Morfometrik Ikan Kakap Putih
Pengukuran morfometrik dilakukan untuk mengetahui panjang, tinggi dan lebar bobot ikan kakap putih. Ikan kakap putih merupakan salah satu jenis ikan karang yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Habitat ikan kakap yaitu di dasar laut yang relatif stabil dan merupakan jenis ikan predator. Kakap putih yang digunakan pada penelitian ini memiliki ciri-ciri bentuk tubuh memanjang, pipih, dengan pangkal ekor mendalam tubuh berwana abu-abu dan ekor melebar. Ikan kakap putih berumur 1-3 bulan (ikan muda) berwarna gelap dan menjadi terang setelah umur 3-5 bulan (Mathew 2009). Ikan kakap putih yang digunakan pada penelitian dapat dilihat pada Gambar 2. Ikan yang digunakan pada penelitian ini berjumlah 15 ekor.
11
Hasil analisis morfometrik dan bobot rata-rata ikan kakap putih dapat dilihat pada Tabel 1.
Gambar 2 Ikan kakap putih (Lates calcarifer)
Tabel 1 Morfometrik dan bobot ikan kakap putih
Ikan kakap putih yang digunakan mempunyai berat yang bervariasi, yaitu 290-330 g. Pengukuran morfometrik dapat memengaruhi hasil proporsi dari ikan kakap putih, diduga semakin besar bobot ikan maka semakin besar proporsi yang dihasilkan. Muthmainnah (2013) menyatakan bahwa hubungan antara pertambahan berat tubuh ikan dan pertambahan panjang ikan sangat berhubungan erat. Ikan kakap putih dengan ukuran bobot yang berbeda memiliki panjang tubuh serta proporsi tubuh yang berbeda pula. Perbedaan morfometrik dan bobot ikan kakap putih disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor yang memengaruhi pertumbuhan dapat dibagi menjadi dua, yaitu faktor luar dan faktor dalam. Faktor luar lebih mudah untuk dikontrol, misalnya makanan, lingkungan, dan suhu, sedangkan faktor dalam adalah faktor yang sulit untuk dikontrol, misalnya genetik dan ketahanan penyakit (Effendi 1997).
Proporsi Ikan Kakap Putih
Perhitungan proporsi tubuh dilakukan untuk mengetahui porsi bahan baku yang dapat dimanfaatkan. Proporsi bagian tubuh ikan kakap putih antara lain daging, tulang, jeroan dan sisik. Ikan kakap putih ditimbang berat utuhnya, kemudian dipreparasi dengan membagi menjadi daging, jeroan, sisik dan tulang untuk ditimbang. Persentasi proporsi kakap putih dapat dilihat pada Gambar 3. Daging ikan kakap putih mempunyai nilai proporsi terbesar. Penelitian yang dilakukan Ekawati (2014) juga menunjukkan proporsi terbesar pada daging ikan cakalang sebesar 57,8%. Perbedaan proporsi pada hasil perairan dapat dipengaruhi beberapa faktor, diantaranya adalah keadaan habitat, ukuran, jenis ikan dan kondisi fisiologis ikan.
No Parameter Ikan kakap putih 1 Bobot (g) 305,93 ± 13,98 2 Panjang Total (cm) 28,8 ± 0,91 3 Tinggi (cm) 11,1 ± 0,42 4 Lebar (cm) 3,63 ± 0,22
12
Gambar 3 Proporsi ikan kakap putih
Hasil ini membuktikan bahwa ikan kakap putih merupakan salah satu ikan yang dapat dimanfaatkan dagingnya sebagai bahan baku untuk diolah lebih lanjut, selain daging ikan kakap tersebut proporsi lainnya yaitu tulang, sisik, kulit dan jeroan dapat dimanfaatkan. Kulit ikan merupakan sumber mineral, dalam penelitian Jamilah et al. (2013) kulit ikan kakap putih dapat dijadikan bahan baku pembuatan kolagen. Bagian dari jeroan ikan dapat dijadikan pakan ternak dan hati ikan sebagai sumber minyak ikan.
