• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tempe Kedelai Tempe 25% Kacang Koro Pedang

17 Parameter keempat yang dianalisis adalah rasa tempe. Rasa pada tempe dipengaruhi oleh miselium kapang yang terbentuk dan jenis substrat yang difermentasi. Dari hasil uji organoleptik diperoleh bahwa sampel tempe 25% subtitusi kacang koro pedang tidak memiliki perbedaan rasa yang nyata apabila dibandingkan dengan tempe murni. Hal ini dikarenakan komposisi kacang kedelai yang masih mendominasi sehingga memiliki rasa yang tidak berbeda nyata dengan tempe kedelai murni. Selain itu kelebatan miselium yang tinggi menyebabkan fermentasi kacang pada tempe berjalan dengan baik sehingga menghasilkan rasa khas tempe. Sedangkan perbedaan nyata dengan sampel tempe kedelai murni ditunjukkan pada sampel tempe 50% dan 75% subtitusi kacang koro pedang. Hal ini karena miselium kapang yang tumbuh pada kedua tempe tersebut memiliki kelebatan yang kurang, yang artinya pertumbuhan Rhizopus oligosporus dan proses fermentasi yang terjadi berjalan kurang baik dibandingkan dengan tempe kedelai murni, sehingga rasa khas tempe akibat fermentasi menjadi kurang.

Secara keseluruhan, tempe dengan tingkat subtitusi 25% kacang koro pedang tidak memiliki perbedaan nyata dengan tempe kedelai murni. Hal ini dapat diartikan bahwa sampel tempe dengan tingkat 25% subtitusi kacang koro pedang memiliki mutu organoleptik yang sama dengan tempe kedelai murni. Oleh karena itu, tempe dengan tingkat subtitusi sebesar 25% dapat dikembangkan sebagai tempe alternatif pengganti tempe kedelai murni.

Reologi Tempe

Produk pangan memiliki beberapa bentuk, yang memiliki perbedaan respon ketika dikenai gaya tertentu. Reologi mempelajari mengenai perubahan bentuk suatu bahan akibat adanya gaya yang mengenainya. Gaya yang diberikan dapat berupa gaya tekan, gaya tarik atau gaya geser. Setiap produk pangan akan memberikan respon yang berbeda-beda terhadap gaya tersebut, sehingga parameter reologi yang dimiliki setiap bahan pun berbeda. Berdasarkan sifatnya, reologi dibedakan menjadi reologi benda cair, padat dan viskoelastis (Andarwulan et al 2011).

Teksture Profile Analyzer adalah alat yang digunakan untuk pengukuran reologi benda padat. Alat ini digunakan sebagai teknik untuk pengukuran respon mekanik selama dua kali proses kompresi, yang dianalogikan sebagai gigitan pertama dan kedua pada makanan saat pangan masuk ke dalam mulut. Parameter yang sering diukur antara lain kekerasan, elastisitas, kelengketan, kekompakan, kerapuhan, dan daya kunyah (Stokes et al 2013). Selama proses pengujian TPA, sampel ditekan sebanyak dua kali untuk mensimulasikan proses pengunyahan selama di mulut.

Parameter yang dianalisis pada sampel tempe kali ini adalah firmness

(kekerasan), springiness (elastisitas), cohesiveness (kekompakan),gumminess

(kelengketan) dan chewiness (daya kunyah). Data hasil pengukuran TPA dapat dilihat pada Tabel 8.

18

Tabel 8 Data reologi sampel tempe

Sampel Hardness (gf) Springi-ness Cohesive-ness Gumminess (gf) Chewiness (gf) Kontrol 17487,63a ± 170,31 0,45b± 0,01 0,43b ±0,03 7151,25b ± 288,50 3244,91b ± 226,09 25% Kacang Koro Pedang 19742,6b ±615,79 0,45b ±0,01 0,42b ± 0,04 7694,95c ± 147,43 3840,72b ± 600,11 50% Kacang Koro Pedang 19284,37b ± 517,32 0,45b ±0,01 0,41b ± 0,02 7455,06b ± 141,54 3617,75b ± 841,06 75% Kacang Koro Pedang 17826a ± 1505,30 0,42a± 0,01 0,31a ± 0,01 6025,12a ± 381,51 2624,85a ± 310,22 Parameter reologi pertama yang dianalisis adalah kekerasan. Parameter kekerasan ini dianalogikan sebagai kekuatan yang dibutuhkan untuk menekan makanan di antara gigi geraham. Parameter ini digunakan untuk mengevaluasi besarnya gaya yang dibutuhkan untuk menekan sampel hingga terjadi deformasi. Parameter kekerasan ditentukan dari puncak kurva ketika sampel pertama kali ditekan (Sekuler 2004).

