• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil Determinasi dan Pengumpulan Biji Alpukat

Hasi determinasi menyatakan bahwa biji alpukat yang digunakan dalam penelitian ini benar dari spesies Persea americana Mill. Pemilihan biji yang memiliki ukuran yang hampir sama merupakan upaya untuk menyeragamkan jenis kandungan dan jumlah senyawa metabolit antarbiji satu dengan biji lainnya.

5

Penetapan Kadar Air pada Serbuk Biji Alpukat

Penetapan kadar air serbuk biji alpukat dilakukan di Laboratorum Kimia Analisis Universitas Sanata Dharma dengan 3 kali replikasi. Rata-rata kadar air yang diperoleh adalah 8,17% b/b yang menunjukkan bahwa serbuk biji alpukat telah memenuhi persyaratan kadar air dalam serbuk yang baik. Persyaratan serbuk yang baik yaitu serbuk dengan kadar air yang kurang dari 10%. Kadar air yang kurang dari 10% pada serbuk mampu menghentikan reaksi enzimatik dalam sel sehingga kandungan metabolitnya tidak berubah akibat adanya reaksi enzimatik (International Tropical Timber Organisation, 2005).

Pembuatan Ekstrak dan Pembuatan Larutan Ekstrak Metanol Biji Alpukat

Pelarut yang digunakan dalam penelitian ini adalah metanol 90% karena menurut penelitian Khoddami dkk. (2013), metanol efektif untuk menyari senyawa seperti flavonoid yang terdapat pada serbuk biji alpukat. Metanol diduga mampu melarutkan hampir semua komponen yang bersifat polar, semi polar, maupun non polar (Al-Ash’ary dkk., 2010). Massa ekstrak kental yang diperoleh ialah 39,2 g dengan persen rendemen yang didapatkan yaitu 19,6 % b/b. Ekstrak kental yang sudah jadi dibuat menjadi larutan dengan konsentrasi 10% dengan melarutkan ekstrak kental ke dalam CMC-Na 1%.

Penetapan Selang Waktu Pemberian Asam Asetat 1%

Selang waktu pemberian asam asetat merupakan jarak waktu antara pemberian zat uji dengan pemberian asam asetat 1% sebagai penginduksi nyeri. Penetapan selang waktu pemberian asam asetat bertujuan untuk mengetahui waktu yang tepat bagi zat uji untuk terabsorpsi dengan baik sehingga dapat memberikan efek analgesik ketika asam asetat 1% diinjeksikan secara intraperitoneal.

Pengujian dilakukan dengan memberikan suspensi asetosal 1% sebagai kontrol positif dengan selang waktu 10 dan 15 menit. Dosis asetosal yang digunakan adalah 91 mg/kgBB. Larutan CMC-Na 1% digunakan sebagai pembanding pada uji pendahuluan penetapan selang waktu pemberian asam asetat 1% bertujuan untuk memastikan bahwa suspensi asetosal 1% dengan dosis 91 mg/kgBB benar-benar memiliki efek analgesik dengan memberikan respon geliat yang lebih sedikit dibandingkan pada kelompok kontrol negatif CMC-Na.

6

kumulatif geliat mencit dan hasil uji post hoc Mann-Whitney pada kelompok kontrol negatif CMC-Na, kelompok asetosal selang waktu 10 dan 15 menit yang disajikan pada tabel I.

