• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS ABSURDITAS DALAM NOVEL OLENKA KARYA BUDI DARMA TESIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS ABSURDITAS DALAM NOVEL OLENKA KARYA BUDI DARMA TESIS"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

1 ANALISIS ABSURDITAS DALAM NOVEL “OLENKA” KARYA BUDI

DARMA

TESIS

Untuk memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh Derajat Gelar S-2

Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia

Disusun Oleh : KUSTI MAYASARI NIM: 201810550211010

DIREKTORAT PROGRAM PASCASARJANA

MAGISTER PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

Juli 2021

(2)

ii ANALISIS ABSURDITAS DALAM NOVEL “OLENKA” KARYA BUDI

DARMA

TESIS

Untuk memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh Derajat Gelar S-2

Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia

Disusun Oleh : KUSTI MAYASARI NIM: 201810550211010

DIREKTORAT PROGRAM PASCASARJANA

MAGISTER PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

Juli 2021

(3)

iii

(4)

iv

TESIS

Dipersiapkan dan disusun oleh :

KUSTI MAYASARI 201810550211010

Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji pada hari/tanggal, Kamis / 01 Juli 2021

dan dinyatakan memenuhi syarat sebagai kelengkapan memperoleh gelar Magister di Program Pascasarjana

Universitas Muhammadiyah Malang

SUSUNAN DEWAN PENGUJI

Ketua / Penguji : Dr. Ekarini Saraswati Sekertaris / Penguji : Assc. Prof. Dr. Joko Widodo

Penguji : Assc. Prof. Dr. Sugiarti

Penguji : Assc. Prof. Dr. Hari Windu Asrini

(5)

v KATA PENGANTAR

Penulis memanjatkan rasa syukur tidak terhingga atas nikmat yang diberikan Allah SWT hingga mampu menyelesaikan penelitian dan naskah penelitian dan naskah tesis yang berjudul “Analisis Absurditas Dalam Novel “Olenka” Karya Budi Darma.

Tanpa nikmat waktu, kesehatan, dan materi dari Allah SWT, penulis tidak akan mampu menyelesaikan tesis ini. Tempat bergantung dan memohon hanya milik Allah SWT.

Adapun tujuan dari penulisan ini adalah sebagai upaya dalam menyelesaikan tugas akhir program studi Bahasa Indonesia Pascasarjana di Universitas Muhammadiyah Malang. Penulis menyadari bahawa tesis dapat terselesaikan karena berkat adanya dukungan dan bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang secara langsung maupun tidak langsung memberikan bantuannya dalam menyelesaikan Tesis ini. Karenanya, penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada:

1. Dr. Fauzan, M.Pd, selaku Rektor Universitas Muhammadiyah Malang yang sudah memberikan kesempatan dan fasilitas kepada penulis untuk menyusun tesis dan menuntut ilmu di Kampus Putih Universitas Muhammadiyah Malang.

2. Prof. Akhsanul In’am, Ph.D, selaku Ketua Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Malang.

3. Dr. Ribut Eriyanti, M,Si., selaku Ketua Program Studi Magister Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Muhammadiyah Malang yang selalu memberikan motivasi kepada penulis agar segera menyelesaikan penyusunan tesis ini.

4. Dr. Ekarini Saraswati, M.Si selaku Dosen Pembimbing 1 yang selalu membuka wawasan penulis dalam pembimbingan dan memotivasi penulis dalam penyusunan tesis ini.

5. Assc. Prof. Dr. Joko Widodo M.Si selaku Dosen Pembimbing 2 yang selalu memberikan cakrawala penting bagi penulis dan selalu memotivasi penulis dalan menyusun tesis ini.

6. Assc. Prof. Dr. Sugiarti selaku penguji 1 yang memberikan kritik dan saran yang membangun kepada penulis untuk menyempurnakan tesis ini.

(6)

vi 7. Assc. Prof. Dr. Hari Windu Asrini selaku penguji 2 yang memberikan koreksi dan

penyempurnaan dalam cara berpikir dalam menyelesaikan tesis ini.

8. Seluruh dosen, karyawan, dan staf Program Studi Magister Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Muhammadiyah Malang yang telah memfasilitasi pembelajaran dan perkuliahan di Universitas Muhammadiyah Malang.

9. Kedua orang tua tercinta, Ayah Sukir dan Ibu Djamiati yang selalu memberikan semangat, supportnya, mendoakan, mendidikku, dan memberikan cinta dan kasih sayang yang tulus kepada penulis sejak kecil hingga dewasa, kakak saya Linda Mayasari dan Eko Supriyanto yang selalu memberikan doa, dorongan, dan semangat dalam menyelesaikan tesis ini.

10. Tman-teman seperjuangan Kelas B angkatan 2018 Pascasarjana Program Studi Magister Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di Universitas Muhammadiyah Malang yang terus memberikan semangat dalam menyelesaikan penyusunan tesis ini.

11. Rekan-rekan kerja di SMA Negeri 1 Kepanjen yang selalu memberikan semangat, dorongan, memberikan bantuan, dan memotivasi penulis untuk segera menyelesaikan penyusunan tesis ini.

12. Seluruh pihak yang telah memberikan dukungan penting dalam penyusunan tesis ini hingga selesai.

Penulis menyadari bahwa tesis ini yang berjudul “Analisis Absurditas Novel

“Olenka”karya Budi Darma” ini masih memiliki kekurangan. Karenanya, penulis terbuka menerima kritik dan saran untuk perbaikan kualitas tesis ini.

Semoga tesis ini bisa memberikan manfaat bagi pendidikan di perguruan tinggi maupun sekolah pada jenjang pendidikan menengah.

