• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemanfaatan Kacang Koro Pedang (Canavalia Ensiformis) Sebagai Bahan Subtitusi Dalam Pembuatan Tempe Kedelai

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pemanfaatan Kacang Koro Pedang (Canavalia Ensiformis) Sebagai Bahan Subtitusi Dalam Pembuatan Tempe Kedelai"

Copied!
49
0
0

Teks penuh

(1)

PEMANFAATAN KACANG KORO PEDANG (

Canavalia

ensiformis

) SEBAGAI BAHAN SUBTITUSI DALAM

PEMBUATAN TEMPE KEDELAI

PRAJNA CAHYANING KUSUMAWARDHANI

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul ”Pemanfaatan Kacang Koro Pedang (Canavalia ensiformis) sebagai Bahan Subtitusi dalam Pembuatan

Tempe Kedelai” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing

dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2015

Prajna Cahyaning Kusumawardhani

(4)

ABSTRAK

PRAJNA CAHYANING KUSUMAWARDHANI.Pemanfaatan kacang koro pedang (Canavalia ensiformis) sebagai bahan subtitusi dalam pembuatan tempe kedelai. DIBIMBING OLEH MUHAMMAD ARPAH

Kacang koro pedang (Canavalia ensiformis) memiliki potensi besar sebagai pengganti kedelai dikarenakan memiliki kandungan protein yang cukup tinggi dibandingkan dengan kacang-kacangan lainnya. Tingginya kandungan sianida (HCN) yang terdapat pada kacang koro pedang dapat dikurangi sebesar 98,86% dengan cara merendam biji dalam larutan CaCl2 10% selama 3 hari kemudian diolah menjadi tempe. Batas aman kadar HCN dalam tepung singkong yang ditetapkan oleh FAO adalah <10 ppm. Penelitian ini meneliti pengaruh kacang koro pedang terhadap tempe campuran kacang kedelai dan kacang koro pedang. Konsentrasi substitusi kacang koro pedang di tempe kedelai (25%, 50% dan 75%) diambil sebagai faktor perlakuan dengan menggunakan rancangan acak lengkap. Densitas, kekerasan, warna, rendemen dan sifat sensorik dianalisis dan dibandingkan dengan tempe kedelai murni. Hasilnya menunjukkan bahwa penambahan kacang koro pedang, yang sebelumnya direndam dalam larutan CaCl2 untuk menghilangkan konten HCN nya, pada tingkat 25% memiliki pemeriksaan fisik dan sifat sensori yang mirip dengan tempe kedelai murni. Komposisi kimia dari tempe campuran kacang kedelai dan kacang koro pedang pada taraf 25% adalah sebagai berikut: kadar air = 61,11% (wb); kadar abu = 0,86%; kandungan protein = 21.88%; kadar lemak = 6.04% dan konten kabohidrat = 10.11%. Formula dengan 25% subtitusi kacang koro pedang bisa dikembangkan sebagai pengganti tempe kedelai.

(5)

ABSTRACT

PRAJNA CAHYANING KUSUMAWARDHANI.Utilization of jack bean as a subtituted material for mixed soybean-jack bean tempeh. SUPERVISED BY MUHAMMAD ARPAH

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pangan

pada

Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

PEMANFAATAN KACANG KORO PEDANG (

Canavalia

ensiformis

) SEBAGAI BAHAN SUBTITUSI DALAM

PEMBUATAN TEMPE KEDELAI

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)
(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi yang berjudul “Pemanfaatan Kacang Koro

Pedang sebagai Bahan Baku Subtitusi dalam Pembuatan Tempe Kedelai” dapat

diselesaikan dengan baik.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Muhammad Arpah, Msi selaku dosen pembimbing yang telah memberikan arahan, saran dan bimbingan dalam pengerjaan penelitian dan skripsi ini. Terimakasih juga tak lupa penulis ucapkan kepada kedua orang tua, Sugeng Hariyadi dan Titik Wahyuni yang telah memberikan motivasi dan bantuan, serta adik Muhammad Ganesh yang juga banyak memberikan bantuan selama penelitian dan pengerjaan skripsi.

Terimakasih juga disampaikan kepada teman-teman ITP 48 yang selalu memberikan dukungan dan bantuan kepada penulis ketika berada di departemen maupun selama penelitian dan dan pengerjaan skripsi. Terimakasih kepada Adhi, Firda, dan Hilda atas semangat dan dukungan serta bantuan yang diberikan selama ini. Dan tidak lupa terimakasih kepada laboran dan teknisi atas bantuan selama pengerjaan penelitian.

Bogor, Agustus 2015

(11)

DAFTAR ISI

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA 2

Koro Pedang (Canavalia ensiformis) 2

Kacang Kedelai 3

Tempe 4

METODOLOGI 5

Bahan 5

Alat 5

Metode Penelitian 5

Prosedur Analisis Data 10

HASIL DAN PEMBAHASAN 10

Densitas Tempe 10

Rendemen 11

Tekstur 12

Warna 14

Pengujian Organoleptik Sampel Tempe 15

Reologi Tempe 17

Pengujian Proksimat Tempe dengan 25% Subtitusi Kacang Koro Pedang 20

SIMPULAN DAN SARAN 21

Simpulan 21

Saran 22

(12)

DAFTAR TABEL

1. Kandungan gizi kacang koro pedang per 100 g bahan 3 2. Kandungan gizi kacang kedelai per 100 gr bahan 4 3. Formulasi tempe campuran kedelai dan koro pedang 5 4. Data densitas tempe kedelai dan tempe campuran 10

5. Data rendemen proses pembuatan tempe 12

6. Data kekerasan sampel tempe 13

7. Data pengujian warna sampel tempe 14

8. Data reologi sampel tempe 18

9. Data proksimat tempe 25% kacang koro pedang 20

DAFTAR GAMBAR

1. Diagram alir pembuatan tempe 7

2. Tempe kacang kedelai 100% 11

3. Tempe subtitusi 25% kacang koro pedang 11

4. Tempe subtitusi 50% kacang koro pedang 12

5. Tempe subtitusi 75% kacang koro pedang 12

6. Nilai kekerasan sampel tempe 13

7. Hasil uji organoleptik 16

DAFTAR LAMPIRAN

1. Kuosioner uji organoleptik 26

2. Data uji organoleptik 27

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tempe adalah salah satu produk fermentasi khas Indonesia. Tempe disukai oleh masyarakat Indonesia karena harganya yang murah dan sumber protein yang baik. Hal ini dibuktikan dengan peningkatan konsumsi tempe sebesar 4,98% pada tahun 2014 dan diprediksikan akan terus naik karena harga komoditas pangan sumber protein lain seperti daging meningkat (Pusat data dan sistem informasi pertanian 2014). Di Indonesia, tempe yang paling dikenal masyarakat adalah tempe kedelai, yang memiliki cita rasa khas dan tekstur yang bagus. Namun rendahnya produksi kedelai di Indonesia dibandingkan dengan konsumsinya membuat Indonesia harus mengimpor kedelai dari negara lain. Menurut Badan Pusat Statistik tahun 2012 rata-rata kebutuhan kedelai nasional mencapai 2,4 juta ton per tahun sedangkan produksi kedelai di dalam negeri hanya mampu memasok sekitar 700.000 ton per tahun sehingga defisit sekitar 1,7 juta ton dipenuhi dari impor (Harnani 2009). Hal ini membuat volume impor kedelai meningkat sebesar 14,56% per tahun (Adetama 2011). Hal ini juga diperparah dengan melonjaknya harga kedelai yaitu sebesar Rp.12.000 /kg sehingga para pengrajin tempe banyak yang merugi dan tidak sanggup membeli kedelai sebagai bahan baku produksinya. Untuk mengatasi ketergantungan terhadap impor kedelai dan mengatasi kelonjakan harga kedelai, perlu dilakukan pemanfaatan kacang lokal sebagai bahan baku maupun bahan subtitusi untuk pembuatan tempe.

(14)

2

pemanfaatan kacang koro pedang ini adalah menjadi bahan subtitusi dalam pembuatan tempe kedelai yang lebih disukai masyarakat.

Subtitusi kacang koro pedang ke dalam tempe kedelai diharapkan mampu meningkatkan pemanfaatan kacang koro pedang dan mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap kedelai.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memaksimalkan pemanfaatan kacang koro pedang (Canavalia ensiformis) dengan menggunakannya sebagai bahan subtitusi dalam pembuatan tempe kedelai. Kacang koro pedang (Canavalia ensiformis) yang digunakan telah direndam dalam larutan CaCl2 10% selama tiga hari.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini memberikan informasi mengenai pengaruh pemanfaatan kacang koro pedang (Canavalia ensiformis) sebagai bahan subtitusi dalam pembuatan tempe kedelai terhadap parameter fisik, parameter kimia dan juga sensori. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan dampak berupa kenaikan pemanfaatan kacang koro pedang di masyarakat.