Tabel I. Rata-rata jumlah kumulatif geliat mencit pada penentuan selang waktu pemberian asam asetat 1% dan Hasil Uji Post Hoc Mann-Whitney

Kelompok Kumulatif Geliat (Mean±SE)

Hasil Uji Post Hoc Mann-Whitney Kontrol negatif CMC-Na Asetosal selang 10 menit Asetosal selang 15 menit Kontrol negatif CMC-Na 74,7± 0,3 - BB BB Asetosal selang 10 menit 19,7 ± 0,3 BB - BB Asetosal selang 15 menit 70,7 ± 0,7 BB BB - Keterangan:

Mean = rata-rata kumulatif geliat SE = Standard error

Hasil uji post hoc Mann Whitney menunjukkan bahwa antara kelompok kontrol negatif CMC-Na dengan kelompok asetosal 10 menit memiliki perbedaan rata-rata kumulatif geliat yang berbeda bermakna. CMC-Na sebagai kontrol negatif tidak memiliki efek analgesik sehingga memiliki kumulatif geliat yang banyak. Perbedaan yang bermakna pada rata-rata kumulatif geliat antara kelompok CMC-Na dan kelompok asetosal 10 menit menunjukkan asetosal sebagai kontrol positif memiliki aktivitas analgesik dengan rata-rata kumulatif geliat yang lebih sedikit dibandingkan dengan rata-rata kumulatif geliat pada kelompok CMC-Na.

Hasil uji post hoc Mann Whitney menunjukkan bahwa antara kelompok asetosal selang waktu 10 menit dengan kelompok asetosal selang 15 menit memiliki perbedaan rata-rata kumulatif geliat yang berbeda bermakna. Rata-rata jumlah geliat pada kelompok asetosal selang waktu 10 menit lebih sedikit dibandingkan dengan kelompok asetosal selang 15 menit, sehingga dipilih selang waktu pemberian asam asetat 1% yaitu 10 menit.

7

Uji Aktivitas Analgesik Ekstrak Metanol Biji Alpukat

Aktivitas analgesik ekstrak metanol biji alpukat dapat diketahui dengan mengukur persen proteksi dan perubahan persen proteksinya. Nilai persen proteksi yang diperoleh dapat dijadikan parameter apakah suatu zat uji memiliki aktivitas sebagai analgesik. Menurut Yayasan Pengembangan Obat Bahan Alam Phyto Medica (1991), suatu zat uji dapat dikatakan memiliki efek analgesik jika zat uji tersebut mampu mengurangi ≥50% dari jumlah geliat pada perlakuan kontrol negatif.

Uji aktivitas analgesik pada penelitian ini menggunakan metode rangsang kimia. Senyawa yang digunakan sebagai penginduksi nyeri adalah asam asetat 1% dengan dosis 50 mg/kgBB. Asam asetat memicu pelepasan asam arakidonat dari jaringan fosfolipid. Enzim COX akan mengubah asam arakidonat menjadi prostaglandin yang menimbulkan inflamasi dan nyeri, respon nyeri pada mencit ditandai dengan geliat (Muhammad, 2014).

Pada pengujian aktivitas analgesik ekstrak metanol biji alpukat ini, digunakan CMC-Na 1% yang merupakan pelarut dari ekstrak metanol biji alpukat sebagai kontrol negatif. Sebagai kontrol positif digunakan asetosal dengan dosis 91 mg/kgBB. Ekstrak metanol biji alpukat yang digunakan terdiri dari 3 peringkat dosis yaitu 0,83; 1,67; dan 3,33 g/kgBB.

Sesuai dengan hasil penetapan selang waktu pemberian, maka 10 menit setelah pemberian CMC-Na, asetosal, dan ekstrak metanol biji alpukat secara peroral, asam asetat 1% diinjeksikan secara intraperitoneal. Pengamatan dilakukan dengan mengamati respon geliat mencit setiap 5 menit selama 1 jam. Jumlah geliat digunakan untuk menghitung persen proteksi dari zat uji. Persen proteksi merupakan kemampuan senyawa uji dalam mengatasi nyeri.

