• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keterkaitan Unsur Intrinsik Penokohan, Alur, Latar dan Tema dalam Novel Olenka

Penokohan dalam Novel Olenka

Penokohan dalam sebuah novel memiliki peran penting sebagai isu utama yang menarik perhatian penulis. Penokohan bisa menetukan jalannya alur dalam suatu novel.

Dalam novel Olenka ini, banyak digambarkan tokoh-tokoh yang memiliki sifat serta perangai yang berbeda. Hal itu digambarkan dari dialog yang terjadi dalam hati

12 pengarang serta dialog antar tokoh. Berikut beberapa gambaran penokohan yang ada dalam novel Olenka.

Pertama, adalah Olenka sendiri. Di sini pengarang menggambarkan secara detail kepintaran sosok Olenka mulai. Terlihat dari beberapa kutipan percakapan Olenka dengan pengarang seperti berikut.

“Saya tahu bahwa sampean sudah lama memperhatikan saya, Drummond. Fanton.

Sampean dengar? Saya tahu bahwa gerak gerik saya tercetak dalam otak sampean.

Dan saya juga tahu bahwa sampean akan datang karena saya merasa bahwa sampean sudah lama mencari saya” (Darma, 2018: 36).

Melalui percakapan ini, penulis dapat mengetahui betapa hati-hati seorang Olenka menanggapi seseorang dan pintar menyikapi kejadian.

Kedua, adalah Fanton Drummond yang digambarkan sebagai tokoh yang sangat gigih dalam mewujudkan keinginannya. Hal ini tergambar pada kegigihannya untuk menikahi Olenka sehingga ia rela berkeliling di beberapa negara bagian. Juga beberapa tokoh sampingan yang diceritakan dengan sangat detail oleh pengarang.

“Begitu keras bau daun-daun berguguran. Saya merasa sudah waktunya mencari Olenka. Dia menjambak dan menjewer saya pasti dengan tujuan, bukan hanya sekadar mengganggu. Tidak mungkin badan astralnya berkeliaran mencari saya kalau tidak ada yang penting. Saya harus pulang. Mungkin suratnya menunggu di Bloomington.” (Darma, 2018: 367).

Sikap gigih Fanton Drummond terlihat tidak masuk akal. Hal itu didukung dengan beberapa khayalan yang dianggapnya nyata sehingga hal itu membuatnya terdorong untuk mencari sosok Olenka.

Alur dalam Novel Olenka

Alur dalam novel mempunyai peran penting dalam menggambarkan keindahan dalam sebuah karya novel. Dalam memahami sebuah karya tulis penulis perlu mengetahui alur dari karya tersebut. Jika alur telah dipahami oleh penulis maka titik awal pemahaman akan cerita akan terbentuk. Dalam novel Olenka disajikan beberapa alur yang kompleks sehingga membuat karya ini menarik.

Nurgiantoro (2010:150-151) menyatakan plot sebuah cerita fiksi menjadi lima bagian yaitu exposistion, rising action, climax, falling action, dan denouement. Nantinya

13 alur ini juga dapat memperlihatkan pergumulan dalam pemikiran pengarang novel Olenka.

a) Exposition adalah tahapan pengenalan karakter tokoh dan setting sebuah cerita.

Dalam tahapan ini, karakter bisa diperkenalkan lewat dialog atau ungkapan pikiran. Dalam novel Olenka, penggambaran karakter digambarkan secara rinci oleh pengarang. Salah satunya ketika Fanton Drummond menggambarkan sosok Olenka sebagai berikut.

“Pertemuan saya dengan seseorang yang kemudian saya ketahui bernama Olenka terjadi secara kebetulan ketika pada suatu hari saya naik lift bersama tiga anak gembel masing-masing berumur lebih kurang enam, lima dan empat tahun dan sepintas lalu kecuali ke kumalan pakaian dan kekotoran tubuhnya mereka tampak seperti Olenka masing-masing mempunyai hidung yang seolah-olah dapat dicopot mata biru laut dan wajah lancat” (Darma, 2018: 3).

Pengarang novel menceritakan pandangan tokoh Fanton terhadap tokoh lain. Sudut pandang yang diambil oleh pengarang Novel ialah penggambaran melalui fisik.

b) Rising Action merupakan bagian terpenting dari sebuah cerita fiksi. Pada tahapan ini akan muncul berbagai konflik sampai mencapai klimaks tertentu. Dalam tahapan ini, ada lima jenis konflik yang mungkin terjadi, yaitu: 1) konflik antara tokoh dengan tokoh lain; 2) tokoh dengan masyarakat; 3) tokoh dengan dirinya;

4) tokoh dengan alam sekitarnya; dan 5) tokoh dengan ketentuan Sang Pencipta (takdir).