Komposisi Kimia Fillet Ikan Kakap Putih
Analisis komposisi kimia suatu bahan pangan sangat penting dilakukan untuk memperoleh informasi mengenai kandungan gizi yang terdapat di dalam bahan pangan tersebut. Kadar proksimat fillet kakap putih segar dan setelah pengukusan yang meliputi kadar air, kadar lemak, kadar protein, kadar abu, kadar karbohidrat, protein larut air dan protein larut garam. Komposisi kimia pada fillet ikan kakap putih segar dan setelah pengukusan dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Komposisi kimia fillet ikan kakap putih segar dan kukus
Keterangan : (BB) : basis basah; (BK): basis kering
*nilai kadar proksimat, protein larut air dan protein larut garam dari rata-rata 3 ulangan
*kadar karbohidrat dilakukan secara by difference
Kadar air yang terdapat pada fillet kakap putih mengalami perubahan setelah proses pengukusan dari 79,45% menjadi 77,06%. Kadar air dari fillet ikan Rutilus
frisikutum segar bervariasi dari 66% sampai 72% dan mengalami penurunan setelah
proses pemasakan Hosseini et al. (2014). Penelitian lain pada ikan mackerel yang dilakukan Oduro et al. (2011) panas yang dialirkan pada mackerel saat proses
Parameter Segar (%) Kukus 10 menit (%) Kukus 20 menit (%) Air (BB) 79,45±0,35 77,06±1,29 76,1±0,26 Abu (BK) 5,94±0,01 5,36±0,01 5,17±0,02 Lemak (BK) 1,98±0,14 1,87±0,14 1,63±0,06 Protein (BK) 87,52±0,41 88,26±0,85 88,66±0,42 Karbohidrat 4,56±0,36 4,74±0,29 4,54±0,02 Kadar PLA (BK) 14,55±0,02 8,19±0,16 5,29±0,01 Kadar PLG (BK) 27,88±0,07 10,15±0,08 7,66±0,28 Sisik 3,54% Jeroan 5,88% Tulang 37% Daging 58,30%
13
pengukusan menurunkan kandungan air dari 60,2% menjadi 56,6%, sehingga menyebabkan dehidrasi. Penurunan kadar air dalam produk akibat proses pengukusan disebabkan oleh menguapnya molekul air akibat reaksi termal. Hal ini menyebabkan kandungan air fillet ikan kakap putih kukus menjadi lebih rendah daripada fillet ikan kakap putih segar. Kadar abu pada fillet kakap putih mengalami perubahan setelah proses pengukusan dari 5,94% menjadi 5,17%. Penelitian lain yang dilakukan oleh Aberoumand (2014) pada fillet ikan gish menunjukkan bahwa secara signifikan di semua metode pemasakan mengalami perubahan kadar abu. Penurunan kadar abu diduga disebabkan keluarnya mineral dari bahan ke dalam air saat proses pengukusan.
Kandungan lemak ikan segar pada penelitian Tacon dan Metian (2013) sebesar 2,7%. Kandungan lemak fillet kakap putih pada mengalami perubahan setelah dikukus dari 1,98% menjadi 1,63%. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Oduro et al. (2011), yang menunjukkan penurunan kadar lemak akibat proses pengukusan pada ikan mackerel. Pengolahan suhu tinggi juga akan merusak lemak dan mengubah kandungan lemak bahan pangan. Semakin tinggi suhu yang digunakan, maka kerusakan lemak akan semakin meningkat. Kerusakan lemak yang terjadi akibat proses pengolahan pada penelitian Oduro et al. (2011) dapat mengakibatkan terjadinya oksidasi lemak. Selain lemak rusak karena oksidasi, lemak juga dapat rusak karena terhidrolisis.
Kadar protein pada fillet kakap putih mengalami perubahan setelah dikukus dari 87,52% menjadi 88,66%. Perbedaan kadar protein antar perlakuan fillet kakap putih lebih dapat dijelaskan oleh hilangnya sebagian kandungan air pada fillet kakap putih yang telah dikukus sehingga menyebabkan lebih tingginya kadar protein total
fillet kakap putih segar yang terukur. Penelitian Hosseini et al. (2014) pada fillet
ikan Rutilus frisikutum mengalami peningkatan dari 21,52% menjadi 23,85%, umumnya kadar protein meningkat setelah proses pemasakan dengan metode pengolahan basah. Hal ini didukung dengan rendahnya kadar air daging ikan yang dikukus. Penurunan kadar air karena proses pengukusan akan menyebabkan protein lebih terkonsentrasi. Kualitas protein ditentukan oleh kandungan asam amino penyusunnya. Penelitian yang dilakukan Selcuk et al. (2010) menunjukkan kandungan protein mungkin berubah tergantung pada jenis spesies dan metode pengolahan yang digunakan.
