• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kaolin dan limbah padat tapioka dapat dimanfaatkan sebagai adsorben. Penelitian ini menggabungkan kaolin dan limbah padat tapioka kemudian digunakan sebagai adsorben untuk asam lemak bebas dan zat warna biru metilena. Kaolin dan limbah padat tapioka yang digunakan terlebih dahulu diaktivasi sebelum dicampur secara homogen. Kaolin diaktivasi dengan lima variasi perlakuan, yaitu T = 750 ºC (A), autoklaf(B), H2SO4 30% (C), T = 750 ºC dan autoklaf(D), T = 750 ºC dan H2SO4 30% (E), sedangkan limbah padat tapioka diaktivasi dengan H3PO4 30%. Aktivasi limbah padat tapioka dengan H3PO4

30% bertujuan untuk menghilangkan

senyawa-senyawa selain polisakarida yang terdapat di limbah padat tapioka sehingga diharapkan senyawa tersebut tidak ikut berperan dalam mekanisme adsorpsi asam lemak bebas maupun zat warna.

Aktivasi kaolin menggunakan H2SO4 30% bertujuan untuk melarutkan komponen-komponen seperti Fe2O3, Al2O3, CaO, dan MgO yang mengisi ruang antarlapisan kaolin, sehingga aktivasi dengan asam akan menambah luas permukaan adsorben, selanjutnya ion-ion Ca2+ dan Mg2+ yang berada pada permukaan kristal adsorben secara berangsur-angsur diganti oleh ion H+ dari H2SO4 (Ketaren 1986). Gambar aktivasi H2SO4 terlihat pada Gambar 7.

Gambar 7 Skema interaksi proton dengan struktur kaolin. Reaksi yang terjadi pada saat kaolin

diaktivasi dengan asam adalah sebagai berikut:

Al2O3.2SiO2.2H2O + 3H2SO4 → Al2(SO4)3 + 2SiO2 + 5H2O

Aktivasi kaolin dengan pemanasan pada suhu tinggi, yaitu 750 °C mengakibatkan terjadinya perubahan fase kristal kaolin menjadi metakaolin. Pada suhu ini, ikatan antara Si dan Al diharapkan lebih mudah dipisahkan sehingga gabungan aktivasi pemanasan suhu tinggi dengan kimia akan melarutkan aluminium oksida dan meninggalkan residu SiO2 (Purwaningsih 2002).

Pemanasan dengan menggunakan uap air (suhu 121 °C) bertujuan agar perlakukan pemanasan tidak berpengaruh langsung terhadap struktur kaolin sehingga diharapkan struktur kaolin masih dapat dipertahankan dan tidak terjadi pemutusan ikatan antara lapisan silikat dan aluminatnya. Akan tetapi perlakuan tersebut mengakibatkan ada molekul air yang masuk ke dalam ruang antarlapisan kristal kaolin.

Gabungan pemanasan suhu tinggi dan uap air bertujuan agar struktur fase kristal baru (metakaolin) yang terbentuk akibat pemutusan

ikatan antarlapisan silikat dan aluminat yang dihasilkan pada pemanasan suhu tinggi dapat dipertahankan pada pemanasan dengan uap.

Kondisi Optimum Adsorpsi Asam Lemak Bebas

Waktu Adsorpsi

Waktu kontak merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi laju dan besarnya adsorpsi. Pengaruh waktu kontak terhadap kapasitas adsorpsi dan efisiensi penjerapan asam lemak bebas dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8 Waktu optimum adsorpsi asam lemak bebas.

Lamanya proses adsorpsi ditentukan berdasarkan kapasitas dan persentase efisiensi penjerapannya selama kisaran waktu tertentu. Waktu kontak yang lebih lama memungkinkan proses difusi dan penempelan molekul adsorbat berlangsung lebih baik (Wijaya 2008). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kapasitas adsorpsi dan efisiensi penjerapan naik seiring dengan bertambahnya waktu kontak, selanjutnya stabil walaupun terlihat sedikit mengalami penurunan. Waktu optimum adsorpsi yang diperoleh adalah 90 menit dengan kapasitas adsorpsi sebesar 56.38 mg/g artinya untuk setiap 1 g adsorben mampu mengadsorpsi 56.38 mg adsorbat dan efisiensi penjerapan sebesar 9.77%. Data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 2. Bobot Adsorben

