikan dari sensitivitas transduserdalam arah yang relevan.

Sinyal yang terpantul dari target diterima secara terpisah oleh masing-masing kuadran. Selama penerimaan berlangsung, keempat bagian transduser menerima

echo dari target, dimana target yang terdeteksi oleh transduser terletak pada pusat dari bim suara dan echo dari target akan diterima oleh keempat bagian transduser

pada waktu bersamaan. Jika target yang terdeteksi tidak terletak tepat pada sumbu pusat dari bim suara, maka echo akan diterima lebih dulu oleh bagian transduser yang paling dekat dari target atau dengan mengisolasi target dengan menggunakan output dari full beam (MacLennan and Simmonds, 2005).

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah Simrad EY 60 yang merupakan echosounder tipesurat terbagi (split beam). Sistem surat terbagi menggunakan transduser penerima yang memiliki empat kuadran, yakni : fore, aft,port, dan starboard. Menurut buku manual Simrad (1993), pada prinsipnya

tranducersplit beam terdiri dari empat kuadran, yaitu : Fore (bagian depan), Aft

(bagian belakang), Port (sisi kiri kapal) dan Starboard (sisi kanan kapal) (Gambar 5).

Gambar 5. Skema Transducer Split Beam (Simrad, 1993)

Split beam merupakan metode baru yang dikembangkan untuk memperbaiki kelemahan dari metode sebelumnya seperti single beam dan dual beam.

Perbedaan split beam dengan metode sebelumnya terdapat pada konstruksi transduser yang digunakan, dimana pada echosounder ini transduser dibagi dalam empat kuadran. Pemancaran gelombang suara dilakukan dengan full beam yang merupakan penggabungan dari keempat kuadran dalam pemancaran secara simultan. Selanjutnya, sinyal yang memancar kembali dari target diterima oleh

masing-masing kuadran secara terpisah, output dari masing-masing kuadran kemudian digabungkan lagi untuk membentuk suatu full beam dengan dua set

split beam. Target tunggal diisolasi dengan menggunakan output dari full beam

sedangkan posisi sudut target dihitung dari kedua set split beam.

Selama transmisi, transmitter mengirim daya akustik ke semua bagian transduser pada waktu yang bersamaan. Sinyal yang terpantul dari target diterima secara terpisah oleh masing-masing kuadran. Selama penerima

berlangsung keempat bagian transduser menerima gema dan target, dimana target yang terdeteksi oleh transduser terletak pada pusat dari surat suara dan gema dari target akan dikembalikan dan diterima oleh keempat bagian pada waktu yang bersamaan. Target yang terdeteksi tidak terletak tepat pada sumbu pusat surat suara, maka gema yang kembali akan diterima lebih dulu oleh bagian transduser yang paling dekat dari target atau dengan mengisolasi target dengan menggunakan output dari surat penuh (full beam) (Simrad, 1993).

Split beam Simrad EY 60scientific echo soundrer system merupakan

instrumen hidroakustik yang paling baru dan merupakan instrument yang bersifat

portable sehingga memudahkan untuk dibawa. Simrad EY 60 memiliki

seperangkat alat yang terdiri dari transducers, general purpose transceiver (GPT),

laptop dan global positioning system (GPS) yang terhubung dan semuanya disambungkan dengan sumber energi yang berasal dari baterai.

Pantulan sidelobes dari permukaan maupun dari dasar perairan merupakan masalah utama yang ditemukan pada perairan dangkal saat dilakukan horizontal bim. Sistem tranducers baru pada Simrad EY 60 memiliki keuntungan dengan

Simrad EY 60 disebut sebagai scientific echosounder karena konsep baru yang digunakan pada receiver memungkinkan alat ini mencapai rentang dinamis sampai dengan 160 dB. Sounder dapat beroperasi pada tiga frekuensi sebesar 12, 38 dan 120 kHz. Keunikan lain dari alat ini adalah kemampuannya untuk

mengamati posisi horizontal dari ikan yang berada pada bim, hal ini

memungkinkan peneliti untuk mempelajari tingkah laku ikan. Selain itu memiliki beberapa keistimewaan diantaranya memiliki tampilan echogram yang baik dengan sistem multi frekuensi. Alat ini mampu menganalisis dengan lapisan

(layer) yang tidak terbatas sehingga memudahkan untuk analisis biomassa dan

target strength ikan (www.simrad.com).

Gambar 6. Tampilan Layar Echogram

2.4. Sinyal Echo Dasar Perairan

Informasi tentang jenis lapisan dasar perairan dan vegetasi bawah air disandikan dalam sinyal echo. Sinyal tersebut dapat disimpan dan diperoleh secara bersamaan dengan data GPS. Sinyal yang disandikan dan informasi tentang dasar perairan dapat diproyeksikan ke dalam bentuk grafik digital.