Hasil rata-rata kumulatif geliat, rata-rata persen proteksi, dan rata-rata perubahan persen proteksi pada tiap kelompok uji disajikan dalam tabel II. Data kumulatif geliat, persen proteksi, dan perubahan persen proteksi kemudian dianalisis secara statistik yang diawali uji normalitas dengan uji Shapiro-Wilk untuk mengetahui distribusi data masing-masing kelompok. Hasil uji Saphiro-Wilk menunjukkan nilai p>0,05, sehingga dapat disimpulkan data pada masing-masing kelompok terdistribusi normal. Analisis statistik dilanjutkan dengan menguji homogenitas variansi data antar kelompok dengan menggunakan uji Levene. Hasil uji Levene menunjukkan nilai p>0,05 yang berarti data memiliki variansi yang homogen (Dahlan, 2014).

8 persen proteksi Kelompok Rata-rata Kum. Geliat (Mean ± SE) p Rata-rata Persen Proteksi (Mean ± SE) p Rata-rata Perubahan Persen Poteksi (Mean ± SE) p Kontrol negatif 74,0 ± 0,5 0,119 0,0 ± 0,6 0,119 -100,0 ± 0,8 0,119 Kontrol positif 19,8 ± 0,4 0,314 73,2 ± 0,5 0,314 0,0 ± 0,7 0,314 EMBA 0,83 g/kgBB 46,2 ± 1,5 0,616 37,6 ± 2,0 0,616 -48,7 ± 2,8 0,616 EMBA 1,67 g/kgBB 19,8 ± 1,1 0,899 73,2 ± 1,4 0,899 0,0 ± 2,0 0,899 EMBA 3,33 g/kgBB 23,2 ± 0,7 0,777 68,2 ± 0,9 0,777 -6,3 ±1,2 0,777

Dilakukan uji One Way ANOVA untuk mengetahui perbedaan kumulatif geliat, persen proteksi, dan perubahan persen proteksi antar kelompok perlakuan. Hasil uji One Way ANOVA untuk kumulatif geliat, persen proteksi, dan perubahan persen proteksi yaitu nilai p<0,05 yang berarti paling tidak terdapat perbedaan yang bermakna antar dua kelompok. Uji post hoc Bonferroni dilakukan untuk mengetahui kelompok mana yang memiliki perbedaan kumulatif geliat, persen proteksi, dan perubahan persen proteksi yang bermakna (Dahlan, 2014). Hasil uji post hoc Bonferroni untuk jumlah geliat, persen proteksi, dan perubahan persen proteksi disajikan dalam tabel III.

Tabel III. Hasil uji post hoc Bonferroni untuk kumulatif geliat, persen proteksi, dan perubahan persen proteksi

Kontrol (-) Kontrol (+) EMBA 0,83 g/kgBB EMBA 1,67 g/kgBB EMBA 3,33 g/kgBB Kontrol (-) - BB BB BB BB Kontrol (+) BB - BB BTB BTB EMBA 0,83 g/kgBB BB BB - BB BB EMBA 1,67 g/kgBB BB BTB BB - BTB EMBA 3,33 g/kgBB BB BTB BB BTB - Keterangan: BB = Berbeda bermakna (p<0,05)

9 Kelompok kontrol negatif

Pada tabel II menunjukkan rata-rata kumulatif geliat, rata-rata persen proteksi, dan rata-rata perubahan persen proteksi kelompok kontrol negatif CMC-Na secara berturut-turut yaitu 74,0 ± 0,5; 0,0 ± 0,6; -100,0 ± 0,8. Rata-rata kumulatif geliat pada kelompok negatif CMC-Na paling besar, sedangkan rata-rata persen proteksi kelompok negatif paling kecil dibandingkan dengan kelompok kontrol positif dan ketiga kelompok perlakuan ekstrak metanol biji alpukat. Berdasarkan uji post hoc Bonferroni (Tabel III), menunjukkan bahwa rata-rata persen proteksi geliat pada kelompok kontrol negatif CMC-Na berbeda bermakna dengan kelompok kontrol positif asetosal. Rata-rata kumulatif geliat yang paling besar dan rata-rata persen proteksi yang bernilai 0,0 ± 0,6, menunjukkan bahwa CMC-Na sebagai kontrol negatif, tidak memiliki kemampuan dalam memproteksi nyeri. Rata-rata perubahan persen peroteksi CMC-Na yang bernilai negatif menunjukkan bahwa dengan CMC-Na tidak terjadi penghambatan rangsang nyeri. CMC-Na tidak memberikan efek analgesik juga telah dibuktikan dalam penelitian yang dilakukan oleh Sinaga (2013), Susanti (2015), dan Irawati (2015).