Malang,01 Juli 2021

Penulis

(7)

vii

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... ii

PENGESAHAN ... iii

DAFTAR PENGUJI ... iv

KATA PENGANTAR... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

SURAT PERNYATAAN ... ix

ABSTRAK ... x

ABSTRAC ... xi

PENDAHULUAN ... 1

TINJAUAN PUSTAKA ... 2

METODE PENELITIAN ... 11

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 11

Keterkaitan Unsur Intrinsik Penokohan, Alur, Latar, dan Tema dalam Novel Olenka Karya Budi Darma ... 11

Wujud Absurditas dalam Novel Olenka Karya Budi Darma ... 16

Penyebab Ending Kegagalan dalam Novel Olenka Karya Budi Darma ... 19

Implikasi Pembahasan pada Pembelajaran Di SMA ... 20

KESIMPULAN ... 22

SARAN ... 23

DAFTAR PUSTAKA ... 24

LAMPIRAN ...27

(8)

viii DAFTAR LAMPIRAN

1. Tabel 1 Instrumen Indikator Pengolahan Data 27

2. Tabel 2 Pengodean Data 27

3. Tabel 3 Korpus Data 28

4. Bagan Kerangka Metode Penelitian 32

(9)

ix

(10)

x ANALISIS ABSURDITAS DALAM NOVEL “OLENKA” KARYA BUDI DARMA

KUSTI MAYASARI mayasari.family21@gmail.com Dr. Ekarini Saraswati (NIDN.0025116301) Assc. Prof. Dr. Joko Widodo (NIDN. 0707076201)

Magister Pendidikan Bahasa Indonesia

Direktorat Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Malang

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan tentang (1) keterkaitan unsur intrinsik penokohan, alur, latar, dan tema, (2) wujud absuditas dalam novel Olenka karya Budi Darma, (3) penyebab ending kegagalan dalam novel Olenka karya Budi Darma, dan (4) implikasi pembahasan pada pembelajaran bahasa Indonesia. Metode yang digunakan dalam penellitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Data dan sumber data dalam penelitian, sumber data penelitian yaitu novel Olenka karya Budi Darma, sedangkan datanya berupa berupa kata, frase, dan satuan cerita. Teknik pengumpulan datanya menggunakan teknik dokumentasi dengan cara mencatat dokumen yang berupa teks sastra secara tertulis. Teknik analisis menggunakan teknik analisis secara objektif guna menginterpretasikan masalah dalam penelitian.

Berdasarkan analisis data dapat ditarik kesimpulan bahwa novel Olenka tersebut (1) memiliki keterkaitan unsur instrinsik yang meliputi penokohan, alur, latar, latar, dan tema yang saling berkaitan, (2) wujud absurditas yang meliputi makna hidup, keterasingan, dan kematian, (3) ending penyebab yang terdapat dalam novel Olenka karya Budi Darma, (4) implikasi yang dapat diterapkan dalam pembelajaran bahasa Indonesia yakni kompetensi dasar dalam mengkonstruksi sebuah resensi dari buku kumpulan cerita pendek atau novel yang sudah dibaca.

Kata Kunci: Novel, absurditas, wujud absurditas

(11)

xi ANALISIS ABSURDITAS DALAM NOVEL “OLENKA” KARYA BUDI DARMA

KUSTI MAYASARI mayasari.family21@gmail.com Dr. Ekarini Saraswati (NIDN.0025116301) Assc. Prof. Dr. Joko Widodo (NIDN. 0707076201)

Magister Pendidikan Bahasa Indonesia

Direktorat Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Malang

Abstract

This study aims to describe (1) the relationship between the intrinsic elements of characterization, plot, setting, and theme, (2) the form of absudity in Budi Darma's novel Olenka, (3) the causes of ending failure in Budi Darma's novel Olenka, and (4) implications of the discussion on Indonesian language learning. The method used in this research uses a qualitative method with a descriptive approach. Data and data sources in the study, the research data source is the novel Olenka by Budi Darma, while the data are in the form of words, phrases, and story units. The data collection technique uses documentation techniques by recording documents in the form of literary texts in writing. The analysis technique uses analytical techniques objectively in order to interpret the problem in research. Based on data analysis, it can be concluded that the Olenka novel (1) hSas intrinsic elements which include characterizations, plot, setting, setting, and interrelated themes, (2) a form of absurdity which includes the meaning of life, alienation, and death, (3 ) ending causes contained in the novel Olenka by Budi Darma, (4) implications that can be applied in learning Indonesian, namely basic competence in constructing a review from a collection of short stories or novels that have been read.

Keywords: novel, absurdity, form of absurdity

(12)

1 PENDAHULUAN

Sastra merupakan sebuah karya cipta yang bisa sebagai alat komunikasi antara penulis dengan pembaca. Pernyataan tersebut sesuai dengan pemikiran Tamaraw (2015:2) yang menyatakan bahwa sastra sebagai salah satu bentuk karya seni karena sastra terangkat melalui sebuah proses kreatif seorang pengarang.

Berdasarkan pernyataan di atas, maka pengarang memiliki peranan penting dalam proses terbentuknya karya sastra. Karya sastra tercipta melalui proses kreativitas pengarang. Pengarang merupakan syarat keberadaan karya sastra selain bersifat nyata, pembaca dan karya sastra itu sendiri. Kehadiran dari karya sastra dipengaruhi oleh pengarang untuk membuat karya sastra. Karya sastra tidak akan pernah ada, apabila pengarang tidak pernah menciptkannya.

Karya sastra yang merupakan hasil pemikiran dari imajinasi pengarang yang tidak nyata dan tidak logis. Imajinasi dari seorang pengarang yang tidak selalu nyata dan tidak logis dapat menciptakan suatu karya sastra. Banyak sekali jenis karya sastra, salah satunya prosa fiksi. Prosa fiksi merupakan salah satu contoh karya sastra dalam bentuk cerita seperti novel. Novel merupakan salah satu bagian dari karya sastra jenis prosa atau naratif. Menurut Nurgiyantoro (2009, p. 4) menyatakan bahwa novel merupakan suatu karya fiksi yang menawarkan suatu dunia yaitu dunia yang berisi suatu model yang diidealkan, dunia imajiner, yang dibangun melalui berbagai sistem intrinsik seperti:

peristiwa, plot, tokoh, penokohan, setting, sudut pandang, dan lain-lain yang kesemuannya bersifat imajinatif. Karena novel bersifat imajinatif, maka perlu dilakukan analisis.

Absurditas merupakan hal-hal yang bersifat absurd atau diluar akal, sehingga terlahirlah paham absurditasme. Absurditasme merupakan pemahami yang dilandasi suatu keyakinan bahwa manusia pada umumnya tidak bermakna dan absurd. Para disiplin ilmu seringkali sadar dengan hal-hal berbenturan dengan kepentingan yang bersifat umum. Absurditasme sangat erat kaitannya dengan eksistensialisme dan nihilisme. Pemahaman ini bersumber dari pribadi yang ingin memiliki tanggung jawab yang bebas, tanpa menggali hal yang benar atau tidak (Utami, 2018). Pada dasarnya karya sastra ini selalu berdampingan dengan manusia serta didalamnya memuat berbagai

(13)

2 aspek sehingga karya sastra tersebut sangat menarik untuk bisa diteliti atau dianalisis.