Berdasarkan kelarutannya, protein daging dibagi menjadi 3 yaitu protein larut air (sarkoplasma), protein larut garam (miofibril) dan protein jaringan ikat (stroma). Kandungan protein larut air (PLA) fillet kakap putih lebih kecil dibandingkan kandungan protein larut garamnya (PLG).Kandungan protein larut air pada fillet kakap putih segar sebesar 14,55%. Protein larut air yang dihasilkan memiliki nilai yang lebih kecil daripada nilai protein total. Hal ini terjadi karena protein yang terhitung hanya protein larut air saja tanpa mengikutsertakan protein larut garam. Kandungan protein larut air pada proses pengukusan dengan waktu 10 dan 20 menit mengalami perubahan. Penurunan jumlah protein sarkoplasma akibat pengukusan diduga oleh mudah larutnya protein sarkoplasma dalam air, sehingga pada waktu pengukusan berlangsung terjadi koagulasi dan terlepas protein dari daging karena larut dengan air dan ikut keluar terbawa oleh uap air sehingga kandungannya dalam
fillet kakap putih menurun. PLA memiliki bobot molekul yang relatif rendah sekitar
14
fisik ini mungkin yang bertanggung jawab untuk daya larut sarkoplasma yang tinggi dalam air (deMan 1997).
Kandungan PLG pada fillet kakap putih segar sebesar 27,88%. PLG yang dihasilkan memiliki nilai yang lebih kecil daripada nilai protein total. Hal ini terjadi karena protein yang terhitung hanya protein larut garam saja tanpa mengikutsertakan protein larut air. Penelitian lain pada rajungan yang dilakukan (Jacoeb et al. 2012), PLG mengalami penurunan dari 40,87% menjadi 25,33%. Pemanasan yang dilakukan pada suhu tinggi, menyebabkan terjadinya denaturasi protein sehingga protein miofibril kehilangan sifat fungsionalnya dan kelarutannya di dalam larutan garam menjadi menurun. Protein larut garam berperan penting dalam penggumpalan dan pembentukan gel pada saat pengolahan, seperti pada pengolahan produk surimi dan kamaboko. Informasi mengenai PLA dan PLG ini penting untuk mengetahui proporsi dari protein miofibril dan sarkoplasma fillet kakap putih serta pengaruh pengolahan terutama dengan pengukusan sehingga dapat menjadi informasi dasar sebagai pertimbangan pengolahan lanjutan terhadap komoditi ini baik menjadi produk intermediet ataupun produk akhir.
Kandungan karbohidrat fillet kakap putih segar mengalami perubahan setelah proses pengukusan. Hasil dari penelitian Nurnadia et al. (2011) 20 jenis ikan bahwa pada ikan fringescale sardinella memiliki kandungan karbohidrat sebanyak 3%. Kandungan karbohidrat fillet kakap putih lebih tinggi dibandingkan daging ikan pada umumnya.
Kandungan Asam Amino
Analisis asam amino dilakukan untuk menduga komposisi asam amino dan menentukan kadar asam amino pada protein fillet kakap putih segar dan setelah proses pengukusan. Hasil dari analisis asam amino fillet kakap putih segar dan pengukusan menunjukkan adanya 15 asam amino yang terdiri dari 9 asam amino esensial (treonin, valin, fenilalanin, leusin, metionin, lisin, isoleusin, arginin dan histidin) dan 6 jenis asam amino nonesensial (aspartat, glutamat, serin, alanin, tirosin dan glisin). Kromatogram asam amino fillet kakap segar dan kukus dicantumkan pada Lampiran 2, 3 dan 4. Hasil analisis asam amino fillet kakap putih pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3.
Jumlah asam amino esensial yang dominan pada fillet ikan kakap putih segar maupun setelah dikukus adalah lisin, sedangkan untuk asam amino non esensial yang dominan adalah asam amino glutamat. Jumlah asam amino fillet kakap putih setelah pengukusan mengalami perubahan dibandingkan fillet kakap putih segar. Hasil contoh perhitungan kadar asam amino dapat dilihat pada Lampiran 5.