Dari tabel dapat terlihat bahwa sampel dengan subtitusi kacang koro pedang sebesar 25% memiliki nilai kekerasan yang lebih tinggi dibandingkan dengan tempe kedelai murni dan kedua sampel lainnya. Perbedaan ini dapat dikarenakan adanya subtitusi kacang koro pedang akan meningkatkan kadar karbohidrat dan menurunkan kadar lemak pada tempe yang dibuat. Hal ini dikarenakan kacang koro pedang memiliki kadar karbohidrat yang lebih tinggi dibandingkan kacang kedelai dan kadar lemak yang lebih rendah dibandingkan kacang kedelai. Kadar karbohidrat dan kadar lemak adalah penentu tekstur pada produk. Semakin tinggi kadar karbohidrat maka tekstur produk semakin keras, dan semakin rendah kadar lemak maka tekstur produk juga menjadi lebih keras. Namun kekerasan menurun seiring bertambahnya komposisi kacang koro. Hal ini disebabkan karena miselium yang terbentuk semakin berkurang dengan bertambahnya komposisi kacang koro pedang sehingga tekstur tempe menjadi lebih rapuh. Dari data dapat disimpulkan bahwa kekuatan untuk menekan sampel tempe dengan subtitusi 25% kacang koro pedang hingga terjadi deformasi lebih besar dibandingkan ketiga sampel lainnya. Dari hasil pengujian anova, diketahui kekerasan yang dimiliki oleh sampel 25% dan 50% kacang koro pedang tidak berbeda nyata.

Parameter reologi kedua yang diteliti adalah springiness atau elastisitas. Elastisitas digambarkan sebagai seberapa baik sampel untuk kembali kepada bentuk semula setelah mengalami deformasi. Elastisitas dianalogikan sebagai sampel yang berada pada gigi geraham dan mengalami penekanan pertama (Sekuler 2004). Elastisitas diukur menggunakan gaya tarik. Semakin besar gaya tarik yang dibutuhkan, maka semakin besar nilai elastisitas sehingga sampel tidak mudah putus (Andarwulan et al. 2011). Pengukuran elastisitas dibutuhkan untuk mengukur tingkat dan kecepatan pemulihan sampel setelah mengalami deformasi. Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa nilai elastisitas sampel dengan subtitusi kacang koro pedang sebesar 25% dan 50% tidak berbeda nyata dengan sampel tempe kedelai murni. Hal ini dapat dikarenakan tekstur tempe kedelai, tempe dengan subtitusi 25% kacang koro pedang, dan 50% kacang koro

19 pedang memiliki kepadatan miselium dan penyebaran miselium yang lebih padat apabila dibandingkan dengan sampel 75% kacang koro pedang. Miselium yang terdapat pada tempe menyebabkan tekstur pada ketiga sampel tempe lebih kokoh sehingga ketika dikenai gaya dan mengalami deformasi, ketiga sampel ini lebih baik untuk kembali ke bentuk semula dibandingkan sampel 75% kacang koro pedang.

Parameter ketiga yang dianalisis adalah cohessivenes atau yang disebut dengan kekompakan. Kekompakan dianalogikan sebagai sampel yang ditempatkan di dalam gigi geraham kemudian mengalami penekanan. Kekompakan dinilai sebagai Sejauh mana sampel deformasi sebelum pecah ketika itu digigit dengan gigi geraham (Sekuler 2004). Jumlah deformasi pada sampel sebelum sampel pecah merupakan indikasi dari kekuatan ikatan internal yang membentuk makanan. Kekuatan ini disebut kekompakan. Cohesiveness diukur dari rasio antara dua area kompresi sehingga tidak memiliki satuan (Haliza et al. 2012). Gaya kohesi yang tinggi menyebabkan produk pangan menjadi kompak (Andarwulan et al. 2011). Kekompakan mengindikasikan seberapa baik produk tahan terhadap deformasi kedua dibandingkan dengan resistensi di deformasi pertama.