Dalam novel Olenka karya Budi Darma ini banyak memuat tentang unsur instrinsik, wujud absurditas, dan ending kegagalan dalam cerita novel tersebut. Penelitian terdahulu terkait absurditas ini pernah dilakukan oleh Affandy, dkk (2018), Vita (2018), Aninsi dkk (2019), dan Ardi (2016). Berdasarkan penelitian tersebut dapat diketahui bahwa penelitian tentang analisis absurditas pada novel Olenka karya Budi Darma belum pernah dilakukan.

Berdasarkan penjelasan yang di uraikan dalam latar belakang tersebut, maka dalam penelitian ini terdapat empat permsalahan adalah (1) bagaimana keterkaitan unsut intrinsik penokohan, alur, latar, dan tema dalam novel “Olenka”, (2) bagaimana wujud absurditas dalam novel “Olenka”, (3) bagaimana penyebab ending dalam novel

“Olenka” karya Budi Darma, dan (4) bagaimana implikasi pembahasan analisis novel Olenka karya Budi Darma dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di SMA.

TINJAUAN PUSTAKA

Novel adalah suatu jenis karya sastra yang berbentuk cerita fiksi. Pengarangnya dengan sanagt indah melukiskan adegan-adegan kehidupan secara nyata dalam suatu keadaan yang diciptakan sendiri dari hasil imajinasi pengarangnya dengan harapan dapat dinikmati dan dimanfaatkan oleh pembaca. Pernyataan tersebut seseuai dengan Abrams bahwa novel (Inggris: novel) dan cerita pendek (disingkat : cerpen; Inggris: short story) merupakan dua bentuk karya sastra yang sekaligus disebut fiksi. Bahkan, dalam perkembangannya yang kemudian, novel dianggap bersinonim dengan fiksi. Dengan demikian, pengertian fiksi seperti dikemukakan di atas, juga berlaku untuk novel.

Sebutan novel dalam bahasa Inggris inilah yang kemudian masuk ke Indonesia yang berasal dari bahasa Italia novella berarti (yang dalam bahasa Jerman :novella). Secara harfiah novella berarti “sebuah barang baru yang kecil, dan kemudian diartikan sebagai

“cerita pendek dalam bentuk prosa”. Dewasa ini istilah novella dan novella mengandung pengertian yang sama dengan istilah Indonesia “novelet” (Inggris novellete), yang berarti sebuah karya prosa fiksi yang panjangnya cukupan, tidak terlalu panjang, namun juga tidak terlalu pendek (Nurgiyantoro, 2015: 11-12).

(14)

3 Unsur Pembangun Novel

Novel adalah suatu totalitas yang komprehensif dan bersifat artistik. Secara totalitas, novel memiliki unsur-unsur yang saling berkaitan. Novel movl emiliki unsur intrinsik meliputi, tema, plot, latar dan penokohan dalam karya sastra dan unsur ekstrinsik yang berada diluar karya sastra, secara tidak langsung berpengaruh terhadap karya sastra (Nurgiantoro, 2010: 22-23).

Tema

Menurut Stanton dan Kenny (dalam Nurgiyanto, 2010: 67) menyatakan bahwa tema adalah makna yang dikandung oleh sebuah cerita. Namun, ada banyak makna yang dikandung dan ditawarkan oleh cerita (novel) itu, maka masalahnya adalah: makna khusus yang mana yang dapat dinyatakan sebagai tema. Sedangkan pengertian tema adalah gagasan yang mendasari seorang pengarang untuk mendeskripsikan sebuah cerita membuat sebuah karya fiksi (Aminuddin, 2004:91).

Tema yang terkandung pada sebuah karya sastra fiksi merupakan salah satu dasar yang membentuk sebuah cerita dan disampaikan secara tersirat. Stantos mengklasifikasikan fakta, tokoh, plot, dan latar belakang menjadi pendukung dalam menyampaikan sebuah tema. Di sisi lain, elemen penokohan, plotting, setting, dan cerita, dapat menyatu dan lokasinya jika diikat oleh sebuah tema. Unsur cerita lainnya, terutama yang diklasifikasikan oleh Stanton sebagai cerita faktual, tokoh, plot, dan latar, yang bertugas untuk menyampaikan tema tersebut. Di sisi lain, unsur-unsur tokoh (dan penokohan), plot (dan pemplotan), latar (dan pelataran), dan cerita menjadi saling berkaitan dan memiliki makna ketika disatukan oleh tema.

Alur

Alur dalam cerpen atau karya sastra fiksi pada umumnya adalah rangkaian cerita yang dibentuk oleh tahapan-tahapan peristiwa sehingga menjalin suatu cerita yang dihadirkan oleh para pelaku dalam ceerita (Aminuddin, 2004:83).

Menurut Stanton bahwa alur atau plot adalah cerita yang berisi urutan kejadian, namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab akibat, peristiwa yang satu dan dalam alur disebabkan atau menyebabkan terjadinya peristiwa yang lain. Plot merupakan

(15)

4 penyajian linier dari unsur-unsur yang berkaitan dengan tokoh, sehingga persepsi pada cerita ditentukan oleh alurnya. Plot sangat dekat dengan karakter cerita, yang berkaitan dengan tindakan dan peristiwa yang dialami oleh tokoh (Nurgiyantoro, 2010:113).

