• Tidak ada hasil yang ditemukan

ASAM AMINO DAN STRUKTUR JARINGAN SKIN ON FILLET IKAN KAKAP PUTIH (Lates calcarifer) SEGAR DAN SETELAH PENGUKUSAN FARA MUSTIKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ASAM AMINO DAN STRUKTUR JARINGAN SKIN ON FILLET IKAN KAKAP PUTIH (Lates calcarifer) SEGAR DAN SETELAH PENGUKUSAN FARA MUSTIKA"

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

ASAM AMINO DAN STRUKTUR JARINGAN SKIN ON

FILLET IKAN KAKAP PUTIH (Lates calcarifer) SEGAR DAN

SETELAH PENGUKUSAN

FARA MUSTIKA

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Asam Amino dan Struktur Jaringan Skin On Fillet Ikan Kakap Putih (Lates Calcarifer) Segar dan Setelah Pengukusan” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Desember 2016

Fara Mustika

C34120024

*Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait

(4)
(5)

ABSTRAK

FARA MUSTIKA. Asam Amino dan Struktur Jaringan Skin On Fillet Ikan Kakap Putih (Lates calcarifer) Segar dan Setelah Pengukusan. Dibimbing oleh AGOES M JACOEB dan ASADATUN ABDULLAH

Ikan kakap putih (Lates calcarifer) merupakan salah satu ikan ekonomis penting. Nilai gizi, kandungan asam amino serta jaringan fillet kakap putih di Indonesia belum ada yang melaporkan. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan perubahan komposisi proksimat, protein larut air (PLA), protein larut garam (PLG) dan asam amino serta struktur jaringan fillet kakap putih segar dan setelah pengukusan. Fillet kakap putih mengandung 15 asam amino, 9 asam amino esensial dan 6 asam amino non esensial. Komposisi asam amino esensial tertinggi adalah lisin sebesar 10,39 g/100 g pada fillet kakap putih segar dan 7,2 g/100 g pada fillet kakap kukus, sedangkan asam amino non esensial tertinggi adalah glutamat sebesar 13,82 g/100 g pada fillet kakap segar dan 12,95 g/100 g pada fillet kakap kukus.

Fillet kakap putih segar memiliki jaringan yang terdiri atas serabut-serabut yang

masih kompak, sedangkan fillet kakap putih kukus memiliki jaringan daging yang sudah terputus-putus dan tidak kompak. Berdasarkan uji proksimat dan asam amino, kandungan gizi dan jaringan dalam ikan kakap putih berubah setelah pengukusan.

Kata kunci: Asam amino, HPLC, Lates calcarifer.

ABSTRACT

FARA MUSTIKA. Amino Acids and Tissue from Fillet Skin On Barramundi (Lates

calcarifer) Fresh and After Steaming. Supervised by AGOES M JACOEB and

ASADATUN ABDULLAH

Barramundi (Lates calcarifer) is one of high economical value fish. The nutritional value, amino acids and structure of barramundi fillet tissue in Indonesia no one has reported. This research was aimed to study the proximate composition, water-soluble protein, salt-soluble protein, amino acids content and the structure of barramundi fillet tissue in a fresh and steamed product. Barramundi fillets contained 15 amino acids, 9 essential amino acids and 6 non essential amino acids. The highest essential amino acid composition was lisin by 10.39 g/100 g in fresh fillet and 7.2 g/100 g in steamed fillet, while the highest non essential amino acid composition was glutamate by 13.82 g/100g in fresh fillet and 12.95 g/100 g steamed fillet. Fresh barramundi fillet had connective fibers, while the steamed barramundi meat had disjointed and not compact fibers. Based on proximate and amino acid analysis, the nutrient content and meat’s tissue structure changed caused by steaming method.

(6)
(7)

©

Hak Cipta milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

(8)
(9)

ASAM AMINO DAN STRUKTUR JARINGAN SKIN ON

FILLET IKAN KAKAP PUTIH (Lates calcarifer) SEGAR DAN

SETELAH PENGUKUSAN

FARA MUSTIKA

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada

Departemen Teknologi Hasil Perairan

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(10)
(11)
(12)
(13)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga skripsi yang berjudul Asam Amino dan Struktur Jaringan Skin On Fillet Ikan Kakap Putih (Lates calcarifer) Segar dan Setelah Pengukusan ini dapat diselesaikan dengan baik. Skripsi disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan studi di Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan dan penyusunan skripsi ini, terutama kepada:

1 Dr Ir Agoes M Jacoeb Dipl-Biol dan Dr Asadatun Abdullah SPi MSM MSi selaku dosen pembimbing atas segala bimbingan, motivasi dan pengarahan yang telah diberikan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi.

2 Dr Ir Wini Trilaksani MSc selaku dosen penguji atas segala pengarahan yang telah diberikan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi.

3 Dr Ir Iriani Setyaningsih MS selaku dosen wakil GKM atas segala pengarahan yang telah diberikan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi.

4 Dr Eng Uju SPi MSi selaku Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

5 Dr Ir Iriani Setyaningsih MS selaku Ketua Program Studi S1 Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

6 Mustafa Kamal dan Indrawati selaku orang tua, Fazar Ibrahim SE selaku kakak tercinta, Muhammad Farhan dan Farida Yasha selaku adik tersayang yang selalu memberikan doa, semangat dan dukungannya serta membantu penulis menyelesaikan skripsi ini.

7 Teman-teman THP 49 yang telah memberikan masukan dan informasi penting pada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

8 Semua pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan skripsi ini.

Kritik dan saran yang membangun diharapkan untuk perbaikan di masa depan. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Desember 2016

(14)
(15)

15

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL………...……….………... vii

DAFTAR GAMBAR……...………..……….. vii

DAFTAR LAMPIRAN………...……….……….. vii

PENDAHULUAN Latar Belakang……...………...……….….. 1

Rumusan Masalah……...………...………... 2

Tujuan………... 2

Manfaat……...………... 2

Ruang Lingkup Penelitian……...………... 2

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat……...………...………...………… 3

Bahan..……...……….………...……… 3

Alat..……...………...….………...……… 3

Prosedur Penelitian……...……...……...………...……….. 4

Analisis Data ….…...………….…...………...………... 10

HASIL DAN PEMBAHASAN Morfometrik Ikan Kakap Putih………...……...……...……….. 10

Proporsi Ikan Kakap Putih……...………...………....…………... 11

Komposisi Kimia Ikan Kakap Putih ……...……...………...……… 12

Kandungan Asam Amino……...……...………...…………... 14

Struktur Jaringan Fillet Kakap Putih.…………..…………...………... 17

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ……...……...……….…...………... 19

Saran……...……...………...……… 19

DAFTAR PUSTAKA...………...………...……….. 19

LAMPIRAN……...……...………...………...……… 23

(16)

16

DAFTAR TABEL

1 Morfometrik dan bobot ikan kakap putih………... 11

2 Komposisi kimia fillet ikan kakap putih segar dan kukus………….. 12

3 Asam amino fillet ikan kakap putih……… 15

4 Perbandingan asam amino pada beberapa ikan air laut……….. 17

DAFTAR GAMBAR

1 Diagram alir metode penelitian………. 4

2 Ikan kakap putih (Lates calcarifer)………... 11

3 Proporsi ikan kakap putih……….. 12

4 Struktur jaringan ikan kakap putih segar (40x10)………. 17

5 Struktur jaringan ikan kakap putih kukus 10 menit (40x10)………. 18

6 Struktur jaringan ikan kakap putih kukus 20 menit (40x10)………. 18

DAFTAR LAMPIRAN

1 Kromatografi standar asam amino……….. 25

2 Kromatografi fillet kakap putih segar……… 26

3 Kromatografi fillet kakap putih kukus 10 menit……… 27

4 Kromatografi fillet kakap putih kukus 20 menit……… 28

(17)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sekitar 81% dari produksi ikan didunia dipersiapkan untuk konsumsi manusia dan diperkirakan bahwa permintaan ikan di dunia akan meningkat di semua benua terutama benua Asia, yaitu mencapai 19,7 kg per kapita pada tahun 2024. Permintaan ini adalah hasil dari persepsi positif konsumen bahwa ikan dan produk-produknya sehat dan bergizi sehingga memberikan efek menguntungkan pada kesehatan manusia (OECD/FAO 2015). Ikan kakap putih (Lates calcarifer) menurut Mathew (2009) merupakan ikan karang yang mempunyai nilai ekonomis dan nilai gizi yang tinggi sebagai ikan konsumsi. Pesatnya perkembangan budidaya kakap putih lebih banyak disebabkan oleh akses pasar ekspor yang cukup luas. Hal ini didukung oleh produksi ikan kakap putih di Indonesia tahun 2015 mencapai 5.082 ton/tahun (KKP 2015).