Kelompok kontrol positif

Rata-rata kumulatif geliat, rata-rata persen proteksi, dan rata-rata perubahan persen proteksi kelompok kontrol positif asetosal secara berturut-turut yaitu 19,8 ± 0,4; 73,2 ± 0,5; dan 0,0 ± 0,7. Rata-rata kumulatif geliat pada kelompok kontrol positif asetosal lebih kecil dibandingkan kelompok kontrol negatif CMC-Na. Sedangkan rata-rata persen proteksi kelompok kontrol positif asetosal lebih besar dibandingkan kelompok kontrol negatif CMC-Na. Hal tersebut menunjukkan bahwa kelompok kontrol positif asetosal mampu memberikan proteksi geliat dibandingkan dengan kelompok kontrol negatif CMC-Na. Berdasarkan uji post hoc Bonferroni (Tabel III), menunjukkan bahwa rata-rata persen proteksi geliat pada kelompok kontrol positif asetosal berbeda bermakna dengan kelompok kontrol negatif CMC-Na. Hal ini dapat disimpulkan bahwa asetosal sebagai kontrol positif terbukti memiliki aktivitas analgesik sehingga dapat menghambat terjadinya rasa nyeri.

Kelompok perlakuan ekstrak metanol biji alpukat dosis 0,83 g/kgBB

Rata-rata kumulatif geliat, rata-rata persen proteksi, dan rata-rata perubahan persen proteksi kelompok perlakuan ekstrak metanol biji alpukat dosis 0,83 g/kgBB secara berturut-turut yaitu 46,2 ± 1,5; 37,6 ± 2,0; dan -48,7 ± 2,8 (Tabel II). Dibandingkan dengan

10

metanol biji alpukat dosis 0,83 g/kgBB lebih kecil, namun rata-rata persen proteksinya lebih besar dan perubahan persen proteksinya sebesar -48,7 ± 2,8. Berdasarkan uji post hoc Bonferroni (Tabel III), rata kumulatif geliat, rata persen proteksi, dan rata-rata perubahan persen proteksi kelompok perlakuan ekstrak metanol biji alpukat dosis 0,83 g/kgBB memiliki perbedaan bermakna terhadap kelompok kontrol negatif CMC-Na. Hal ini berarti ekstrak metanol biji alpukat dosis 0,83 g/kgBB memiliki kemampuan untuk memproteksi nyeri jika dibandingkan dengan CMC-Na.

Apabila dibandingkan dengan kelompok kontrol postitif asetosal, rata-rata kumulatif geliat kelompok perlakuan ekstrak metanol biji alpukat dosis 0,83 g/kgBB lebih besar, namun rata-rata persen proteksinya lebih kecil, yaitu 37,6 ± 2,0, dan rata-rata perubahan persen proteksi sebesar -48,7 ± 2,8. Setelah dianalisis dengan uji post hoc Bonferroni, didapatkan hasil rata kumulatif geliat, rata persen proteksi dan rata-rata perubahan persen proteksi yang berbeda bermakna terhadap kelompok kontrol postif asetosal. Hal ini berarti ekstrak metanol biji alpukat dosis 0,83 g/kgBB memiliki kemampuan untuk memproteksi nyeri yang lebih kecil dibandingkan dengan kelompok kontrol positif asetosal. Nilai rata-rata persen proteksi kelompok perlakuan ekstrak metanol biji alpukat dosis 0,83 g/kgBB adalah 37,6 ± 2,0, hal ini menunjukkan bahwa pada dosis ini ekstrak metanol biji alpukat memiliki kemampuan untuk memproteksi nyeri namun tidak memiliki aktivitas sebagai analgesik.