Bobot adsorben mempengaruhi kapasitas adsorpsi dan efisiensi penjerapan. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9 Bobot optimum adsorpsi asam lemak bebas.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin banyak jumlah adsorben, maka luas permukaan aktifnya juga meningkat. Semakin luas permukaan adsorben, semakin banyak adsorbat yang dapat dijerap. Hal ini akan meningkatkan efisiensi penjerapan adsorpsi. Data hasil penelitian menunjukkan bahwa efisiensi penjerapan asam lemak bebas meningkat dari 20.09% sampai 29.41% dengan variasi bobot adsorben dari 0.5 g sampai 5 g.

Namun demikian, peningkatan jumlah sisi aktif adsorben akan memperluas penyebaran adsorbat, sehingga kapasitas adsorpsi menjadi lebih rendah dibandingkan dengan jumlah tapak aktif adsorben yang lebih sedikit. Kapasitas adsorpsi dengan bobot adsorben 0.5 gram adalah sebesar 222.59 mg/g mengalami penurunan menjadi 32.70 mg/g dengan bobot adsorben sebesar 5 gram. Hal ini menunjukkan bahwa dengan bobot 0.5 gram

hampir seluruh permukaan adsorben telah terikat dengan adsorbat, sedangkan penambahan bobot adsorben sampai 5 gram menyisakan banyak tapak aktif tidak berikatan dengan adsorbat. Data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 3.

Perlakuan Optimum Campuran Kaolin-Limbah Padat Tapioka

Adsorben yang dibuat merupakan campuran dari kaolin dan limbah padat tapioka dengan nisbah 75:25 (1), 50:50 (2), dan 25:75 (3). Pengaruh perlakuan adsorben dan perbandingannya terhadap kapasitas adsorpsi dan efisiensi penjerapan dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10 Perlakuan optimum adsorpsi asam lemak bebas.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kapasitas adsorpsi dan efisiensi penjerapan paling besar ditunjukkan oleh adsorben E3, yaitu 25% kaolin teraktivasi 750 °C dan H2SO4 30% dicampur dengan 75% limbah padat tapioka teraktivasi H3PO4 30%. Gambar 10 menunjukkan bahwa penjerapan asam lemak bebas lebih besar saat komposisi dari limbah padat tapioka lebih banyak daripada kaolin. Kapasitas adsorpsi tertinggi ditunjukkan oleh adsorben E3, yaitu sebesar 479.70 mg/g dan efisiensi penjerapan sebesar 89.94%. Data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 4.

Kondisi Optimum Adsorpsi Zat Warna

Waktu Adsorpsi

Adsorben dari campuran kaolin dan limbah padat tapioka digunakan untuk menjerap larutan biru metilena dengan konsentrasi 100 mg/l. Lamanya proses adsorpsi ditentukan berdasarkan kapasitas dan efisiensi penjerapannya selama kisaran waktu tertentu. Pengaruh waktu kontak terhadap

kapasitas adsorpsi dan efisiensi penjerapan biru metilena dapat dilihat pada Gambar 11.

Gambar 11 Waktu optimum adsorpsi biru metilena.

Konsentrasi larutan biru metilena menurun dari 100 mg/l menjadi 14.59 mg/l dengan bertambahnya waktu adsorpsi. Waktu optimum adsorpsi yang diperoleh adalah 30 menit dengan kapasitas adsorpsi 8.51 mg/g artinya untuk setiap 1 g adsorben mampu mengadsorpsi 8.51 mg ion biru metilena dalam waktu 30 menit dengan efisiensi penjerapan 85.68%. Setelah melewati 30 menit kapasitas adsorpsi dan efisiensi penjerapan cenderung stabil. Data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 12. Bobot Adsorben

Bobot adsorben berpengaruh terhadap kapasitas adsorpsi dan efisiensi penjerapan larutan biru metilena dengan konsentrasi 100 mg/l, hal ini dapat dilihat pada Gambar 12.