Ikan kakap putih merupakan salah satu ikan karang yang diduga memiliki kandungan gizi tinggi. Menurut Tacon dan Metian (2013) kandungan protein hewan perairan sekitar 17,3% pada ikan segar. Protein tersebut tersusun atas unit–unit molekul kecil asam amino sebagai penyusunnya. Profil asam amino yang ada pada ikan karang belum banyak diketahui. Salah satu profil asam amino yang sudah diketahui yaitu ikan seabass sebanyak 16 asam amino yang terdiri dari 9 asam amino esensial (treonin, valin, fenilalanin, leusin, metionin, lisin, isoleusin, arginin dan histidin) dan 7 jenis asam amino nonesensial (aspartat, glutamat, serin, alanin, tirosin, prolin dan glisin) (Nurjanah et al. 2014).

Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (2012) menyebutkan rata-rata kecukupan protein sebesar 57 g/orang per hari. Konsumsi protein yang cukup bagi tubuh, harus diikuti dengan pengetahuan mengenai protein pada makanan itu sendiri. Masyarakat Indonesia mengonsumsi ikan dengan cara proses pengolahan terlebih dahulu. Pengolahan ikan merupakan usaha yang penting dalam pengembangan subsektor perikanan di Indonesia, sehingga input yang diperoleh negara tidak terbatas dari pendapatan hasil ekspor bahan baku mentah saja melainkan ada nilai tambah yang dihasilkan karena ada proses pengolahan.

Cara pengolahan yang umum dilakukan salah satunya adalah pengukusan. Penggunaan panas dalam proses pengolahan pada penelitian Kocatepe et al. (2011) sangat berpengaruh pada nilai gizi ikan. Proses pengolahan dapat bersifat menguntungkan terhadap bahan pangan tersebut yaitu peningkatan daya cerna. Berbagai penelitian menunjukkan pengaruh pengukusan dapat mengubah komposisi kimia ikan. Pengaruh pengolahan terhadap nilai gizi tidak hanya dipengaruhi oleh faktor suhu saja, namun lama waktu pengolahan juga dapat memengaruhi nilai gizi pangan. Jacoeb et al. (2013) menyatakan bahwa ikan kakap merah yang mengalami proses pengukusan pada suhu 100 °C selama 10 menit, mengalami perubahan kadar air, lemak dan protein. Proses pengukusan juga diduga dapat menyebabkan perubahan kandungan asam amino pada ikan. Proses pengukusan dengan suhu antara 90-100 °C selama 20 menit pada penelitian Febriyanto (2016) dapat menurunkan kandungan asam amino ikan layur sebesar 0,64%.

(18)

2

Data mengenai komposisi kimia dan gizi serta keadaan struktur jaringan fillet dari ikan kakap putih serta pengaruh pengukusan saat ini masih belum banyak tersedia, sehingga perlu dilakukan penelitian untuk mempelajari perubahan pada komposisi kimia, kandungan asam amino dan struktur jaringan baik pada fillet kakap putih segar maupun setelah proses pengukusan pada waktu yang berbeda. Nilai gizi yang diperoleh dari penelitian akan berguna untuk membantu konsumen dalam memilih jenis ikan berdasarkan nilai gizi dan untuk melengkapi data komposisi nutrisi pangan hasil perairan.

Rumusan Masalah

Penelitian dan data mengenai komposisi kimia, kandungan asam amino, protein larut air dan larut garam serta jaringan fillet kakap putih di Indonesia belum banyak dilaporkan, padahal olahan ikan kakap putih sekarang ini semakin digemari. Proses pengukusan diduga dapat memberikan perubahan terhadap kandungan nilai gizi ikan, sehingga diperlukan penelitian mengenai perubahan komposisi kimia, protein larut air, protein larut garam, asam amino dan jaringan pada fillet kakap putih segar dan setelah proses pengukusan dan mencari metode waktu pengukusan yang tepat.

Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah menentukan komposisi kimia, protein larut air dan protein larut garam, jenis dan jumlah asam amino serta perubahan jaringan fillet kakap putih (Lates calcalifer) segar dan setelah proses pengukusan dengan suhu 90-95 °C dengan waktu 10 dan 20 menit.

Manfaat

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai komposisi kimia, jenis dan jumlah asam amino serta jaringan ikan kakap putih akibat pengukusan. Informasi tersebut dapat digunakan sebagai dasar pertimbangan untuk pemanfaatan ikan kakap putih lebih lanjut.

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini meliputi karakterisasi bahan baku, analisis komposisi kimia, analisis asam amino, protein larut air, protein larut garam dan analisis jaringan.

(19)

3

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2016 sampai Mei 2016. Preparasi dan penentuan ciri-ciri morfometrik dilakukan di Laboratorium Karakteristik Bahan Baku Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Pembuatan preparat jaringan dilakukan di Laboratorium Kesehatan Ikan, Departemen Budidaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Analisis jaringan dilakukan di Laboratorium Terpadu, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Analisis proksimat, protein larut air dan protein larut garam dilakukan di Pusat Antar Universitas, Institut Pertanian Bogor dan Laboratorium Terpadu, Fakultas Kedokteran Hewan, dan analisis asam amino dilakukan di Laboratorium Terpadu, Institut Pertanian Bogor.

Bahan

Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah ikan kakap putih (Lates calcalifer). Bahan kimia yang digunakan untuk pembuatan preparat jaringan yaitu (Buffer Normal Formalin) BNF 10%, alkohol 70%-100%, xilol, parafin,

Canada balsam, pewarna haematoksilin dan eosin. Analisis proksimat

menggunakan akuades, katalis selenium, NaOH 40%, indikator Brom Cresol Green 0,1%, Methyl Red 0,1% , H3BO3 2%, H2SO4 pekat, kertas saring dan HCl 0,1 N. Bahan-bahan untuk analisis asam amino adalah NaOH, HCl 6 N, HCl 0,01 N, pereaksi (ortophthaldialdehid) OPA, metanol, merkapto etanol, larutan brij-30 30%, buffer Na-asetat pH 6,5, buffer kalium borat 1M pH 10,4 dan larutan standar asam amino 0,5 µmol/mL. Bahan-bahan untuk analisis protein larut air dan larut garam yaitu aquades dan 50 mL NaCl 5%.

Alat

Alat yang digunakan dalam pembuatan preparat dan analisis jaringan adalah mikrotom putar Yamoto RV-240, mikroskop cahaya Olympus CX41, kamera Olympus DP21 beserta software stream start dan optimalisasi gambar hasil pemeriksaan mikroskop menggunakan software Image analyzer. Analisis proksimat menggunakan desikator, tabung kjeldahl, tabung sokhlet, destilator dan tanur. Alat yang digunakan dalam analisis asam amino adalah oven, syringe 100 µL, pipet mikro 1 mL, tabung ulir, evaporator, kaca masir, dan High Performance

Liquid Chromatrography (HPLC) Shimadzu CBM 20A. Analisis protein larut air

dan larut garam menggunakan homogenizer, sentrifuse, dan kertas saring Whatman no.1.

(20)

4

Prosedur Penelitian Persiapan sampel

Ikan kakap putih diperoleh dari TPI Muara Angke, Jakarta Utara dan diangkut ke Laboratorium Bahan Baku Hasil Perairan menggunakan coolbox yang berisi es dengan perbandingan es dan ikan (1:1), kemudian ikan langsung dianalisis morfometriknya, yang meliputi berat total, panjang baku, tinggi, dan lebar badan, selanjutnya dilakukan preparasi. Bahan baku dipreparasi dengan memisahkan daging (filleting), jeroan, sisik dan tulang untuk dihitung proporsinya. Fillet kakap putih yang diperoleh dari 1 ekor ikan yaitu 2 bagian fillet dengan berat 1 bagian

fillet rata-rata 80,5 g, panjang 19,5 cm dan tebal 1,2 cm. Alat ukur yang digunakan

yaitu penggaris dan neraca digital. Fillet ditentukan nilai proksimat, protein larut air, protein larut garam dan asam aminonya, serta struktur jaringannya, baik pada kondisi segar maupun setelah dikukus. Diagram alir penelitian disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1 Diagram alir metode penelitian ( = awal dan akhir; = proses; = analisis )

Pengukuran morfometrik ikan

Pengukuran morfometrik meliputi pengukuran panjang baku, lebar, tinggi dan penimbangan bagian tubuh ikan kakap putih. Pengukuran morfometrik dilakukan pada setiap parameter pada masing-masing spesies.