Setiap jenis asam amino memiliki karakteristik yang berbeda satu sama lain, begitu juga pengaruh suatu pengolahan terhadap jumlah asam aminonya. Tidak semua protein yang terkandung dalam bahan pangan mempunyai jumlah dan jenis asam amino yang sama (Sikorski 2001). Pengaruh pengolahan secara umum dengan menggunakan panas dapat mengakibatkan terjadinya penyusutan jumlah asam amino hingga 40% tergantung dari jenis pengolahan, suhu dan lamanya proses pengolahan (Harris dan Karmas 1989). Sifat fisikokimia setiap protein tidak sama, tergantung pada jumlah dan jenis asam aminonya.
15
Tabel 3 Asam amino fillet ikan kakap putih
Asam amino g/100g protein
Segar kukus 10 menit kukus 20 menit Esensial Treonin 0,88±0,00 1,03±0,01 2,66±0,14 Valin 4,62±0,28 4,55±0,28 4,43±0,16 Fenilalanin 3,87±0,03 3,88±0,18 3,93±0,23 Leusin 7,06±0,41 6,84±0,12 6,55±0,9 Metionin 2,65±0,31 3,14±0,24 3,22±0,59 Lisin 10,39±0,38 8,32±0,22 7,2±0,12 Isoleusin 4,45±0,45 4,51±0,03 4,65±0,06 Arginin 5,18±0,72 5,49±0,08 5,52±0,07 Histidin 2,26±0,72 1,98±0,03 1,74±0,09 Non-esensial Aspartat 7,91±0,24 8,87±0,03 8,89±0,03 Glutamat 13,82±0,00 13,79±0,03 12,95±0,04 Serin 3,09±0,52 3,33±0,22 3,37±0,03 Alanin 5,13±0,58 5,63±0,05 5,73±0,21 Tirosin 2,99±0,03 3,09±0,09 3,19±0,06 Glisin 4,99±0,58 5,28±0,03 5,29±0,09 Total 80,16±0,65 79,76±0,71 79,22±0,74
*nilai asam amino dari rata-rata 2 ulangan
Fillet kakap putih yang diuji menghasilkan hampir semua jenis asam amino
esensial kecuali triptofan. Hal ini terjadi karena triptofan mengalami kerusakan saat proses hidrolisis protein. Proses hidrolisis asam pada penelitian Ghaly et al. (2013) untuk memecah protein menjadi asam amino, namun metode ini menyebabkan asam amino serin dan triptofan mengalami kerusakan. Adapun tidak teridentifikasinya asam amino serin dan triptofan diduga karena pada tahap hidrolisis protein menggunakan asam yang dapat merusak asam amino tersebut.
Asam amino fillet kakap putih kukus secara kuantitatif mengalami perubahan dibandingkan fillet kakap putih segar. Pengukusan dapat memengaruhi kandungan asam amino yang ada pada suatu bahan. Beberapa asam amino misalnya alanin, asam aspartat, sistin, asam glutamat, glisin, isoleusin, leusin, metionin, fenilalanin, serin, triptofan, dan tirosin larut air pada suhu 0-100 °C, hidroksiprolin, prolin, dan valin larut air pada suhu 0-75 °C, dan histidin hanya larut air pada suhu 25 °C (deMan 1997).
Asam amino esensial yang tertinggi fillet kakap putih segar maupun setelah dikukus adalah lisin. Kandungan asam amino lisin mengalami perubahan dari 10,39 g/100 g menjadi 7,2 g/100 g. Kandungan asam amino lisin pada penelitian Tacon dan Metian (2013) pada ikan segar sekitar 19,6% dari total protein ikan. Kadar asam amino lisin mengalami penurunan yang cukup besar, hal ini berkaitan dengan sifat lisin yang bersifat basa dalam pelarut air. Kerusakan dapat terjadi pada saat hidrolisis protein menggunakan asam, pengeringan, maupun derivatisasi. Menurut Sikorski (2001) lisin adalah asam amino yang paling rentan karena memiliki 2 gugus amino bebas yang mudah bereaksi selama proses pengolahan karena senyawa tersebut peka terhadap perubahan pH, oksigen, cahaya, panas atau kombinasinya. Makanan dari hasil perairan memiliki protein tinggi yang mudah dicerna dan nilai biologis tinggi pada profil asam amino esensial dan dapat dianjurkan sebagai persyaratan diet pada pola makan manusia. Asam amino
16
esensial metionin pada penelitian Tacon dan Metian (2013) pada ikan segar sekitar 6,4% dari total asam amino esensial.