Gambar 12 Bobot optimum adsorpsi biru metilena.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin banyak jumlah adsorben maka efisiensi penjerapan adsorpsi semakin meningkat dan kapasitas adsorpsi akan menurun. Hal ini terlihat dari efisiensi penjerapan biru metilena yang meningkat dari 66.83% sampai 94.09% dengan variasi bobot dari 0.5 g sampai 3 g. Penambahan jumlah adsorben akan menurunkan kapasitas adsorpsi dari 13.23 mg/g menjadi 3.12 mg/g. Hal ini

disebabkan karena saat bobot 0,5 gram hampir seluruh permukaan adsorben telah terikat dengan adsorbat, sedangkan pada bobot 3 gram masih banyak tapak aktif yang belum berikatan dengan adsorbat. Data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 13.

Perlakuan Optimum Campuran Kaolin-Limbah Padat Tapioka

Pengaruh perlakuan adsorben dan perbandingannya terhadap kapasitas adsorpsi dan efisiensi penjerapan larutan biru metilena dengan konsentrasi 100 mg/l dapat dilihat pada Gambar 13.

Gambar 13 Perlakuan optimum adsorpsi biru metilena.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kapasitas adsorpsi dan efisiensi penjerapan terbesar dengan menggunakan adsorben C1, yaitu campuran 75% kaolin teraktivasi H2SO4

30% dan 25% limbah padat tapioka teraktivasi H3PO4 30%. Pada nisbah optimum tersebut diperoleh kapasitas adsorpsi sebesar 9.83 mg/g dan efisiensi penjerapan sebesar 99.53%. Data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 14.

Kapasitas Adsorpsi dan Efisiensi Penjerapan Adsorben Lain

Kinerja dari adsorben campuran kaolin dan limbah padat tapioka dievaluasi dengan cara membandingkan kemampuan mengad-sorpsinya dengan adsorben komersial, yaitu arang aktif dan adsorben komersial yang diperoleh dari industri pengolahan makanan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai kapasitas adsorpsi dan efisiensi penjerapan asam lemak bebas dan biru metilena yang paling besar adalah dengan adsorben campuran kaolin-limbah padat tapioka (komposit). Data hasil penelitian disajikan pada Tabel 4 dan 5.

Berdasarkan nilai kapasitas adsorpsi dan efisiensi penjerapannya, adsorben campuran kaolin dan limbah padat tapioka lebih baik

dalam adsorpsi asam lemak bebas dan zat warna daripada arang aktif dan adsorben komersial. Hal ini disebabkan karena komposit bekerja dengan dua jenis adsorben yang bekerja secara sinergis untuk menjerap asam lemak bebas dan biru metilena.

Tabel 4 Data adsorpsi asam lemak bebas dengan berbagai jenis adsorben Adsorben Efisiensi Kapasitas

Penjerapan Adsorpsi

(%) (mg/g)

Komposit 89.94 479.6968

Arang aktif 70.38 387.5826 Adsorben komersial 59.38 327.0222 Tabel 5 Data adsorpsi biru metilena dengan

berbagai jenis adsorben

Adsorben Efisiensi Kapasitas Penjerapan Adsorpsi (%) (mg/g) Komposit 99.53 9.83 Arang Aktif 96.79 9.59 Adsorben komersial 78.84 7.87 Onggok 47.26 4.69

Data yang disajikan pada Tabel 4 dan 5 juga mengindikasikan bahwa kapasitas adsorpsi dari asam lemak bebas lebih besar daripada zat warna biru metilena. Hal ini dikarenakan ukuran molekul biru metilena lebih besar daripada asam lemak bebas, sehingga lebih mudah molekul asam lemak bebas masuk ke dalam pori-pori adsorben daripada biru metilena. Data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 5 dan 15.

Isoterm Adsorpsi

Tipe isoterm adsorpsi dapat digunakan untuk mengetahui mekanisme penjerapan asam lemak bebas dan biru metilena dengan adsorben campuran dari kaolin dan limbah padat tapioka. Isoterm adsorpsi Langmuir dilakukan dengan cara membuat kurva hubungan c/(x/m) terhadap c, sedangkan isoterm adsorpsi Freundlich dilakukan dengan membuat kurva hubungan log x/m terhadap log c. Isoterm adsorpsi asam lemak bebas dapat dilihat pada Gambar 14 dan Gambar 15. Linearitas kedua tipe isoterm adsorpsi berbeda, yaitu 65.94% untuk isoterm Langmuir dan 93.66% untuk isoterm Freundlich.