Ikan kakap putih

Preparasi

Pengukusan 10 menit dan 20 menit (suhu

90-95 °C)

Fillet (skin on)

Fillet skin on kukus Pengukuran berat dan morfometrik Pengukuran proporsi Analisis Proksimat Analisis Jaringan Analisis Asam Amino Analisis PLA dan PLG

Analisis Proksimat Analisis Jaringan Analisis Asam Amino Analisis PLA dan PLG

(21)

5

Bobot bagian tubuh ikan (g) Bobot utuh ikan (g) Proporsi bagian tubuh ikan

Proporsi dihitung sebagai persentase masing-masing bobot bagian tubuh (daging, tulang, dan jeroan) ikan. Perumusan matematika dari perhitungan proporsi adalah sebagai berikut:

Proporsi (%) = x100%

Proses pengukusan

Penelitian dilakukan dengan tiga perlakuan, yaitu sampel fillet kakap putih segar, kukus 10 menit dan kukus 20 menit. Fillet kakap putih sebanyak 161 g dimasukkan ke dalam alat pengukusan menggunakan dandang dengan ukuran diameter 45cm dan tinggi 25cm yang telah berisi air sebanyak 4 liter dan telah dipanaskan pada suhu 90-95 °C serta dibiarkan selama 10 menit dan 20 menit, kemudian didinginkan pada suhu ruang. Sebelum dan sesudah proses pengukusan dilakukan penimbangan untuk mengetahui perubahan berat fillet. Sampel fillet segar dan kukus kemudian masing-masing dihaluskan, dimasukkan ke dalam alumunium foil ditutup rapat dan diberi kode. Sampel fillet kakap putih segar dan kukus siap untuk dianalisis.

Prosedur analisis

Metode analisis yang digunakan terdiri atas pengukuran morfometrik, pengukuran proporsi, pengujian proksimat berupa kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, pengujian asam amino, analisis protein larut air, larut garam dan struktur jaringan fillet yang dilakukan untuk ikan kakap putih segar dan kukus.

Analisis proksimat

Analisis proksimat merupakan suatu analisis yang dilakukan untuk mengetahui komposisi kimia suatu bahan. Analisis proksimat meliputi analisis kadar air, abu, protein, lemak, dan karbohidrat dengan metode by difference.

1 Analisis kadar air (AOAC 2005)

Analisis kadar air dilakukan untuk mengetahui jumlah air yang terdapat pada sampel fillet kakap putih. Tahap pertama yang dilakukan adalah mengeringkan cawan porselen dalam oven pada suhu 102-105 oC hingga diperoleh berat konstan selama 15 menit. Cawan tersebut diletakkan ke dalam desikator (kurang lebih 30 menit) dan dibiarkan di suhu ruang kemudian ditimbang. Sampel fillet kakap putih ditimbang seberat 5 g, selanjutnya cawan yang telah diisi sampel dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 102-105 oC selama 6 jam. Cawan tersebut dimasukkan ke dalam desikator dan dibiarkan di suhu ruang kemudian ditimbang. Perhitungan kadar air sebagai berikut:

Kadar air (%) = B − C

B − Ax100% Keterangan:

A= Berat cawan porselen kosong (g)

B= Berat cawan porselen dengan sampel fillet kakap putih (g)

(22)

6

2 Analisis kadar abu (AOAC 2005)

Analisis kadar abu dilakukan untuk mengetahui jumlah abu yang terdapat pada fillet kakap putih. Cawan porselen dibersihkan dan dikeringkan dalam oven bersuhu sekitar 105 oC selama 30 menit. Cawan porselen tersebut dimasukkan ke dalam desikator (30 menit), kemudian ditimbang. Sampel fillet kakap putih yang sudah dicacah ditimbang sebanyak 5 g, kemudian dimasukkan ke dalam cawan porselen, selanjutnya dibakar di atas kompor listrik sampai tidak berasap dan dimasukkan ke dalam tanur pengabuan dengan suhu 600 oC selama 6 jam. Cawan dimasukkan ke dalam desikator dibiarkan sampai suhu ruang kemudian ditimbang. Perhitungan kadar abu sebagai berikut:

Kadar abu (%) = C − A

B − Ax 100%

Keterangan:

A= Berat cawan porselen kosong (g)

B= Berat cawan porselen dengan sampel fillet kakap putih (g)

C= Berat cawan porselen dengan sampel fillet kakap putih setelah dikeringkan (g).

3 Analisis kadar protein (AOAC 2005)

Analisis protein untuk mengetahui kandungan protein kasar (crude protein) pada sampel fillet kakap putih. Tahapan yang dilakukan dalam analisis protein terdiri dari tiga tahap, yaitu destruksi, destilasi, titrasi.

(1) Tahap destruksi

Sampel fillet kakap putih ditimbang seberat 1 g, kemudian dimasukkan ke dalam labu kjeldahl. Setengah tablet kjeldahl atau selenium dimasukkan ke dalam labu kjeldahl yang berfungsi untuk mempercepat reaksi tersebut dan ditambahkan 10 mL H2SO4. Tabung yang berisi larutan tersebut dimasukkan ke dalam alat pemanas dengan suhu 410 oC. Proses destruksi dilakukan sampai larutan menjadi hijau bening.

(2) Tahap destilasi

Sampel yang telah didestruksi dilarutkan ke dalam labu takar 100 mL menggunakan akuades. Air bilasan juga dimasukkan ke dalam alat destilasi dan ditambah larutan NaOH 40% sebanyak 10 mL. Cairan dalam ujung tabung kondensor ditampung dalam erlenmeyer 125 mL berisi larutan H3BO3 dan 3 tetes indikator (cairan methyl red dan bromocresol green) yang ada di bawah kondensor. Destilasi dilakukan sampai terjadi perubahan warna dari merah muda menjadi biru.

(3) Tahap titrasi

Titrasi dilakukan dengan menggunakan HCL 0,1 N sampai warna larutan pada erlenmeyer berubah warna menjadi merah muda kembali.

Perhitungan kadar protein:

Nitrogen (%) = (mL HCL sampel – mL HCL blanco) x N HCL x 14 FP x 100% Mg sampel fillet kakap putih

(23)

7

Kadar Protein (%) = % nitrogen x faktor konversi

Keterangan: N HCl = 0,1 N

FK = faktor konversi = 6,25 Fp = faktor pengenceran = 10

4 Analisis kadar lemak (AOAC 2005)

Sampel fillet kakap putih seberat 5 g dimasukkan ke dalam kertas saring dan dimasukkan ke dalam selongsong lemak, kemudian dimasukkan ke dalam soxhlet, kemudian labu lemak yang sudah ditimbang berat tetapnya disambungkan dengan soxhlet. Selongsong lemak dimasukkan ke dalam soxhlet dan disiram dengan pelarut lemak heksana. Tabung ekstraksi dipasang pada alat destilasi soxhlet lalu dipanaskan pada suhu 80 oC menggunakan pemanas listrik selama 6 jam. Pelarut lemak yang ada dalam labu lemak didestilasi hingga semua pelarut lemak menguap. Saat destilasi, pelarut akan tertampung di soxhlet dan dikeluarkan sehingga tidak kembali ke dalam labu lemak. Labu lemak dikeringkan dalam oven pada suhu 105 oC selama 15 menit, setelah itu labu didinginkan dalam desikator sampai beratnya konstan.

Perhitungan kadar lemak:

Kadar lemak (%) =W3−W2

W1 X 100% Keterangan: W1 = Berat sampel fillet kakap putih (g)

W2 = Berat labu kosong (g)

W3 = Berat labu lemak dengan lemak (g).

5 Analisis karbohidrat

Kadar karbohidrat dilakukan secara by difference, yaitu hasil pengurangan dari 100% dengan kadar air, abu, protein, dan lemak sehingga kadar karbohidrat tergantung pada faktor pengurangan. Kadar karbohidrat dapat dihitung menggunakan rumus:

Karbohidrat (%) = 100% - (% abu + % air + % lemak + % protein).

Analisis asam amino (AOAC 2005)

Komposisi asam amino ditentukan dengan menggunakan HPLC. Sebelum digunakan, perangkat HPLC dibilas dahulu dengan eluen yang akan digunakan selama 2-3 jam. Begitu pula syringe yang akan digunakan dibilas dengan akuades. Analisis asam amino dengan menggunakan HPLC terdiri atas 4 tahap, yaitu: tahap pembuatan hidrolisat protein, tahap pengeringan, tahap derivatisasi, dan tahap injeksi serta analisis asam amino.

a Tahap pembuatan hidrolisat protein

Sampel ditimbang sebanyak 3 mg dan dihancurkan. Sampel yang telah hancur dihidrolisis asam menggunakan HCl 6 N sebanyak 1 mL yang kemudian dipanaskan dalam oven pada suhu 110 °C selama 24 jam. Pemanasan dalam oven dilakukan untuk menghilangkan gas atau udara yang ada pada sampel agar tidak

(24)

8

mengganggu kromatogram yang dihasilkan. Selain itu, pemanasan dilakukan untuk mempercepat reaksi hidrolisis.

b Tahap pengeringan

Sampel yang telah dihidrolisis pada suhu kamar dipindahkan isinya ke dalam labu evaporator 50 mL, dibilas dengan 2 mL HCl 0,01 N dan cairan bilasan dimasukkan ke dalam labu evaporator. Proses ini diulangi hingga 2-3 kali. Sampel kemudian dikeringkan menggunakan rotary evaporator selama 15-30 menit untuk mengubah sistein menjadi sistin. Sampel yang sudah kering ditambah dengan 5 mL HCl 0,01 N kemudian disaring dengan kertas saring milipore.