Menurut Nurgiantoro (2010: 150-151) plot dalam cerita fiski di klasifikasikan menjadi lima bagian yaitu exposistion, rising action, climax, falling action, dan denouement.

a. Alur Exposition adalah langkah awal untuk memperkenalkan tokoh dalam sebuah cerita atau lakon yang dikomunikasikan melalui dialog atau ekspresi pikiran.

b. Rising Action adalah bagian tertinggi dari cerita fiksi. Beberapa konflik akan di sajikan pada bagian ini sampai mancapai klimak tertentu. Terdapat lima jenis konflik yang mungkin terjadi pada bagian ini 1) konflik yang terjadi diantara tokoh-tokoh, 2) konflik yang terjadi diantara tokoh dengan masyarakat, 3) konflik yang terjadi pada tokoh dengan dirinya sendiri, 4) konflik yang terjadi diantara tokoh dengan lingkungan sekitarnya, dan 5) konflik antar tokoh dan pencipta (takdir).

c. Climax adalah bagian penting yang terdapat dalam alur sebuah cerita, ketika tokoh yang terlibat konflik masalah sudah berhasil mencapai puncak.

d. Falling Action adalah langkah-langkah cerita yang mengikuti klimaks dan merupakan solusi dari konflik yang dialami oleh tokoh. Bagian ini secara disebut bagian ini sebagai anti klimaks oleh beberapa ahli.

e. Denouement atau resolusi adalah tahapan yang terdiri dari peristiwa-peristiwa yang mengiringi anti-klimaks dalam sebuah cerita. Masalah yang muncul dalam cerita akan berkurang dan diselesaikan. Bagian dari tahapan ini tidak dimiliki oleh semua cerita.

Latar

Abrams menyatakan bahwa latar atau setting adalah landas tumpu, menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinnya peristiwa-peristiwa yang diceritakan (Nurgiyantoro,, 2010:216). Sedangkan menurut Aminuddin (2004:67) menjelaskan bahwa setting atau latar adalahh latar peristiwa dalam karya sastra fiksi, baik berupa tempat, waktu, maupun peristiwa. Selanjutnya latar memiliki unsur-unsur yang meliputi latar tempat,, latar waktu, dan latar sosial

(16)

5 (Nurgyantoro, 2007:227-234). Berikut adalah penjelasan mengenai unsur-unsur tersebut sebagai berikut.

a) Latar Tempat

Latar tempat yang menyaran pada lokasi terjadinya suatu peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Tempat-tempat yang bernama adalah tempat-tempat yang dijumpai dalam dunia nyata. (Nurgiyantoro,2010: 227)

b) Latar Waktu

Menurut Nurgiyantoro (2010:230), latar waktu berhubungan dengan masalah

“kapan” terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi.

c) Latar Sosial

Nurgiyantoro (2010:233), menjelaskan bahwa latar sosial menyaran pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi.

Penokohan

Penokohan juga memberikan informasi tentang teknik kepemimpinan dan pengembangan karakter dalam bentuk cerita. Karya fiksi adalah karya yang kreatif, sehingga cara pengarang menciptakan dan membangkan tokoh cerita harus memiliki kehidupan dan hidup sesuai dengan kehidupan manusia.

Tokoh didalam cerita merupakan media yang tepat untuk menyampaikan pesan – pesan yang ingin disampaikan kepada pembaca. Tokoh cerita dikatakan wajar apabila berkaitan dengan kehidupan sehari-hari masyarakat. Tokoh dalam cerita bersifat natural dan relevan jika mencerminkan dan memiliki kemiripan dengan kehidupan nyata manusia. Karakter cerita harus memiliki dimensi selain kehidupan. Kriteria untuk kehidupan yang baik tidak selalu jelas dalam hal memahami tokoh fiksi, tetapi dapat menyesatkan dalam memahami sastra (Kenny dalam Nurgiantoro, 2010: 69).

Unsur Ekstrinsik dalam Novel

Teori dalam karya sastra juga dipengaruhi oleh unsur ektrisik faktor intrinsik, teori astrologi termasuk faktor ekstrinsik yang berada diluar karya sastra dan secara tidak langsung berpengaruh terhadap karya sastra (Nurgiantoro, 2010: 22-23). Wellek

(17)

6 dan Warren (1989: 79) menyatakan bahwa karya sastra dipengaruhi oleh faktor sejarah dan lingkungan. Karya sastra yang dihasilkan umumnya dibangun dan dipengaruhu oleh biografi, psikologi, dan pemikiran pengarang.

Di pihak lain unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur yang berada di luar karya sastra itu, tetapi secara tidak langsung dapat mempengaruhi bangunan atau sistem organisme karya sastra. Atau secara lebih khususnya ia dapat dikatakan sebagai unsur- unsur yang mempengaruhi bangun cerita sebuah karya sastra., namun sendiri tidak ikut menjadi bagian didalamnya. Walau demikian, unsur ekstrinsik cukup berpengaruh terhadap totalitas bangun cerita yang dihasilkan. Oleh karena itu, unsur ekstrinsik sebuah novel haruslah tetap dipandang sebagai sesuatu yang sangat penting.

Absurditas

Pengertian Absurditas

Sebagai bagian dari eksistensialisme, absurditas merupakan salah satu bentuk dari kata “absurd” yang artinya mustahil, absurd, dan konyol. Kata absurditas dalam Kamus Inggris-Indonesia karya Echols dan Shadily (1990: 4) memiliki makna kemustahilan dan tidak masuk akal. Sudjiman (1984: 1) mengemukakan istilah absurd sebagai nonsense, karya sastra absurd adalah karya sastra berdasarkan pada pemikiran bahwa dalam kehidupan manusia hal itu tidak masuk akal. Absurditas juga memiliki makna sebagai masalah kehidupan manusia yang naik ke ranah kesadaran akan keberadaan atau eksistensi.

Manusia yang absurd Menurut Camus (dalam Hazel, 1959: 157) merupakan individu yang ada dalam kenyataan, tetapi tidak menuntut dirinya dan dunianya, merasa bahwa dia berarti tanpa Tuhan, dia mempertanyakan proyek tersebut sebagai masalah yang sangat serius. Sastrapratedja (1982: 23) berpendapat jika absurditas digambarkan sebagai pertentangan antara dunia irasional dengan keinginan manusia akan fakta.

Situasi tersebut terlalu kompleks untuk dijelaskan, sehingga masyarakat umum masih mencari informasi tentang penyebab, manfaat dan tujuan hidup manusia.

