• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Partisipan 1

1. Analisa Data Partisipan 1

Tabel 1. Gambaran Umum Partisipan 1

Keterangan Partisipan 1

Nama Sartika

Jenis Kelamin Perempuan

Usia 24 tahun

Suku Banten

Pendidikan Terakhir SMA

Pekerjaan Service Advisor

Menikah di Usia 22 tahun

2. Data Wawancara Partisipan 1

Tabel 2. Waktu dan Lokasi Wawancara Partisipan 1

No. Partisipan Waktu Wawancara Lokasi

Wawancara

1. Partisipan 1 Hari Minggu, 30 Maret 2014 Pukul : 12.11-13.45 WIB

Rumah Partisipan 2. Partisipan 1 Hari Selasa, 27 Mei 2014

Pukul : 17.55-18.36 WIB

Rumah Partisipan 3. Partisipan 1 Hari Minggu, 15 Juni 2014

Pukul 15.21-16.04 WIB.

Rumah Partisipan 4. Partisipan 1 Hari Senin 10 November

2014 Pukul 20.21-20.51 WIB.

Rumah Partisipan

79

a. Partisipan 1

1) Hasil Observasi pada Wawancara I - Lokasi dan Waktu Wawancara :

Rumah Partisipan pada hari Minggu, 30 Maret 2014 pukul 12.11-13.45 WIB.

Rumah Sartika terletak di dalam sebuah gang yang memiliki jalan cukup besar dan banyak dilalui oleh kendaraan yaitu kendaran roda dua dan roda empat yaitu mobil. Jarak rumah partisipan dengan rumah peneliti tidaklah jauh, kurang lebih hanya berjarak kira-kira 500 meter. Rumah Sartika merupakan sebuah rumah sewa yang memiliki 1 ruang tamu tanpa sekat yang digabungkan dengan ruang TV. Rumah Sartika dilengkapi dengan 2 kamar tidur, 1 kamar mandi dan sebuah dapur kecil yang terlihat dari ruang tamu. Rumah Sartika terdiri dari 4 bagian, yatu bagian teras depan, bagian ruang tamu, bagian kamar dan bagian belakang yang sekaligus berfungsi sebagai dapur dan sebuah kamar mandi. Di bagian teras depan ada dua buah kursi plastik berwarna biru dengan meja bulat kecil di tengahnya.

Wawancara pertama dilakukan di dalam ruang tamu partisipan yang berukuran ± 4x3 meter. Ruang tamu yang didominasi oleh cat berwarna putih tersebut, dipenuhi oleh beberapa barang dan perabot di dalamnya. Pada sisi kiri dari pintu masuk ada 2 buah jendela yang cukup tinggi berukuran kira-kira 1 x 0.5 meter. Kemudian terdapat lemari 2 pintu dengan rak tv di tengahnya di sisi sebelah Selatan arah mata angin. Lemari

80

yang cukup besar tersebut berukuran kira-kira 4x3 meter, dimana pada lemari itu terdapat sebuah televisi, DVD, kemudian ada beberapa buku pada sisi kiri dan kanan lemari yang tersusun rapi. Di dalam ruang tamu juga ada sebuah kursi goyang yang cukup besar yang terbuat dari rotan sehingga hampir memenuhi ruang tamu. Di dalam ruang tamu juga terdapat sebuah meja kecil di antara 2 buah kursi tamu dari plastik berwarna biru yang menyandar ke dinding. Disamping kursi tamu tersebut, ada sebuah lorong kecil yang menghubungkan ruang tamu dengan kamar tidur. Partisipan kemudian duduk di atas kursi berwarna biru yang terbuat dari bahan plastik dengan kedua kaki yang disila di atasnya. Jarak duduk antara partisipan dan peneliti memiliki jarak sekitar 30 cm dengan posisi duduk saling menghadap.