c Tahap derivatisasi

Larutan derivatisasi sebanyak 30 µL ditambahkan pada hasil pengeringan, larutan derivatisasi dibuat dari larutan buffer kalium borat dengan sampel 1:1 kemudian dicampurkan dengan larutan Ortoftalaldehida (OPA) dengan perbandingan 5:1 dengan sampel, selanjutnya campuran tersebut disaring menggunakan kertas saring Whatman.

d Injeksi ke HPLC

Hasil saringan sebanyak 5 µL diinjeksikan ke dalam HPLC. Pemisahan semua asam amino ditunggu sampai selesai. Waktu yang diperlukan sekitar 25 menit. Perhitungan konsentrasi asam amino yang ada pada bahan dilakukan dengan pembuatan kromatogram standar dengan menggunakan asam amino yang telah siap pakai yang mengalami perlakuan yang sama dengan sampel. Kandungan asam amino dalam bahan dapat dihitung dengan rumus:

Asam amino (%) =

Keterangan:

C = Konsentrasi standar asam amino (0,5 µmol/mL) FP = faktor pengenceran (10 mL)

BM = Bobot molekul dari masing-masing asam amino (g/mol)

Kondisi alat HPLC saat berlangsungnya analisis asam amino sebagai berikut: Temperatur : 27 °C (suhu ruang)

Jenis kolom HPLC : Ultra techspere (Coloum C-18) Kecepatan alir eluen : 1 mL/menit

Tekanan : 3000 psi

Fase gerak : Buffer Na-Asetat dan methanol 95% Detektor : Fluoresensi

Panjang gelombang : 350 nm-450 nm

Analisis protein larut air dan garam (Wahyuni 1992) Analisis protein larut air

Sampel 5 g ditambah 50 mL akuades, kemudian dihomogenkan dengan homogenizer selama 2-3 menit, suhu dijaga agar tetap rendah (5-8) °C dengan menggunakan thermometer. Sampel disentrifugasi pada 3400 g selama 30 menit dengan suhu 10 ºC, selanjutnya disaring menggunakan kertas saring Whatman no.1, filtrat ditampung dengan Erlenmeyer dan disimpan pada suhu 4 ºC. Sebanyak 1 mL filtrat dianalisis kandungan proteinnya dengan metode mikro kjehdahl.

Luas area sampel x C x Fp x BM x 100% Luas area standar x bobot sampel

(25)

9

Analisis protein larut garam

Sampel 5 g ditambah 50 mL larutan NaCl 5%, kemudian dihomogenkan dengan homogenizer selama 2-3 menit, suhu dijaga agar tetap rendah (5-8) ºC dengan menggunakan thermometer. Sampel disentrifugasi pada 3400 g selama 30 menit dengan suhu 10 ºC, selanjutnya disaring menggunakan kertas saring Whatman no.1, filtrat ditampung dengan Erlenmeyer dan disimpan pada suhu 4 ºC. Sebanyak 1 mL filtrat dianalisis kandungan proteinnya dengan metode mikro kjehdahl.

Analisis jaringan (Angka et al. 1990)

Pengamatan jaringan fillet ikan kakap putih diawali dengan pembuatan preparat dengan metode parafin. Tahap pembuatan preparat meliputi fiksasi, dehidrasi, clearing, impregnasi, embedding, blocking, trimming, pemotongan jaringan, pewarnaan, serta perekatan jaringan menggunakan mounting agent. Fiksasi dilakukan dalam larutan BNF (Buffer Normal Formalin) selama lebih dari 36 jam, larutan fiksasi dibuang dan didehidrasi melalui perendaman sampel dalam alkohol bertingkat pada suhu ruang dengan alkohol 70% selama 24 jam, 80% selama 2 jam, 90% selama 2 jam, 95% selama 2 jam dan 100% selama 12 jam.

Proses clearing dimulai dari perendaman sampel dalam clearing agent. Sampel direndam dalam alkohol : xilol (1:1) selama 30 menit yang dilanjutkan dengan tahap impregnasi dan embedding. Tahap Impregnasi adalah perendaman sampel ke dalam xilol : parafin (1:1) dalam gelas piala selama 45 menit. Embedding adalah perendaman sampel di dalam parafin cair selama 45 menit. Kedua proses ini berlangsung di dalam oven pada suhu 60 °C. Sampel yang telah dilakukan

embedding dalam parafin cair lalu di blok (dicetak) dengan parafin cair yang

kemudian dibekukan. Proses ini membutuhkan cetakan yang dapat dibuat dari kertas yang kaku, misalnya kertas kalender, dengan ukuran 2x2x2 cm. Parafin cair dituangkan ke dalam cetakan hingga memenuhi sekitar 1/8 bagian cetakan dan dibiarkan hingga sedikit membeku. Sampel kemudian disusun dalam cetakan dan dituangi parafin cair hingga terendam, serta dibiarkan membeku dalam suhu ruang selama 24 jam. Setelah parafin beku dengan sempurna, blok parafin dikeluarkan dari cetakan lalu dilakukan trimming menggunakan silet. Jaringan dipotong dengan mikrotom putar setebal 4 µm dan pita-pita paraffin direkatkan pada gelas obyek.

Proses pewarnaan dilakukan menggunakan hematoksilin dan eosin. Pewarnaan diawali dengan perendamaan gelas obyek ke dalam xilol I dan xilol II masing-masing selama 2 menit, dilanjutkan perendaman dalam alkohol absolut 100%, 95%, 90%, 80%, 70%, dan 50% masing-masing selama 2 menit. Obyek dibilas dengan akuades selama 2 menit. Kemudian obyek dimasukkan ke dalam pewarna hematoksilin selama 7 menit dan dicuci dengan air mengalir untuk menghilangkan kelebihan zat warna yang tidak diserap. Obyek direndam kembali dalam pewarna eosin selama 3 menit dan dicuci kembali dengan akuades. Preparat jaringan kemudian direndam dalam alkohol 50%, 70%, 85%, 90%, 100%, xilol I, xilol II masing-masing selama 2 menit. Proses selanjutnya adalah penutupan gelas obyek dengan pemberian mounting agent atau Canada Balsam pada gelas obyek, kemudian dikeringkan selama 24 jam. Pengamatan preparat awetan dilakukan dengan mikroskop cahaya Olympus CX41 dengan perbesaran hingga 100x. Proses pengambilan gambar dilakukan dengan kamera Olympus DP21, software stream

(26)

10

start dan optimalisasi gambar dilakukan dengan software image analyzer, gambar

yang telah diambil selanjutnya dianalisis secara deskriptif.

Analisis Data

Data hasil penelitian diolah menggunakan program aplikasi Microsoft Excel dan dianalisis secara deskriptif dengan menghitung nilai tengah dan standar deviasinya. Penelitian dilakukan dengan tiga perlakuan dan tiga kali ulangan analisis proksimat, protein larut air dan protein larut garam dan dua kali ulangan analisis asam amino. Perhitungan nilai tengah dan standar deviasi dihitung dengan rumus mengacu pada Walpole (1982):

× ̅ =∑ 𝑥𝑖 𝑛 𝑖=1 𝑛 Keterangan : x = nilai rata-rata

xi = nilai x dalam ulangan ke-i n = jumlah data

𝜎 = √∑( × − × ̅ ) 2 𝑛 Keterangan:

𝜎 = standar deviasi, selalu positif

x – x = selisih nilai x dengan nilai reratanya

n = jumlah item dari populasi / sampel besar (untuk sampel kecil, dipakai s dan notasi n diganti n-1).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Morfometrik Ikan Kakap Putih

Pengukuran morfometrik dilakukan untuk mengetahui panjang, tinggi dan lebar bobot ikan kakap putih. Ikan kakap putih merupakan salah satu jenis ikan karang yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Habitat ikan kakap yaitu di dasar laut yang relatif stabil dan merupakan jenis ikan predator. Kakap putih yang digunakan pada penelitian ini memiliki ciri-ciri bentuk tubuh memanjang, pipih, dengan pangkal ekor mendalam tubuh berwana abu-abu dan ekor melebar. Ikan kakap putih berumur 1-3 bulan (ikan muda) berwarna gelap dan menjadi terang setelah umur 3-5 bulan (Mathew 2009). Ikan kakap putih yang digunakan pada penelitian dapat dilihat pada Gambar 2. Ikan yang digunakan pada penelitian ini berjumlah 15 ekor.

(27)

11

Hasil analisis morfometrik dan bobot rata-rata ikan kakap putih dapat dilihat pada Tabel 1.

Gambar 2 Ikan kakap putih (Lates calcarifer)

Tabel 1 Morfometrik dan bobot ikan kakap putih

Ikan kakap putih yang digunakan mempunyai berat yang bervariasi, yaitu 290-330 g. Pengukuran morfometrik dapat memengaruhi hasil proporsi dari ikan kakap putih, diduga semakin besar bobot ikan maka semakin besar proporsi yang dihasilkan. Muthmainnah (2013) menyatakan bahwa hubungan antara pertambahan berat tubuh ikan dan pertambahan panjang ikan sangat berhubungan erat. Ikan kakap putih dengan ukuran bobot yang berbeda memiliki panjang tubuh serta proporsi tubuh yang berbeda pula. Perbedaan morfometrik dan bobot ikan kakap putih disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor yang memengaruhi pertumbuhan dapat dibagi menjadi dua, yaitu faktor luar dan faktor dalam. Faktor luar lebih mudah untuk dikontrol, misalnya makanan, lingkungan, dan suhu, sedangkan faktor dalam adalah faktor yang sulit untuk dikontrol, misalnya genetik dan ketahanan penyakit (Effendi 1997).