TINJAUAN PUSTAKA

Koro Pedang (Canavalia ensiformis)

Kacang koro merupakan tanaman indigenous yaitu tanaman asli daerah. Jenis kacang koro di Indonesia terdapat empat genus yaitu koro biasa atau

Phaseolus lunatus, koro uceng (Lablab purpureus), koro benguk (Mucuna pruriens), dan koro pedang. Biji kacang koro pedang memiliki massa sekitar 1,5 gram dan memiliki diameter berkisar 13-14 mm dengan berat jenis per biji kacang adalah 1,19 g/cm3 dan bulk density sebesar 0,778 g/cm3. Biji berbentuk lonjong menjorong dan lembaga berwarna hitam (Kelayakan 2009) . Kacang koro pedang sangat potensial untuk dimanfaatkan karena memiliki keseimbangan asam amino yang baik dan bioavaibilitasnya tinggi (Gustiningsih et al. 2011) walaupun memiliki kandungan protein dan lemak yang lebih rendah daripada kacang kedelai. Asam amino esensial dalam koro pedang (isoleusin, leusin, histidin, valin, dan treonin) lebih tinggi dari referensi Food Agricultural Organization

(FAO) apabila dibandingkan dengan kacang-kacangan lainnya (V. mungo dan V. radiata , C.arietinum dan C.cajan) (Metsagang et al. 2013). Pemanfaatan koro pedang yang umum digunakan pada masyarakat Indonesia sebagai pupuk, kacang polong dan digunakan sebagai sayur seperti irisan buncis. Namun, biji koro pedang belum dimanfaatkan secara optimum di Indonesia. Hal ini karena adanya zat antinutrisi pada kacang koro pedang seperti hemaglutinin (concanavalin A) dan glikosida sianogenik (Kay 1979). Aktifitas hemaglutinasi protein

(15)

3 Glikosida sianogenik adalah senyawa toksik yang dapat diuraikan menjadi asam sianida (HCN) oleh enzim glukosidase di dalam tubuh. Kandungan HCN memiliki batas normal konsumsi yaitu < 50 ppm atau mg/kg. Kadar HCN pada kacang koro sebesar 11,2 mg/100 gr bahan atau sebesar 112 ppm (Akpapunam 1997). Akumulasi HCN pada tubuh dapat mengakibatkan gangguan penyerapan iodium dalam tubuh dan menghambat penyerapan protein di dalam tubuh. HCN bebas dalam tubuh dapat menimbulkan efek toksisitas (Pambayun 2000). Asam sianida (HCN) merupakan komponen yang larut air sehingga dapat dihilangkan dengan perendaman pemanasan, fermentasi serta sebagai pengolahan lainnya (Soetan dan Oyewole 2009). Berdasarkan penelitian Sukrosono (2006) perendaman kacang koro pedang ke dalam larutan kalsium dapat menurunkan kadar HCN pada kacang koro pedang karena garam kalsium dapat berikatan dengan HCN. Sedangkan perlakuan lanjutan menjadi tempe kacang koro pedang dapat menurunkan kadar HCN sebesar 98,86% dari kadar awal biji (Gozal 2015). Kandungan gizi kacang koro pedang dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Kandungan gizi kacang koro pedang per 100 g bahan

Komposisi Nilai

(16)

4

(FAOSTAT 2005 dalam Ginting et al 2010). Kandungan protein pada tempe kedelai lebih tinggi (18,3%) daripada jika kedelai diolah menjadi produk lain, seperti tauco (10,4%) , tahu (7,4%) , kecap (5,5%) dan susu kedelai (2,8%) (Hermana 1985). Berikut ini adalah nilai zat gizi biji kacang kedelai per 100 gr. Tabel 2 Kandungan gizi kacang kedelai per 100 gr bahan

Sumber : LIPI 2000

Tempe

(17)

5 Proses pembuatan tempe secara umum meliputi perebusan, perendaman, penghilangan kulit ari, penirisan, peragian, pembungkusan dan pemeraman . Faktor-faktor seperti kebersihan alat dan suhu lingkungan sangat berpengaruh terhadap keberhasilan pembuatan tempe (Suciati 2012). Konsumsi kedelai dalam bentuk tempe lebih dianjurkan karena menutut Astawan (2004), tempe lebih mudah dicerna, zat gizinya lebih mudah diserap dan dimanfaatkan oleh tubuh dibandingkan dengan kedelai mentah maupun rebus.

METODOLOGI

Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain biji kacang koro pedang (Canavalia ensiformis) yang didapatkan dari perkebunan Damar Sindoro Sumbing di Kandangan Temanggung Jawa Tengah Indonesia. Laru tempe diperoleh dari PT Aneka Fermentasi Industri , Bandung Indonesia dengan nama dagang RAPRIMA. Selain itu, digunakan kedelai varietas Grobogan, CaCl2 dan bahan bahan untuk analisis.

Alat

Alat yang akan digunakan adalah texture analyzer, chromameter, gelas ukur 50 ml, oven, tanur listrik, vortex, sentrifuge, labu kjehldal, kondensor, labu lemak, inkubator, pipet, styrofoam box, plastik pembungkus, kompor, panci, jarum steril, timbangan, desikator, tabung reaksi serta cawan porselen dan aluminium.

Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan 2 tahap yaitu tahap penelitian pendahuluan yang berupa penentuan formula terbaik berdasarkan analisis tekstur dan organoleptik serta penelitian lanjutan berupa analisis proksimat sampel yang memiliki parameter tekstur dan organoleptik terbaik.

Formula Tempe

Formula tempe yang diujikan pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Formulasi tempe campuran kedelai dan koro pedang

Perbandingan

(Kedelai : Koro Pedang)

Koro Pedang (gr) Kedelai (gr)

100 : 0 0 100

75 : 25 25 75

50 : 50 50 50

(18)

6

Pembuatan Tempe

Pengolahan kacang koro dilakukan berdasarkan metode yang telah dilakukan pada penelitian sebelumnya (Gozal 2015). Kacang koro direndam dalam CaCl2 selama 72 jam kemudian dikupas kulitnya. Kacang koro pedang yang telah dikupas ini kemudian dicuci dan dipotong menjadi 8 bagian. Pemotongan menjadi 8 bagian ini didasarkan pada klasifikasi kacang kedelai yang digunakan untuk pembuatan tempe (Shurtleff 2011), yaitu 11-12 gram per butir yang dikategorikan sebagai kacang kedelai sedang (Sarwono 2005). Kemudian kacang koro pedang dikukus selama 30 menit dan didinginkan. Sedangkan pengolahan kacang kedelai dan pembuatan tempe mengikuti prosedur yang diterapkan di rumah tempe Indonesia. Kacang kedelai dicuci kemudian direndam selama dua jam. Setelah direndam, kacang kedelai direbus selama 30 menit dan direndam lagi selama 24 jam dengan air rebusan tersebut. Setelah direndam , kacang kedelai dikupas kulit arinya dan direbus dalam air mendidih selama 30 menit kemudian didinginkan. Setelah didinginkan, kacang koro pedang dan kacang kedelai diragi dan dicampur sesuai dengan formulasi yang ada dan diinkubasi pada suhu 30oC selama 48 jam. Prosedur pembuatan tempe dapat dilihat pada gambar 1.

Pengujian Densitas

Pengujian densitas pada bahan pangan dilakukan dengan menggunakan metode pengukuran densitas bahan. Pengukuran densitas bahan ini diperuntukkan pada bahan pangan karena pada bahan pangan memiliki komponen yang sangat bervariasi dan bermacam-macam, yang terkadang tidak diketahui komponennya Sampel yang telah diketahui beratnya kemudian diukur volumenya dengan menggunakan metode liquid displacement. Perbedaan antara volume awal pada alat ukur dengan volume akhir setelah sampel dimasukkan merupakan volume sampel (Rahman 2008). Pada penelitian kali ini, berat sampel yang digunakan disamakan tiap perlakuan, yaitu 10 gr. Alat ukur volume yang digunakan adalah gelas ukur 50 ml, mengacu pada metode pengukuran densitas kamba (Sathe and Salunkhe 1981). Densitas ditentukan berdasarkan perbandingan antara massa bahan dengan volume bahan.

Densitas (g/mL) 

Pengujian Warna

Pengukuran warna dilakukan dengan menggunakan alat Chromameter CR-300. Prinsip pengukuran warna menggunakan alat ini adalah pengukuran perbedaan warna melalui pantulan cahaya oleh permukaan sampel. Sampel diletakkan pada tempat khusus, setelah menekan tombol start diperoleh nilai L, a dan b. Ketiga parameter tersebut merupakan ciri notasi warna Hunter (Hutching 1999).