Sartika merupakan seorang wanita dewasa awal yang berkulit kuning langsat dan memiliki rambut hitam ikal sebahu. Sartika memiliki bentuk wajah yang bulat dan memiliki hidung yang mancung. Secara fisik, Sartika memiliki berat badan sekitar 70 kg dan tinggi sekitar 155 cm sehingga bentuk tubuhnya kelihatan sedikit gemuk.

Saat wawancara dilakukan, partisipan terlihat mengenakan baju daster tanpa lengan yang terbuat dari satin berwarna biru muda sepanjang lutut dengan rambut diikat satu ke belakang membentuk sanggul.

Awal wawancara, partisipan terlihat duduk tanpa bersandar di kursi yang didudukinya. Partisipan terlihat bersemangat menjawab beberapa pertanyaan umum seperti nama, usia, pada usia berapa menikah dan

81

sebagainya yang diajukan peneliti di awal wawancara. Partisipan juga terlihat beberapa kali tersenyum ketika ditanya tentang usia pacarannya bersama suaminya, Bang AN. Ketika membahas tentang asal mula perkenalannya dengan suami, partisipan terlihat beberapa kali tertawa dalam menjawab pertanyaan yang diberikan oleh peneliti. Ketika ditanya mengenai topik seputar status ibu tiri dan keputusannya menikah dengan seorang duda, partisipan telihat sedikit kurang nyaman. Hal tersebut terlihat dari perilaku partisipan yang terlihat menggaruk-garuk kepalanya. Partisipan juga terkesan bosan dan sempat bertanya kepada peneliti tentang banyaknya pertanyaan yang akan diajukan. Seiring berjalannya waktu, partisipan terlihat semakin terbuka ketika bercerita mengenai keadaannya kepada peneliti.

Partisipan juga terlihat beberapa kali tersenyum ketika membahas tentang anak tirinya, terutama ketika membahas mengenai kemampuan anak tirinya yang suka menulis dan menggambar. Partisipan sesekali menjawab pertanyaan dengan nada meninggi yang terdengar tegas ketika membahas mengenai respon anak tiri ketika pertama kali bertemu dengannya. Partisipan juga terlihat tertawa terbahak-bahak ketika menjawab beberapa pertanyaan tentang hubungannya dengan suami. Sesekali partisipan juga terlihat diam dan menjawab pertanyaan dengan terbata-bata sambil melayangkan pandangannya ke atas langit-langit ruang tamu. Pada menit keempat puluh, partisipan terlihat sedikit gelisah dalam menjawab pertanyaan yang diberikan. Hal ini ditunjukkan dengan posisi

82

duduk partisipan yang merasa tidak nyaman, dan bolak-balik memainkan ujung kukunya serta sesekali memandang jam dinding diatas pintu masuk. Proses wawancara terhenti ketika ada tamu partisipan yang datang kerumahnya.

2) Hasil Observasi pada Wawancara II - Lokasi dan waktu wawancara :

Rumah Partisipan pada hari Selasa, 27 Mei 2014 pukul 17.55-18.36 WIB. Sore itu, partisipan terlihat sedang mengucir rambut anak tirinya dalam keadaan berdiri di depan pintu masuk. Ketika melihat peneliti datang menghampirinya, partisipan tersenyum dan menyuruh peneliti untuk masuk dan menunggunya di dalam ruang tamu. Saat itu, terlihat suami partisipan sedang membersihkan sepeda motornya didepan teras rumahnya. Setelah selesai mengucir rambut anak tirinya, partisipan memperbolehkan anak tirinya untuk membeli makanan ringan di warung dekat rumahnya. Partisipan kemudian langsung menyuruh peneliti untuk duduk di kursi, namun peneliti menolaknya karena saat itu partisipan mengambil posisi duduk di lantai. Akhirnya, peneliti dan partisipan duduk di lantai dan saling berhadapan. Jarak duduk antara peneliti dan kira-kira 45 cm dengan posisi saling berhadapan. Pada saat itu, partisipan memiliki posisi duduk yang tidak menyandar ke dinding dengan kaki kiri ditekuk ke atas dan kaki kanan dilipat ke dalam.