Proporsi Ikan Kakap Putih

Perhitungan proporsi tubuh dilakukan untuk mengetahui porsi bahan baku yang dapat dimanfaatkan. Proporsi bagian tubuh ikan kakap putih antara lain daging, tulang, jeroan dan sisik. Ikan kakap putih ditimbang berat utuhnya, kemudian dipreparasi dengan membagi menjadi daging, jeroan, sisik dan tulang untuk ditimbang. Persentasi proporsi kakap putih dapat dilihat pada Gambar 3. Daging ikan kakap putih mempunyai nilai proporsi terbesar. Penelitian yang dilakukan Ekawati (2014) juga menunjukkan proporsi terbesar pada daging ikan cakalang sebesar 57,8%. Perbedaan proporsi pada hasil perairan dapat dipengaruhi beberapa faktor, diantaranya adalah keadaan habitat, ukuran, jenis ikan dan kondisi fisiologis ikan.

No Parameter Ikan kakap putih 1 Bobot (g) 305,93 ± 13,98 2 Panjang Total (cm) 28,8 ± 0,91 3 Tinggi (cm) 11,1 ± 0,42 4 Lebar (cm) 3,63 ± 0,22

(28)

12

Gambar 3 Proporsi ikan kakap putih

Hasil ini membuktikan bahwa ikan kakap putih merupakan salah satu ikan yang dapat dimanfaatkan dagingnya sebagai bahan baku untuk diolah lebih lanjut, selain daging ikan kakap tersebut proporsi lainnya yaitu tulang, sisik, kulit dan jeroan dapat dimanfaatkan. Kulit ikan merupakan sumber mineral, dalam penelitian Jamilah et al. (2013) kulit ikan kakap putih dapat dijadikan bahan baku pembuatan kolagen. Bagian dari jeroan ikan dapat dijadikan pakan ternak dan hati ikan sebagai sumber minyak ikan.

Komposisi Kimia Fillet Ikan Kakap Putih

Analisis komposisi kimia suatu bahan pangan sangat penting dilakukan untuk memperoleh informasi mengenai kandungan gizi yang terdapat di dalam bahan pangan tersebut. Kadar proksimat fillet kakap putih segar dan setelah pengukusan yang meliputi kadar air, kadar lemak, kadar protein, kadar abu, kadar karbohidrat, protein larut air dan protein larut garam. Komposisi kimia pada fillet ikan kakap putih segar dan setelah pengukusan dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Komposisi kimia fillet ikan kakap putih segar dan kukus

Keterangan : (BB) : basis basah; (BK): basis kering

*nilai kadar proksimat, protein larut air dan protein larut garam dari rata-rata 3 ulangan

*kadar karbohidrat dilakukan secara by difference

Kadar air yang terdapat pada fillet kakap putih mengalami perubahan setelah proses pengukusan dari 79,45% menjadi 77,06%. Kadar air dari fillet ikan Rutilus

frisikutum segar bervariasi dari 66% sampai 72% dan mengalami penurunan setelah

proses pemasakan Hosseini et al. (2014). Penelitian lain pada ikan mackerel yang dilakukan Oduro et al. (2011) panas yang dialirkan pada mackerel saat proses

Parameter Segar (%) Kukus 10 menit (%) Kukus 20 menit (%) Air (BB) 79,45±0,35 77,06±1,29 76,1±0,26 Abu (BK) 5,94±0,01 5,36±0,01 5,17±0,02 Lemak (BK) 1,98±0,14 1,87±0,14 1,63±0,06 Protein (BK) 87,52±0,41 88,26±0,85 88,66±0,42 Karbohidrat 4,56±0,36 4,74±0,29 4,54±0,02 Kadar PLA (BK) 14,55±0,02 8,19±0,16 5,29±0,01 Kadar PLG (BK) 27,88±0,07 10,15±0,08 7,66±0,28 Sisik 3,54% Jeroan 5,88% Tulang 37% Daging 58,30%

(29)

13

pengukusan menurunkan kandungan air dari 60,2% menjadi 56,6%, sehingga menyebabkan dehidrasi. Penurunan kadar air dalam produk akibat proses pengukusan disebabkan oleh menguapnya molekul air akibat reaksi termal. Hal ini menyebabkan kandungan air fillet ikan kakap putih kukus menjadi lebih rendah daripada fillet ikan kakap putih segar. Kadar abu pada fillet kakap putih mengalami perubahan setelah proses pengukusan dari 5,94% menjadi 5,17%. Penelitian lain yang dilakukan oleh Aberoumand (2014) pada fillet ikan gish menunjukkan bahwa secara signifikan di semua metode pemasakan mengalami perubahan kadar abu. Penurunan kadar abu diduga disebabkan keluarnya mineral dari bahan ke dalam air saat proses pengukusan.

Kandungan lemak ikan segar pada penelitian Tacon dan Metian (2013) sebesar 2,7%. Kandungan lemak fillet kakap putih pada mengalami perubahan setelah dikukus dari 1,98% menjadi 1,63%. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Oduro et al. (2011), yang menunjukkan penurunan kadar lemak akibat proses pengukusan pada ikan mackerel. Pengolahan suhu tinggi juga akan merusak lemak dan mengubah kandungan lemak bahan pangan. Semakin tinggi suhu yang digunakan, maka kerusakan lemak akan semakin meningkat. Kerusakan lemak yang terjadi akibat proses pengolahan pada penelitian Oduro et al. (2011) dapat mengakibatkan terjadinya oksidasi lemak. Selain lemak rusak karena oksidasi, lemak juga dapat rusak karena terhidrolisis.

Kadar protein pada fillet kakap putih mengalami perubahan setelah dikukus dari 87,52% menjadi 88,66%. Perbedaan kadar protein antar perlakuan fillet kakap putih lebih dapat dijelaskan oleh hilangnya sebagian kandungan air pada fillet kakap putih yang telah dikukus sehingga menyebabkan lebih tingginya kadar protein total

fillet kakap putih segar yang terukur. Penelitian Hosseini et al. (2014) pada fillet

ikan Rutilus frisikutum mengalami peningkatan dari 21,52% menjadi 23,85%, umumnya kadar protein meningkat setelah proses pemasakan dengan metode pengolahan basah. Hal ini didukung dengan rendahnya kadar air daging ikan yang dikukus. Penurunan kadar air karena proses pengukusan akan menyebabkan protein lebih terkonsentrasi. Kualitas protein ditentukan oleh kandungan asam amino penyusunnya. Penelitian yang dilakukan Selcuk et al. (2010) menunjukkan kandungan protein mungkin berubah tergantung pada jenis spesies dan metode pengolahan yang digunakan.

Berdasarkan kelarutannya, protein daging dibagi menjadi 3 yaitu protein larut air (sarkoplasma), protein larut garam (miofibril) dan protein jaringan ikat (stroma). Kandungan protein larut air (PLA) fillet kakap putih lebih kecil dibandingkan kandungan protein larut garamnya (PLG).Kandungan protein larut air pada fillet kakap putih segar sebesar 14,55%. Protein larut air yang dihasilkan memiliki nilai yang lebih kecil daripada nilai protein total. Hal ini terjadi karena protein yang terhitung hanya protein larut air saja tanpa mengikutsertakan protein larut garam. Kandungan protein larut air pada proses pengukusan dengan waktu 10 dan 20 menit mengalami perubahan. Penurunan jumlah protein sarkoplasma akibat pengukusan diduga oleh mudah larutnya protein sarkoplasma dalam air, sehingga pada waktu pengukusan berlangsung terjadi koagulasi dan terlepas protein dari daging karena larut dengan air dan ikut keluar terbawa oleh uap air sehingga kandungannya dalam

fillet kakap putih menurun. PLA memiliki bobot molekul yang relatif rendah sekitar

(30)

14

fisik ini mungkin yang bertanggung jawab untuk daya larut sarkoplasma yang tinggi dalam air (deMan 1997).

Kandungan PLG pada fillet kakap putih segar sebesar 27,88%. PLG yang dihasilkan memiliki nilai yang lebih kecil daripada nilai protein total. Hal ini terjadi karena protein yang terhitung hanya protein larut garam saja tanpa mengikutsertakan protein larut air. Penelitian lain pada rajungan yang dilakukan (Jacoeb et al. 2012), PLG mengalami penurunan dari 40,87% menjadi 25,33%. Pemanasan yang dilakukan pada suhu tinggi, menyebabkan terjadinya denaturasi protein sehingga protein miofibril kehilangan sifat fungsionalnya dan kelarutannya di dalam larutan garam menjadi menurun. Protein larut garam berperan penting dalam penggumpalan dan pembentukan gel pada saat pengolahan, seperti pada pengolahan produk surimi dan kamaboko. Informasi mengenai PLA dan PLG ini penting untuk mengetahui proporsi dari protein miofibril dan sarkoplasma fillet kakap putih serta pengaruh pengolahan terutama dengan pengukusan sehingga dapat menjadi informasi dasar sebagai pertimbangan pengolahan lanjutan terhadap komoditi ini baik menjadi produk intermediet ataupun produk akhir.