Olenka dan saya sering bertemu. Barang siapa menyaksikan, pati mengira bahwa pertemuan Olenka dengan saya terjadi secara kebetulan. Olenka mempunyai kepandaian luar biasa mengatur waktu dan tempat serta berlagak seolah-olah bertemu tanpa direncanakan. Saya hanyalah objek Olenka, dia menentukan jadwal dan tempat. Dan saya tunduk pada keputusannya. Akan ke mana dan berbuat apa saja dalam setiap pertemuan, dia juga yang menentukan. (Darma, 2018 : 38)

Tahapan rising action dalam novel terjadi ketika pertemuan secara diam-diam yang dilakukan Fanton dengan Olenka. Hal tersebut juga menjadikan lebih seringnya Fanton berkomunikasi dengan Olenka, objek utama dalam novel ini.

c) Climax merupakan poin tertinggi dalam sebuah cerita, di mana tokoh yang terlibat sampai pada puncak konflik permasalahannya. Dalam novel Olenka

14 climax terjadi ketika Olenka yang merupakan tokoh yang dicari oleh Fanton Drummond tiba-tiba memutuskan untuk mengakhiri hubungan asmara.

“Bagaimanapun, Steven adalah anak saya. Saya tahu bahwa seumur hidup dia akan tergantung pada saya. Karena Wayne demikian, kepada siapa lagi Steven dapat menggantungkan diri kalau tidak kepada saya? Biarlah dia tetap membenci saya, tapi saya akan berusaha menolong hidupnya melalui Wayne. Saya harus memikirkan masa depannya. Karena itu Fanton, kalau ada sesuatu yang memalukan terjadi pada diri saya, maafkan saya Drummond” (Darma, 2018: 303).

Sehingga Fanton yang saat itu mempunyai motivasi untuk menikahi Olenka mengalami kekecewaan berat. Karena setelah memutuskan berpisah dengan Mary Carson (Selanjutnya ditulis M.C), ternyata keputusan tersebut merupakan kesalahan besar yang dilakukan tokoh Fanton.

d) Falling Action merupakan bagian cerita yang mengikuti klimaks. Bagian ini merupakan titik balik terhadap penyelesaian konflik yang dialami tokoh. Oleh sebagian ahli bagian ini sering juga disebut anti-klimaks.

“Setelah saya berpamitan, dia bertanya apakah kiranya pada suatu saat kelak ada kemungkinan saya merubah pandangan saya. Saya mengatakan; “Tidak”.” (Darma, 2018: 363).

Setelah keputusan sepihak yang diambil Olenka, secara perlahan Fanton merelakan M.C. Kemudian kembali ke tempat tinggalnya dulu. Ini merupakan awal mula terciptanya pemecahan masalah yang selama ini dialami oleh Fanton Drummond.

Latar dalam Novel Olenka

Dalam novel Olenka diperlihatkan beberapa setting latar yang menggambarkan peristiwa-peristiwa yang ada di kota-kota besar. Hal ini semakin menarik perhatian penulis, karena penulis akan disuguhkan gambaran mengenai gedung-gedung, taman kota, dan taman hiburan. Hal terlihat dari beberapa nama tempat yang disebutkan dalam novel.

“Akhirnya, saya ingat bahwa saya sudah sering melihat mereka di mana-mana di sekitar Tulip Tree. Mereka sering di lapangan parker dan sering juga di padang rumput luas.” (Darma, 2018: 9)

Jika melihat dari nama tempat serta daerah yang diceritakan dalam novel, yaitu tempat tinggal di Apartemen Tulip Tree yang berada di Kota Bloomington daerah

15 bagian Indiana, Amerika Serikat, maka pernyataan di atas sangat relevan. Menurut Abrams (dalam Nurgiyantoro, 2010:216), latar atau setting adalah landas tumpu, menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan. Melihat dari alur dan penokohan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kejadian permasalahan kompleks seperti ini biasanya sering terjadi pada masyarakat yang tinggal di perkotaan. Jika melihat dari nama tempat serta daerah yang diceritakan dalam novel, yaitu tempat tinggal di Apartemen Tulip Tree yang berada di Kota Bloomington daerah bagian Indiana, Amerika Serikat, maka pernyataan di atas sangat relevan.