83

Sore itu partisipan kelihatan selesai mandi, dimana rambut partisipan yang terurai sebahu terlihat basah dan memakai polesan bedak yang sedikit tebal memenuhi wajahnya. Partisipan terlihat hanya menggunakan bedak di sore itu dan tidak terlihat penggunaan make-up yang mencolok pada wajahnya. Partisipan tampak menggunakan kaos berlengan pendek berwarna biru yang bergambar kucing. Partisipan mengenakan celana pendek selutut yang bermotif bunga dengan corak warna-warni. Partisipan tidak mengenakan perhiasan sehingga penampilannya tidak kelihatan mencolok saat itu.

Saat sebelum wawancara, partisipan sempat bertanya kepada peneliti beberapa hal seputar perkuliahan peneliti. Kemudian, partisipan mempersilahkan peneliti untuk mewawancarainya. Di awal wawancara, partisipan menjawab dengan lancar dan semangat pertanyaan yang diajukan kepadanya. Partisipan terlihat sedikit tertawa ketika menjelaskan urutan saudara kandungnya. Ketika ditanya mengenai status ibu tiri, partisipan terlihat mulai menjawab dengan nada yang rendah dan mata menatap ke atas langit-langit tanpa melihat peneliti. Kemudian partisipan juga terlihat tertawa ketika menjelaskan pendapatnya mengenai status ibu tiri. Sesekali partisipan juga terlihat menyisir rambutnya yang basah dengan menggunakan jemari kanannya. Partisipan juga memberikan penekanan pada kata-kata yang berhubungan dengan penilaian lingkungan tentang status ibu tiri.

84

Pada wawancara kedua ini, terlihat kehadiran suami partisipan yang mondar-mandir memasuki ruang tamu. Hal ini sedikit mengganggu proses wawancara, karena partisipan sesekali menggoda suaminya di depan peneliti dan meminta pendapat suaminya mengenai topik wawancara yang diberikan oleh peneliti. Partisipan juga terlihat sesekali tertawa ketika menjawab pertanyaan mengenai adaptasi dalam menghadapi keluarga barunya. Partisipan juga terlihat beberapa kali tersenyum dan sangat bersemangat ketika menjawab pertanyaan mengenai penampilan dirinya dan kelebihan dirinya. Pada menit kelima puluhan, partisipan terlihat bingung ketika menjawab pertanyaan yang diberikan oleh peneliti. Partisipan terlihat menggaruk-garuk kepala, memandangi langit-langit ruang tamu dan mengambil posisi menyandar ke dinding sehingga sedikit menjauhi peneliti. Akhirnya, proses wawancara berakhir ketika adzan maghrib berkumandang.

3) Hasil Observasi pada Wawancara III - Lokasi dan waktu wawancara :

Rumah Partisipan pada hari Minggu, 15 Juni 2014 pukul 15.21-16.04 WIB.

Wawancara ketiga dilakukan di tempat yang sama yaitu di rumah partisipan. Wawancara berlangsung di teras depan rumah partisipan yang berukuran kira-kira 4 x 2 meter. Di teras depan rumah partisipan, terdapat 2 buah kursi plastik berwarna biru dengan meja bulat kecil di tengahnya.

85

Ketika wawancara, peneliti dan partisipan duduk di atas pagar semen yang didominasi cat bewarna orange. Jarak duduk antara peneliti dan partisipan kira-kira 45 cm dengan posisi saling menghadap. Partisipan menaikkan kaki kirinya di atas pagar semen dan mengambil posisi duduk tidak menyandar pada tiang kayu sambil condong ke depan mendekati peneliti.