Proses verifikasi hasil sampling fisik dasar perairan harus ada dan pengamatan dilakukan oleh penyelam atau kamera bawah air dan data yang diperoleh harus dicatat sebagai data akustik. Setelah diverifikasi, hasil disimpan sehingga jenis dasar perairan dapat diketahui dan dapat dibandingkan dengan data dari sinyal echo (Burczynski, 2002).

Parameter sinyal echo selain tergantung pada jenis dasar perairan khususnya kekasaran (roughness) dan kekerasan (hardness) juga dipengaruhi oleh parameter dari alat, yaitu frekuensi seperti beamwidthtransducer dan lain-lain. Oleh karena itu, hasil verifikasi akan sah hanya untuk sistem akustik yang digunakan untuk verifikasi (Burczynski, 2002).

Perkiraan bahwa bagian dasar perairan keras akan menghasilkan echo yang tajam dengan amplitudo yang tinggi sementara bagian dasar perairan lunak akan menghasilkan echo yang panjang dengan amplitudo yang lebih rendah. Fenomena ini dapat diamati pada osiloskop yang ada pada echogram di echosounder selama survei (Gambar 7).

Gambar 7. Contoh Jejak Dasar Perairan Kasar dan Lunak pada Perekaman Hitam dan Putih (Burczynski, 2002)

Gambar 8 memperlihatkan contoh echo dari dasar perairan yang keras dan lunak. Nilai amplitudo dari echo dikuadratkan melalui pengintegrasian echo dan

kemudian kurva kumulatif dari echo dasar perairan. Perbedaan yang nyata akan terlihat dari bentuk yang berbeda antara energi kumulatif dari sinyal dasar perairan yang keras dan lunak. Dasar perairan yang keras akan menghasilkan kurva dengan peningkatan yang tajam sementara bagian dasar perairan yang lunak akan menghasilkan kurva yang meningkat dengan kemiringan yang relatif rendah.

Echo yang berasal dari dasar perairan yang ditampilkan dalam bentuk energi kumulatif dapat disimpan dalam database. Kemudian untuk jenis yang tidak diketahui dapat diimplementasikan sebagai curve fitness algorithm dan mengenali jenis dasar perairan sesuai dengan bentuk kurva energi kumulatif.

Gambar 8. Bentuk Kurva Dasar Perairan dari Dasar Perairan Keras dan Lunak; (a) Amplitudo Sinyal Echo (b) Kurva Energi Kumulatif (Burczynski, 2002)

Amplitudo dan bentuk sinyal akustik yang dipantulkan dari dasar laut

ditentukan oleh: kekasaran dasar laut, perbedaan densitas antara air dan dasar laut, dan reverberasi di dalam substrat. Klasifikasi dasar laut memerlukan sistem akuisisi data akustik dan suatu algoritma yang menganalisis data, menentukan jenis dasar laut dan menghubungkannya dengan hasil klasifikasi akustik terhadap sifat fisik sedimen laut (Tsemahman et al. 1997).

Penggunaan sistem klasifikasi dasar laut telah terintegrasi dengan kombinasi perangkat keras dan perangkat lunak. Pengolahan data biasanya tergantung pada ekstraksi fitur karakteristik dari echo dasar laut (Gambar 10). Klasifikasi

memasukkan semacam teknik penyaringan untuk kelompok echo dengan fitur yang serupa.

Gambar 9. Echo yang menunjukkan Jejak dari Pulsa yang dikirim dan dipantulkan dari Dasar Laut (Collins dan McConnaughey, 1998)

Durasi echo mempengaruhi berbagai macam fitur yang selain tergantung pada bentuk echo, juga tergantung pada jenis sedimen dan kedalaman. Nilai amplitudo

backscatter tergantung pada jenis sedimen, grazing angle dan jarak.

Ketergantungan pada grazing angle dan jarak harus dikurangi untuk klasifikasi dasar perairan (Preston et al. 2004).

4

2.1. Sedimen Dasar Laut

Sedimen adalah kerak bumi (regolith) yang ditransportasikan melalui proses hidrologi dari suatu tempat ke tempat yang lain, baik secara vertikal maupun secara horizontal. Seluruh permukaan dasar lautan ditutupi oleh partikel-partikel sedimen yang diendapkan secara perlahan dalam jangka waktu berjuta-juta tahun (Garrison, 2005). Ukuran-ukuran partikel sedimen merupakan salah satu cara yang mudah untuk menetukan klasifikasi sedimen seperti pada Tabel 1.

Tabel 1. Ukuran Besar Butir untuk Sedimen Menurut Skala Wentworth

Sumber : Wibisono (2005)

Klasifikasi berdasarkan komposisi sedimen juga dapat dilakukan dengan menggunakan diagram segitiga seperti pada Gambar 1 diagram tersebut

liat (clay) sehingga memudahkan dalam proses klasifikasi. Parameter seperti ukuran butiran sedimen, relief dasar perairan, serta sejumlah variasi lainnya pada dasar perairan mempengaruhi proses hamburan sinyal akustik (Thorne et al. 1988; Richardson & Briggs 1993; Chakraborty et al. 2007).