Asam amino non esensial yang tertinggi pada fillet kakap putih segar maupun setelah dikukus adalah asam glutamat.Menurut deMan (1997), berdasarkan tingkat kelarutannya, asam glutamat memiliki tingkat kelarutan dalam air yang cukup rendah yaitu 0,7 g/100 mL pada suhu 25 °C. Asam amino histidin juga merupakan asam amino pembatas pada asam amino essensial fillet kakap putih baik segar maupun setelah dikukus. Asam amino nonesensial pembatas pada fillet kakap putih segar dan setelah dikukus adalah serin.
Jenis asam amino pada jenis ikan laut tersebut hampir sama, yaitu kandungan tertinggi pada asam aspartat dan asam glutamatnya. Tingginya kandungan asam amino glutamat dan aspartat terhadap fillet ikan kakap putih diduga terjadi karena proses analisis yang digunakan menggunakan metode hidrolisis asam yang mempunyai derajat hidrolisis yang lebih tinggi. Asam aspartat dan glutamat dihasilkan melalui hidrolisis asam dari asparigin dan glutamin (Lehninger 2005).
Tabel 4 Perbandingan asam amino pada beberapa ikan air laut
*Penelitian **Ekawati (2014)
Perbedaan kandungan asam amino fillet kakap putih dengan biota laut lainnya dapat dilihat pada Tabel 4. Kandungan asam amino pada masing-masing spesies tidaklah sama. Kandungan total asam amino pada Tabel 4 menunjukkan jumlah asam amino pada fillet kakap putih cukup tinggi jika dibandingkan dengan jenis ikan laut lain. Proses pengukusan menunjukkan hasil penurunan asam amino yang lebih rendah dibandingkan dengan proses penggorengan terhadap daging ikan cakalang pada penelitian Ekawati (2014).
Menurut Harivaindaran dan Tajul (2014) pada penelitiannya terhadap ikan
hardtail scad, pengolahan dengan metode pengukusan merupakan metode yang
lebih baik daripada metode penggorengan dan pemanggangan karena metode
Asam amino Daging kakap putih (bk)* Daging cakalang (bk)** Segar Kukus Segar Goreng Esensial Treonin 0,88 1,03 3,30 2,69 Valin 4,62 4,55 4,25 3,43 Fenilalanin 3,87 3,88 3,23 2,5 Leusin 7,06 6,84 5,89 4,54 Metionin 2,65 3,14 6,29 1,79 Lisin 10,39 8,32 2,16 5,13 Isoleusin 4,45 4,51 3,89 3,07 Arginin 5,18 5,49 4,85 3,43 Histidin 2,26 1,98 6,72 5,51 Non-esensial Aspartat 7,91 8,87 7,35 5,72 Glutamat 13,82 13,79 11,22 8,48 Serin 3,09 3,33 2,69 2,02 Alanin 5,13 5,63 5,04 3,41 Tirosin 2,99 3,09 2,54 1,99 Glisin 4,99 5,28 4,83 3,01 Total 80,16 79,76 74,25 56,71
17
pengukusan memiliki suhu yang lebih rendah dan kadar air yang tinggi. Semakin tinggi suhu yang digunakan mengakibatkan kadar protein pada bahan pangan semakin menurun. Secara umum pengaruh pengolahan menggunakan panas dapat mengakibatkan penyusutan jumlah asam amino tergantung dari jenis pengolahan, suhu dan lamanya proses pengolahan Selcuk et al. (2010).