Kandungan karbohidrat fillet kakap putih segar mengalami perubahan setelah proses pengukusan. Hasil dari penelitian Nurnadia et al. (2011) 20 jenis ikan bahwa pada ikan fringescale sardinella memiliki kandungan karbohidrat sebanyak 3%. Kandungan karbohidrat fillet kakap putih lebih tinggi dibandingkan daging ikan pada umumnya.

Kandungan Asam Amino

Analisis asam amino dilakukan untuk menduga komposisi asam amino dan menentukan kadar asam amino pada protein fillet kakap putih segar dan setelah proses pengukusan. Hasil dari analisis asam amino fillet kakap putih segar dan pengukusan menunjukkan adanya 15 asam amino yang terdiri dari 9 asam amino esensial (treonin, valin, fenilalanin, leusin, metionin, lisin, isoleusin, arginin dan histidin) dan 6 jenis asam amino nonesensial (aspartat, glutamat, serin, alanin, tirosin dan glisin). Kromatogram asam amino fillet kakap segar dan kukus dicantumkan pada Lampiran 2, 3 dan 4. Hasil analisis asam amino fillet kakap putih pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3.

Jumlah asam amino esensial yang dominan pada fillet ikan kakap putih segar maupun setelah dikukus adalah lisin, sedangkan untuk asam amino non esensial yang dominan adalah asam amino glutamat. Jumlah asam amino fillet kakap putih setelah pengukusan mengalami perubahan dibandingkan fillet kakap putih segar. Hasil contoh perhitungan kadar asam amino dapat dilihat pada Lampiran 5.

Setiap jenis asam amino memiliki karakteristik yang berbeda satu sama lain, begitu juga pengaruh suatu pengolahan terhadap jumlah asam aminonya. Tidak semua protein yang terkandung dalam bahan pangan mempunyai jumlah dan jenis asam amino yang sama (Sikorski 2001). Pengaruh pengolahan secara umum dengan menggunakan panas dapat mengakibatkan terjadinya penyusutan jumlah asam amino hingga 40% tergantung dari jenis pengolahan, suhu dan lamanya proses pengolahan (Harris dan Karmas 1989). Sifat fisikokimia setiap protein tidak sama, tergantung pada jumlah dan jenis asam aminonya.

(31)

15

Tabel 3 Asam amino fillet ikan kakap putih

Asam amino g/100g protein

Segar kukus 10 menit kukus 20 menit Esensial Treonin 0,88±0,00 1,03±0,01 2,66±0,14 Valin 4,62±0,28 4,55±0,28 4,43±0,16 Fenilalanin 3,87±0,03 3,88±0,18 3,93±0,23 Leusin 7,06±0,41 6,84±0,12 6,55±0,9 Metionin 2,65±0,31 3,14±0,24 3,22±0,59 Lisin 10,39±0,38 8,32±0,22 7,2±0,12 Isoleusin 4,45±0,45 4,51±0,03 4,65±0,06 Arginin 5,18±0,72 5,49±0,08 5,52±0,07 Histidin 2,26±0,72 1,98±0,03 1,74±0,09 Non-esensial Aspartat 7,91±0,24 8,87±0,03 8,89±0,03 Glutamat 13,82±0,00 13,79±0,03 12,95±0,04 Serin 3,09±0,52 3,33±0,22 3,37±0,03 Alanin 5,13±0,58 5,63±0,05 5,73±0,21 Tirosin 2,99±0,03 3,09±0,09 3,19±0,06 Glisin 4,99±0,58 5,28±0,03 5,29±0,09 Total 80,16±0,65 79,76±0,71 79,22±0,74

*nilai asam amino dari rata-rata 2 ulangan

Fillet kakap putih yang diuji menghasilkan hampir semua jenis asam amino

esensial kecuali triptofan. Hal ini terjadi karena triptofan mengalami kerusakan saat proses hidrolisis protein. Proses hidrolisis asam pada penelitian Ghaly et al. (2013) untuk memecah protein menjadi asam amino, namun metode ini menyebabkan asam amino serin dan triptofan mengalami kerusakan. Adapun tidak teridentifikasinya asam amino serin dan triptofan diduga karena pada tahap hidrolisis protein menggunakan asam yang dapat merusak asam amino tersebut.

Asam amino fillet kakap putih kukus secara kuantitatif mengalami perubahan dibandingkan fillet kakap putih segar. Pengukusan dapat memengaruhi kandungan asam amino yang ada pada suatu bahan. Beberapa asam amino misalnya alanin, asam aspartat, sistin, asam glutamat, glisin, isoleusin, leusin, metionin, fenilalanin, serin, triptofan, dan tirosin larut air pada suhu 0-100 °C, hidroksiprolin, prolin, dan valin larut air pada suhu 0-75 °C, dan histidin hanya larut air pada suhu 25 °C (deMan 1997).

Asam amino esensial yang tertinggi fillet kakap putih segar maupun setelah dikukus adalah lisin. Kandungan asam amino lisin mengalami perubahan dari 10,39 g/100 g menjadi 7,2 g/100 g. Kandungan asam amino lisin pada penelitian Tacon dan Metian (2013) pada ikan segar sekitar 19,6% dari total protein ikan. Kadar asam amino lisin mengalami penurunan yang cukup besar, hal ini berkaitan dengan sifat lisin yang bersifat basa dalam pelarut air. Kerusakan dapat terjadi pada saat hidrolisis protein menggunakan asam, pengeringan, maupun derivatisasi. Menurut Sikorski (2001) lisin adalah asam amino yang paling rentan karena memiliki 2 gugus amino bebas yang mudah bereaksi selama proses pengolahan karena senyawa tersebut peka terhadap perubahan pH, oksigen, cahaya, panas atau kombinasinya. Makanan dari hasil perairan memiliki protein tinggi yang mudah dicerna dan nilai biologis tinggi pada profil asam amino esensial dan dapat dianjurkan sebagai persyaratan diet pada pola makan manusia. Asam amino

(32)

16

esensial metionin pada penelitian Tacon dan Metian (2013) pada ikan segar sekitar 6,4% dari total asam amino esensial.

Asam amino non esensial yang tertinggi pada fillet kakap putih segar maupun setelah dikukus adalah asam glutamat.Menurut deMan (1997), berdasarkan tingkat kelarutannya, asam glutamat memiliki tingkat kelarutan dalam air yang cukup rendah yaitu 0,7 g/100 mL pada suhu 25 °C. Asam amino histidin juga merupakan asam amino pembatas pada asam amino essensial fillet kakap putih baik segar maupun setelah dikukus. Asam amino nonesensial pembatas pada fillet kakap putih segar dan setelah dikukus adalah serin.

Jenis asam amino pada jenis ikan laut tersebut hampir sama, yaitu kandungan tertinggi pada asam aspartat dan asam glutamatnya. Tingginya kandungan asam amino glutamat dan aspartat terhadap fillet ikan kakap putih diduga terjadi karena proses analisis yang digunakan menggunakan metode hidrolisis asam yang mempunyai derajat hidrolisis yang lebih tinggi. Asam aspartat dan glutamat dihasilkan melalui hidrolisis asam dari asparigin dan glutamin (Lehninger 2005).

Tabel 4 Perbandingan asam amino pada beberapa ikan air laut

*Penelitian **Ekawati (2014)

Perbedaan kandungan asam amino fillet kakap putih dengan biota laut lainnya dapat dilihat pada Tabel 4. Kandungan asam amino pada masing-masing spesies tidaklah sama. Kandungan total asam amino pada Tabel 4 menunjukkan jumlah asam amino pada fillet kakap putih cukup tinggi jika dibandingkan dengan jenis ikan laut lain. Proses pengukusan menunjukkan hasil penurunan asam amino yang lebih rendah dibandingkan dengan proses penggorengan terhadap daging ikan cakalang pada penelitian Ekawati (2014).