Absurditas merupakan keadaan yang tidak masuk akal (irrasional), tidak mungkin dan mustahil. Sebaliknya, konsep absurditas konsistensi mengacu pada dilema

(18)

7 manusia yang mengganggu kemampuan seseorang untuk eksis ketika dihadapkan pada situasi yang tidak dapat dikerjakan dan tidak dapat diselesaikan, seperti kebenaran mutlak, fakta, atau fatalisme. Ciri-ciri eksistensialisme yang absurd adalah eksistensi takhayul dan non-religius. Sebaliknya, konsep absurditas konsistensi mengacu pada dilema manusia yang mengganggu kemampuan seseorang untuk eksis ketika dihadapkan pada situasi yang tidak dapat dikerjakan dan tidak dapat diselesaikan, seperti kebenaran mutlak, fakta, atau fatalisme. Ciri-ciri eksistensialisme yang absurd adalah eksistensi takhayul dan non-religius. Karena, seorang eksistensialis masih memiliki kepercayaan pada Tuhan, selalu ada solusi untuk masalah mereka kendatipun mereka mengalami sebagai hal yang tidak menyenangkan. Akhirnya nilai absurditas menjadi usang, dan nilai eksistensialisme yang menjadi lebih masuk akal dan religius.

Wujud Absurditas Tokoh

Dalam sebuah novel juga terdapat bentuk absurditas tokoh. Absurditas yang mengiringi keberadaan suatu karakter menunjukkan ketidakteraturan logika yang umumnya diatur oleh setiap individu atau orang. Absurditas yang dialami tokoh-tokoh dalam cerita tercermin pada identitas mereka yang disajikan secara non-logis. Hal ini dapat dikurangi dengan masuknya elemen konstruktivis lainnya, seperti dialog dan motif tokoh-tokoh di sepanjang cerita. Oleh karena itu, situasi di sekitar karakter, serta tragedi yang muncul dijadikan sebagai tanggapan atas adanya suatu masalah dan konsekuensinya, menjadi topik diskusi yang (Sinari, 2016: 46). Pernyataan ini mengarah pada inkoherensi cerita tokoh yang sedang bermain, sehingga absurditas tokoh akan mendominasi bentuk yang tidak logis.

Absurditas yang menonjol pada karya sastra terlihat pada penokohan yang dipresentasikan dengan identitas yang tidak konkret. Suwandana (2016: 13) mengemukakan bahwa kajian tentang absurditas yang terdapat dalam suatu cerita karya sastra fiksi, tokoh yang dihadirkan cenderung tidak memiliki identitas yang jelas. Oleh karena itu, salah satu bentuk ketidaksesuaian yang dapat ditemukan dalam sastra adalah tokoh. Bagi yang belum paham logika, alat ini bisa membantu mereka memahami absurditas yang ada di dunia.

(19)

8 Makna Hidup

Bentuk pertama dari absurditas adalah menafsirkan kehidupan. Proses hidup manusia telah membuahkan hasil yang bervariasi, mulai dari rasa bahagia, perih, dan peristiwa yang dapat diterima dengan sendirinya. Ini juga termasuk fenomena asing yang dikenal sebagai absurditas, yang dapat menghasilkan makna dalam kehidupan sehari-hari seseorang. Dalam kasus ini, setiap proses kehidupan manusia dapat dilihat sebagai perwujudan dari makna hidup. Makna hidup dalam arti absurditas merupakan salah satu bentuk ketidaksesuaian hidup yang layak, yang terjadi akibat hubungan yang bertentangan dengan lingkungan sekitarnya.

Proses hidup seseorang yang berlangsung lama mengakibatkan kekurangan makna. Dalam kasus ini, dapat disimpulkan bahwa masalah yang mendasarinya sulit untuk diselesaikan. Dengan cara ini, kemustahilan lintasan kehidupan tidak dinodai oleh kurangnya kesadaran akan suatu masalah yang tidak dapat dijelaskan. Camus (1999: 4) berpendapat bahwa makna hidup merupakan perasaan yang dapat membuat manusia menghadapi masalah hidup dengan cara yang tidak biasa dalam kehidupan. Dalam kasus ini, bentuk kehidupan yang tidak muncul sebagai hasil dari proses menganalisis situasi tertentu telah berakhir atau akan menimbulkan beberapa kerugian. Situasi tersebut tentu mengakibat pemikiran-pemikiran yang tidak logis. Rais (2017: 51) mengungkapkan makna kehidupan merupakan aspek tidak logis yang menyatakan adanya tindakan berupa konflik antar lingkungan yang luas. Akibatnya, jika makna hidup dilihat sebagai hasil dari suatu peristiwa yang mungkin memberikan kebahagiaan, maka wujud kemustahilan makna hidup, yaitu hasil yang diperoleh, dapat memberikan kebahagiaan secara non rasional.

Keterasingan

Bentuk absurditas tokoh yang kedua adalah keterasingan. Peristiwa yang membuat tokoh utama tidak pada jalur yang diharapkan. Disisi lain cerita dapat muncul karakter dalam situasi duka. Peristiwa tersebut akan menimbulkan perilaku tidak peduli pada lingkungan dan mengasingkan diri sendiri. Keterasingan adalah situasi dimana manusia tidak memiliki keyakinan akan kehidupan yang telah dijalani dengan cara

(20)

9 mengisolasi diri. Fenomena ini dapat berdampak pada mereka yang tidak memiliki rasa tanggung jawab yang kuat atas kehidupan yang dijalaninya. Terasingan yang menimpa dapat berpengaruh kehidupan yang dilaluinya. Hal ini menjadi pemicu sulinya seseorang menerima kenyataan yang mungkin terjadi.

Bentuk keterasingan juga mempengaruhi cara pandangnya terhadap makna hidup. Isolasi atau pengasingan diri diartikan sebagai situasi yang memudahkan manusia untuk merasakan keyakinan yang dianutnya, sehingga pesannya bergerak dengan kehidupan nyata. Informasi yang dapat muncul ketika seseorang berada dalam suatu lingkungan tetapi seseorang lebih mengutamakan kepentingan pribadinya (Rais, 2017:

51). Hal ini dapat berdampak pada kelangsungan hidup yang mengarah pada bentuk tafsir makna hidup yang sudah tidak bermakna lagi. Makna hidup yang dibangun dengan terasing dalam diri seseorang dapat mempengaruhi orang tersebut untuk memilih cara meninggalkan hidup. Camus (1999: 4) menyatakan bahwa keterasingan yang menyebabkan seseorang dapat menjadi awal dari suatu bentuk tidak logis yang menganggap bahwa bunuh diri adalah suatu keputusan yang dapat dipilih sebagai jalan keluar. Hal ini bisa disebabkan oleh rasa hidup yang tidak berarti.