Tema dalam Novel Olenka

Setelah merinci penokohan, alur, dan latar maka bisa ditarik kesimpulan bahwa tema yang diangkat pengarang dalam Novel Olenka ini berisi tentang kisah percintaan dengan segala kompleksitasnya yang terjadi di kota besar. Pengarang betul-betul merinci gambaran pemikiran orang-orang yang hidup di kota besar serta perilaku dan dampak yang ditimbulkan oleh pemikiran tersebut. salah satu gambaran yang ditampilkan ialah pemikiran liar yang diutarakan oleh Wayne.

“Hubungan Olenka dalam cerita mirip benar dengan hubungan saya dengan Olenka istri Wayne. Saya tidak pernah dekat dengan dia, dan memandang dia sebagai sesuatu yang jauh, tetapi dia tidak mau lenyap dari pikiran saya. Kadang-kadang saya merasa dia berjongkok di bawah saya, menawarkan diri untuk mencopot sepatu saya. Saya juga sering merasa dia lari jauh di depan saya dan mengundang saya untuk menangkapnya. Diam-diam saya dihinggapi nafsu untuk merampok harta karun Wayne, Olenka dalam cerpennya dan Olenka istrinya.”

(Darma, 2018 : 21)

Dalam kutipan tersebut Pengarang memperlihatkan sisi gelap percintaan seorang tokoh. Keinginan tokoh wayne yang tidak didasari oleh kesadaran akan kenyataan yang dihadapi semakin memberi kesan egois seseorang untuk memiliki segala yang ia inginkan.

Menurut Stanton dan Kenny (dalam Nurgiyanto, 2010: 67) menyatakan bahwa tema adalah makna yang dikandung oleh sebuah cerita. Namun, ada banyak makna yang dikandung dan ditawarkan oleh cerita (novel) tersebut, maka masalahnya adalah: makna

16 khusus yang mana yang dapat dinyatakan sebagai tema. Sedangkan pengertian tema adalah ide yang mendasari suatu cerita sehingga tema mempunyai peranan sebagai pangkal seorang pengarang dalam memaparkan karya fiksinya yang telah diciptakan (Aminuddin, 2004:91).

Wujud Absurditas dalam Novel Olenka

Absurditas merupakan suatu sajian pemikiran yang “menyimpang” dari pemikiran umum. Hal ini biasa digunakan untuk menerangkan suatu pemikiran atau objek yang dianggap penting namun sulit diterangkan secara umum. Terkadang Absurditas juga dipakai untuk menerangkan pemikiran seseorang ke orang lain tetapi dengan bahasa yang baik agar orang tersebut tidak merasa kecewa.

Menurut Utami (2013:2), adapun alasan diangkatnya absurditas sebagai bahan kajian karena manusia individu yang bertanggungjawab atas kemauannya yang bebas tanpa memikirkan secara mendalam mana yang benar dan mana yang tidak benar.

Melalui cara berpikir tersebut muncullah pengelompokan jenis absurditas, berikut ini beberapa kalimat dan paragraf yang menggambarkan sisi absurditas dalam novel Olenka.

Makna Hidup

Makna hidup merupakan sesuatu hal yang sulit digambarkan oleh seseorang.

Namun jika kesulitan tersebut diwujudkan dalam suatu perilaku atau perkataan absurditas hal itu akan lebih mudah. Menyadari hal ini pengarang novel Olenka sungguh tanggap, Ia penggambaran pemikiran tokoh dengan pandangan yang “menyimpang”.

Menurut Werdiningsih (2013 :55), dari banyak kasus, mulai yang paling sederhana sampai yang paling kompleks, absurditas akan semakin besar manakala unsur-unsur pembandingnya bertambah. Perasaan absurditas muncul dari perbandingan antara keadaan nyata dengan keadaan abstrak/semu, antara suatu tindakan dan dunia yang mengatasinya. Keadaan absurd pada hakikatnya merupakan suatu penceriaan. Jadi absurd itu terdapat dalam diri manusia dan di dunia bersama-sama. Sementara itu absurditas adalah satu-satunya ikatan yang menyatukan keduanya.

17 Ada sebuah paragraf yang menceritakan bagaimana kehidupan yang keras dialami oleh Steven, anak dari Olenka sehingga ia menjadi pendiam dan penurut. Seperti kutipan berikut.

“Perhatian saya akhirnya terpusat pada anak ini. Kemudian saya mengetahui bahwa namanya steven. Rupanya dia sudah terlatih untuk mengalah, tidak pernah menuntut, dan tidak pernah melibatkan diri kecuali dengan laki-laki tersebut”

(Darma, 2018: 10).