Dari data di tabel 7 dapat dilihat bahwa nilai gaya kohesi pada tempe kedelai murni dan sampel tempe dengan subtitusi 25% serta 50% kacang koro pedang menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata. Hal ini menunjukkan ketiga sampel tersebut mempunyai tekstur yang kompak dan lebih tahan terhadap deformasi dibandingkan sampel tempe 75% kacang koro pedang. Berdasarkan tabel 7 juga dapat dilihat bahwa sampel dengan tingkat subtitusi sebesar 75% memiliki tekstur yang kurang kompak. Hal ini dapat dikarenakan kepadatan dan penyebaran miselium yang kurang dibandingkan dengan ketiga sampel lainnya.

Parameter keempat yang dianalisis adalah gumminess atau kelengketan yang merupakan sifat reologi yang menggambarkan sifat perubahan bentuk benda yang dipengaruhi oleh gaya kohesi dan adhesi (Andarwulan et al. 2011). Kelengketan didefinisikan sebagai energi yang didefinisikan untuk mendeformasikan makanan menjadi bentuk yang siap ditelan. Kelengketan dianalogikan sebagai sampel yang berada diantara mulut dan langit-langit mulut kemudian dihancurkan agar sampel siap ditelan. Nilai kelengketan dirasakan dengan lidah manusia (Sekuler 2004).

Nilai kelengketan tertinggi dimiliki oleh sampel tempe dengan tingkat subtitusi 25% kacang koro pedang yang diikuti dengan sampel tempe kedelai murni dan sampel tempe dengan tingkat subtitusi 50% kacang koro pedang, kemudian nilai kelengketan terendah dimiliki oleh sampel tempe dengan tingkat subtitusi 75% kacang koro pedang. Hal ini dikarenakan kelengketan dipengaruhi oleh daya kohesi dan kekerasan. Sampel tempe dengan tingkat subtitusi 25% kacang koro pedang memiliki nilai kelengketan tertinggi karena memiliki nilai

firmness/kekerasan yang tinggi. Hal ini menyebabkan nilai kelengketan sampel tempe subtitusi 25% kacang koro pedang ini menjadi lebih besar dan berbeda nyata dibandingkan dengan sampel tempe murni dan sampel tempe dengan tingkat subtitusi 50% kacang koro pedang.

Parameter terakhir yang dianalisis adalah daya kunyah/chewiness. Daya kunyah dianalogikan sebagai jumlah pengunyahan (pada 1 mengunyah / detik) yang diperlukan untuk mengunyah sampel sehingga memiliki konsistensi yang

20

cocok untuk menelan (Sekuler 2004). Nilai daya kunyah dianalisis dari hasil perkalian nilai kelengketan dengan elastisitas. Daya kunyah ini berkaitan dengan tingkat kekerasan produk. Semakin keras suatu produk, maka semakin dibutuhkan lebih banyak kunyahan dan waktu kunyahan untuk membuatnya menjadi bagian yang kecil-kecil sebelum masuk ke tahap penelanan. Dengan kata lain semakin tinggi nilai kekerasan maka semakin tinggi daya kunyah. Berdasarkan hasil uji Anova, nilai daya kunyah tertinggi yang dimiliki oleh sampel tempe dengan tingkat subtitusi sebesar 25% tidak berbeda nyata dengan nilai daya kunyah sampel tempe dengan tingkat subtitusi 50% kacang koro pedang dan tempe kedelai murni. Nilai daya kunyah sampel tempe dengan tingkat subtitusi 75% memiliki nilai daya kunyah terendah dan berbeda nyata dengan sampel yang lain dikarenakan nilai firmness/kekerasan yang rendah.

Dari keenam parameter diatas, dapat diketahui bahwa sampel dengan tingkat subtitusi 25% kacang koro pedang memiliki parameter reologi yang tidak berbeda nyata dengan tempe kedelai murni.

Pengujian Proksimat Tempe dengan 25% Subtitusi Kacang Koro Pedang Analisis proksimat yang dilakukan pada sampel tempe dengan 25% subtitusi kacang koro pedang meliputi kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein dan kadar karbohidrat. Data analisis proksimat dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9 Data proksimat tempe 25% kacang koro pedang