Saat wawancara ketiga, partisipan tampak menggunakan baju seragam bola berlengan pendek yang berwarna biru laut dengan kombinasi celana pendek di atas lutut. Rambutnya dikucir satu kebelakang membentuk sanggulan. Pada saat itu, partisipan kelihatan baru bangun tidur, dimana matanya kelihatan masih sembab. Partisipan tidak terlihat menggunakan make-up ataupun perhiasan pada saat itu.

Menit-menit di awal wawancara, partisipan menatap peneliti sambil mengusap-usap hidungnya dengan gerakan memutar ke bawah. Wawancara sempat berhenti ketika partisipan mengeluarkan handphone dari saku celananya dan membalas sms di tengah sesi wawancara. Partisipan kemudian mempertahankan kontak mata ketika bercerita mengenai kondisi anak tirinya yang tunarungu. Partisipan sesekali tampak tersenyum dan menyentuh pundak peneliti ketika mendengar pertanyaan dari peneliti. Saat wawancara ketiga, partisipan terlihat bersemangat dalam menjawab pertanyaan yang diberikan. Partisipan sempat menundukkan pandangannya ketika bercerita mengenai dirinya yang tidak bisa menceritakan masalahnya kepada orang lain. Namun, setelah itu partisipan kelihatan terbuka kepada peneliti ketika menjelaskan perasaannya ketika

86

memendam masalah yang dihadapinya. Partisipan tampak merasa nyaman dengan peneliti. Hal tersebut ditunjukkan dengan kontak mata yang dipertahankan oleh partisipan dan juga sesekali menyentuh pundak peneliti ketika bercerita. Partisipan juga sempat terlihat merasa bosan ketika wawancara, hal tersebut terlihat dari gerak-geriknya yang menggaruk-garuk kepala, membenarkan posisi duduknya yang kelihatan tidak nyaman dan menjawab pertanyaan sambil menatap sembarang arah.

Saat wawancara, beberapa hal yang mengganggu proses wawancara yaitu suara kendaraan yang lalu-lalang melewati gang rumah partisipan. Selain itu suara anak-anak yang bermain di depan rumah partisipan, membuat proses wawancara menjadi tidak kondusif. Namun, wawancara dapat berjalan dengan lancar sampai selesai.

4) Hasil Observasi pada Wawancara IV - Lokasi dan waktu wawancara :

Rumah Partisipan pada hari Senin, 10 November 2014 pukul 20.21-20.51 WIB.

Wawancara keempat dilakukan di tempat yang sama dengan wawancara sebelumnya yaitu di rumah partisipan. Wawancara berlangsung di teras depan rumah partisipan yang berukuran kira-kira 4 x 2 meter. Di teras depan rumah partisipan, terdapat 2 buah kursi plastik berwarna biru dengan meja bulat kecil di tengahnya.Saat itu, sepeda motor suami partisipan menutupi kursi tersebut, sehingga mengharuskan peneliti

87

dan partisipan duduk di atas pagar semen yang didominasi cat berwarna orange. Jarak duduk antara peneliti dan partisipan kira-kira 30 cm dengan posisi saling menghadap.

Partisipan tampak mengenakan kaos lengan pendek bercorak loreng ala kulit macan dengan celana pendek di atas lutut. Rambutnya diikat satu ke belakang sehingga jerawat yang di dahinya kelihatan jelas. Pada awal wawancara, partisipan menanyakan beberapa hal tentang proses wawancara yang dilakukan sebelumnya. Pada wawancara keempat ini, partisipan terlihat beberapa kali tertawa terhadap jawaban yang diberikan. Partisipan sangat menikmati proses wawancara kali ini, hal ini terlihat dari perilaku partisipan yang memukul pundak peneliti ketika menjawab pertanyaan yang diberikan.

Proses wawancara sempat terhenti ketika partisipan kedatangan tamu suaminya. Selama proses wawancara, partisipan terlihat mengsusap-usap dahinya yang berjerawat. Partisipan juga terlihat mempertahankan kontak mata yang cukup lama dengan peneliti ketika menjawab semua pertanyaan yang diberikan.