Gambar 14 Isoterm Langmuir adsorpsi asam lemak bebas

Gambar 15 Isoterm Freundlich adsorpsi asam lemak bebas

Berdasarkan penelitian ini dapat ditentukan bahwa adsorpsi asam lemak bebas mengikuti tipe isoterm Freundlich karena nilai linearitasnya lebih besar. Isoterm Freundlich mengasumsikan bahwa adsorpsi yang melibatkan fase padat-cair berlangsung secara fisika. Adsorpsi secara fisika terjadi terutama karena adanya gaya tarik antara molekul zat terlarut dengan adsorben lebih besar daripada gaya tarik antara molekul dengan pelarutnya, sehingga zat terlarut tersebut akan diadsorpsi ke permukaan adsorben.

Mekanisme adsorpsi asam lemak bebas terjadi melalui gaya tarik-menarik antarmolekuler di antara adsorben dengan asam lemak bebas dalam minyak goreng bekas. Ikatan yang terjadi antara asam lemak bebas dan adsorben diperkirakan terbentuk melalui ikatan hidrogen. Pada kaolin terjadi ikatan hidrogen antara atom O pada SiO2

dengan atom H pada gugus karboksil dalam asam lemak bebas, sedangkan pada limbah padat tapioka terjadi ikatan hidrogen antara atom O pada gugus OH dalam selulosa dengan atom H gugus karboksil dalam asam lemak bebas. Ikatan tersebut sangat lemah sehingga mudah diputuskan.

Hasil yang berbeda diperoleh pada isoterm adsorpsi biru metilena. Tipe isoterm adsorpsi zat warna dapat dilihat pada Gambar 16 dan Gambar 17.

Gambar 16 Isoterm Langmuir adsorpsi biru metilena

Gambar 17 Isoterm Freundlich adsorpsi biru metilena

Linearitas kedua tipe isoterm adsorpsi adalah 99.62% untuk isoterm Langmuir dan 86.74% untuk isoterm Freundlich. Berdasarkan nilai linearitas kedua tipe isoterm adsorpsi dapat ditentukan bahwa adsorpsi biru metilena mengikuti tipe isoterm Langmuir karena nilai linearitasnya lebih besar daripada nilai linearitas isoterm Freundlich.

Mekanisme adsorpsi biru metilena berlangsung secara kimisorpsi oleh adsorben campuran tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa adsorben memiliki permukaan yang homogen dan hanya dapat mengadsorpsi satu molekul adsorbat untuk setiap molekul adsorbennya. Adsorpsi terjadi akibat adanya interaksi kimia antara padatan adsorben dengan material yang terjerap. Selain itu, adsorpsi biru metilena ini diperkirakan terjadi secara sinergis antara kaolin dengan selulosa pada limbah padat tapioka melalui mekanisme pertukaran ion.

Struktur aluminasilikat pada kaolin memiliki sifat kelebihan elektron. Kelebihan elektron ini akan diimbangi oleh kehadiran kation-kation pusat asam (H+). Biru metilena memiliki muatan positif yang akan menggantikan ion H+ tersebut, sehingga biru metilena terjerap oleh kaolin. Pada limbah padat tapioka, molekul biru metilena akan berikatan pada gugus -OH selulosa.

Nilai konstanta n, k, α, dan β dapat dihitung dari persamaan regresi Freundlich dan Langmuir untuk asam lemak bebas (ALB) dan biru metilena (BM) dapat dilihat pada Tabel 6 dan 7.

Tabel 6 Nilai konstanta n dan k dari persamaan Freundlich

Adsorbat n K R

ALB 1.4641 0.1407 93.66 BM 20.3666 101.5781 86.74 Nilai n dan k pada isoterm Freundlich tergantung pada suhu, adsorben, dan unsur-unsur yang dijerap. Nilai n menggambarkan intensitas dari adsorpsi, sedangkan nilai k menunjukkan kapasitas adsorpsi dari adsorben.

Tabel 7 Nilai konstanta α dan β dari persamaan Langmuir

Adsorbat α Β R

ALB 204.0816 0.00006 65.94

BM 131.5789 0.7308 99.62

Nilai α menggambarkan jumlah yang dijerap atau kapasitas adsorpsi untuk membentuk lapisan sempurna pada permukaan adsorben. Nilai β merupakan konstanta yang bertambah dengan kenaikan ukuran molekuler yang menunjukkan kekuatan ikatan molekul adsorbat pada permukaan adsorben.