Kelompok perlakuan ekstrak metanol biji alpukat dosis 1,67 g/kgBB

Rata-rata kumulatif geliat, rata-rata persen proteksi, dan rata-rata perubahan persen proteksi kelompok perlakuan ekstrak metanol biji alpukat dosis 1,67 g/kgBB secara berturut-turut yaitu 19,8 ± 1,1; 73,2 ± 1,4; dan 0,0 ± 2,0.

Berdasarkan tabel II, rata-rata kumulatif geliat kelompok perlakuan ekstrak metanol biji alpukat dosis 1,67 g/kgBB lebih kecil jika dibandingkan dengan kelompok kontrol negatif CMC-Na, namun rata-rata persen proteksinya lebih besar, yaitu 73,2 ± 1,4. Berdasarkan uji post hoc Bonferroni, rata-rata kumulatif geliat, rata-rata persen proteksi geliat, dan rata-rata perubahan persen proteksi kelompok perlakuan ekstrak metanol biji alpukat dosis 1,67 g/kgBB memiliki perbedaan bermakna terhadap kelompok kontrol negatif CMC-Na. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak metanol biji alpukat dosis 1,67

11

g/kgBB memiliki kemampuan dalam memproteksi nyeri jika dibandingkan dengan kelompok kontrol negatif CMC-Na.

Rata-rata kumulatif geliat, rata-rata persen proteksi, dan rata-rata perubahan persen proteksi kelompok perlakuan ekstrak metanol biji alpukat dosis 1,67 g/kgBB sama dengan rata-rata kumulatif geliat, rata-rata persen proteksi, dan rata-rata perubahan persen proteksi kelompok kontrol positif asetosal. Berdasarkan uji post hoc Bonferroni, rata-rata kumulatif geliat, rata-rata persen proteksi geliat, dan rata-rata perubahan persen proteksi kelompok perlakuan ini memiliki perbedaan tidak bermakna terhadap kelompok kontrol positif asetosal. Hal ini berarti ekstrak metanol biji alpukat dosis 1,67 g/kgBB memiliki kemampuan dalam memproteksi nyeri yang sebanding dengan asetosal sebagai kontrol positif.

Kelompok perlakuan ekstrak metanol biji alpukat dosis 3,33 g/kgBB

Rata-rata kumulatif geliat, rata-rata persen proteksi, dan rata-rata perubahan persen proteksi kelompok perlakuan ekstrak metanol biji alpukat dosis 3,33 g/kgBB secara berturut-turut yaitu 23,2 ± 0,7; 68,2 ± 0,9; dan -6,3 ± 1,2.

Rata-rata kumulatif geliat kelompok perlakuan ini lebih kecil jika dibandingkan dengan kelompok kontrol negatif CMC-Na, namun rata-rata persen proteksinya lebih besar. Berdasarkan uji post hoc Bonferroni, rata-rata kumulatif geliat, rata-rata persen proteksi geliat, dan rata-rata perubahan persen proteksi kelompok perlakuan ekstrak metanol biji alpukat dosis 3,33 g/kgBB memiliki perbedaan bermakna terhadap kelompok kontrol negatif CMC-Na. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak metanol biji alpukat dosis 3,33 g/kgBB memiliki kemampuan dalam memproteksi nyeri jika dibandingkan dengan kelompok kontrol negatif CMC-Na.