Koeswara (1987: 16) percaya bahwa ketika seseorang keterasingan, dia tidak hanya merasa putus dengan orang lain, tetapi juga putus atau kehilangan kontak dengan alam dan Tuhan, sehingga dia hidup sendiri dalam individualismenya dan hanya berinteraksi dengan dirinya sendiri. Singkatnya, individu yang menderita isolasi diri telah menemukan jiwa yang telah kehilangan dorongan untuk hidup, membuat mereka merasa tidak berdaya dan tidak berguna. Ketiadaan dan hilangnya konsep atau situasi yang disajikan dalam kehidupan dapat memiliki pengaruh dramatis pada bentuk keterasingan. Akibatnya, jenis keterasingan dapat dikategorikan berdasarkan ciri-ciri seperti kekosongan, pesimisme, dan keterasingan.

Kematian

Bentuk absurditas dari tokoh, yaitu kematian. Kualitas hidup bisa berdampak jika tidak terwujud sesuai dengan yang diinginkan. Kejadian ini membuat seseorang merasa tidak ada artinya lagi dalam hidupnya, sehingga merasa hidup sudah tidak layak lagi

(21)

10 untuk dijalani. Gambaran peristiwa tersebut juga dapat diwujudkan dalam karya sastra.

Kehidupan yang tidak diinginkan lagi membuat seseorang mengambil tindakan untuk mengakhiri hidup. Dalam hal ini perilaku dapat digolongkan sebagai bentuk bunuh diri yang diartikan sebagai tindakan seseorang yang merelakan dirinya untuk lepas dari kehidupan yang menurutnya tidak ada artinya.

Tindakan tersebut sangat erat kaitannya dengan makna hidup. Dalam hal ini, bunuh diri didasarkan pada adanya kematian, di mana kematian berasal dari akhir untuk kembali ke benar atau tidak mutlak (Koeswara, 1987: 17). Ketika seseorang mengalami suatu peristiwa yang tidak dapat melihat makna yang terkandung dalam setiap proses kehidupan yang dijalani, maka suatu bentuk bunuh diri dapat hadir sebagai keputusan akhir. Dalam hal ini, bunuh diri merupakan pilihan manusia ketika merasa hidup tidak ada artinya dan pilihan untuk keluar dari sesuatu yang tidak masuk akal (Rais, 2017: 51).

Bunuh diri dalam hal ini adalah pembunuhan fisik dan filosofis. Bentuk absurditas berupa bunuh diri juga ditemukan dalam novel yang menampilkan gambaran peristiwa yang diperankan oleh seorang tokoh dalam situasi yang absurd. Menurut Camus (1999:6) bunuh diri disebut sebagai pengakuan oleh pelakunya, yang kehilangan nyawanya karena kurangnya pemahaman tentang kehidupan. Bunuh diri adalah tindakan mengakui pada diri sendiri bahwa "hidup tidak layak dijalani." Argumen yang kuat dalam contoh ini menunjukkan bahwa aktor secara naluriah menyadari bahwa kebiasaan itu tidak ada gunanya, bahwa tidak ada yang kuat untuk hidup, bahwa kesibukan sehari- hari adalah pekerjaan yang tidak masuk akal, dan rasa sakit itu sia-sia.

Bunuh diri merupakan gambaran perpisahan antara pelaku dan kehidupan yang dijalaninya. Dalam literatur sastra tentang perceraian atau perpisahan, digambarkan sebagai aktor atau karakter dengan panggung atau plot, dan inilah yang akan mengungkap kekonyolan yang sebenarnya dari suatu peristiwa. Akibatnya, semacam absurditas berupa bunuh diri dengan makna hidup, yang menolak nilai apapun dalam hidup, memunculkan persoalan apakah hidup itu layak untuk dijalani. Akibatnya, beberapa karakter bunuh diri sebagai bentuk dari absurditas kematian.

(22)

11 METODE PENELITIAN

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif.

Pendekatan kualitatif dipandang sesuai dengan ciri penelitian yang menghasilkan data- data tertulis dari subjek yang diteliti. Metode penelitian menggunakan metode deskriptif kualititaf, mendeskripsikan data-data yang didapatkan secara kronologis. Metode ini lebih menitikberatkan pada segi alamiah yang berdasarkan pada karakter dalam data.

Dalam hal ini bertujuan untuk menguraikan keterkatan unsur intrinsik penokohan, alur, latar, dan tema, wujud absurditas, dan ending kegagalan dalam novel Olenka karya Budi Darma.

Data dalam penelitian ini berupa kata, frase, dan satuan cerita yang didalamnya mengandung keterkatan unsur intrinsik penokohan, alur, latar, dan tema, wujud absurditas, dan ending kegagalan dalam novel Olenka karya Budi Darma. Sumber data yang digunakan berupa novel “Olenka” yang diterbitkan oleh Noura Publishing (PT.

Mizan Publika) Oktober 2018. Dalam novel ini terdapat VI bagian.

Teknik pengumpulan data pada penelitian ini menerapkan teknik dokumentasi dengan cara mencatat dokumen yang berupa teks sastra. Arikunto (2013:275) menjelaskan bahwa teknik dokumentasi dengan mencatat hal-hal yang penting berdasarkan variable yang telah ditentukan. Dalam hal ini mencatat dokumen guna menentukan absurditas dalam novel “Olenka” karya Budi Darma. Sedangkan teknik analisis data dalam penelitian ini yaitu analisis secara objektif bertujuan untuk mengetahui isi dan maksud suatu teks sastra.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keterkaitan Unsur Intrinsik Penokohan, Alur, Latar dan Tema dalam Novel Olenka

Penokohan dalam Novel Olenka

Penokohan dalam sebuah novel memiliki peran penting sebagai isu utama yang menarik perhatian penulis. Penokohan bisa menetukan jalannya alur dalam suatu novel.

Dalam novel Olenka ini, banyak digambarkan tokoh-tokoh yang memiliki sifat serta perangai yang berbeda. Hal itu digambarkan dari dialog yang terjadi dalam hati

(23)

12 pengarang serta dialog antar tokoh. Berikut beberapa gambaran penokohan yang ada dalam novel Olenka.