Terlalu mengalah dan penurut merupakan kompromi yang dilakukan oleh tokoh Steven agar dia dapat menjaga keamanannya dari orang-orang sekitarnya.

Keterasingan

Dalam Novel Olenka banyak sekali bentuk keterasingan yang disajikan pengarang. Keterasingan ini diangkat dalam beberapa pokok bahasan sehingga para penulis dapat melihat secara rinci beberapa sifat tokoh.

Bentuk keterasingan juga berpengaruh terhadap cara pandang dalam memaknai hidup. Keterasingan diartikan sebagai situasi yang dialami oleh manusia dari perasaan yang dihadapinya terhadap hilangnya keyakinan pada hidup yang dijalani, sehingga menjadikannya beranjak dengan kehidupan nyata. Perasaan terasing yang dialami dapat muncul ketika manusia berada dalam suatu lingkungan tetapi seseorang tersebut lebih memilih untuk mementingkan kepentingan pribadinya (Rais, 2017: 51). Seperti kutipan berikut.

Ketika saya memuji cerpennya, Wayne menunjukkan sikap meragukan ketulusan saya. Rupanya dia tidak percaya bahwa saya benar-benar mengagumi cerpennya.

Kemudian dia menunjukkan sikap seolah-olah saya tidak mengerti cerpennya dan memuji-muji cerpen tersebut hanya untuk menyenangkan hatinya” (Darma, 2018:

22).Di sini terlihat jelas bahwa tokoh Wayne dalam novel ini menunjukkan keterasingannya terhadap pujian orang lain dengan cara mementahkan omongan orang yang memujinya dengan kembali memberikan tanggapan sebaliknya.

Koeswara (1987: 16) menyatakan, bahwa dalam keterasingan, individu mengalami bukan hanya keterputusan dengan sesama akan tetapi juga keterputusan atau kehilangan kontak dengan alam dan dengan Tuhan, sehingga dia tinggal sendirian di dalam individualitasnya, dan berhubungan dengan hanya pada dirinya sendiri. Pendek

18 kata, orang yang mengalami keterasingan telah menemukan jiwa dari diri yang kehilangan gairah hidup, merasa tidak berdaya dan tidak berharga. Bentuk keterasingan dapat berpengaruh besar terhadap bentuk keabsurdan akibat dari pemikiran maupun keadaan yang tergambar dalam kehidupan. Oleh sebab itu, bentuk keterasingan dapat diklasifikasikan melalui ciri-ciri yang meliputi kekosongan, keterputusasaan dan rasa asing.

Kematian

Istilah kematian dalam absurditas merupakan penggambaran keadaan terpuruk seseorang atau bentuk hinaan yang menyebabkan seorang tokoh dalam cerita merasa

“mati” terhadap apa yang dijalani. Dalam novel Olenka pengarang menyajikan beberapa percakapan yang isinya umpatan dari satu tokoh ke tokoh lain sebagai bentuk hinaan yang bertujuan menghilangkan jejak karya tokoh tersebut.

Camus (1999: 6) mengungkapkan bahwa bunuh diri disebut sebagai pengakuan dari pelaku yang kalah dari hidup dengan tidak memahami tentang kehidupan. Bunuh diri adalah perbuatan semata-mata mengakui bahwa “Hidup sudah tidak layak dijalani”.

Demikianlah, setelah Olenka menyambutnya dengan baik, dengan gaya yang sangat gegabah, Wayne menuduh Olenka hanya sebagai tukang gambar, bukan pelukis.

Memang Wayne memuji-muji bakat Olenka sebagai tukang gambar, tetapi bagi Wayne tukang gambar tidak mempunyai arti apa-apa. Seperti kutipan berikut.

“Yang harus kita hormati hanyalah pelukis,” kata Wayne menurut Olenka. Sekian banyak ilustrasi Olenka dianggapnya sebagai “sampah”, “tidak orisinal”, “tidak mempunyai kepribadian”, “komersial”, dan “hanya mereka yang tidak mempunyai jiwa seni yang tinggi yang sudi membuang-buang waktu untuk membuat gambar semacam itu” (Darma, 2018: 82-83).

