• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kurva Pertumbuhan dan Ekstraksi Komponen Bioaktif Veronaea sp. KT19 Produksi komponen bioaktif pada suatu kapang berhubungan dengan fase

pertumbuhan. Fase pertumbuhan didapatkan dari kultur Veronaea sp. KT19 yang

kemudian diambil biomassa miselia dan komponen bioaktif (Tarman 2011). Kurva pertumbuhan dan nilai pH selama kultivasi dapat dilihat di Gambar 4.

Gambar 4 Kurva Pertumbuhan Veronaea sp. KT19 miselium , pH

Kurva pertumbuhan yang terlihat pada Gambar 2 didapatkan dari biomassa

miselia kering. Kapang Veronaea sp. KT 19 mengalami fase eksponensial sampai

hari ke-6 kultivasi. Nilai pH kultur kapang Veronaea sp. KT19 cenderung stabil

setelah hari ke-12 hingga ke-21 kultivasi. Kurva pertumbuhan Veronaea sp. KT19

yang didapat dari penelitian Tarman (2011) menunjukkan bahwa Veronaea sp.

KT19 mengalami fase eksponensial sampai hari ke-6 kultivasi dan selama satu

minggu selanjutnya mengalami fase stasioner. Nilai pH kultur Veronaea sp. KT19

relatif stabil setelah hari ke-10 hingga hari ke-21 masa kultivasi. Perbedaan pertumbuhan pada kapang dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu substrat, kelembapan, suhu, derajat keasaman substrat (pH) dan senyawa-senyawa kimia

yang ada di lingkungan (Gandjar et al. 2006).

0.0 1.0 2.0 3.0 4.0 5.0 6.0 7.0 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0 3 6 9 12 15 18 21 p H m e d ia k u ltu r B io m assa m isel ia (g)

8

Komponen bioaktif yang terdapat pada kapang Veronaea sp. KT19 diambil

melalui ekstraksi media kultur dengan menggunakan pelarut etil asetat. Hasil ekstraksi komponen bioaktif dapat dilihat pada Gambar 5.

(a) (b) (c) (d) (e)

Gambar 5 Ekstrak komponen bioaktif kapang Veronaea sp. KT19 (a) hari ke-3,

(b) hari ke-6, (c) hari ke-9, (d) hari ke-12 dan (e) hari ke-15

Gandjar et al. (2006) menyatakan bahwa proses metabolisme akan

menimbulkan adanya perubahan warna yang menandakan adanya komponen metabolit. Hasil yang didapatkan pada Gambar 5 menunjukkan bahwa hari ke-6 kultivasi menghasilkan ekstrak komponen bioaktif yang memiliki warna lebih pekat. Hal tersebut dikarenakan jumlah metabolit yang dihasilkan pada hari ke-6 lebih banyak dibandingkan dengan yang lainnya. Hasil ini sesuai dengan

penelitian Tarman (2011) bahwa isolat kapang Veronaea sp. KT19 memproduksi

metabolit tertinggi pada hari ke-6 kultivasi. Pada penelitian ini biomassa miselia terbanyak pada hari ke-12 kultivasi. Komponen bioaktif tertinggi didapatkan pada kultivasi hari ke-6. Hasil tersebut digunakan untuk pengujian aktivitas antibakteri dan sintesis nanosilver.

Aktivitas Antimikrob Veronaea sp. KT19

Media kultur cair kapang Veronaea sp. KT 19 yang diekstrak menggunakan

etil asetat selanjutnya digunakan untuk pengujian aktivitas antibakteri. Bakteri yang digunakan dalam pengujian termasuk dalam bakteri positif dan

Gram-negatif, yaitu Bacillus subtilis dan Escherichia coli. Pengujian aktivitas

antibakteri ekstrak kapang ini bertujuan untuk menentukan masa inkubasi kapang yang menghasilkan bioaktif paling banyak, selanjutnya digunakan untuk

biosintesis nanosilver. Roby et al. (2012) menyebutkan bahwa aktivitas

antibakteri minyak rempah menunjukkan sifat bakteriostatik pada bakteri Gram-positif dan aktivitas bakteriosidal lebih terlihat pada bakteri Gram-negatif. Pengujian aktivitas antibakteri menggunakan kontrol positif, kontrol negatif dan ekstrak. Bahan yang dipakai untuk kontrol positif adalah kloramfenikol, sedangkan untuk kontrol negatif adalah etil asetat. Jumlah ekstrak kapang yang digunakan adalah sebesar 0,5 mg, 1 mg dan 2 mg. Aktivitas antibakteri dapat dilihat pada Tabel 1.