Menurut Harivaindaran dan Tajul (2014) pada penelitiannya terhadap ikan

hardtail scad, pengolahan dengan metode pengukusan merupakan metode yang

lebih baik daripada metode penggorengan dan pemanggangan karena metode

Asam amino Daging kakap putih (bk)* Daging cakalang (bk)** Segar Kukus Segar Goreng Esensial Treonin 0,88 1,03 3,30 2,69 Valin 4,62 4,55 4,25 3,43 Fenilalanin 3,87 3,88 3,23 2,5 Leusin 7,06 6,84 5,89 4,54 Metionin 2,65 3,14 6,29 1,79 Lisin 10,39 8,32 2,16 5,13 Isoleusin 4,45 4,51 3,89 3,07 Arginin 5,18 5,49 4,85 3,43 Histidin 2,26 1,98 6,72 5,51 Non-esensial Aspartat 7,91 8,87 7,35 5,72 Glutamat 13,82 13,79 11,22 8,48 Serin 3,09 3,33 2,69 2,02 Alanin 5,13 5,63 5,04 3,41 Tirosin 2,99 3,09 2,54 1,99 Glisin 4,99 5,28 4,83 3,01 Total 80,16 79,76 74,25 56,71

(33)

17

pengukusan memiliki suhu yang lebih rendah dan kadar air yang tinggi. Semakin tinggi suhu yang digunakan mengakibatkan kadar protein pada bahan pangan semakin menurun. Secara umum pengaruh pengolahan menggunakan panas dapat mengakibatkan penyusutan jumlah asam amino tergantung dari jenis pengolahan, suhu dan lamanya proses pengolahan Selcuk et al. (2010).

Struktur Jaringan Fillet Kakap Putih

Analisis struktur jaringan fillet kakap putih dilakukan untuk melihat perubahan struktur jaringan fillet kakap putih sebelum dan sesudah pengukusan. Penyiapan preparat dilakukan dengan menggunakan metode parafin. Analisis struktur jaringan memerlihatkan bahwa protein pada fillet kakap putih mengalami kerusakan ditandai dengan miomer yang semakin mengalami kerusakan akibat pengukusan.Miomer transfersal terjadi keretakan maupun pengeroposan sehingga kehilangan bentuk aslinya. Bahuaud et al. (2008) menyatakan bahwa kehilangan air pada jaringan akan menyebabkan denaturasi pada protein otot dan kerusakan struktur membran. Struktur fillet kakap putih sebelum dan sesudah pengukusan dapat dilihat pada Gambar 4, 5, dan 6.

Potongan melintang Potongan membujur

Gambar 4 Struktur jaringan fillet kakap putih segar perbesaran (40x10). 1 = miomer utuh; 2 = ruang antar miomer; 3 = miomer retak; 4 = sarkolema retak; 5 = miomer memanjang; 6 = sarkolema utuh; 7 = ruang antar miomer

Gambar 4 menunjukkan jaringan fillet kakap putih segar sudah memiliki susunan miomer utuh dengan mioseptum yang cukup lebar (1 dan 2), namun sebagian sudah mengalami kerusakan berupa retaknya sarkolema (4). Miomer terihat tersusun atas benang-benang fibril yang memanjang dan sebagian terputus (5), namun sarkolema pada fillet membujur terlihat sebagian sarkolema utuh (6). Jaringan fillet kakap putih segar terlihat adanya ruang antar miomer namun tidak terlihat adanya interstitial material (7).

(34)

18

Potongan melintang Potongan membujur

Gambar 5 Struktur jaringan fillet kakap putih kukus 10 menit perbesaran (40x10) 8 = miomer transfersal; 9 = miomer transfersal; 10 = sisa mioseptum; 11 = interstitial material; 12 = miomer longitudinal; 13 = miomer longitudinal

Jaringan fillet kakap putih kukus 10 menit menunjukkan jarak antara miomer dengan mioseptum masih cukup lebar, namun sudah terlihat adanya retakan miomer transfersal maupun longitudinal dan mengalami pengeroposan dan terlihat seperti spons (8, 9, 12 dan 13). Struktur jaringan fillet kakap putih 10 menit pada pemotongan melintang terlihat adanya sisa-sisa mioseptum (10). Jaringan fillet kakap putih kukus 10 menit sudah terlihat ruang antar miomer dan terlihat adanya

interstitial material (11). Penelitian yang dilakukan Jacoeb et al. (2013) tentang

pengaruh pengukusan terhadap ikan kakap merah yang berlangsung 10 menit dengan suhu 100 °C menghasilkan struktur daging yang cukup kompak dan sebagian masih rapat, hal ini menunjukkan pemasakan dengan pengukusan mampu menghambat proses penurunan mutu ikan kakap putih.

Potongan melintang Potongan membujur

Gambar 6 Struktur jaringan fillet kakap putih kukus 20 menit perbesaran (40x10) 14 = miomer transfersal; 15 = miomer transfersal; 16 = interstitial

material; 17 = miomer longitudinal; 18 = interstitial material

Jaringan fillet kakap putih kukus 20 menit menunjukkan jarak antara miomer dan mioseptum semakin menyempit. Keretakan miomer transfersal maupun

11

8 9

(35)

19

longitudinal yang semakin intensif dan mengalami pengeroposan sehingga kehilangan bentuk aslinya (14, 15, dan 17). Jaringan fillet kakap putih kukus 20 menit semakin banyak interstitial material yang mengisi ruang antar miomer (16 dan 18).

Ayala et al. (2015) pada penelitiannya menunjukkan bahwa proses pemasakan pada seabass dapat menyebabkan perubahan pada komponen urat daging (air, serat daging dan jaringan penghubung). Jaringan fillet kakap putih yang mengalami pengukusan berangsur-angsur mengalami kerusakan sarkoplasma. Penelitian lain yang dilakukan Yuliastri et al. (2015) pada ikan lele pada 100 °C selama 15 menit menyebabkan kerusakan sarkoplasma akibat panas yang ditimbulkan pada saat proses pengukusan pada suhu yang ditandai dengan terlihatnya ruang antar miomer semakin menyempit. Sarkoplasma adalah protein larut air, jika bahan baku atau produk terkena panas maka akan ikut keluar dan hilang akibat proses penguapan yang terjadi pada pengukusan.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Pengukusan cenderung mengakibatkan struktur jaringan pecah menjadi bagian-bagian yang lebih kecil dan terisinya ruang antar miomer dengan interstitial

material. Perbedaan waktu pengukusan menyebabkan perubahan kandungan

komposisi kimia, jaringan dan asam amino pada fillet kakap putih. Pengukusan dengan perbedaan waktu juga menyebabkan penurunan pada kadar PLA dan PLG, semakin lama waktu pengukusan kadar PLA dan PLG semakin menurun. Pengukusan dengan waktu 10 menit memberikan perubahan kandungan komposisi kimia, asam amino dan struktur jaringan fillet kakap putih yang lebih baik dibandingkan dengan waktu pengukusan 20 menit. Kandungan fillet ikan kakap putih teridentifikasikan sebanyak 15 asam amino yang terdiri dari 9 asam amino esensial dan 6 jenis asam amino nonesensial. Jumlah asam amino pada fillet kakap putih segar mengalami perubahan setelah dikukus.

Saran

Pengujian dengan metode lain perlu dilakukan untuk mendeteksi asam amino lebih lengkap, misalnya dengan penambahan metode hidrolisis basa. Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai kandungan gizi ikan kakap putih yang lebih spesifik (kadar vitamin dan mineral). Selain itu metode pengolahan lain yang dapat mengurangi zat gizi perlu diketahui pada daging ikan kakap putih.

DAFTAR PUSTAKA

Aberoumand A. 2014. Nutrient composition analysis of gish fish fillets affected by different cooking methods. Inter Food Research J. 21(5):1989-1991.

(36)

20

Angka SL, Mokoginta I, Hamid H. 1990. Anatomi dan Histologi Banding beberapa

Ikan Air Tawar yang Dibudidayakan di Indonesia. Bogor (ID): Departemen

Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Institut Pertanian Bogor. hlm 17-27.

[AOAC] Association of Official Analytical Chemyst. 2005. Official Method of

Analysis of The Association of Official Analytical of Chemist. Chapter 4.

Arlington, Virginia, USA (GB): Association of Official Analytical Chemist, Inc.

Ayala MD, Albors OL, Blanco A, Alcazar AG, Abellan E, Zarzosa GR, Gil F. 2015. Structural and ultrastructural changes on muscle tissue of sebass,

Dicentrarchus labrax L, after cooking and freezing. J Aquaculture.

250:215-231.

Bahuaud D, Morkore T, Langssrud O, Sinnes K, Veiseth E, Ofstad R, Thomassen MS. 2008. Effect of -1.5 °C super-chilling on quality of atlantic salmon (Salmon salar) pre-rigor fillets: cathepsin activity, muscle histology, texture and liquid leakage. Food Chemist. 111:329-339.

DeMan JM. 1997. Kimia Makanan. Palmamirata K, penerjemah. Bandung (ID): Penerbit ITB. hlm 103-162.

Effendi I. 1997. Biologi Perikanan. Jakarta (ID): Yayasan Pustaka Nusatama. hlm 145-150.

Ekawati Y. 2014. Perubahan komposisi asam amino dan mineral ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) akibat proses penggorengan. [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Febriyanto BD. 2016. Karakteristik asam amino dan jaringan daging ikan layur (Trichiurus sp.) segar dan kukus. [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Ghaly AE, Ramakrishnan VV, Brooks MS, Budge SM, Dave D. 2013. Fish processing wastes as a potential source of proteins, amino acids and oils: a critical review. J Microb Biochem Technol. 5(4):107-129.