Jika dibandingkan dengan kelompok kontrol positif asetosal, maka rata-rata geliat kelompok perlakuan ini lebih besar dan rata-rata persen proteksi geliatnya lebih kecil. Berdasarkan uji post hoc Bonferroni, rata-rata kumulatif geliat, rata-rata persen proteksi geliat, dan rata-rata perubahan persen proteksi kelompok perlakuan ini memiliki perbedaan tidak bermakna terhadap kelompok kontrol positif asetosal. Hal ini berarti ekstrak metanol biji alpukat dosis 3,33 g/kgBB memiliki kemampuan dalam memproteksi nyeri yang sebanding dengan kontrol positif asetosal.

12 dan 3,33 g/kgBB

Rata-rata kumulatif geliat kelompok perlakuan ekstrak metanol biji alpukat dosis 1,67 g/kgBB merupakan rata-rata kumulatif geliat yang paling kecil di antara ketiga dosis tersebut. Rata-rata persen proteksi kelompok perlakuan ekstrak metanol biji alpukat dosis 0,83; 1,67; dan 3,33 g/kgBB secara berturut-turut adalah 37,6 ± 2,0; 73,2 ± 1,4; dan 68,2 ± 0,9. Rata-rata perubahan persen proteksi kelompok perlakuan ekstrak metanol biji alpukat dosis 0,83; 1,67; dan 3,33 g/kgBB secara berturutturut adalah 48,7 ± 2,8; 0,0 ± 2,0; dan -6,3 ± 1,2. Menurut Yayasan Pengembangan Obat Bahan Alam Phyto Medica (1991), suatu zat uji dapat dikatakan memiliki efek analgesik jika zat uji tersebut mampu mengurangi ≥50% dari jumlah geliat pada perlakuan kontrol negatif. Hal ini berarti ekstrak metanol biji alpukat pada dosis 1,67 dan 3,33 g/kgBB memiliki kemampuan untuk memproteksi geliat dan juga memiliki aktivitas analgesik, sedangkan pada dosis 0,83 g/kgBB ekstrak metanol biji alpukat hanya mampu memproteksi geliat.

Perbandingan persen proteksi antara kelompok perlakuan ekstrak metanol biji alpukat dosis 0,83 g/kgBB dengan dosis 1,67 g/kgBB berdasarkan uji post hoc Bonferroni menunjukkan perbedaan bermakna. Perbedaan yang bermakna tersebut menunjukkan kemampuan ekstrak metanol biji alpukat dosis 0,83 g/kgBB dalam menghambat geliat tidak sebanding dengan kemampuan ekstrak metanol biji alpukat dosis 1,67 g/kgBB. Berdasarkan tabel II, maka kemampuan ekstrak metanol biji alpukat dosis 0,83 g/kgBB lebih kecil dibandingkan dosis 1,67 g/kgBB.

Perbandingan persen proteksi antara kelompok perlakuan ekstrak metanol biji alpukat dosis 0,83 g/kgBB dengan dosis 3,33 g/kgBB berdasarkan uji post hoc Bonferroni menunjukkan perbedaan bermakna. Perbedaan bermakna tersebut menunjukkan kemampuan ekstrak metanol biji alpukat dosis 0,83 g/kgBB dalam menghambat geliat tidak sebanding dengan kemampuan ekstrak metanol biji alpukat dosis 3,33 g/kgBB. Berdasarkan tabel II, kemampuan ekstrak metanol biji alpukat dosis 0,83 g/kgBB lebih kecil dibandingkan dosis 3,33 g/kgBB.

Perbandingan persen proteksi antara kelompok perlakuan ekstrak metanol biji alpukat dosis 1,67 g/kgBB dengan dosis 3,33 g/kgBB berdasarkan uji post hoc Bonferroni menunjukkan perbedaan tidak bermakna. Perbedaan tidak bermakna tersebut menunjukkan

13

kemampuan ekstrak metanol biji alpukat dosis 1,67 g/kgBB dalam menghambat geliat sebanding dengan kemampuan ekstrak metanol biji alpukat dosis 3,33 g/kgBB.