9

Tabel 1 Aktivitas ekstrak Veronaea sp. KT 19 terhadap mikroorganisme uji

Bakteri uji

Diameter zona hambat (mm)

Jumlah ekstrak hari ke-6 (mg) Jumlah ekstrak hari ke-12 (mg)

0,5 1 2 0,5 1 2

Escherichia

coli 11,5 ± 0,7 14,8 ± 1,1 15,5 ± 0,7 1,0 ± 0,7 1,5 ± 0 ,7 2,5 ± 0,7

Bacillus

subtilis 4,5 ± 2,1 9,5 ± 0,7 13 ± 2,8 1,0 ± 1,4 1,5 ± 2,1 5 ± 1,4

Hasil pengujian antibakteri ekstrak kapang Veronaea sp. KT19 hari ke-6

menunjukkan bahwa Veronaea sp. KT19 mampu menghambat bakteri

Gram-positif dan Gram-negatif yaitu Bacillus subtilis dan Escherichia coli. Hasil yang

sama ditunjukkan oleh ekstrak hari ke-12 bahwa Veronaea sp. KT19 mampu

menghambat kedua bakteri tersebut. Tabel 1 menunjukkan bahwa diameter zona

hambat yang terbentuk pada Escherichia coli lebih besar dibandingkan Bacillus

subtilis. Hal tersebut disebabkan karena Escherichia coli yang merupakan kelompok bakteri Gram-negatif memiliki dinding sel lebih tipis dibandingkan

dengan Bacillus subtilis yang tergolong bakteri Gram-positif. Pelczar dan Chan

(2010) menyatakan bahwa perbedaan struktur dinding sel tersebut yang menyebabkan kedua bakteri tersebut akan memberikan respon terhadap ekstrak antibakteri yang diberikan. Pengujian aktivitas antibakteri pada hari ke-6 menunjukkan zona hambat yang lebih besar dibandingkan hari ke-12. Hal tersebut menandakan bahwa komponen bioaktif berupa antibakteri saat hari ke-6 kultivasi

lebih banyak dibandingkan hari ke-12 masa kultivasi. Jawetz et al. (1996)

menyatakan bahwa adanya perbedaan zona hambat yang terbentuk dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu pH lingkungan, komposisi media, stabilitas senyawa antimikrob, jumlah (kepadatan) inokulum, lama inkubasi dan aktivitas metabolik mikroorganisme.

Sintesis Nanosilver Ekstraseluler

Kapang Veronaea sp. KT19 selanjutnya diambil miselianya untuk

dipergunakan dalam biosintesis nanosilver. Biosintesis nanosilver ekstraseluler dapat dilihat pada Gambar 6 - 8.

(a) (b) (c) (d)

Gambar 6 Kultivasi sintesis ekstraseluler nanosilver (a) filtrat hari ke-6 sebelum sintesis, (b) filtrat hari ke-6 sesudah sintesis, (c) filtrat hari ke-12 sebelum sintesis, (d) filtrat hari ke-12 sesudah sintesis.

10

(a) (b) (c) (d)

Gambar 7 Kultivasi sintesis nanosilver miselium ekstraseluler hari ke-6 (a) kondisi gelap sebelum sintesis, (b) kondisi gelap sesudah sintesis, (c) kondisi terang sebelum sintesis, (d) kondisi terang sesudah sintesis

(a) (b) (c) (d)

Gambar 8 Kultivasi sintesis nanosilver miselium ekstraselulerhari ke-12 (a) kondisi gelap sebelum sintesis, (b) kondisi gelap sesudah sintesis, (c) kondisi terang sebelum sintesis dan (d) kondisi terang setelah sintesis.