Harivaindaran KV and Tajul A. 2014. Lipid profiles of raw, grilled, steamed and fried hardtail scad (Megalaspis cordyla). Health and the Environment J. 5(1):26-36.

Harris RS, Karmas E. 1989. Evaluasi Gizi pada Pengolahan Bahan Pangan. Achmadi S, penerjemah. Edisi ke-2. Bandung (ID): ITB-Press. hlm 229-267.

Hosseini H, Mahmoudzadeh M, Rezaei M, Mahmoudzadeh L, Khosroshah NK, Babakhani A. Effect of different cooking methods on minerals, vitamins and nutritional quality indices of kutum roach (Rutilus frisii kutum). Food

Chemist. 148:86-91.

Jacoeb AM, Nurjanah, Lingga LA. 2012. Karakteristik protein dan asam amino daging rajungan (Portunus pelagicus) akibat pengukusan. JPHPI. 15(2): 156-164.

, Nurjanah, Saraswati A. 2013. Kandungan asam lemak dan kolesterol kakap merah (lutjanus bohar) setelah pengukusan. JPHPI. 16(2):168-177. Jamilah B, Hartina UMR, Hashim M, Sazili AQ. 2013. Properties of collagen from

barramundi (Lates calcarifer) skin. J Inter Food Research. 20(2):835-84. [KKP] Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2015. Pengembangan Budidaya Ikan.

(37)

21

Kocatepe D, Turan H, Taskaya G, Kaya Y, Erden R, Erdogdu F. 2011. Effects of cooking methods on the proximate composition of black sea anchovy (Engraulis encrasicolus, Linnaeus 1758). GIDA. 36(2):71-75.

Lehninger. 2005. Dasar-dasar Biokimia I. Jilid 2. Jakarta (ID): Erlangga. hlm 319-321

Mathew G. 2009. National training on 'cage culture of seabass' held at cmfri, kochi taxonomy, identification and biology of seabass (Lates calcarifer).

Introduct Central Marine Fisheries Research Institute. hlm 38-44.

Muthmainnah D. 2013. Hubungan panjang berat dan faktor kondisi ikan gabus (Channa striata Bloch, 1793) yang dibesarkan di Rawa Lebak, Provinsi Sumatera Selatan. J Depik. 2(3):184-190.

Nurjanah, Abdullah A, Kustiariyah. 2014. Pengetahuan dan Karakteristik Bahan

Baku Hasil Perairan. Bogor (ID): PT Penerbit IPB Press. hlm 39-183.

Nurnadia AA, Azrina A, Amin I. 2011. Proximate composition and energetic value of selected marine fish and shellfish from the west coast of Peninsular Malaysia. Inter Food Research J. 18:137-148.

Oduro FA, Choi ND, Ryu HS. 2011. Effects of cooking conditions on the protein quality of chub mackerel scomber japonicas.Fish Aquat Sci. 14(4):257-265.

[OECD/FAO] Organisation for Economic Co-operation and Development/Food Agriculture Organization. 2015. OECD-FAO Agricultural Outlook

2015-2024. hlm 126-127. www.fao.org. [14 November 2016].

Selcuk A, Ozden O, Erkan N. 2010. Effect of frying, grilling, and steaming on amino acid composition of marine fishes. J of Med Food. 13:1524-1531. Sikorski ZE. 2001. Chemical and Functional Properties of Food Proteins.

Technomic Publishing Co. Inc., Lancaster, PA, US. hlm 191-215.

Tacon A, Metian M. 2013. Fish matters: importance of aquatic foods in human nutrition and global food supply. Reviews in Fisheries Science. 21(1):22-38. Wahyuni. 1992. Panduan Praktikum Kimia Pangan. Jakarta: Erlangga. hlm 22-27. Walpole RE. 1982. Pengantar Statistika Edisi ke-3. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka

Umum. hlm 23-33.

[WNPG] Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi. 2012. Pemantapan ketahanan pangan dan perbaikan gizi berbasis kemandirian dan kearifan Lokal.

Prossiding. Jakarta: Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.

Yuliastri V, Suwandi R, Uju. 2015. Hasil penilaian organoleptik dan histologi lele asap pada proses pre-cooking. JPHPI. 18(2):190-205.

(38)
(39)

23

(40)
(41)

25

(42)

26

(43)

27

(44)

28

(45)

29

Lampiran 5 Contoh perhitungan kandungan asam amino % Asam amino = Luas area sampel x C x Fp x BM x 100%

Luas area standar x bobot sampel Keterangan:

C = Konsentrasi standar asam amino (0,5 µmol/mL) FP = faktor pengenceran (10 mL)

BM = Bobot molekul dari masing-masing asam amino (g/mol)

Asam amino Aspartat pada fillet kakap putih (basis basah)

% Asam amino aspartat = 70403207 x 0,5µmol/mL x 10 mL x 133,1 g/mol x 100% 21096853 x 133787

(46)

30

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Depok, Jawa Barat pada tanggal 27 Januari 1994. Penulis merupakan anak kedua dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Mustafa Kamal dan Ibu Indrawati. Pendidikan formal penulis ditempuh di Depok dimulai dari TK Aisiyah 4 pada tahun 1999 sampai 2000. Pendidikan formal selanjutnya ditempuh di SDN Depok Baru 6 hingga tahun 2006. Pendidikan formal selanjutnya ditempuh di SMPN 2 Depok hingga tahun 2009. Pendidikan formal selanjutnya ditempuh di SMA Sejahtera 1 Depok dan tamat pada tahun 2012. Penulis diterima sebagai mahasiswa pada Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB pada tahun 2012.

Selama mengikuti perkuliahan penulis aktif dalam organisasi Himpunan Mahasiswa Teknologi Hasil Perairan sebagai anggota divisi keilmuan pada 2013-2015. Penulis juga aktif mengikuti lomba Pekan Kreativitas Mahasiswa dan Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (PIMNAS) 6 & 8 September 2014, panitia pelatihan “Technopreneurship dan Pengembangan Jiwa Kewirausahaan Inovatif Kreatif pada Generasi Muda Perikanan”, aktif sebagai asisten mata kuliah Pengetahuan Bahan Baku Hasil Perairan dan juga merupakan penerima beasiswa BUMN dan PPA IPB. Penulis melakukan praktik lapangan di CV Sakana Indo Prima, Sawangan dengan judul “Perencanaan Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) Produk Bakso Ikan Di Usaha Kecil Menengah (UKM) Sakana Indo Prima, Sawangan Depok-Jawa Barat”. Penulis melakukan penelitian dengan judul “Asam Amino Dan Struktur Jaringan Skin On Fillet Ikan Kakap Putih (Lates calcarifer) Segar dan Setelah Pengukusan” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor dibawah bimbingan Dr Ir Agoes M Jacoeb Dipl-Biol dan Dr Asadatun Abdullah SPi MSM MSi.

Gambar

Gambar 1 Diagram alir metode penelitian (        = awal dan akhir;       = proses;
Tabel 3 Asam amino fillet ikan kakap putih
Tabel 4 Perbandingan asam amino pada beberapa ikan air laut
Gambar 4 Struktur jaringan fillet kakap putih segar perbesaran (40x10). 1 = miomer  utuh; 2 = ruang antar miomer; 3 = miomer retak; 4 = sarkolema retak; 5
+2

Referensi

Dokumen terkait

Kegiatan Pengabdian pada Masyarakat ini bertujuan untuk mengadakan pendampingan dengan memanfaatkan IT dalam perwujudan nilai – nilai Cc5+ bagi siswa SMP St. Target khusus

Bahan untuk analisis proksimat, asam lemak, asam amino, total karotenoid, dan α-tokoferol meliputi akuades, kjeltab jenis selenium, larutan H 2 SO 4 pekat (merck), NaOH (merck),

Pelaksanaan kegiatan pengabdian masyarakat dengan judul: “Penyuluhan Family Literacy Sebagai Stimulasi Untuk Meningkatkan Literasi Budaya Pada Masyarakat Wilayah

Permodalan Dan Unit Usaha Koperasi Perkembangan anggota koperasi pada KPRI Agro Sejahtera, KopKar Aroma, KUD Rama yang dikelola kaum laki-laki dan Kopwan Sekar

7.2.5 Membuat laporan berkala dan laporan khusus Instalasi Rawat Jalan dengan menganalisa data pelaksanaan, informasi, dokumen dan laporan yang di buat oleh bawahan untuk

Dalam hal jadwal keberangkatan dari Perusahaan Penerbangan di mana Tertanggung telah check-ln dan diatur untuk melakukan perjalanan ternyata ditunda

Berdasarkan tinjauan tersebut, maka penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya, walaupun penelitian kedua lebih cenderung memiliki persamaan, namun fokus

Jika semua produk yang diolah dalam periode tersebut belum laku dijual, maka pembebanan overhead pabrik lebih atau kurang tersebut tersebut digunakan untuk mengurangi atau