Pengujian Tekstur

(19)

7 kekerasan suatu bahan pangan (Rosenthal 1999; deMan 1997). Sedangkan pengukuran firmness, springiness, chewiness, gummines dan cohessiveness

dilakukan dengan menggunakan analisis profil tekstur (TPA). Prinsipnya adalah dengan memberikan gaya tekan terhadap produk sebanyak dua kali (Andarwulan et al. 2011). Sampel dipotong dengan panjang 4 cm, lebar 3 cm, dan ketebalan 1 cm. Kemudian alat texture analyzer disetting dengan pre-test speed 1,5 mm/s ; test speed 1,5 mm/s ; post test speed : 10 mm/s dan distance sebesar 10 mm.

Pengujian Rendemen

Rendemen diukur untuk melihat efisiensi proses pembuatan tempe. Pengukuran ini didasarkan pada berat bahan mentah yang digunakan pada proses.

% rendemen =

X 100%

Pengujian Organoleptik

Sifat organoleptik dari tempe diuji dengan rating hedonik. Panelis berupa panelis tidak terlatih berjumlah 30 orang. Parameter yang diujikan meliputi tekstur, aroma, rasa, warna dan overall. Skala yang dipakai adalah 7 skala, yaitu 1 = sangat tidak suka ; 2 = tidak suka ; 3 : agak suka ; 4 : netral; 5 : agak suka ; 6 : suka dan 7 : sangat suka (BSN 2011).

Analisis Kadar Air Metode Oven (AOAC 2005)

Analisis kadar air diawali dengan pengeringan cawan alumunium dalam oven selama 15 menit kemudian didinginkan dalam desikator selama 10 menit dan ditimbang (A). Sebanyak 1-2 gr sampel (B) dimasukkan kedalam cawan kemudian dikeringkan dalam oven suhu 105oC selama 6 jam. Setelah 6 jam, cawan dipindahkan ke dalam desikator dan didinginkan selama 15 menit kemudian ditimbang. Kadar air contoh dapat dihitung dengan persamaan berikut :

Kadar Air (%bb) =

Analisis Kadar Abu (AOAC 2005)

Cawan porselen dan tutupnya dikeringkan di dalam oven selama 15 menit, lalu didinginkan dalam desikator dan ditimbang (A). Sebanyak 2-3 gram sampel (B) dimasukkan ke dalam cawan, kemudian dibakar hingga tidak berasap Selanjutnya, dilakukan pengabuan di dalam tanur listrik pada suhu 400-600oC selama 4-6 jam hingga terbentuk abu berwarna putih dan memiliki bobot konstan. Abu berserta cawan didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang (C). Kadar abu contoh dapat dihitung dengan persamaan berikut:

Kadar Abu (%bb) = -

Kadar Abu (%bk) =

(20)

8

Kacang Koro Pedang Kacang Kedelai

Larutan CaCl 10%

Sortasi

Pencucian

Perendaman selama dua jam

Perebusan selama 30 menit

Perendaman selama 1 malam dengan air rebusan

Pengupasan kulit ari

Perebusan dengan air mendidih 30 menit

Pendinginan

Penutupan plastik dengan sealer

Inkubasi pada suhu 25 - 30oC selama 48 jam

Tempe Kedelai Subtitusi Pendinginan

Pencampuran

Pengisian Ragi

2%

Pengupasan kulit ari

Pemotongan menjadi 8 bagian

Pencucian

Pengukusan selama 30 menit

Perendaman selama 72 jam

Sortasi

(21)

9 Analisis Kadar Protein Metode Kjehdahl (AOAC 2005)

Analisis kadar protein dilakukan dengan 3 tahap, yaitu penghancuran, destilasi dan titrasi. Tahap penghancuran dilakukan sebagai berikut. Sebanyak 0,1-0.25 gram sampel ditimbang di dalam labu Kjeldahl, lalu ditambahkan 1.0 ± 0.1 gram K2SO4, 40 ± 10 mg HgO, 2.0 ± 0.1 ml H2SO4 dan 2-3 butir batu didih. Sampel didihkan dengan kenaikan suhu bertahap sampai cairan jernih kemudian didinginkan.

Pada tahap destilasi, air destilata ditambahkan dalam jumlah kecil secara perlahan lewat dinding labu dan digoyang perlahan agar kristal yang terbentuk dapat larut kembali. Kemudian isi labu dipindahkan ke dalam alat destilasi dan labu dibilas sebanyak lima sampai enam kali dengan 1-2 ml air destilata. Air bilasan labu dipindahkan ke labu destilasi dan ditambahkan 8-10 ml larutan 60% NaOH- 5% Na2SO3. Erlenmeyer 250 ml yang berisi 5 ml larutan H3BO3 dan 2-4 tetes indikator red-metilen blue diletakkan dibawah kondensor. Sampel didestilasi sampai diperoleh sekitar 15 ml destilat dan dilanjutkan pada tahap titrasi.

Pada tahap titrasi, dilakukan standarisasi larutan HCl 0.02 N terlebih dahulu. Sebanyak 25 ml larutan HCl 0.02 N dipipet kedalam erlenmeyer 250 ml, lalu ditambahkan 2-3 tetes indikator fenolftalein 1%. Larutan HCl 0.02 N dititrasi dengan NaOH 0.02 N yang telah distandarisasi, sehingga dapat diketahui volume NaOH yang diperlukan untuk titrasi hingga menyebabkan perubahan warna larutan menjadi merah muda. Normalitas (N) larutan HCl dapat dihitung menggunakan rumus:

N HCl = (ml NaOH) x (N NaOH)

ml HCl

Setelah dilakukan standarisasi larutan HCl 0.02 N, destilat diencerkan hingga kira- kira 50 ml, kemudian dipindah ke dalam erlenmeyer. Destilat dititrasi dengan HCl 0.02 N yang telah distandarisasi sampai terjadi perubahan warna menjadi abu- abu sehingga diperoleh volume HCl 0.02 N yang diperlukan untuk titrasi. Selain itu, dengan prosedur yang sama juga dilakukan penetapan volume HCl standar yang digunakan untuk titrasi blanko. Kadar protein contoh dapat dihitung menggunkaan rumus berikut:

% N = (ml HCl contoh – ml HCl blanko) x N HCl x 14,007 x 100

mg contoh

Kadar protein (% bb) = % N x Faktor konversi Analisis Kadar Lemak (AOAC 2005)

(22)

10

Analisis Kadar Karbohidrat (by difference) (Winarno 2004)

Perhitungan kadar karbohidrat dilakukan dengan cara by difference dengan persamaan :

Kadar karbohidrat (%bb) = 100% - (% air + % abu + % protein + %lemak) Kadar karbohidrat (%bk) = Kadar karbohidrat bb

-kadar air bb 100% Prosedur Analisis Data

Rancangan Acak lengkap digunakan dengan satu faktor yang berpengaruh, yaitu perbandingan kacang koro terhadap kacang kedelai. Penelitian ini dilakukan sebanyak tiga kali ulangan dengan masing-masing dilakukan dua kali (duplo). Data hasil analisis akan diolah dengan menggunakan ANOVA Ragam Satu Arah (One Way Annova) dari SPSS 20.0 dan menggunakan uji Duncan sebagai uji lanjut apabila terdapat perbedaan nyata.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Densitas Tempe

Densitas adalah sifat fisik yang penting di dalam pangan yang dinyatakan sebagai perbandingan antara massa dan volume bahan pangan tersebut. Densitas bahan pangan menyatakan kepadatan suatu bahan pangan. Semakin besar nilai densitas bahan pangan, maka bahan pangan tersebut memiliki kepadatan yang cukup besar. Pengukuran densitas pada tempe dilakukan utuk mengetahui kepadatan pertumbuhan miselium yang terdapat pada tempe. Data hasil pengukuran densitas dapat disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4 Data densitas tempe kedelai dan tempe campuran

(23)