Nilai-nilai konstanta n, k, α, dan β pada isoterm adsorpsi asam lemak bebas dan biru metilena tidak dapat dibandingkan. Hal ini disebabkan karena asam lemak bebas dan biru metilena merupakan dua senyawa yang memiliki ukuran yang berbeda. Selain itu, metode yang digunakan untuk adsorpsi kedua senyawa juga berbeda.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Adsorben campuran kaolin dan limbah padat tapioka terbukti dapat digunakan sebagai adsorben untuk asam lemak bebas dan zat warna. Kondisi optimum adsorpsi asam lemak bebas dicapai pada waktu 90 menit dengan adsorben campuran 25% kaolin teraktivasi 750 °C serta H2SO4 30% dan 75 % limbah padat tapioka teraktivasi H3PO4 30%. Kondisi optimum adsorpsi zat warna dicapai pada waktu 30 menit dengan adsorben campuran 75% kaolin teraktivasi H2SO4 30%

Gambar 16 Isoterm Langmuir adsorpsi biru metilena

Gambar 17 Isoterm Freundlich adsorpsi biru metilena

Linearitas kedua tipe isoterm adsorpsi adalah 99.62% untuk isoterm Langmuir dan 86.74% untuk isoterm Freundlich. Berdasarkan nilai linearitas kedua tipe isoterm adsorpsi dapat ditentukan bahwa adsorpsi biru metilena mengikuti tipe isoterm Langmuir karena nilai linearitasnya lebih besar daripada nilai linearitas isoterm Freundlich.

Mekanisme adsorpsi biru metilena berlangsung secara kimisorpsi oleh adsorben campuran tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa adsorben memiliki permukaan yang homogen dan hanya dapat mengadsorpsi satu molekul adsorbat untuk setiap molekul adsorbennya. Adsorpsi terjadi akibat adanya interaksi kimia antara padatan adsorben dengan material yang terjerap. Selain itu, adsorpsi biru metilena ini diperkirakan terjadi secara sinergis antara kaolin dengan selulosa pada limbah padat tapioka melalui mekanisme pertukaran ion.

Struktur aluminasilikat pada kaolin memiliki sifat kelebihan elektron. Kelebihan elektron ini akan diimbangi oleh kehadiran kation-kation pusat asam (H+). Biru metilena memiliki muatan positif yang akan menggantikan ion H+ tersebut, sehingga biru metilena terjerap oleh kaolin. Pada limbah padat tapioka, molekul biru metilena akan berikatan pada gugus -OH selulosa.

Nilai konstanta n, k, α, dan β dapat dihitung dari persamaan regresi Freundlich dan Langmuir untuk asam lemak bebas (ALB) dan biru metilena (BM) dapat dilihat pada Tabel 6 dan 7.

Tabel 6 Nilai konstanta n dan k dari persamaan Freundlich

Adsorbat n K R

ALB 1.4641 0.1407 93.66 BM 20.3666 101.5781 86.74 Nilai n dan k pada isoterm Freundlich tergantung pada suhu, adsorben, dan unsur-unsur yang dijerap. Nilai n menggambarkan intensitas dari adsorpsi, sedangkan nilai k menunjukkan kapasitas adsorpsi dari adsorben.

Tabel 7 Nilai konstanta α dan β dari persamaan Langmuir

Adsorbat α Β R

ALB 204.0816 0.00006 65.94

BM 131.5789 0.7308 99.62

Nilai α menggambarkan jumlah yang dijerap atau kapasitas adsorpsi untuk membentuk lapisan sempurna pada permukaan adsorben. Nilai β merupakan konstanta yang bertambah dengan kenaikan ukuran molekuler yang menunjukkan kekuatan ikatan molekul adsorbat pada permukaan adsorben.