Sintesis nanosilver dengan menggunakan AgNO3menghasilkan ekstraseluler

berubah warna menjadi kecoklatan. Gambar 4 menunjukkan bahwa filtrat hari ke-6 berwarna lebih coklat dibandingkan dengan filtrat hari ke-12. Sintesis menggunakan miselia menunjukkan perubahan warna ekstraseluler nanosilver dari warna putih bening menjadi kekuningan (Gambar 7 - 8). Peningkatan intensitas warna larutan pada larutan nanosilver kemungkinan disebabkan karena agregasi dari sintesis nanosilver yang kemudian terbentuk dan bergabung secara

elektronis (Prakash dan Thiagarajan 2012). Ray et al. (2011) menyebutkan bahwa

perubahan warna ekstraseluler nanosilver menjadi kecoklatan dikarenakan adanya pengurangan ion silver yang mengindikasikan terbentuknya nanosilver.

Mekanisme biosintesis nanosilver menggunakan mikroorganisme

dinamakan bioreduksi. Pembentukan nanosilver melalui dua proses. Proses yang pertama, nanopartikel dibentuk di permukaan dinding sel. Tahapan pertama dalam proses bioreduksi ini adalah terperangkapnya ion logam pada permukaan dinding sel. Hal ini menyebabkan adanya interaksi elektrostatis antara ion logam dengan enzim yang ada pada dinding sel. Setelah itu terjadi reduksi ion logam secara enzimatik, membentuk agregasi dan terbentuk nanopartikel. Sel mikroba mereduksi ion logam menggunakan enzim reduktase spesifik seperti

NADH-dependent reduktase atau nitrate NADH-dependent reduktase (Ramezania et al. 2010).

Proses yang kedua adalah biomassa kapang yang disimpan dalam air steril akan mengeluarkan komponen biologisnya ke air. Air ini akan berfungsi sebagai reduktan untuk mereduksi ion logam dan membentuk nanopartikel silver

(Moghaddam 2010). Duran et al. (2005) melakukan sintesis nanosilver

11 kapang ini terjadi karena adanya peranan senyawa nitrat reduktase bebas dan anthraquinon secara ekstraseluler. Mekanisme reduksi biosintesis nanosilver oleh Fusarium oxysporum dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9 Mekanisme reduksi biosintesis partikel perak (Duran et al. 2005)

Karakteristik Nanosilver Spektrum UV-Vis

Penggunaan spektroskopi UV-Vis dalam pengujian karakteristik merupakan teknik yang sederhana untuk mengobservasi sintesis nanopartikel. Teknik ini memiliki kegunaan untuk memantau pembentukan dari nanosilver

(Kora et al. 2010). Nilai absorbansi yang didapatkan dari spektrofotometer

UV-Vis diantaranya memberikan informasi tentang komposisi dari nanopartikel (Narayanan dan Sakhtivel 2011). Penyerapan nanosilver pada spektroskopi UV-Vis dapat dilihat pada Gambar 10 - 12.

Perlakuan A6 dan A12 diamati karakteristik nanosilver yang terbentuk menggunakan spektroskopi UV-Vis selama 72 jam. Pengujian ini dapat mengindikasikan adanya penurunan ion silver yang terjadi terus menerus secara ekstraseluler yang kemudian bercampur dan terbentuk larutan nanosilver

(Minaeian et al. 2008). Gambar 10 (a) menunjukkan adanya puncak penyerapan

pada panjang gelombang 450 nm dan 10 (b) pada panjang gelombang 400 nm. Nilai absorbansi untuk A6 berkisar antara 0,061-0,432, sedangkan A12 berkisar antara 0,01-0,037. Nilai absorbansi tertinggi pada A6 ditunjukkan pada akhir sintesis yaitu jam ke-72, sedangkan A12 mempunyai nilai absorbansi tertinggi pada saat jam ke-24.