11 Dari hasil pengukuran densitas, dapat diketahui bahwa sampel tempe dengan subtitusi kacang koro sebanyak 25% dan 50% tidak memiliki perbedaan yang nyata dengan sampel kontrol pada taraf signifikansi 95% berdasarkan hasil uji ANOVA. Sedangkan sampel tempe dengan subtitusi kacang koro 75% tidak memiliki perbedaan yang nyata dengan sampel tempe dengan subtitusi kacang koro 50%. Perbedaan densitas pada tempe dapat dikarenakan perbedaan kelebatan miselium yang tumbuh pada tempe. Penurunan densitas pada sampel sesuai dengan penambahan komposisi kacang koro menunjukkan terjadinya penurunan kelebatan miselium yang terjadi di dalam sampel tempe. Penurunan kelebatan miselium menunjukkan Rhizopus oligosporus memproduksi miselium lebih lebat pada substrat kacang kedelai murni dibandingkan dengan kacang koro pedang. Hal dapat terjadi dikarenakan kacang koro memiliki kadar karbohidrat yang lebih tinggi daripada kacang kedelai. Kadar karbohidrat adalah penentu tekstur bahan pangan. Karbohidrat terdiri atas komponen pati, serat, dan selulosa yang merupakan jaringan penguat (Lehninger 1978). Semakin tinggi kadar karbohidrat pada biji, maka tekstur biji menjadi lebih keras (Antarlina et al 2003). Kekerasan pada kacang koro pedang menyebabkan Rhizopus oligosporus lebih sulit bergerminasi secara sempurna dibandingkan dengan tekstur kacang kedelai yang lebih lunak sehingga miselium yang diproduksi menjadi lebih sedikit dan kelebatan miselium menjadi menurun. Selain kekerasan biji kacang koro pedang, nilai pH pada kacang juga menjadi faktor penyebab Rhizopus oligosporus tidak tumbuh secara sempurna. Pada pembuatan tempe kedelai, kacang kedelai direndam agar menurunkan pH menjadi lebih asam sekitar 4,5-5,3. Dengan adanya pengasaman, bakteri pembusuk dan kontaminan lainnya sulit untuk tumbuh sehingga Rhizopus oligosporus pada tempe tumbuh menjadi lebih optimal (Suhaidi 2003). Nilai pH kacang koro pedang setelah perendaman CaCl2 sebesar 5,85 sehingga masih memungkinkan bakteri dan kontaminan tumbuh sehingga pertumbuhan Rhizopus oligosporus kurang optimal.

Rendemen

Rendemen adalah parameter yang digunakan untuk menilai efisiensi sebuah proses. Rendemen dapat dipengaruhi oleh proses pembuatan tempe yang pada penelitian kali ini terbagi menjadi dua tahap, yaitu proses pengolahan kacang koro pedang dan kacang kedelai. Proses pengolahan kacang koro pedang yang dapat mempengaruhi rendemen meliputi perendaman, pengupasan kulit ari, pencucian, pengukusan dan peragian, sedangkan proses pengolahan kacang kedelai yang dapat mempengaruhi rendemen meliputi perendaman, pengupasan kulit, perebusan, dan peragian. Semakin tinggi nilai rendemen, maka proses dinyatakan semakin efisien dan semakin menguntungkan dari segi ekonomi (Karnila et al 2011). Hasil dari pembuatan tempe dapat dilihat pada gambar berikut.

(24)

12

Gambar 4 Tempe subtitusi 50% Gambar 5 Tempe subtitusi 75% kacang koro pedang kacang koro pedang

Data rendemen pembuatan tempe dapat dilihat dalam tabel berikut. Tabel 5 Data rendemen proses pembuatan tempe

Sampel Rendemen(%)

Kontrol 153,08d ± 0,20

25% Kacang Koro Pedang 148,42c ± 1,14 50% Kacang Koro Pedang 145,58b ± 0,66 75% Kacang Koro Pedang 144,33a ± 0,68

Dari data diatas dapat dinyatakan bahwa dengan adanya subtitusi kacang koro pedang terdapat perbedaan nyata rendemen proses yang dihasilkan. Rendemen menurun seiring dengan penambahan kacang koro pedang. Hal ini dapat dikarenakan perendaman pada kacang kedelai memberikan kesempatan kepada kedelai untuk menyerap air (hidrasi) sehingga beratnya menjadi dua kali lipat dan dengan penyerapan tersebut, kedelai mampu menyerap air lebih banyak ketika direbus dengan air. Dengan perebusan selama satu jam, volume kacang kedelai akan bertambah mengembang menjadi dua setengah kalinya (Steinkraus 1983). Proses pengolahan kacang koro pedang, kacang koro pedang tidak direbus melainkan dikukus sehingga dapat mengurangi penyerapan air dan volume kacang koro pedang. Volume kacang koro pedang setelah direndam mengembang sebesar dua kali lipat (Gozal 2015). Pada saat pengolahan, 1 kilogram kacang kedelai kering dapat mengembang menjadi 1500 gram kacang kedelai siap ragi, sedangkan pada pengolahan kacang koro pedang, 1 kilogram kacang koro pedang mentah dapat menjadi 1300-1370 gram kacang koro pedang siap ragi. Volume air yang dipakai adalah 5 liter untuk satu kilogram kacang koro pedang dan kacang kedelai pada saat perendaman. Pada saat perebusan, volume air yang dipakai untuk kacang kedelai adalah 4 liter tiap satu kilogram.

Tekstur

Parameter tekstur adalah parameter yang sangat penting dalam bahan pangan. Produk pangan memiliki bentuk dan tekstur yang bermacam-macam sehingga memiliki reologi yang berbeda-beda. Tekstur yang berbeda ini menyebabkan perbedaan respon pada produk pangan ketika dikenai gaya. Gaya yang diberikan dapat berupa gaya tarik, gaya tekan, ataupun gaya geser.

(25)

13 diukur menggunakan uji instrumental. Fungsi esensial uji instrumental adalah mampu mengukur sifat-sifat struktural, mekanikal dan permukaan yang mempengaruhi interaksi makanan dengan fisiologi mulut (Ross 2006).

Tekstur produk tempe yang diteliti pada penelitian kali ini adalah nilai kekerasan. Kekerasan ini diuji dengan texture analyzer. Nilai kekerasan ditentukan dari gaya maksimum yang dicapai hingga sampel patah. Nilai kekerasan menunjukkan daya tahan untuk pecah akibat gaya tekan yang diberikan. Pengukuran ini menggunakan probe berbentuk pisau. Semakin tinggi nilai kekerasan maka benda tersebut semakin kuat (Andarwulan et al 2011). Data nilai kekerasan dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 6 Data kekerasan sampel tempe

Sampel Hardness (gf)

Tempe Kedelai 1248,42b ± 123,59

25% Kacang Koro Pedang 1159,23b ± 62,98 50% Kacang Koro Pedang 962,33a ± 90,58 75% Kacang Koro Pedang 921,20a ± 84,60

Gambar 5 Nilai kekerasan sampel tempe

Berdasarkan uji anova pada taraf signifikansi 95%, dapat diketahui bahwa nilai kekerasan sampel tempe dengan subtitusi kacang koro pedang sebesar 25% tidak berbeda nyata dengan sampel tempe kedelai. Hal ini menandakan bahwa sampel dengan subtitusi sebesar 25% memiliki tekstur yang sama dengan tempe kedelai murni. Sedangkan nilai kekerasan sampel tempe murni dengan subtitusi 50% dan 75% kacang koro pedang memiliki nilai kekerasan yang berbeda nyata Hal tersebut dapat disebabkan karena pada tempe dengan substitusi kacang koro pedang memiliki miselium kapang yang tumbuh lebih sedikit apabila dibandingkan dengan tempe kedelai murni. Pertumbuhan miselium kapang yang lebih sedikit ini didasarkan pada data densitas dan data warna yang menunjukkan

(26)

14

kepadatan dan penyebaran miselium antar sampel. Semakin banyak miselium kapang yang tumbuh pada tempe, semakin baik tekstur tempe tersebut. Miselium akan meningkatkan kerapatan massa tempe satu sama lain sehingga membentuk suatu massa yang kompak dan mengurangi rongga udara di dalamnya. Menurut Susanto (1999), tekstur (kekerasan) tempe dipengaruhi oleh pertumbuhan miselia yang merata dan pesat yang akan menutupi permukaan tempe, sehingga memberikan tekstur yang kokoh. Hal ini yang menyebabkan nilai kekerasan pada sampel kedelai dan sampel 25% subtitusi kacang koro pedang lebih tinggi dibandingkan sampel 50% dan 75% subtitusi kacang koro pedang.

Warna

Warna adalah salah satu parameter fisik pada bahan pangan yang menentukan mutu bahan pangan. Warna dapat menjadi salah satu penentu kualitas dan derajat penerimaan bahan pangan. Penentuan mutu bahan pangan dilakukan berdasarkan beberapa faktor, namun sebelum faktor lain diperhitungkan analisis warna secara visual dilakukan terlebih dahulu untuk menentukan mutu bahan pangan (Winarno 2004).