Menurut penelitian Kyakulaga dkk. (2012), kandungan senyawa flavonoid di dalam ekstrak etanol biji alpukat dilaporkan berperan dalam menimbulkan efek analgesik karena dapat menghambat produksi prostaglandin yang merupakan mediator inflamasi dan dapat mengaktifkan saraf dalam penghantaran nyeri. Menurut Prochazkova dkk. (2011), flavonoid yang terkandung pada tumbuhan memiliki aktivitas sebagai antioksidan yang dapat mencegah kerusakan jaringan akibat radikal bebas. Flavonoid mampu menangkap radikal bebas dengan mendonasikan atom hidrogen sehingga radikal bebas menjadi tidak aktif. Menurut Swiboda dkk. (2013), ketika terjadi kerusakan jaringan, senyawa yang dapat memodulasi transmisi nyeri antara lain histamin, bradikinin, asetilkolin, leukotriene, dan prostaglandin dikeluarkan ke jaringan ekstraselular. Penangkapan radikal bebas mampu menghambat pembentukan mediator inflamasi seperti histamin, bradikinin, asetilkolin, leukotriene, dan prostaglandin. Menurut DiPiro dkk. (2008), terhambatnya pembentukan mediator inflamasi tersebut menyebabkan aktivasi reseptor nyeri tidak terjadi sehingga tidak terjadi stimulasi nyeri.

KESIMPULAN

Ekstrak metanol biji alpukat memiliki aktivitas analgesik pada dosis 1,67 dan 3,33 g/kgBB dengan persen proteksinya berturut-turut adalah 73,24 ± 1,4 dan 68,16 ± 0,9 % serta perubahan persen proteksinya berturut-turut adalah 0,0 ± 2,0 dan -6,3 ± 1,2 %. DAFTAR PUSTAKA

Agriculture & Natural Resources University of California, 2016, Avocado Varieties, http://ucavo.ucr.edu/avocadovarieties/varietyframe.html, diakses pada tanggal 25 Mei 2016.

Al-Ash’ary, M.N., Supriyanti, T.E.M., dan Zackiyah, 2010, Penentuan Pelarut Terbaik dalam Mengekstraksi Senyawa Bioaktif dari Kulit Batang Artocarpus heterophyllus, Jurnal Sains dan Teknologi Kimia, 1(2), 150-158.

Andini, A.P., 2010, Efek Analgesik Ekstrak Metanol-Air Daun Macaranga tanarius L. pada Mencit Betina , Skripsi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Carpena, J.M.R., Morcuende, D., Andrade, M.J., Kylli, P., and Estevez, M., 2011, Avocado (Persea americana Mill.) Phenolics, In Vitro Antioxidant and

14

Patties, Journal of Agricultureal and Food Chemistry, 59, 5625-5635.

Dahlan, M.S., 2014, Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan, Edisi 6, Salemba Medika, Jakarta, hal. 7,12-14, 92-98, 110-116.

Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, 1995, Farmakope Indonesia, Edisi IV, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 46.

DiPiro, J.T., Talbert, R.L., Yee, G.C., Matzke, G.R., Wells, B.G., and Posey, L.M., 2008, Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach, 7th Ed., Mc Graw Hill, New York, 990.

Gomez, F.S., Sanchez, S.P., Iradi, M.G.G., Azman, N.A.M., and Almajano, M.P., 2014, Avocado Seeds: Extraction Optimization and Possible Use as Antioxidant in Food, Antioxidants, 3, 439-454.

International Association for the Study of Pain, 2011, What Is Pain, http://www.iasp-pain.org/Taxonomy, diakses pada tanggal 4 Januari 2016.

International Tropical Timber Organisation, 2005, Promoting Selected Non-Timber Forest Products Based on Community Participation Approach to Support Sustainable Forest Management in East Kalimantan, http://www.itto.int/files/itto_project_db_input/2534/Technical/Technical%20Repo rt%20Vol%201.pdf, diakses pada tanggal 11 September 2016.