Hal-hal yang mengganggu proses wawancara yaitu suara kendaraan yang lalu-lalang di depan rumah partisipan. Selain itu, suara teriakan anak-anak yang sedang bermain gundu di halaman depan rumahnya. Di pertengahan wawancara, anak tirinya juga sempat hadir dan mencolek-colek partisipan untuk mengetahui apa yang dilakukan partisipan dengan

88

peneliti. Kemudian, partisipan juga sempat kedatangan tamu sehingga memotong jawaban yang diberikannya.

Secara keseluruhan, keempat proses wawancara dapat berjalan dengan baik. Pada wawancara pertama sampai wawancara keempat, partisipan terlihat mengalami peningkatan untuk membuka diri dengan peneliti. Partisipan pada awalnya cukup sulit untuk membuka dirinya dengan peneliti, sehingga peneliti harus membangun rapport sebelum wawancara dimulai. Setiap akan mewawancarai partisipan, peneliti berusaha untuk membangun rapport dengan partisipan dalam waktu yang cukup lama. Rapport yang dibangun dengan partisipan, dimulai dengan bercerita mengenai pembicaraan umum seperti pekerjaan, kegiatan di hari libur dan sebagainya.

b. Rangkuman Hasil Wawancara Partisipan 1

1) Latar Belakang Kehidupan Ibu Tiri

Sartika adalah seorang wanita dewasa awal yang berusia 24 tahun. Sartika adalah anak kelima dari 7 bersaudara. Saat ini, keenam saudara kandung Sartika telah menikah. Ayahnya seorang pegawai di salah satu instansi swasta sedangkan ibunya adalah mantan seorang pengusaha warung makan. Ibunya pernah membuka warung makan di daerah Krakatau, Medan. Namun, ketika tempatnya berjualan direnovasi menjadi Ruko, ibu Sartika berhenti berjualan dan lebih memilih untuk mengurus cucu pertamanya, Azmi. Saat ini, Sartika berdomisili di Mabar kecamatan Medan Deli, Medan bersama dengan suami dan anak tunggal dari

89

suaminya. Rumah Sartika berdekatan dengan rumah orang tuanya yang berjarak kira-kira 500 meter.

Pendidikan terakhir Sartika adalah SMA. Sartika mengambil Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) bagian Sekretaris di SMK Al-Fatah, Medan. Sartika lulus SMK pada tahun 2008. Setelah lulus SMA, Sartika menganggur selama 2 tahun dan membantu ibunya berjualan di warung makan milik ibunya.

Sartika tidak berniat untuk melanjutkan pendidikannya ke perguruan tinggi karena dia merasa lelah untuk bersekolah. Untuk itu, Sartika lebih memilih membantu ibunya berjualan di warung makan sampai ia mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan keinginannya. Ketika membantu ibunya berjualan di warung makan, Sartika bertemu dengan salah satu langganan tetap ibunya, bang AN. Pertemuan antara Sartika dan Bang AN berawal ketika Bang AN sering makan siang di warung makan ibunya Sartika. Jarak antara warung makan ibunya Sartika dan kantor Bang AN yang dekat, membuat mereka sering bertemu dan berkenalan satu sama lain. Berikut penuturan partisipan:

“Enggak. Mamak kakak jualannya di Krakatau, dia kan kerjanya di Krakatau dekat jualan mamak kakak. Dari situ.”