Pertama, adalah Olenka sendiri. Di sini pengarang menggambarkan secara detail kepintaran sosok Olenka mulai. Terlihat dari beberapa kutipan percakapan Olenka dengan pengarang seperti berikut.

“Saya tahu bahwa sampean sudah lama memperhatikan saya, Drummond. Fanton.

Sampean dengar? Saya tahu bahwa gerak gerik saya tercetak dalam otak sampean.

Dan saya juga tahu bahwa sampean akan datang karena saya merasa bahwa sampean sudah lama mencari saya” (Darma, 2018: 36).

Melalui percakapan ini, penulis dapat mengetahui betapa hati-hati seorang Olenka menanggapi seseorang dan pintar menyikapi kejadian.

Kedua, adalah Fanton Drummond yang digambarkan sebagai tokoh yang sangat gigih dalam mewujudkan keinginannya. Hal ini tergambar pada kegigihannya untuk menikahi Olenka sehingga ia rela berkeliling di beberapa negara bagian. Juga beberapa tokoh sampingan yang diceritakan dengan sangat detail oleh pengarang.

“Begitu keras bau daun-daun berguguran. Saya merasa sudah waktunya mencari Olenka. Dia menjambak dan menjewer saya pasti dengan tujuan, bukan hanya sekadar mengganggu. Tidak mungkin badan astralnya berkeliaran mencari saya kalau tidak ada yang penting. Saya harus pulang. Mungkin suratnya menunggu di Bloomington.” (Darma, 2018: 367).

Sikap gigih Fanton Drummond terlihat tidak masuk akal. Hal itu didukung dengan beberapa khayalan yang dianggapnya nyata sehingga hal itu membuatnya terdorong untuk mencari sosok Olenka.

Alur dalam Novel Olenka

Alur dalam novel mempunyai peran penting dalam menggambarkan keindahan dalam sebuah karya novel. Dalam memahami sebuah karya tulis penulis perlu mengetahui alur dari karya tersebut. Jika alur telah dipahami oleh penulis maka titik awal pemahaman akan cerita akan terbentuk. Dalam novel Olenka disajikan beberapa alur yang kompleks sehingga membuat karya ini menarik.

Nurgiantoro (2010:150-151) menyatakan plot sebuah cerita fiksi menjadi lima bagian yaitu exposistion, rising action, climax, falling action, dan denouement. Nantinya

(24)

13 alur ini juga dapat memperlihatkan pergumulan dalam pemikiran pengarang novel Olenka.

a) Exposition adalah tahapan pengenalan karakter tokoh dan setting sebuah cerita.

Dalam tahapan ini, karakter bisa diperkenalkan lewat dialog atau ungkapan pikiran. Dalam novel Olenka, penggambaran karakter digambarkan secara rinci oleh pengarang. Salah satunya ketika Fanton Drummond menggambarkan sosok Olenka sebagai berikut.

“Pertemuan saya dengan seseorang yang kemudian saya ketahui bernama Olenka terjadi secara kebetulan ketika pada suatu hari saya naik lift bersama tiga anak gembel masing-masing berumur lebih kurang enam, lima dan empat tahun dan sepintas lalu kecuali ke kumalan pakaian dan kekotoran tubuhnya mereka tampak seperti Olenka masing-masing mempunyai hidung yang seolah-olah dapat dicopot mata biru laut dan wajah lancat” (Darma, 2018: 3).

Pengarang novel menceritakan pandangan tokoh Fanton terhadap tokoh lain. Sudut pandang yang diambil oleh pengarang Novel ialah penggambaran melalui fisik.

b) Rising Action merupakan bagian terpenting dari sebuah cerita fiksi. Pada tahapan ini akan muncul berbagai konflik sampai mencapai klimaks tertentu. Dalam tahapan ini, ada lima jenis konflik yang mungkin terjadi, yaitu: 1) konflik antara tokoh dengan tokoh lain; 2) tokoh dengan masyarakat; 3) tokoh dengan dirinya;

4) tokoh dengan alam sekitarnya; dan 5) tokoh dengan ketentuan Sang Pencipta (takdir).

Olenka dan saya sering bertemu. Barang siapa menyaksikan, pati mengira bahwa pertemuan Olenka dengan saya terjadi secara kebetulan. Olenka mempunyai kepandaian luar biasa mengatur waktu dan tempat serta berlagak seolah-olah bertemu tanpa direncanakan. Saya hanyalah objek Olenka, dia menentukan jadwal dan tempat. Dan saya tunduk pada keputusannya. Akan ke mana dan berbuat apa saja dalam setiap pertemuan, dia juga yang menentukan. (Darma, 2018 : 38)

Tahapan rising action dalam novel terjadi ketika pertemuan secara diam-diam yang dilakukan Fanton dengan Olenka. Hal tersebut juga menjadikan lebih seringnya Fanton berkomunikasi dengan Olenka, objek utama dalam novel ini.

c) Climax merupakan poin tertinggi dalam sebuah cerita, di mana tokoh yang terlibat sampai pada puncak konflik permasalahannya. Dalam novel Olenka

(25)

14 climax terjadi ketika Olenka yang merupakan tokoh yang dicari oleh Fanton Drummond tiba-tiba memutuskan untuk mengakhiri hubungan asmara.

“Bagaimanapun, Steven adalah anak saya. Saya tahu bahwa seumur hidup dia akan tergantung pada saya. Karena Wayne demikian, kepada siapa lagi Steven dapat menggantungkan diri kalau tidak kepada saya? Biarlah dia tetap membenci saya, tapi saya akan berusaha menolong hidupnya melalui Wayne. Saya harus memikirkan masa depannya. Karena itu Fanton, kalau ada sesuatu yang memalukan terjadi pada diri saya, maafkan saya Drummond” (Darma, 2018: 303).

Sehingga Fanton yang saat itu mempunyai motivasi untuk menikahi Olenka mengalami kekecewaan berat. Karena setelah memutuskan berpisah dengan Mary Carson (Selanjutnya ditulis M.C), ternyata keputusan tersebut merupakan kesalahan besar yang dilakukan tokoh Fanton.

d) Falling Action merupakan bagian cerita yang mengikuti klimaks. Bagian ini merupakan titik balik terhadap penyelesaian konflik yang dialami tokoh. Oleh sebagian ahli bagian ini sering juga disebut anti-klimaks.