Kutipan percakapan Wayne yang ditujukan kepada Olenka merupakan bentuk absurditas yang mengarah pada wujud mematikan kemauan yang dimiliki Olenka. Mulai dari kata “sampah” yang mencela hasil karya olenka dengan menganggapnya tidak berharga, “tidak orisinal” dimaksudkan untuk mengatakan bahwa hasil karya olenka meniru hasil karya orang lain) “tidak mempunyai kepribadian” untuk menggambarkan bahwa Olenka tidak mempunyai pendirian tegas dalam tema lukisannya, “komersial”

19 dan “hanya mereka yang tidak mempunyai jiwa seni yang tinggi yang sudi membuang-buang waktu untuk membuat gambar semacam itu”.

Penyebab Ending Kegagalan dalam Novel Olenka

Ada beberapa hal yang melatar belakangi ending kegagalan dalam novel Olenka, sebagian besar ialah pandangan yang salah oleh tokoh Fanton Drummond dalam menyikapi sikap dari beberapa tokoh. Salah satu kesalahan pandangan yang dialami oleh Fanton Drummond ialah saat ia salah mengartikan perhatian yang berlebih dari tokoh Olenka. Hal tersebut tergambar pada angan-angan yang ia ceritakan. Seperti kutipan berikut.

“Saya juga sering merasa dia lari menyebrangi padang rumput atau melompat dari satu pohon ke pohon lain. Kadang-kadang saya juga merasa dia menarik baju saya, menjewer kuping saya, atau mendenguskan napas dibelakang leher saya. Bahkan, kadang-kadang saya merasa dia menyelinap di bawah selimut saya, sambil menggelitik saya. Kalau saya bangun, dia lari sambil memberi pertanda supaya saya mengejar” (Darma, 2018: 6).

Tokoh ini juga kurang memperhatikan bahwa pernyataan yang terlontar dari tokoh Olenka menggambarkan kekaguman yang hebat terhadap sosok Wayne. Sehingga, tokoh Olenka masih bertahan dengan kehidupan rumah tangganya hingga waktu yang lama.

Dia mengakui bahwa dia mencintai Wayne karena Wayne primitif. Sekaligus dia membencinya dan menghinanya karena Wayne dungu. Seperti kutipan berikut.

”Adalah sudah selayaknya Wayne sering menabrak-nabrak kesulitan,” katanya”

(Darma. 2018: 39).

Ketika seseorang telah mengalami peristiwa yang dapat membuatnya tidak dapat melihat makna yang terdapat dalam setiap proses hidup yang dijalani, maka bentuk bunuh diri dapat hadir sebagai keputusan akhir. Dalam hal ini, bunuh diri merupakan pilihan seorang manusia saat merasa bahwa hidup tidak lagi mempunyai makna dan suatu pilihan untuk keluar dari sesuatu yang absurd tersebut (Rais, 2017: 51).

Yang terakhir ialah ketertarikan terhadap tokoh Olenka membuat Fanton Drummond tidak menyadari bahwa ekspresi saat ia berbicara dengan tokoh M.C,

20 sehingga menimbulkan keraguan terhadap keseriusan yang tergambar dalam ucapan M.C. Seperti kutipan berikut.

“Saya takut tergelincir seperti kebanyakan perempuan sekarang; kawin, mempunyai anak dan menderita bersama- sama anak saya” (Darma, 2018: 177).

Kesulitan tokoh M.C dalam menarik perhatian Fanton Drummond membuat titik temu permasalahan yang tadinya diharapkan menemukan titik penyelesaian ternyata semakin jauh. Hal ini pula yang membuat Fanton Drummond mempunyai hasrat untuk mengejar kembali wanita yang diidamkannya yaitu Olenka.

Dari banyak kasus, mulai yang paling sederhana sampai yang paling kompleks, absurditas akan semakin besar manakala unsur-unsur pembandingnya bertambah. Perasaan absurditas muncul dari perbandingan antara keadaan nyata dengan keadaan abstrak/semu, antara suatu tindakan dan dunia yang mengatasinya. Keadaan absurd pada hakikatnya merupakan suatu penceriaan. Jadi absurd itu terdapat dalam diri manusia dan di dunia bersama-sama. Sementara itu absurditas adalah satu-satunya ikatan yang menyatukan keduanya. Werdiningsih (2013 :55) Implikasi Pembahasan dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia Di SMA

Materi analisis novel memiliki cabang bahasan dalam mata pelajaran bahasa Indonesia.

Materi ini biasanya terkait struktur novel dan unsur intrinsik. Dalam pembelajaran dalam kelas tersusun dari tiga bagian yaitu perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Berikut ini implikasi analisis absurditas novel Olenka dalam pembelajaran bahasa Indonesia di SMA.