Analisis warna dilakukan pada tempe untuk mengetahui pertumbuhan miselium yang terjadi pada tempe. Warna putih yang terdapat pada tempe disebabkan oleh miselium kapang yang tumbuh pada biji kedelai (Kasmidjo 1990). Warna ini dianalisis dengan parameter Lightness dengan alat Chromameter . Parameter Lightness atau yang biasa disingkat dengan L mempunyai nilai 0 biru-kuning dengan nilai +b (positif) dari 0 sampai +70 untuk warna kuning dan nilai –b (negatif) dari 0 sampai -80 untuk warna biru (Hutching 1999). Data warna untuk tempe dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 7 Data pengujian warna sampel tempe

Sampel Parameter

(27)

15 sebesar 25% kacang koro. Hal ini juga menunjukkan bahwa sampel dengan tingkat subtitusi sebesar 50% tidak memiliki perbedaan nyata kelebatan miselium dengan sampel dengan tingkat subtitusi 25%. Perbedaan yang nyata ditunjukkan oleh sampel dengan subtitusi kacang koro 75% . Hal ini menunjukkan adanya perbedaan tingkat pertumbuhan miselium antara sampel tempe dengan subtitusi kacang koro pedang sebanyak 75% dengan sampel lainnya. Terlihat adanya penurunan nilai kecerahan yang dapat dianalogikan dengan penurunan pertumbuhan dan kelebatan miselium di tempe seiring dengan bertambahnya komposisi kacang koro pedang. Hal ini dapat dikarenakan kekerasan pada tekstur kacang koro pedang dan nilai pH yang tidak terlalu asam sehingga Rhizopus oligosporus tidak tumbuh terlalu baik dan miselium yang tumbuh tidak terlalu lebat.

Parameter nilai a yang diperoleh menunjukkan kecenderungan warna pada sampel tempe, dimana keempat sampel tempe memiliki warna kemerahan yang tipis karena nilai a bernilai positif. Sedangkan dari parameter nilai b yang bernilai positif menunjukkan keempat sampel memiliki warna kuning yang tidak berbeda nyata.

Pengujian Organoleptik Sampel Tempe

Untuk mengetahui penerimaan panelis terhadap sampel tempe yang dibuat, dilakukan uji organoleptik . Uji organoleptik yang dilakukan adalah uji rating hedonik. Uji hedonik atau uji kesukaan merupakan salah satu metode uji organoleptik yang sering digunakan untuk menentukan tingkat kesukaan dan tingkat penerimaan konsumen atas suatu produk tertentu. Dalam uji ini panelis diminta mengungkapkan tanggapan pribadinya tentang kesukaan atau sebaliknya ketidaksukaan, disamping itu mereka juga mengemukakan tingkat kesukaan/ketidaksukaan (Adawiyah et al 2012).

(28)

16

Gambar 6 Hasil uji organoleptik

Parameter pertama yang dianalisis adalah tekstur tempe. Dari hasil organoleptik diperoleh bahwa ketiga sampel tempe dengan tingkat subtitusi 25% ,50% dan 75% kacang koro berbeda nyata dengan sampel tempe kedelai murni. Penerimaan tekstur tertinggi dimiliki oleh sampel tempe dengan tingkat subtitusi sebesar 25% kacang koro. Hal ini dapat dikarenakan sampel tempe dengan tingkat subtitusi sebesar 25% kacang koro memiliki kepadatan miselium dan penyebaran miselium yang tidak berbeda nyata dengan tempe kedelai murni sehingga tekstur yang terlihat pun lebih kokoh.

Parameter kedua yang dianalisis adalah warna. Warna putih yang terdapat pada tempe disebabkan oleh miselium kapang yang tumbuh pada biji kedelai (Kasmidjo 1990). Dari hasil uji organoleptik, sampel tempe dengan tingkat subtitusi 25% kacang koro pedang memiliki warna yang tidak berbeda nyata dengan sampel tempe kedelai murni. Sedangkan sampel tempe dengan tingkat subtitusi 25% juga tidak memiliki perbedaan nyata dengan sampel tempe dengan tingkat subtitusi 50%. Sedangkan perbeaan nyata ditunjukkan oleh sampel tempe dengan tingkat subtitusi 75% kacang koro pedang. Hal ini dapat dikarenakan penyebaran miselium pada permukaan tempe yang kurang lebat sehingga warnanya menjadi berbeda dengan ketiga sampel tempe lainnya.

Parameter ketiga yang dianalisis adalah aroma. Aroma khas dari tempe ditimbulkan dari adanya penguraian lemak dan asam amino oleh kapang. Selain itu, miselium kapang juga turut memberikan kontrbusi pada aroma tempe (Astawan 2009). Dari hasil pengujian yang dilakukan, dapat diketahui bahwa sampel tempe dengan 25% kacang koro pedang tidak memiliki perbedaan yang nyata apabila dibandingkan dengan sampel tempe murni. Sedangkan perbedaan yang tidak nyata juga ditunjukkan antara sampel tempe dengan tingkat subtitusi 50% dengan 75% kacang koro pedang. Namun terdapat perbedaan aroma yang nyata antara sampel tempe murni dan tempe dengan 25% subtitusi kacang koro pedang dengan tempe 50% dan 75% subtitusi kacang koro pedang. Hal ini dapat dikarenakan tingginya kadar karbohidrat yang ada pada kacang koro pedang menyebabkan terjadinya fermentasi karbohidrat menjadi etanol sehingga menimbulkan bau yang menyimpang dibandingkan dengan tempe.

0

Tempe Kedelai Tempe 25% Kacang Koro Pedang

(29)

17 Parameter keempat yang dianalisis adalah rasa tempe. Rasa pada tempe dipengaruhi oleh miselium kapang yang terbentuk dan jenis substrat yang difermentasi. Dari hasil uji organoleptik diperoleh bahwa sampel tempe 25% subtitusi kacang koro pedang tidak memiliki perbedaan rasa yang nyata apabila dibandingkan dengan tempe murni. Hal ini dikarenakan komposisi kacang kedelai yang masih mendominasi sehingga memiliki rasa yang tidak berbeda nyata dengan tempe kedelai murni. Selain itu kelebatan miselium yang tinggi menyebabkan fermentasi kacang pada tempe berjalan dengan baik sehingga menghasilkan rasa khas tempe. Sedangkan perbedaan nyata dengan sampel tempe kedelai murni ditunjukkan pada sampel tempe 50% dan 75% subtitusi kacang koro pedang. Hal ini karena miselium kapang yang tumbuh pada kedua tempe tersebut memiliki kelebatan yang kurang, yang artinya pertumbuhan Rhizopus oligosporus dan proses fermentasi yang terjadi berjalan kurang baik dibandingkan dengan tempe kedelai murni, sehingga rasa khas tempe akibat fermentasi menjadi kurang.

Secara keseluruhan, tempe dengan tingkat subtitusi 25% kacang koro pedang tidak memiliki perbedaan nyata dengan tempe kedelai murni. Hal ini dapat diartikan bahwa sampel tempe dengan tingkat 25% subtitusi kacang koro pedang memiliki mutu organoleptik yang sama dengan tempe kedelai murni. Oleh karena itu, tempe dengan tingkat subtitusi sebesar 25% dapat dikembangkan sebagai tempe alternatif pengganti tempe kedelai murni.

Reologi Tempe

Produk pangan memiliki beberapa bentuk, yang memiliki perbedaan respon ketika dikenai gaya tertentu. Reologi mempelajari mengenai perubahan bentuk suatu bahan akibat adanya gaya yang mengenainya. Gaya yang diberikan dapat berupa gaya tekan, gaya tarik atau gaya geser. Setiap produk pangan akan memberikan respon yang berbeda-beda terhadap gaya tersebut, sehingga parameter reologi yang dimiliki setiap bahan pun berbeda. Berdasarkan sifatnya, reologi dibedakan menjadi reologi benda cair, padat dan viskoelastis (Andarwulan et al 2011).

Teksture Profile Analyzer adalah alat yang digunakan untuk pengukuran reologi benda padat. Alat ini digunakan sebagai teknik untuk pengukuran respon mekanik selama dua kali proses kompresi, yang dianalogikan sebagai gigitan pertama dan kedua pada makanan saat pangan masuk ke dalam mulut. Parameter yang sering diukur antara lain kekerasan, elastisitas, kelengketan, kekompakan, kerapuhan, dan daya kunyah (Stokes et al 2013). Selama proses pengujian TPA, sampel ditekan sebanyak dua kali untuk mensimulasikan proses pengunyahan selama di mulut.

Parameter yang dianalisis pada sampel tempe kali ini adalah firmness

(kekerasan), springiness (elastisitas), cohesiveness (kekompakan),gumminess

(kelengketan) dan chewiness (daya kunyah). Data hasil pengukuran TPA dapat dilihat pada Tabel 8.