Gambar 1. Diagram Segitiga Shepard (1954)

2.2. Metode Akustik untuk Klasifikasi Dasar Perairan

Hidroakustik merupakan ilmu yang mempelajari gelombang suara dan perambatannya dalam suatu medium, dalam hal ini medium yang digunakan adalah air. Data hidroakustik merupakan data hasil estimasi echocounting dan

echo integration melalui proses pendeteksian bawah air (Manik, 2009). Teknik echosounder single beam akustik untuk klasifikasi dasar perairan telah banyak dilakukan, baik menggunakan pengukuran yang berhubungan dengan tipe substrat khususnya (Siwabessy, 2005). Teknik akustik digunakan sebagai pelengkap dari sistem berbasis satelit udara, karena ketika didalam perairan terdapat faktor pembatas seperti kedalaman air dan kekeruhan yang

membatasi ruang lingkup penginderaan optik. Banyak penelitian yang

menggunakan sonar untuk memetakan dasar laut dan menentukan sifat fisik dari sedimen itu sendiri, selain itu sonar dengan frekuensi tinggi mampu mengukur dan mengetahui relief dasar laut. Side Scan Sonar (SSS) juga digunakan untuk menggambarkan dasar laut, selain itu dapat pula digunakan mengukur batimetri dengan menggunakan teknik interferometrik (Jackson and Richardson, 2001).

Metode akustik untuk klasifikasi dasar perairan menggunakan sinyal hambur balik (acoustic backscatter) untuk memperkirakan kekerasan (hardness atauE2)

dari dasar laut, dan pengukuruan terhadap waktu lamanya echo kembali untuk memperkirakan kekasaran (roughness atauE1) dasar laut. Jenis echosounder yang digunakan memiliki beamwidth 12-750 agar mendapatkan informasi mengenai kekerasan dan kekasaran (Siwabessy, 2005).

Kekasaran permukaan dasar laut merupakan variabel penting dalam

kaitannya dengan intensitas backscatter akustik dengan frekuensi tinggi. Pengaruh dari kekasaran pada intensitas backscatter bervariasi tergantung tipe, magnitudo, dan orientasi dari kekasaran dasar perairan (Flood and Ferrini, 2005). Pantulan sinyal akustik di permukaan dasar laut terhadap dasar perairan yang heterogen dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Pantulan Sinyal Akustik terhadap Dasar Perairan yang Heterogen

Bentuk echo yang dipantulkan akan sangat bergantung dengan kekerasan dan kekasaran dasar laut. Permukaan sedimen yang kasar akan memantulkan energi hambur balik yang lebih dibandingkan pada permukaan sedimen yang halus, sehingga permukaan yang lebih kasar akan menghasilkan puncak yang rendah dan ekor yang lebih panjang dibandingkan dengan permukaan sedimen yang halus dengan komposisi yang sama (Siwabessy, 2005).

Hubungan lain yang dapat dijelaskan antara kekasaran (roughness atauE1)

dan kekerasan (hardness atauE2) dapat memperlihatkan jenis atau tipe sedimen yang terdapat di suatu perairan dimana semakin besar kedua nilai tersebut maka jenis sedimen pada suatu perairan sebagian besar berupa substrat keras. Hubungan kekasaran dan kekerasan pantulan dasar perairan dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Pantulan Dasar Perairan First Echo (E1)dan Second Echo (E2) (Hamilton (2001) dalam Siwabessy, 2005)

Adapun hubungan pantulan dasar perairan terhadap tipe dasar perairan yang berbeda (batu, kerikil, pasir dan lumpur) ditunjukkan pada Gambar 4.

Gambar 4. Hubungan Sudut Datang dan Pantulan Dasar berbagai Tipe Dasar Perairan

2.3. Split Beam Echosounder Simrad EY 60

Echosounder bim terbagi (split beam) memiliki transduser yang dibagi menjadi empat kuadran, yaitu : FP (Fore Port), FS (Fore Starboard), AP (Aft Port) dan AS (Aft Starboard). Transmisi pulsa pada echosounder ini diterapkan untuk seluruh transduser tetapi sinyal yang diterima oleh masing-masing kuadran diproses secara terpisah. Target strength dari objek diestimasikan dari sensitivitas transduserdalam arah yang relevan.

Sinyal yang terpantul dari target diterima secara terpisah oleh masing-masing kuadran. Selama penerimaan berlangsung, keempat bagian transduser menerima

echo dari target, dimana target yang terdeteksi oleh transduser terletak pada pusat dari bim suara dan echo dari target akan diterima oleh keempat bagian transduser

pada waktu bersamaan. Jika target yang terdeteksi tidak terletak tepat pada sumbu

Dokumen terkait