Perencanaan

Dalam proses perencanaan guru terlebih dahulu menentukan materi apa saja yang diajarkan sehingga sesuai dengan kompetensi dasar. Jika mengacu pada analisis absurditas maka ada beberapa kompetensi dasar yang terkait dengan hal tersebut.

a. Menganalisis teks cerita sejarah, berita, iklan, editorial/opini, dan cerita fiksi dalam novel baik melalui lisan maupun tulisan

b. Menginterpretasi makna teks cerita sejarah, berita, iklan, editorial/opini, dan cerita fiksi dalam novel baik secara lisan maupun tulisan

c. Memproduksi teks cerita sejarah, berita, iklan, editorial/opini, dan cerita fiksi dalam novel yang koheren sesuai dengan karakteristik teks baik secara lisan maupun tulisan.

21 Pelaksanaan

Dalam pelaksanaan pembelajaran khususnya materi terkait analisis absurditas maka terlebih dahulu guru menerangkan dan memberikan contoh mengenai absurditas. Selanjutnya peserta didik diberi stimulus agar dapat aktif. Oleh karena itu, jika materi lain kita masih sibuk mencari bahan untuk menstimulasi peserta didik. materi absurditas merupakan stimulus alami bagi peserta didik, karena dari kalimat dan pemilihan kata, materi absurditas mengandung kiasan –kiasan yang jenaka sehingga tidak membuat jenuh peserta didik.

Nurgiantoro (2010:150-151) menyatakan plot sebuah cerita fiksi menjadi lima bagian yaitu exposistion, rising action, climax, falling action, dan denouement. Nantinya alur ini juga dapat memperlihatkan pergumulan dalam pemikiran pengarang novel Olenka. Jika kita mengambil satu contoh sebagai berikut.

Exposition adalah tahapan pengenalan karakter tokoh dan setting sebuah cerita.

Dalam tahapan ini, karakter bisa diperkenalkan lewat dialog atau ungkapan pikiran.

Salah satunya ketika Fanton Drummond menggambarkan sosok Olenka sebagai berikut.

“Pertemuan saya dengan seseorang yang kemudian saya ketahui bernama Olenka terjadi secara kebetulan ketika pada suatu hari saya naik lift bersama tiga anak gembel masing-masing berumur lebih kurang enam, lima dan empat tahun dan sepintas lalu kecuali ke kumalan pakaian dan kekotoran tubuhnya mereka tampak seperti Olenka masing-masing mempunyai hidung yang seolah-olah dapat dicopot mata biru laut dan wajah lancat” (Darma, 2018: 3).

Pengarang novel menceritakan pandangan tokoh Fanton terhadap tokoh lain. Sudut pandang yang diambil oleh pengarang Novel ialah penggambaran melalui fisik. Di sini terlihat pemakain kalimat “masing-masing mempunyai hidung yang seolah-olah dapat dicopot” menimbulkan kesan jenaka sehingga siswa lebih aktif pada waktu pembelajarn.

Selanjutnya guru membagi kelompok untuk melakukan pencarian data pada novel yang telah ditentukan dan kemudian dianalisis.

Evaluasi

Pada tahap evaluasi guru dengan teliti harus memperhatikan hasil pekerjaan siswa dengan seksama meliputi sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Nilai sikap diambil dari interaksi antara peserta didik maupun dengan guru pengajar. Sedangkan nilai pengetahuan diambil dari ketelitian peserta didik dalam menganalisis kalimat atau paragraf absurditas sesuai dengan jenisnya masing-masing.

22 SIMPULAN

Berdasarkan penelitian di atas dapat disimpulkan sebagai berikut.

1) Keterkaitan unsur intrinsik penokohan, alur, latar, dan tema dalam novel “Olenka”

karya Budi Darma itu sangatlah berkaitan karena dalam novel tersebut terdapat keterkaitan antar unsur yang lainnya. Karakter yang terdapat dalam tokoh atau penokohan akan menceritakan alur, latar, dan tema yang sangat runtut. Sehinngga dalam novel Olenka terdapat keterkaitan unsur intrinsik penokohan, alur, latar, dan tema yan saling berhubungan.

2) Wujud absurditas dalam novel Olenka itu yaitu (1) makna hidup, wujud makna hidup dalam aspek inkoheren yang menyatakan adanya tindakan berupa konflik antara

2) Wujud absurditas dalam novel Olenka itu yaitu (1) makna hidup, wujud makna hidup dalam aspek inkoheren yang menyatakan adanya tindakan berupa konflik antara

Dokumen terkait