(30)

18

Tabel 8 Data reologi sampel tempe

Sampel Hardness Parameter reologi pertama yang dianalisis adalah kekerasan. Parameter kekerasan ini dianalogikan sebagai kekuatan yang dibutuhkan untuk menekan makanan di antara gigi geraham. Parameter ini digunakan untuk mengevaluasi besarnya gaya yang dibutuhkan untuk menekan sampel hingga terjadi deformasi. Parameter kekerasan ditentukan dari puncak kurva ketika sampel pertama kali ditekan (Sekuler 2004).

Dari tabel dapat terlihat bahwa sampel dengan subtitusi kacang koro pedang sebesar 25% memiliki nilai kekerasan yang lebih tinggi dibandingkan dengan tempe kedelai murni dan kedua sampel lainnya. Perbedaan ini dapat dikarenakan adanya subtitusi kacang koro pedang akan meningkatkan kadar karbohidrat dan menurunkan kadar lemak pada tempe yang dibuat. Hal ini dikarenakan kacang koro pedang memiliki kadar karbohidrat yang lebih tinggi dibandingkan kacang kedelai dan kadar lemak yang lebih rendah dibandingkan kacang kedelai. Kadar karbohidrat dan kadar lemak adalah penentu tekstur pada produk. Semakin tinggi kadar karbohidrat maka tekstur produk semakin keras, dan semakin rendah kadar lemak maka tekstur produk juga menjadi lebih keras. Namun kekerasan menurun seiring bertambahnya komposisi kacang koro. Hal ini disebabkan karena miselium yang terbentuk semakin berkurang dengan bertambahnya komposisi kacang koro pedang sehingga tekstur tempe menjadi lebih rapuh. Dari data dapat disimpulkan bahwa kekuatan untuk menekan sampel tempe dengan subtitusi 25% kacang koro pedang hingga terjadi deformasi lebih besar dibandingkan ketiga sampel lainnya. Dari hasil pengujian anova, diketahui kekerasan yang dimiliki oleh sampel 25% dan 50% kacang koro pedang tidak berbeda nyata.

(31)

19 pedang memiliki kepadatan miselium dan penyebaran miselium yang lebih padat apabila dibandingkan dengan sampel 75% kacang koro pedang. Miselium yang terdapat pada tempe menyebabkan tekstur pada ketiga sampel tempe lebih kokoh sehingga ketika dikenai gaya dan mengalami deformasi, ketiga sampel ini lebih baik untuk kembali ke bentuk semula dibandingkan sampel 75% kacang koro pedang.

Parameter ketiga yang dianalisis adalah cohessivenes atau yang disebut dengan kekompakan. Kekompakan dianalogikan sebagai sampel yang ditempatkan di dalam gigi geraham kemudian mengalami penekanan. Kekompakan dinilai sebagai Sejauh mana sampel deformasi sebelum pecah ketika itu digigit dengan gigi geraham (Sekuler 2004). Jumlah deformasi pada sampel sebelum sampel pecah merupakan indikasi dari kekuatan ikatan internal yang membentuk makanan. Kekuatan ini disebut kekompakan. Cohesiveness diukur dari rasio antara dua area kompresi sehingga tidak memiliki satuan (Haliza et al. 2012). Gaya kohesi yang tinggi menyebabkan produk pangan menjadi kompak (Andarwulan et al. 2011). Kekompakan mengindikasikan seberapa baik produk tahan terhadap deformasi kedua dibandingkan dengan resistensi di deformasi pertama.

Dari data di tabel 7 dapat dilihat bahwa nilai gaya kohesi pada tempe kedelai murni dan sampel tempe dengan subtitusi 25% serta 50% kacang koro pedang menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata. Hal ini menunjukkan ketiga sampel tersebut mempunyai tekstur yang kompak dan lebih tahan terhadap deformasi dibandingkan sampel tempe 75% kacang koro pedang. Berdasarkan tabel 7 juga dapat dilihat bahwa sampel dengan tingkat subtitusi sebesar 75% memiliki tekstur yang kurang kompak. Hal ini dapat dikarenakan kepadatan dan penyebaran miselium yang kurang dibandingkan dengan ketiga sampel lainnya.

Parameter keempat yang dianalisis adalah gumminess atau kelengketan yang merupakan sifat reologi yang menggambarkan sifat perubahan bentuk benda yang dipengaruhi oleh gaya kohesi dan adhesi (Andarwulan et al. 2011). Kelengketan didefinisikan sebagai energi yang didefinisikan untuk mendeformasikan makanan menjadi bentuk yang siap ditelan. Kelengketan dianalogikan sebagai sampel yang berada diantara mulut dan langit-langit mulut kemudian dihancurkan agar sampel siap ditelan. Nilai kelengketan dirasakan dengan lidah manusia (Sekuler 2004).

Nilai kelengketan tertinggi dimiliki oleh sampel tempe dengan tingkat subtitusi 25% kacang koro pedang yang diikuti dengan sampel tempe kedelai murni dan sampel tempe dengan tingkat subtitusi 50% kacang koro pedang, kemudian nilai kelengketan terendah dimiliki oleh sampel tempe dengan tingkat subtitusi 75% kacang koro pedang. Hal ini dikarenakan kelengketan dipengaruhi oleh daya kohesi dan kekerasan. Sampel tempe dengan tingkat subtitusi 25% kacang koro pedang memiliki nilai kelengketan tertinggi karena memiliki nilai

firmness/kekerasan yang tinggi. Hal ini menyebabkan nilai kelengketan sampel tempe subtitusi 25% kacang koro pedang ini menjadi lebih besar dan berbeda nyata dibandingkan dengan sampel tempe murni dan sampel tempe dengan tingkat subtitusi 50% kacang koro pedang.

(32)

20

cocok untuk menelan (Sekuler 2004). Nilai daya kunyah dianalisis dari hasil perkalian nilai kelengketan dengan elastisitas. Daya kunyah ini berkaitan dengan tingkat kekerasan produk. Semakin keras suatu produk, maka semakin dibutuhkan lebih banyak kunyahan dan waktu kunyahan untuk membuatnya menjadi bagian yang kecil-kecil sebelum masuk ke tahap penelanan. Dengan kata lain semakin tinggi nilai kekerasan maka semakin tinggi daya kunyah. Berdasarkan hasil uji Anova, nilai daya kunyah tertinggi yang dimiliki oleh sampel tempe dengan tingkat subtitusi sebesar 25% tidak berbeda nyata dengan nilai daya kunyah sampel tempe dengan tingkat subtitusi 50% kacang koro pedang dan tempe kedelai murni. Nilai daya kunyah sampel tempe dengan tingkat subtitusi 75% memiliki nilai daya kunyah terendah dan berbeda nyata dengan sampel yang lain dikarenakan nilai firmness/kekerasan yang rendah.

Dari keenam parameter diatas, dapat diketahui bahwa sampel dengan tingkat subtitusi 25% kacang koro pedang memiliki parameter reologi yang tidak berbeda nyata dengan tempe kedelai murni.

Pengujian Proksimat Tempe dengan 25% Subtitusi Kacang Koro Pedang

Analisis proksimat yang dilakukan pada sampel tempe dengan 25% subtitusi kacang koro pedang meliputi kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein dan kadar karbohidrat. Data analisis proksimat dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9 Data proksimat tempe 25% kacang koro pedang

Parameter Tempe 25%

Kandungan air dalam bahan pangan sangat bermacam-macam. Analisis kadar air pada bahan pangan sangat penting karena berhubungan dengan indeks kestabilan bahan pangan (Andarwulan et al 2011). Analisis kadar air dilakukan untuk mengetahui jumlah air yang tersedia pada tempe. Dari hasil yang didapat, kadar air untuk tempe telah memenuhi standar kadar air pada tempe sesuai dengan SNI 3144:2009. Kandungan air yang terdapat pada tempe dapat berasal dari penyerapan air oleh kacang kedelai dan kacang koro pedang selama proses pengolahan, misalnya perendaman dan perebusan.

(33)

21 Secara umum, jenis mineral yang terdapat dalam tempe antara lain kalsium, fosfor, zat besi dan zink (Widianarko 2002).

Lemak pada bahan pangan berada dalam jumlah yang berbeda-beda. Lemak dalam bahan pangan berfungsi sebagai penghantar panas, melembutkan

produk, membentuk „body‟ dan meningkatkan palatabilitas produk. Analisis kadar

lemak pada tempe dapat digunakan untuk mengetahui ketersediaan lemak dalam tempe sehingga dapat diaplikasikan dalam berbagai bahan (Andarwulan et al. 2011). Dari hasil kadar lemak, diketahui bahwa kadar lemak belum memenuhi standar kadar lemak untuk tempe yang ada. Hal ini dapat dikarenakan rendahnya kandungan lemak pada kacang koro pedang apabila dibandingkan dengan kacang kedelai. Hal ini menyebabkan turunnya kadar lemak pada tempe dengan 25% subtitusi kacang koro pedang. Penurunan kadar lemak ini juga dikarenakan adanya pemanfaatan lemak sebagai sumber energi oleh kapang selama proses fermentasi berlangsung.