(W1.R1.ST.P.MDN.30Mar2014/b158-160/h8)

Perkenalan Sartika dengan Bang AN menjadi semakin dekat, ketika bang AN meminta tolong kepada temannya untuk mendapatkan nomor telepon Sartika. Setelah mendapatkan nomor telepon Sartika, Bang AN

90

pun mulai menjalin komunikasi dengan Sartika melalui telepon dan pesan singkat. Berikut penuturan partisipan:

“Dari temen sih sebenernya. Kemaren kakak kan bantu-bantu mamak gitu kan, jualan. Pas disitu deket-deket sama kerjaan dia gitu kan. Itu bukan dia yang mau minta nomor telfon gitu kan? Kawannya (tertawa). Hem..dari situlah telfon-telfonan, gitu kan. Itulah ngajak ketemuan, langsung ketemuannya di rumah. Itulah, dari situlah perkenalannya sampek seterus-seterusnya.”

(W1.R1.ST.P.MDN.30Mar2014/LA3b/b57-66/h4)

Setelah kurang lebih sebulan merasa cukup kenal satu sama lain, Sartika kemudian dikenalkan dengan adiknya bang AN. Dari perkenalan tersebut, Sartika kemudian ditawari pekerjaan oleh adiknya bang AN. Akhirnya sampai saat ini, Sartika bekerja di salah satu bengkel mobil terbesar di kota Medan selama tiga tahun.

“Tamat SMA, kemaren nganggur kan, 2 tahun kan? Hem..terus ada adeknya suami kakak ngajak inilah..ngajak kerja. Yaudah, disitulah kerjanya gitu loo.”

(W1.R1.ST.P.MDN.30Mar2014/LA2/b23-26/h2)

Perbedaan usia antara Sartika dan Bang AN yaitu 9 tahun. Menurut Sartika, usia tidak menentukan pemikiran seseorang. Sartika tidak mempermasalahkan perbedaan usia antara dirinya dan Bang AN. Sartika menjelaskan, terkadang usia yang lebih tua dari dirinya masih memiliki pemikiran seperti anak-anak dan sebaliknya terkadang usia yang lebih muda dari dirinya, memiliki pemikiran yang lebih dewasa. Namun, Sartika menjelaskan bahwa dirinya lebih suka dituntun atau diarahkan oleh seorang lelaki yang memiliki usia lebih tua darinya. Oleh karena itu,

91

perbedaan usia antara dirinya dan bang AN, bukan menjadi penghalang untuk berkenalan.

“Sembilan tahun. Dia tahun ’81, sekarang udah tiga puluh...tiga lima, apa tiga empat ya.”

(W1.R1.ST.P.MDN.30Mar2014/LA3b/b280-282/h14) “Kakak kan istilahnya kan lebih muda dari dia gitu kan? Kakak lebih seneng dikasih pengarahan gitu loh. Dikasih pengarahan sama orang yang lebih tua..istilahnya..pacaran kami ya..istilahnya..gimana ya..nyaman dalam arti…nyambunglah istilahnya gitu ya.”

(W2.R1.ST.P.MDN.27Mei2014/b389-396/h19)

Perkenalan yang dimulai dari media komunikasi telepon, mengantarkan Sartika dan Bang AN bertemu di rumah Sartika untuk hubungan yang lebih lanjut. Ketika di rumah Sartika, Bang AN langsung menyatakan isi hatinya kepada Sartika. Sartika menyatakan bahwa perkenalannya dengan Bang AN terbilang cukup singkat. Mereka hanya menjalani masa perkenalan selama sebulan dan kemudian memutuskan untuk menjalin hubungan pacaran. Singkatnya masa perkenalan tersebut, dikarenakan status duda yang dimiliki oleh bang AN. Sebelumnya, bang AN sudah pernah menikah, namun istrinya meninggal karena sakit ginjal yang dideritanya. Oleh karena itu, bang AN memiliki alasan untuk menjalin hubungan dekat dengan Sartika.

Yes..sebelumnya sih sudah tau. Diutarakan dialah, bahwasanya dia udah gak lajang lagi.. gitu.”

92

“Oo..”pedekatenya”? sebenernya sih cepat. Telfon-telfonan, ngajak ketemuannya di rumah. Ya..disitulah dia langsung ngatakan gimana gitu..(tertawa) ke kakak. (Tertawa) dari situ sih. Pedekatenya ya gak lama sih. Namanya kan dia sudah pernah..istilahnya kan sudah pernah “menikah” gitu kan? Hem..jadi ya langsung gitu.”