Struktur Jaringan Fillet Kakap Putih
Analisis struktur jaringan fillet kakap putih dilakukan untuk melihat perubahan struktur jaringan fillet kakap putih sebelum dan sesudah pengukusan. Penyiapan preparat dilakukan dengan menggunakan metode parafin. Analisis struktur jaringan memerlihatkan bahwa protein pada fillet kakap putih mengalami kerusakan ditandai dengan miomer yang semakin mengalami kerusakan akibat pengukusan.Miomer transfersal terjadi keretakan maupun pengeroposan sehingga kehilangan bentuk aslinya. Bahuaud et al. (2008) menyatakan bahwa kehilangan air pada jaringan akan menyebabkan denaturasi pada protein otot dan kerusakan struktur membran. Struktur fillet kakap putih sebelum dan sesudah pengukusan dapat dilihat pada Gambar 4, 5, dan 6.
Potongan melintang Potongan membujur
Gambar 4 Struktur jaringan fillet kakap putih segar perbesaran (40x10). 1 = miomer utuh; 2 = ruang antar miomer; 3 = miomer retak; 4 = sarkolema retak; 5 = miomer memanjang; 6 = sarkolema utuh; 7 = ruang antar miomer
Gambar 4 menunjukkan jaringan fillet kakap putih segar sudah memiliki susunan miomer utuh dengan mioseptum yang cukup lebar (1 dan 2), namun sebagian sudah mengalami kerusakan berupa retaknya sarkolema (4). Miomer terihat tersusun atas benang-benang fibril yang memanjang dan sebagian terputus (5), namun sarkolema pada fillet membujur terlihat sebagian sarkolema utuh (6). Jaringan fillet kakap putih segar terlihat adanya ruang antar miomer namun tidak terlihat adanya interstitial material (7).
18
Potongan melintang Potongan membujur
Gambar 5 Struktur jaringan fillet kakap putih kukus 10 menit perbesaran (40x10) 8 = miomer transfersal; 9 = miomer transfersal; 10 = sisa mioseptum; 11 = interstitial material; 12 = miomer longitudinal; 13 = miomer longitudinal
Jaringan fillet kakap putih kukus 10 menit menunjukkan jarak antara miomer dengan mioseptum masih cukup lebar, namun sudah terlihat adanya retakan miomer transfersal maupun longitudinal dan mengalami pengeroposan dan terlihat seperti spons (8, 9, 12 dan 13). Struktur jaringan fillet kakap putih 10 menit pada pemotongan melintang terlihat adanya sisa-sisa mioseptum (10). Jaringan fillet kakap putih kukus 10 menit sudah terlihat ruang antar miomer dan terlihat adanya
interstitial material (11). Penelitian yang dilakukan Jacoeb et al. (2013) tentang
pengaruh pengukusan terhadap ikan kakap merah yang berlangsung 10 menit dengan suhu 100 °C menghasilkan struktur daging yang cukup kompak dan sebagian masih rapat, hal ini menunjukkan pemasakan dengan pengukusan mampu menghambat proses penurunan mutu ikan kakap putih.
Potongan melintang Potongan membujur
Gambar 6 Struktur jaringan fillet kakap putih kukus 20 menit perbesaran (40x10) 14 = miomer transfersal; 15 = miomer transfersal; 16 = interstitial
material; 17 = miomer longitudinal; 18 = interstitial material
Jaringan fillet kakap putih kukus 20 menit menunjukkan jarak antara miomer dan mioseptum semakin menyempit. Keretakan miomer transfersal maupun
11
8 9
19
longitudinal yang semakin intensif dan mengalami pengeroposan sehingga kehilangan bentuk aslinya (14, 15, dan 17). Jaringan fillet kakap putih kukus 20 menit semakin banyak interstitial material yang mengisi ruang antar miomer (16 dan 18).
Ayala et al. (2015) pada penelitiannya menunjukkan bahwa proses pemasakan pada seabass dapat menyebabkan perubahan pada komponen urat daging (air, serat daging dan jaringan penghubung). Jaringan fillet kakap putih yang mengalami pengukusan berangsur-angsur mengalami kerusakan sarkoplasma. Penelitian lain yang dilakukan Yuliastri et al. (2015) pada ikan lele pada 100 °C selama 15 menit menyebabkan kerusakan sarkoplasma akibat panas yang ditimbulkan pada saat proses pengukusan pada suhu yang ditandai dengan terlihatnya ruang antar miomer semakin menyempit. Sarkoplasma adalah protein larut air, jika bahan baku atau produk terkena panas maka akan ikut keluar dan hilang akibat proses penguapan yang terjadi pada pengukusan.