Protein adalah komponen yang berperan sebagai sumber gizi utama, yaitu sebagai sumber asam amino. Protein sangat penting dalam bahan pangan, dikarenakan protein mengendalikan berbagai sifat pada bahan pangan, misalnya penyerapan air pada roti dan emulsifikasi pada sosis. Analisis kadar protein dilakukan dengan menggunakan metode kjehdahl. Metode ini didasarkan pada kandungan unsur nitrogen yang ada pada bahan pangan (Andarwulan et al 2011). Dari hasil uji proksimat diketahui bahwa kandungan protein pada sampel tempe 25% kacang koro pedang telah memenuhi SNI yang ada. Penurunan kadar protein dari biji kacang kedelai dan kacang koro disebabkan oleh penguraian protein oleh kapang selama fermentasi menjadi asam amino bebas. Selain itu rusaknya protein selama pemanasan juga dapat menurunkan kadar protein yang terdapat pada tempe.

(34)

22

bagi para pengrajin tempe kedelai untuk menekan harga produksi. Hal ini dikarenakan tempe dengan subtitusi kacang koro pedang sebesar 25% tidak memiliki perbedaan nyata dari segi warna, densitas dan parameter reologi dengan tempe kedelai murni. Hasil uji organoleptik menunjukkan tempe dengan subtitusi kacang koro pedang sebesar 25% memiliki penerimaan yang sama dengan tempe kedelai murni. Sehingga tempe dengan subtitusi 25% kacang koro pedang ini dapat dikembangkan sebagai tempe alternatif untuk menekan harga produksi tempe bagi pengrajin tempe.

Saran

Mahalnya harga kedelai menuntut petani harus mencari bahan baku lain untuk menekan harga produksi tempe. Selain kacang koro pedang, banyak jenis kacang-kacangan lain di Indonesia yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan. Namun preferensi masyarakat terhadap tempe kedelai sangatlah besar sehingga perlu dilakukan subtitusi agar tempe dari kacang-kacangan tersebut memiliki penerimaan yang baik di masyarakat. Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai efek tempe subtitusi terhadap kesehatan, seperti kandungan isoflavon, vitamin dan mineral sehingga pemanfaatan dapat dilakukan secara maksimal dan dapat menjadi produk pangan fungsional. Selain itu, dapat dikembangkan produk tempe yang dicampur dengan bahan lain agar dapat memenuhi spesifikasi nilai gizi tertentu, misalnya mengandung asam amino yang sama dengan daging dan lain-lain.

DAFTAR PUSTAKA

Adawiyah DR, Waysima, Nurtama B, Syamsir E, Herawati D, Indrasti D.2012.

Penuntun Praktikum Evaluasi Sensori. Bogor (ID): Departemen ITP IPB.

Adetama DS. 2011. Analisis permintaan kedelai di Indonesia periode 1978-2008 [tesis]. Jakarta (ID) : UI.

Akpapunam MA, Sefa-Dedeh S. 1997. Some physicochemical properties and anti nutritional factors of raw, cooked and germinated Jack beans (Canavalia ensiformis). Food Chem. 59(1) : 121-125.

Andarwulan N, Kusnandar F,Herawati D.201.Analisis Pangan.Jakarta (ID): Dian Rakyat.

Antarlina SS, Ginting E, Utomo JS. 2003. Kualitas tempe kedelai unggul selama penyimpanan beku. JPPTP. Vol 22(2):106-113.

[AOAC] Association of Official Analytical Chemistry. 2005. Official Method of Analysis. Washington DC(US) : AOAC.

Ariani SRD, Sukarno W.2001.Identifikasi senyawa faktor-2 (suatu senyawa isoflavon) dari tempe selama proses fermentasi hari ke-0,1,2,3,4, dan 5. J.Paedagogia. Jilid 4 No.1

(35)

23 Astawan M. 2009. Sehat dengan Hidangan Kacang dan Biji-bijian. Jakarta

(ID) : Penebar Swadaya.

[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2009. SNI 3144:2009: Tempe Kedelai.

Jakarta (ID): BSN.

[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2011. SNI 01-2346-2011: Petunjuk Pengujian Organoleptik dan atau Sensori. Jakarta (ID): BSN.

Chutrtong J. 2013. Acceptance of Consumer on various tempeh and protein content comparison. J Biol Veterinary, Agr & Food Eng. 7 (7): 183-186.

Deman JM. 1997. Kimia Makanan. Padmawinata,penerjemah. Bandung(ID) : Institut Teknologi Bandung. Terjemahan dari : Principle of Food Chemistry

Fellows. 1992. Food Processing Technology. Cambridge (UK) : Woodhead. Feng XM, Eriksson RBA, Schnurer J. 2005. Growth of lactic acid bacteria and

Rhizopus oligosporus during barley tempeh fermentation. International J Food Microbiol. 104: 249–256.

Ginting E, Antarlina SS, Widyowati S. 2009. Varietas unggul kedelai untuk bahan baku industri pangan. Jurnal Litbang Pertanian. 28(3) : 79-87. Gustiningsih D, Andrayani D. 2011. Potensi Koro Pedang (Canavalia

ensiformis) dan Saga Pohon (Adhenanthera povonina) sebagai Alternatif Substitusi Bahan Baku Tempe. [terhubung berkala]. Diakses pada 7 Sept 2015:20.15.Tersedia pada http://repository.ipb.ac.id /bitstream/handle/123456789/44179/PKM-GT-11-IPB-Dini

Potensi%20Koro%20Pedang---.pdf. Bogor (ID):IPB

Gozal C. 2015. Pengaruh perlakuan garam-garam kalsium (Ca(OH)2, CaCO3, CaCl2, CaO) terhadap penurunan kadar HCN tempe koro pedang (Canavalia ensiformis) [skripsi]. Bogor (ID): IPB.

Guzman IL, Cantwell M, Barret MD. 1999. Fresh-cut cantaloupes : effects of CaCl2 dips and heat treatments on firmness and metabolic activity.

Postharvest Biol and Tech. Vol 17 : 201-213

Haliza W, Kailaku SI, Yuliani S. 2012. Penggunaan mixture response surface methodology pada optimasi formula brownies berbasis tepung talas Banten sebagai alternatif pangan sumber serat. J. Pascapanen.Vol 9(2):96-106.

Harnani S. 2009. Studi karakteristik fisikokimia dan kapasitas antioksidan tepung tempe kacang komak (Lablab purpureus (L.) Sweet [skripsi] Bogor (ID) :IPB.

Hermana. 1985. Pengolahan kedelai menjadi berbagai bahan makanan. Bogor(ID):Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan.

Istiani Y. 2010. Karakterisasi senyawa bioaktif isoflavon dan uji aktivitas dari ekstak etanol tempe berbahan baku koro pedang (Canavalia ensiformis) [tesis]. Surakarta (ID) : Universitas Sebelas Maret.

Jha HC. 1985. Novel Isoflavanoids and It’s Derivates, New Antioxydant Derived

from Fermented Soybean (Tempeh). Asian Symposium Non-salted Soybean Fermentation. Tsukaba, Japan, July 14-16, 1985.

(36)

24

Kasmidjo. 1990. Tempe, Mikrobiologi dan Biokimia Pengolahan serta Pemanfaatannya. Semarang (ID): Soegijapranata Press

Kay ED. 1979. Food Legumes. TIP Crop and Product Digest No. 3. Tropical Products Institute ch. XVI pp.435., London

Kelayakan dan teknologi budidaya koro pedang (Canavalia sp.). 2009. Balai Penelitian Tanaman Kacang-Kacangan dan Umbi-Umbian. [terhubung berkala]. Diakses 29 Mar 2015:13.15. Tersedia pada : http://www.puslittan.bogor.net/ downloads/Budidayakacangkoro.pdf Koswara S. 1995. Teknologi Pengolahan Kedelai Menjadikan Makanan

Bermutu. Jakarta(ID) : Pustaka Sinar Harapan.

Laurena AC, Revilleza MJR, Mendoza EMT. 1994. Polyphenols, phytate, cyanogenic glycosides and trypsin inhibitor activity of several Philippine indigenous food legumes. Journal of Food Comp and Analys. Vol 7:194-202.