(W1.R1.ST.P.MDN.30Mar2014/LA3b/b71-78/h4-5)

Sartika menyatakan bahwa dari awal perkenalan, dirinya sudah mengetahui bahwa Bang AN adalah seorang duda. Pada awalnya, ketika mendengar pengakuan dari Bang AN mengenai status duda yang dimilikinya, Sartika tidak merasa terkejut dengan pengakuan tersebut. Perasaan nyaman yang dimiliki Sartika ketika berkomunikasi dengan Bang AN, membuat Sartika tidak mempermasalahkan status duda yang dimiliki oleh Bang AN. Sartika menyatakan bahwa status sebagai duda atau lajang, tidak mempengaruhi dirinya dalam memilih pasangan hidup. Menurut Sartika seorang duda atau lajang hanya ditentukan dari sifat yang dimilikinya, bukan dari statusnya sebagai duda atau lajang. Berikut penuturan partisipan:

“Kalok masalah terkejut sih, istilahnya yaa..eem..enggak sih. Karena kan kalok seandainya perkenalan itu,hem..Istilahnya ada kenyamanan sama kita atau dia, kalok misalnya masalah status sih gak masalah.

Istilahnya “kenyamanan” seseorang itulah.. (Tertawa) banyak lagi?” (W1.R1.ST.P.MDN.30Mar2014/LA3c/b110-116/h6)

Kalok seandainya mau dia duda ataupun lajang, istilahnya bagi kakak sama aja. Yang penting sayang sama kita, dan kita pun ngerasa nyaman sama dia gitu. Walaupun status dia duda atau lajang pun gak masalah gitu menurut kakak seperti itu. Karena kan setiap orang kan berbeda-beda sifatnya jadi menurut kakak sih seperti itu. (Diam). Kalok menurut kakak sih, duda ya..istilahnya sama aja sih sebenarnya, cuma beda status istilahnya sama lajang, sama duda gitu lo.”

93

Pada masa SMA, Sartika tidak pernah menjalin hubungan pacaran dengan seorang pria yang berstatus duda. Sartika mengaku, bahwa dia tidak pernah memiliki pandangan yang negatif terhadap status duda. Setelah tamat SMA, Sartika sempat menjalin hubungan pacaran dengan pria yang masih lajang. Namun, hubungan asmaranya tersebut tidak bertahan lama. Sartika menjelaskan berakhirnya hubungan asmara tersebut, dikarenakan ketidaknyamanan Sartika dengan sifat pria lajang tersebut. Oleh karena itu dalam memilih pasangan hidup, Sartika lebih mementingkan kenyamanan di dalam hubungan pacaran yang dijalaninya. Menurutnya, status duda bukan menjadi masalah apabila seorang duda tersebut sudah membuatnya merasa nyaman dan menyayangi dirinya.

“Kalok pas masih SMA sih, gak ada. Karena kan waktu pacaran kakak gak pernah sama..sama yang duda. Itulah pas waktu tamat sekolah, kakak pernah juga sih pacaran..gak sih gak sama duda, sama anak lajang juga, ya..gak bertahan lama gitu kan? Dia yang lebih tua, tapi kok merasa dia kok bukan jodoh aku ya? Itulah mungkin, karena kakak milihnya kok udah seneng sama orang, dan nyaman sama seseorang walaupun dia status dia itu duda atau apa, kalok untuk pikiran duda sama orang-orang sekitar kita gitu kan, kita sih..kakak kan gak pernah..gak pernah..gak pernah apa..istilahnya.mendengarlah istilah duda itu seperti apa. Yang penting kakak kan kalok misalnya pacaran, nyaman, sama istilahnya seneng. Kalok seandainya mau dia duda

Dokumen terkait