12

(a) (b)

Gambar 10 Spektrum UV-Vis filtrat nanosilver ekstraseluler (a) hari ke-6 dan (b) hari ke-12

Gambar 10 (a) dan 10 (b) menunjukkan bahwa nanosilver sudah terbentuk. Hal tersebut dikarenakan adanya pengurangan ion secara ekstraseluler dan

dilepaskan ke larutan (Duran et al. 2005). Prabakaran et al. (2012) menyatakan

bahwa puncak penyerapan yang kuat terbentuk pada panjang gelombang 200-400. Absorbansi pada panjang gelombang tersebut menunjukkan adanya nanosilver yang terbentuk. Puncak penyerapan yang terbentuk pada beberapa panjang

gelombang menandakan bahwa surface plasmone resonance yang kuat berada di

panjang gelombang tersebut. El-Rafie et al. (2010) mensintesis nanopartikel silver

menggunakan kapang Fusarium solani dan nanosilver yang terbentuk

menunjukkan puncak penyerapan pada panjang gelombang 420 nm. Ramteke et

al. (2013) membuat nanosilver yang terbentuk dari ekstrak daun tulsi (Ocimum

sanctum) dan menunjukkan puncak penyerapan pada panjang gelombang 450 nm.

Penelitian Ray et al. (2011) menunjukkan bahwa puncak penyerapan terbentuk

pada panjang gelombang 440 nm. Perbedaan puncak absorbansi yang terbentuk dapat dipengaruhi oleh komposisi media yang terdapat pada kedua larutan tersebut. Hal ini sesuai dengan pernyataan Moghaddam (2010) bahwa komposisi media kultur dapat mempengaruhi optimasi pembentukan nanopartikel silver sehingga mempengaruhi ukuran partikel yang disintesis.

Perlakuan B6 terang dan B6 gelap diamati selama 12 hari (288 jam). Spektrum spektroskopi UV-Vis nanosilver dari perlakuan B6 terang dan B6 gelap dapat dilihat pada Gambar 11.

(a) 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 350 400 450 500 550 600 ab sor b an si panjang gelombang

24 jam 48 jam 72 jam

0 0.01 0.02 0.03 0.04 350 400 450 500 550 600 ab sor b an si panjang gelombang

13

(b)

Gambar 11 Spektrum UV-Vis nanosilver miselium (a) hari ke-6 kondisi gelap dan (b) hari ke-6 kondisi terang.

. Gambar 11 (a) dan 11 (b) menunjukkan puncak penyerapan pada panjang gelombang 262 nm dan 263,5 nm. Nilai absorbansi tertinggi B6 gelap adalah pada jam ke-288 (akhir pengamatan) dan B6 terang pada jam ke-120. Bhainsa dan D‟souza (2006) menyatakan bahwa adanya puncak penyerapan yang terbentuk pada panjang gelombang rendah menandakan adanya residu ikatan amida, triptofan dan tirosin pada protein. Hal tersebut menunjukkan komponen protein menjadi komponen utama dalam bioreduksi nanopartikel. Protein ini yang menentukan struktur enzim dan enzim tersebut digunakan untuk bioreduksi nanopartikel.

Sintesis nanosilver miselium ekstraseluler hari ke-12 dilakukan selama 288 jam dan diamati menggunakan spektroskopi UV-vis setiap 24 jam. Pengamatan nanosilver ekstraseluler selama 288 jam dapat dilihat pada Gambar 12.

(a)

(b)

Gambar 12 Spektrum UV-Vis nanosilver miselium (a) hari ke-12 kondisi gelap dan (b) hari ke-12 kondisi terang.