Parameter Tempe 25%

Kacang Koro Pedang

SNI 3144 2009

Kadar Air 61,11 ± 0,03 Maks 65%

Kadar Abu 0,86 ± 0,05 Maks 1,5%

Kadar Lemak 6,04 ± 0,02 Min 10%

Kadar Protein 21,88 ± 0,04 Min 21%

Kadar Karbohidrat 10,11 ± 0,06 -

Kandungan air dalam bahan pangan sangat bermacam-macam. Analisis kadar air pada bahan pangan sangat penting karena berhubungan dengan indeks kestabilan bahan pangan (Andarwulan et al 2011). Analisis kadar air dilakukan untuk mengetahui jumlah air yang tersedia pada tempe. Dari hasil yang didapat, kadar air untuk tempe telah memenuhi standar kadar air pada tempe sesuai dengan SNI 3144:2009. Kandungan air yang terdapat pada tempe dapat berasal dari penyerapan air oleh kacang kedelai dan kacang koro pedang selama proses pengolahan, misalnya perendaman dan perebusan.

Abu adalah residu anorganik dari proses pembakaran atau oksidasi komponen organik bahan pangan. Kadar abu dari suatu bahan pangan menyatakan kandungan mineral yang terdapat pada bahan tersebut, kemurnian serta kebersihan bahan yang dihasilkan. Analisis kadar abu dilakukan untuk mengetahui jumlah mineral yang terkandung pada suatu bahan (Andarwulan et al 2011). Dari hasil yang diperoleh, kadar abu sampel tempe 25% subtitusi kacang koro pedang telah memenuhi standar SNI yang ada. Mineral yang terkandung dalam tempe ini berasal dari komponen penyusunnya, yaitu kacang kedelai dan kacang koro.

21 Secara umum, jenis mineral yang terdapat dalam tempe antara lain kalsium, fosfor, zat besi dan zink (Widianarko 2002).

Lemak pada bahan pangan berada dalam jumlah yang berbeda-beda. Lemak dalam bahan pangan berfungsi sebagai penghantar panas, melembutkan

produk, membentuk „body‟ dan meningkatkan palatabilitas produk. Analisis kadar

lemak pada tempe dapat digunakan untuk mengetahui ketersediaan lemak dalam tempe sehingga dapat diaplikasikan dalam berbagai bahan (Andarwulan et al. 2011). Dari hasil kadar lemak, diketahui bahwa kadar lemak belum memenuhi standar kadar lemak untuk tempe yang ada. Hal ini dapat dikarenakan rendahnya kandungan lemak pada kacang koro pedang apabila dibandingkan dengan kacang kedelai. Hal ini menyebabkan turunnya kadar lemak pada tempe dengan 25% subtitusi kacang koro pedang. Penurunan kadar lemak ini juga dikarenakan adanya pemanfaatan lemak sebagai sumber energi oleh kapang selama proses fermentasi berlangsung.

Protein adalah komponen yang berperan sebagai sumber gizi utama, yaitu sebagai sumber asam amino. Protein sangat penting dalam bahan pangan, dikarenakan protein mengendalikan berbagai sifat pada bahan pangan, misalnya penyerapan air pada roti dan emulsifikasi pada sosis. Analisis kadar protein dilakukan dengan menggunakan metode kjehdahl. Metode ini didasarkan pada kandungan unsur nitrogen yang ada pada bahan pangan (Andarwulan et al 2011). Dari hasil uji proksimat diketahui bahwa kandungan protein pada sampel tempe 25% kacang koro pedang telah memenuhi SNI yang ada. Penurunan kadar protein dari biji kacang kedelai dan kacang koro disebabkan oleh penguraian protein oleh kapang selama fermentasi menjadi asam amino bebas. Selain itu rusaknya protein selama pemanasan juga dapat menurunkan kadar protein yang terdapat pada tempe.

Karbohidrat adalah komponen yang memiliki sifat fungsional yang penting dalam proses pengolahan pangan, misalnya sebagai pembentuk tekstur. Karbohidrat juga penting digunakan sebagai bahan baku proses fermentasi dan berperan dalam menentukan karakteristik reologi dari berbagai jenis bahan pangan (Andarwulan et al 2011). Kandungan karbohidrat ditentukan dengan metode by difference, yaitu hasil pengurangan angka 100 dengan presentasi komponen lain (air, abu, lemak dan protein). Kadar karbohidrat yang terdapat pada tempe dengan 25% subtitusi kacang koro pedang sebesar 10,11. Kadar karbohidrat ini disusun dari monomer monomer monosakarida dan oligosakarida. Kandungan karbohidrat menjadi penentu tekstur pada tempe dan juga sebagai bahan baku proses fermentasi yang terjadi pada tempe.

Dokumen terkait