Nilai-nilai konstanta n, k, α, dan β pada isoterm adsorpsi asam lemak bebas dan biru metilena tidak dapat dibandingkan. Hal ini disebabkan karena asam lemak bebas dan biru metilena merupakan dua senyawa yang memiliki ukuran yang berbeda. Selain itu, metode yang digunakan untuk adsorpsi kedua senyawa juga berbeda.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Adsorben campuran kaolin dan limbah padat tapioka terbukti dapat digunakan sebagai adsorben untuk asam lemak bebas dan zat warna. Kondisi optimum adsorpsi asam lemak bebas dicapai pada waktu 90 menit dengan adsorben campuran 25% kaolin teraktivasi 750 °C serta H2SO4 30% dan 75 % limbah padat tapioka teraktivasi H3PO4 30%. Kondisi optimum adsorpsi zat warna dicapai pada waktu 30 menit dengan adsorben campuran 75% kaolin teraktivasi H2SO4 30%

dan 25% limbah padat tapioka teraktivasi H3PO4 30%.

Isoterm adsorpsi asam lemak bebas dan zat warna memiliki tipe yang berbeda. Tipe isoterm adsorpsi untuk asam lemak bebas adalah isoterm Freundlich, sedangkan tipe isoterm adsorpsi untuk zat warna adalah isoterm Langmuir.

Saran

Penelitian lanjutan yang perlu dilakukan adalah pencirian sifat fisik dan kimia permukaan adsorben campuran kaolin dan limbah padat tapioka. Selain itu, perlu dilakukan kajian terhadap tahapan modifikasi/aktivasi menggunakan senyawa kimia selain asam.

DAFTAR PUSTAKA

Alamsyah Z. 2007. Biosorpsi Biru Metilena oleh Kulit Buah Kakao [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan IPA, Institut Pertanian Bogor.

Ali U. 2008. Pengaruh Penggunaan Onggok dan Isi Rumen Sapi Komplit dalam Pakan Komplit terhadap Penampilan Kambing Peranakan Etawah. Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas Islam Malang.

Arikan M, Sobolev K, Ertun T, Yeginobali A, Turker P. 2009. Properties Of Blended Cements With Thermally Activated Kaolin. Construction and Building Materials 23: 62–70.

Atkins PW. 1999. Kimia Fisika Jilid 2. Ed ke-4. Jakarta: Erlangga.

Buchori L, Widayat. 2009. Pembuatan Biodiesel Dari Minyak Goreng Bekas dengan Proses Catalytic Cracking.

Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia Indonesia; Bandung, 19-20 Oktober 2009. Semarang: Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Diponegoro.

Chen B, Evans JRG. 2005. Thermoplastic Starch-Clay Nanocomposites and Their Characteristics. Carbohydrate Polymers 6: 455-463.

Dudkin BN, Loukhina IV, Isupov VP, Avvakumov EG. 2005. Mechanical Activation of Kaolinite in the Presence of

Concentrated Sulfuric Acid. Russian Journal of Applied Chemistry 78: 33-37.

Fahrizal. 2008. Pemanfaatan Tongkol Jagung sebagai Biosorben Zat Warna Biru Metilena [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan IPA, Institut Pertanian Bogor.

Faruqi FA, Okuda S, Williamson WO. 1967. Chemisorption Of Methylene Blue By Kaolinite. Clay Minerals 7: 19-31.

Ghosh D, Bhattacharyya KG. 2002. Adsorption Of Methylene Blue On Kaolinite. Applied Clay Science 20: 295-300.

Herlina N, Ginting MH. 2002. Lemak dan Minyak. Sumatera Utara: Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

Ketaren S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta: UI Press.

Ketaren S. 1991. Minyak dan Lemak Nabati. Bogor: IPB Press.

Koyuncu H, Kul AR, Yildiz N, Calimli A, Ceylan H. 2007. Equilibrium and Kinetic Studies for the Sorption of 3-methoxybenzaldehyde on Activated Kaolinites. Hazardous Materials 14: 128-139.

Lynch CT. 1990. Pratical Handbook of Material Science. Ed ke-2. New York: CRC Pr.

Muhdarina, Linggawati A. 2003. Pilarisasi Kaolinit Alam untuk Meningkatkan Kapasitas Tukar Kation. Jurnal Natur Indonesia 6: 20-23.

Melisya N. 2009. Analisa Asam Lemak Bebas Minyak Goreng Bekas Menggunakan Adsorben Berbasis Limbah Padat Tapioka [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan IPA, Institut Pertanian Bogor.

Pasaribu N. 2004. Minyak Buah Kelapa Sawit. Sumatera Utara: Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara.

ADSORPSI ASAM LEMAK BEBAS DAN ZAT WARNA

Dokumen terkait