Laurent AH. 2008.Understanding Protein Structural Change in Hydrophobic Chromatography. MI (US) : UMI.

Lehninger AL. 1978. Biochemistry. New York (US) : Worth Publishing Inc LIPI. 2000. Prosiding Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII. Ketahanan

pangan dan gizi di era otonomi daerah dan globalisasi. Jakarta (ID):LIPI. Marliyati SA, Sulaeman A, Anwar F. 1992. Pengolahan Pangan Tingkat Rumah

Tangga. Bogor (ID) : IPB.

Metsagang, Ngatchic TJ, Yanou NN, Oben JE, Mbofung CMF. 2013. Protein quality and antigrowth effect of protein isolate of Mucuna (Mucuna pruriens) and Canavalia (Canavalia ensiformis) seeds. J Biosci 1(5):183-191.

Pawiroharsono S. 2001. Prospek dan Manfaat Isoflavon untuk Kesehatan.

Direktorat Teknologi Bioindustri, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi.

Purwani E Y. 2014. Koro Pedang (Canavalia ensiformis) Mampu Dampingi Kedelai. [terhubung berkala].Diakses pada 29 Maret 2015 13.15.Tersedia pada: http://pascapanen.litbang.pertanian.go.id/index.php/id/berita/207. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian. 2014. Buletin konsumsi pangan vol

5 no 2.[terhubung berkala]. Diakses pada 29 Maret 2015 13.15. Tersedia pada :http://pusdatin.setjen.pertanian.go.id/tinymcpuk/gambar/file/1Bulet in_Konsumsi_TWII_2014.pdf .

Rahman MS. 2008. Food Properties Handbook. New York(USA):CRC Press. Rosenthal AJ. 1999. Food Texture, Measurement and

Perception.Maryland(USA): Aspen publishers.

Ross AS.2006.Instrumental measurement of physical properties of cooked Asian wheat flour noodles.Chereal chem. 83(1) : 42-51.

Sarwono B. 2005. Usaha Membuat Tempe dan Oncom. Depok (ID): Penebar Swadaya.

Sathe SK,Salunkhe K. 1981. Isolation, partial characterization and modification Of the Geat Nothern Bean (Phaseolis vulgaris L.) starch.Food Science. 46(2):617-621.

(37)

25 Shurtleff W, Aoyagi A. 2011. History of Tempeh and Tempeh Products.

Lafayette (CA): Soyinfo Center.

Soetan KO, Oyewole OE. 2009. The need for adequate processing to reduce the antinutritional factors in plants used as human foods and animal feeds: A review. Afr J of Food Sci. 3 (9):223-232.

Steinkraus K. H. 1983. Indonesian Tempeh and Related Fermentation. Dalam :

Handbook of Indigenous Fermented Foods, ed.K.H.New York (US) :Marcel Dekker Inc.

Stokes JR, Boehm WB, Baier SK. 2013. Oral processing, texture and mouthfeel: From rheology to tribology and beyond. Current Opinion in Colloid and Interface Sciences. Vol 18(4):349-359.

Suhaidi I. 2003. Pengaruh lama perendaman kedelai dan jenis zat penggumpal terhadap mutu tahu. [skripsi]. Medan (ID) : USU.

Suciati A. 2012.Pengaruh lama perendaman dan fermentasi terhadap kandungan hcn pada tempe kacang koro (Canavalia ensiformis L). [skripsi]. Makasar (ID) : UNHAS.

Sukrosono N. 2006. Penentuan efisiensi pemisahan sianida pada pengolahan umbi gadong (Dioscorea hispida). Prosiding (ISSN 1978-0176). Seminar nasional II SDM teknologi nuklir. Yogyakarta, 21-22 Desember 2006. Susanto T. 1999. Rekayasa perbaikan teknologi pembuatan tempe kedelai dan

pengembangannya pada industri tempe generasi kedua dan ketiga. [Rangkuman Hasil Penelitian]. Lembaga Penelitian. Malang (ID): UB. Suyanto OC. 2014. Pengaruh subtitusi koro pedang (Canavalia ensiformis)

terhadap sifat fisikokimia dan sensori selai kacang [tesis]. Semarang (ID): Universitas Katolik Soegijapranata.

Vaidehi MP, Rathnamani A. 1990. The shelf-life of soy-sunflower tempeh and its acceptability to Indian children. Food Nutrition Bulletin. 12(1):53-56. Widianarko. 2002. Tips Pangan “Teknologi, Nutrisi, dan Keamanan Pangan”.

Jakarta (ID) : Grasindo.

(38)

26

Lampiran 1 Kuosioner Uji Organoleptik

SENSORY EVALUATION FORM Please fill the form before you evaluate the product. Product: Tempeh

Name : Age

:

Date : Direction:

- In front of you, presented 5 samples of raw tempeh and 5 samples of cooked tempeh.

- Do the evaluation for each sample based on the texture, color, odor for raw tempeh , taste for fried tempeh and evaluate overall acceptability.

- Write down your respond in the table below based on 7-hedonic scales as follows:

7=Like very much 6= Like moderately 5= Like slightly

4= Neither like nor dislike 3= Dislike slightly

2= Dislike moderately 1= Dislike very much

- Evaluate for each sample and do not compare between the samples. - Netralised your mouth with mineral water before evaluate the sample. - Do in the same way until all samples evaluated.

Attribute Sample Code

814 576 254 384

(39)

27 Lampiran 2. Data uji organoleptik tempe kedelai murni

(40)

28

(41)

29 Data uji organoleptik tempe 50% kacang koro pedang

(42)

30

(43)
(44)
(45)
(46)

34

(47)
(48)
(49)

37

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama lengkap Prajna Cahyaning Kusumawardhani yang lahir di Malang tanggal 12 November 1993 putri pertama dari pasangan Sugeng Hariyadi dan Titik Wahyuni. Sebelum berkuliah di Institut Pertanian Bogor, penulis bersekolah di TK Dharmawanita, SDN Kasembon 01, SMPN 01 Kasembon dan SMAN 2 Pare. Selama mengikuti perkuliahan , penulis tergabung sebagai anggota dari Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan (HIMITEPA) dan menjadi sekertaris departemen eksternal di International Association of Student in Agricultural and Related Sciences (IAAS). Selain aktif dalam kegiatan ekstrakurikuler, penulis juga aktif mengikuti seminar baik dalam skala nasional maupun internasional seperti Food Ingredients Asia yang bertempat di JCC dan IcoBio yang bertempat di Bogor. Selain mengikuti seminar skala internasional, penulis juga pernah

menjadi pemenang dalam lomba „English Debate Competition” dalam ajang

Fateta Annual Contest. Selain itu, dalam ajang debat di IPB, penulis berhasil

menjadi semifinalis dalam ajang tersebut. Skripsi berjudul “Pemanfaatan Kacang Koro Pedang sebagai Bahan Subtitusi dalam Pembuatan Tempe Kedelai”

Gambar

Tabel 3 Formulasi tempe campuran kedelai dan koro pedang
Gambar 1 Diagram alir pembuatan tempe
Tabel 4 Data densitas tempe kedelai dan tempe campuran
Gambar 4 Tempe subtitusi 50%
+4

Referensi

Dokumen terkait

Analisis kimia yang dilakukan terhadap melorin kacang koro pedang dengan konsentrasi minyak kelapa sebesar 10 % (formula terpilih) meliputi analisis kadar air, kadar abu, kadar

Hasil tempe untuk kadar protein tertinggi yaitu pada perlakuan B1P1 penambahan tepung biji jagung dengan persentase 15% sebesar 9,81%, sedangkan kadar serat tertinggi

Bahan pangan alternatif untuk membuat tempe tersebut dapat berasal dari dua tanaman yang lain dari family Leguminoceae yakni koro pedang (Canavalia ensiformis) dan saga pohon

Berdasarkan hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perbedaan kosentrasi asam salisilat berpengaruh nyata terhadap lebar helai daun tanaman kacang koro pedang selama 8

Variasi persentase ragi dan jenis pengemaspada pembuatan tempe berpengaruh sangat nyata terhadap tekstur dan kadar protein tempe koro pedang, namun berpengaruh tidak

menunjukkan bahwa substitusi tepung kacang koro pedang berpengaruh terhadap kadar protein, volume pengembangan dan karakteristik organoleptik atribut aroma, tekstur,

Cookies yang dihasilkan dari bahan baku tepung kacang koro pedang termodifikasi masih memiliki karakteristik sensori yang tidak diinginkan oleh panelis seperti aroma

Hasil dari data deskriptif menunjukkan bahwa puding karamel dengan substitusi sari kacang koro pedang sebanyak 40% adalah yang paling disukai oleh konsumen pada semua