14

Gambar 12 (a) dan 12 (b) menunjukkan puncak penyerapan pada panjang gelombang 256,5 nm dan 262,5 nm. Perlakuan B12 gelap dan B12 terang memiliki nilai absorbansi tertinggi pada jam ke-96 dan ke-120 masa inkubasi. Nilai absorbansi tertinggi B12 gelap adalah 3,718 sedangkan B12 terang adalah

1,612. Duran et al. (2005) menyatakan bahwa adanya penyerapan pada panjang

gelombang sekitar 265 nm menunjukkan adanya protein asam amino aromatik. Perbedaan puncak penyerapan yang terbentuk pada beberapa perlakuan di atas dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya waktu inkubasi, adanya sumber cahaya dan komposisi media. Hal tersebut sesuai Moghaddam (2010) yang menyatakan bahwa perbedaan optimasi pembentukan nanosilver dipengaruhi oleh beberapa parameter, yaitu pH, waktu inkubasi, adanya sumber cahaya, suhu dan komposisi media kultur. Optimasi yang berbeda dapat merubah komposisi kimia, bentuk dan ukuran partikel yang disintesis (Moghaddam 2010).

Adanya panjang gelombang yang terbentuk dikarenakan surface plasmone

resonance (SPR) yang kuat berada di panjang gelombang tersebut. SPR merupakan fenomena resonansi yang antara gelombang cahaya dan elektron-elektron pada permukaan logam yang menghasilkan osilasi dan diukur kuantitasnya (Badia 2007). Perbedaan panjang gelombang yang terbentuk dapat dikarenakan kuantitas nanosilver yang berbeda.

Ukuran Partikel

Karakteristik nanosilver dapat diketahui salah satunya dengan mengetahui ukuran partikel. Pengujian dengan menggunakan PSA adalah untuk mengetahui ukuran dan sebaran partikel nano yang terkandung dalam larutan. Grafik sebaran

nanosilver dapat dilihat pada Gambar 13 – 15.

(a) (b)

Gambar 13 Sebaran partikel nanosilver ekstraseluler filtrat (a) hari ke-6 dan (b) hari ke-12.

(a) (b)

Gambar 14 Sebaran partikel nanosilver ekstraseluler miselium (a) hari ke-6 kondisi gelap dan (b) hari ke-6 kondisi terang

15

(a) (b)

Gambar 15 Sebaran partikel nanosilver ekstraseluler miselium (a) hari ke-12 kondisi gelap dan (b) hari ke-12 kondisi terang

Gambar 13-15 menunjukkan sebaran ukuran partikel nanosilver yang terbentuk pada setiap perlakuan. Jumlah partikel yang terbentuk memiliki ukuran yang berbeda. Perbedaan jumlah partikel yang terbentuk pada setiap perlakuan dipengaruhi oleh perbedaan optimasi yang dilakukan. Moghaddam (2010) menyatakan bahwa perbedaan optimasi yang dilakukan dapat mempengaruhi komposisi kimia, bentuk dan ukuran nanopartikel silver yang disintesis.

Ukuran partikel nanosilver diketahui melalui uji PSA. Metode penghitungan sebaran partikel nanosilver yang digunakan pada PSA ini adalah

metode cumulants. Metode cumulants merupakan suatu metode analisa data yang

digunakan pada alat yang menggunakan Dynamic Light Scaterring (Frisken

2001). Ukuran partikel yang sudah dianalisa, akan tertera pada software yang

telah disambungkan pada alat PSA. Sebaran ukuran partikel nanosilver dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Ukuran partikel nanosilver

Sampel Rentang Ukuran Dmean number

A6 16,22 – 70,81 32,25 A12 38,91 – 169,87 83,32 B6 gelap 26,92 – 107,18 58,19 B6 terang 53,72 – 245,54 116,97 B12 gelap 44,68 – 676,26 206,51 B12 terang 30,91 – 128,86 84,27