Irawati, K., 2015, Uji Analgesik Dekokta Daun Macaranga tanarius L. Pada Mencit Betina, Skripsi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Joshepine, O.O., and Ngozi, A.O., 2013, Analgesic effect of The Aqueous Extract of Persea americana Mill (Lauraceae), Journal of Pharmaceutical and Allied Sciences, 10(3), 1887-1897.

Khoddami, A., Wilkers, M.A., and Roberts, T.H., 2013, Techniques for Analysis of Plant Phenolic Compounds, Molecules, 18, 2328-2375.

Kyakulaga, AI.,H., Ogwang, P.E., Nannyonga, S., Nyafuono, J., and Tumuslime, R., 2012, Antipyretic and Analgesics Activities of Ethanolic Extract of Persea americana Mill. Seeds in Wistar Albino Rats, Africa Journal of Animal and Biomedical Sciences, 7(1), 19-23.

Muhammad, N., 2014, In Vivo Models for Management of Pain, Scientific Research, 5(1), 92-96.

15

Prochazkova, D., Bousova, I., and Wilhelmova, N., 2011, Antioxidant and Prooxidant Properties of Flavonoids, Fitoterapia, 82(2011), 513-523.

Ritu, N., Asheesh, S., and Dinesh, B., 2012, Aspirin: An Overview of Randomized Controlled Trials, International Journal of Research in Pharmacy and Science, 2(1), 53-57.

Sanchez, A., Calpena, A.C., and Clares, 2015, Evaluating the Oxidative Stress in Inflammation: Role of Melatonin, International Journal of Molecular Sciences, 2015(16), 16981-17004.

Sinaga, F., 2013, Efek Analgesik dari Infusa Bunga Telang (Clitoria ternatea) dengan Metode Rangsang Kimia pada Mencit Betina, Skripsi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Susanti, S.D.P., 2015, Uji Analgesik Fraksi Etanol-Heksan Ekstrak Metanol-Air Daun Macaranga tanarius L. Dengan Metode Geliat Pada Mencit, Skripsi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Swiboda, P., Filip, R., Prystupa, A., and Drozd, M., 2013, Assessment of Pain: Type, Mechanism, and Treatment, Ann Agric Environ Med, 2013(1), 2-7.

Wulandari, D., 2010, Efek Analgesik Infusa Daun Macaranga tanarius L. Pada Mencit Betina , Skripsi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Yayasan Pengembangan Obat Bahan Alami Phytomedica, 1991, Penapisan Farmakologi Pengujian Fitokimia dari Pengujian Klinik, Jakarta, 49.

16

17

Lampiran 1. Surat Pengesahan Medical and Health Research Ethics Committee (MHREC)

18

Lampiran 2. Surat Pengesahan Determinasi Biji Alpukat (Persea americana Mill.)

19

20

Lampiran 4. Biji Alpukat dan Ekstrak Metanol Biji Alpukat

Gambar 1. Biji Alpukat

21

Lampiran 5. Injeksi Intraperitoneal dan Peroral

Gambar 3. Injeksi Intraperitoneal

22

Lampiran 6. Proses Pengamatan Uji Analgesik Ekstrak Metanol Biji Alpukat

23

Lampiran 7. Perhitungan Dosis dan Persen Rendemen Ekstrak Metanol Biji Alpukat

a. Dosis Asam Asetat

Dosis asam asetat yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Wulandari (2010) dan Andini (2010). Hasil penelitian tersebut mendapatkan bahwa dosis 50 mg/kgBB berbeda tidak bermakna dengan dosis 75 mg/kgBB dalam menimbulkan geliat. Berdasarkan hasil tersebut, dosis asam asetat yang digunakan dalam penelitian ini adalah dosis 50 mg/kgBB .

b. Dosis Asetosal

Berdasarkan penelitian Wulandari (2010), potensi asetosal yang digunakan adalah

Dokumen terkait