Ukuran nanopartikel silver menurut Prabhu dan Paulose (2012) berkisar antara 1-100 nm, sedangkan Mohanraj dan Chen (2006) menyebutkan bahwa ukuran nanopartikel berkisar antara 10-1000 nm. Hasil pengujian dengan menggunakan PSA menunjukkan bahwa rata-rata ukuran partikel perlakuan A6 lebih kecil dibandingkan dengan perlakuan A12. Perlakuan B6 gelap memiliki rata-rata ukuran partikel yang lebih kecil dibandingkan dengan B6 terang, sedangkan perlakuan B12 gelap memiliki rata-rata ukuran partikel yang lebih besar dibandingkan dengan B12 terang. Ukuran partikel terbaik didapatkan dari perlakuan A6. Ukuran ini yang mendekati ukuran partikel nanosilver yang diinginkan. Winarno dan Fernandez (2010) menyatakan bahwa ukuran partikel nanosilver yang baik adalah kurang dari 50 nm. Perbedaan pembentukan nanopartikel silver ini dipengaruhi oleh molekul organik yang terdapat di dalam larutan (Pratama 2012). Selain itu, perbedaan ukuran partikel dipengaruhi oleh perbedaan optimasi dalam pembentukan nanosilver (Moghaddam 2010).

16

Aktivitas Antimikrob Nanosilver Ekstraseluler

Filtrat ekstraseluler yang telah disintesis selanjutnya digunakan untuk pengujian aktivitas antimikrob nanosilver ekstraseluler. Aktivitas antimikrob nanosilver ekstraseluler dapat dilihat pada Gambar 16.

Gambar 16 Aktivitas antimikrob nanosilver ekstraseluler, Bacillus subtilis,

Staphylococcus aureus, Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa dan Candida maltosa

Pengujian aktivitas antimikrob dilakukan pada bakteri Bacillus subtilis,

Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus aureus dan Candida maltosa. Gambar 16 menunjukkan bahwa aktivitas antimikrob pada beberapa mikroorganisme uji memiliki diameter zona hambat yang besarnya relatif sama, yaitu berkisar antara 4-7 mm. Davis dan Stout (1971) menyatakan bahwa apabila zona hambat yang terbentuk berukuran kurang dari 5 mm, maka aktivitasnya dikategorikan lemah, berukuran 5-10 mm dikategorikan sedang, 10-19 mm dikategorikan kuat dan 20 mm atau lebih dikategorikan sangat kuat. Aktivitas

lemah cenderung ditunjukkan pada Bacillus subtilis dan Staphylococcus aureus,

sedangkan terhadap Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa dan Candida

maltosa menunjukkan aktivitas yang sedang. Hasil ini menunjukkan bahwa ukuran nanosilver tidak berpengaruh pada aktivitas antimikrob terhadap mikroorganisme uji. Perbedaan aktivitas yang dihasilkan disebabkan oleh

kemampuan mikroorganisme uji melawan komponen antibakteri. Bacillus subtilis

dan Staphylococcus aureus yang merupakan bakteri Gram-positif memiliki

dinding sel yang tebal dibandingkan dengan Escherichia coli dan Pseudomonas

aeruginosa yang termasuk bakteri Gram-negatif. Aktivitas antimikrob ekstraseluler nanosilver yang ditunjukkan cenderung lemah dan sedang. Hal tersebut dapat disebabkan oleh kurangnya optimasi dalam pembentukan nanosilver ekstraseluler. Nanosilver ekstraseluler yang dihasilkan belum mencapai hasil yang optimal sehingga aktivitas antibakteri yang dihasilkan kurang optimal pula.

Logam silver sudah diketahui memiliki daya hambat yang kuat dan efek bakterisidal yang baik dalam aktivitas antibakteri. Nanosilver memiliki luas area permukaan yang lebih besar dan fraksi atom permukaan yang lebih tinggi

0 1 2 3 4 5 6 7 8

A6 A12 B6 gelap B6 terang B12 gelap B12 terang

d iam e te r zo n a h am b at (m m ) perlakuan

17

dibandingkan dengan silver dalam ukuran lebih besar (Maneerung et al. 2008).

Winarno dan Fernandez (2010) menyatakan bahwa ukuran partikel yang kecil dapat meningkatkan reaktivitasnya. Ada beberapa mekanisme nanosilver sebagai antibakteri yaitu dengan mempengaruhi sintesis dinding sel, mengganggu fungsi membran sel, menghambat sintesis protein dan menghambat sintesis nukleat.

Dokumen terkait