“Setelah saya berpamitan, dia bertanya apakah kiranya pada suatu saat kelak ada kemungkinan saya merubah pandangan saya. Saya mengatakan; “Tidak”.” (Darma, 2018: 363).

Setelah keputusan sepihak yang diambil Olenka, secara perlahan Fanton merelakan M.C. Kemudian kembali ke tempat tinggalnya dulu. Ini merupakan awal mula terciptanya pemecahan masalah yang selama ini dialami oleh Fanton Drummond.

Latar dalam Novel Olenka

Dalam novel Olenka diperlihatkan beberapa setting latar yang menggambarkan peristiwa-peristiwa yang ada di kota-kota besar. Hal ini semakin menarik perhatian penulis, karena penulis akan disuguhkan gambaran mengenai gedung-gedung, taman kota, dan taman hiburan. Hal terlihat dari beberapa nama tempat yang disebutkan dalam novel.

“Akhirnya, saya ingat bahwa saya sudah sering melihat mereka di mana-mana di sekitar Tulip Tree. Mereka sering di lapangan parker dan sering juga di padang rumput luas.” (Darma, 2018: 9)

Jika melihat dari nama tempat serta daerah yang diceritakan dalam novel, yaitu tempat tinggal di Apartemen Tulip Tree yang berada di Kota Bloomington daerah

(26)

15 bagian Indiana, Amerika Serikat, maka pernyataan di atas sangat relevan. Menurut Abrams (dalam Nurgiyantoro, 2010:216), latar atau setting adalah landas tumpu, menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan. Melihat dari alur dan penokohan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kejadian permasalahan kompleks seperti ini biasanya sering terjadi pada masyarakat yang tinggal di perkotaan. Jika melihat dari nama tempat serta daerah yang diceritakan dalam novel, yaitu tempat tinggal di Apartemen Tulip Tree yang berada di Kota Bloomington daerah bagian Indiana, Amerika Serikat, maka pernyataan di atas sangat relevan.

Tema dalam Novel Olenka

Setelah merinci penokohan, alur, dan latar maka bisa ditarik kesimpulan bahwa tema yang diangkat pengarang dalam Novel Olenka ini berisi tentang kisah percintaan dengan segala kompleksitasnya yang terjadi di kota besar. Pengarang betul-betul merinci gambaran pemikiran orang-orang yang hidup di kota besar serta perilaku dan dampak yang ditimbulkan oleh pemikiran tersebut. salah satu gambaran yang ditampilkan ialah pemikiran liar yang diutarakan oleh Wayne.

“Hubungan Olenka dalam cerita mirip benar dengan hubungan saya dengan Olenka istri Wayne. Saya tidak pernah dekat dengan dia, dan memandang dia sebagai sesuatu yang jauh, tetapi dia tidak mau lenyap dari pikiran saya. Kadang- kadang saya merasa dia berjongkok di bawah saya, menawarkan diri untuk mencopot sepatu saya. Saya juga sering merasa dia lari jauh di depan saya dan mengundang saya untuk menangkapnya. Diam-diam saya dihinggapi nafsu untuk merampok harta karun Wayne, Olenka dalam cerpennya dan Olenka istrinya.”

(Darma, 2018 : 21)

Dalam kutipan tersebut Pengarang memperlihatkan sisi gelap percintaan seorang tokoh. Keinginan tokoh wayne yang tidak didasari oleh kesadaran akan kenyataan yang dihadapi semakin memberi kesan egois seseorang untuk memiliki segala yang ia inginkan.

Menurut Stanton dan Kenny (dalam Nurgiyanto, 2010: 67) menyatakan bahwa tema adalah makna yang dikandung oleh sebuah cerita. Namun, ada banyak makna yang dikandung dan ditawarkan oleh cerita (novel) tersebut, maka masalahnya adalah: makna

(27)

16 khusus yang mana yang dapat dinyatakan sebagai tema. Sedangkan pengertian tema adalah ide yang mendasari suatu cerita sehingga tema mempunyai peranan sebagai pangkal seorang pengarang dalam memaparkan karya fiksinya yang telah diciptakan (Aminuddin, 2004:91).

Wujud Absurditas dalam Novel Olenka

Absurditas merupakan suatu sajian pemikiran yang “menyimpang” dari pemikiran umum. Hal ini biasa digunakan untuk menerangkan suatu pemikiran atau objek yang dianggap penting namun sulit diterangkan secara umum. Terkadang Absurditas juga dipakai untuk menerangkan pemikiran seseorang ke orang lain tetapi dengan bahasa yang baik agar orang tersebut tidak merasa kecewa.

Menurut Utami (2013:2), adapun alasan diangkatnya absurditas sebagai bahan kajian karena manusia individu yang bertanggungjawab atas kemauannya yang bebas tanpa memikirkan secara mendalam mana yang benar dan mana yang tidak benar.

Melalui cara berpikir tersebut muncullah pengelompokan jenis absurditas, berikut ini beberapa kalimat dan paragraf yang menggambarkan sisi absurditas dalam novel Olenka.

Makna Hidup

Makna hidup merupakan sesuatu hal yang sulit digambarkan oleh seseorang.

Namun jika kesulitan tersebut diwujudkan dalam suatu perilaku atau perkataan absurditas hal itu akan lebih mudah. Menyadari hal ini pengarang novel Olenka sungguh tanggap, Ia penggambaran pemikiran tokoh dengan pandangan yang “menyimpang”.

Menurut Werdiningsih (2013 :55), dari banyak kasus, mulai yang paling sederhana sampai yang paling kompleks, absurditas akan semakin besar manakala unsur-unsur pembandingnya bertambah. Perasaan absurditas muncul dari perbandingan antara keadaan nyata dengan keadaan abstrak/semu, antara suatu tindakan dan dunia yang mengatasinya. Keadaan absurd pada hakikatnya merupakan suatu penceriaan. Jadi absurd itu terdapat dalam diri manusia dan di dunia bersama-sama. Sementara itu absurditas adalah satu-satunya ikatan yang menyatukan keduanya.

(28)

17 Ada sebuah paragraf yang menceritakan bagaimana kehidupan yang keras dialami oleh Steven, anak dari Olenka sehingga ia menjadi pendiam dan penurut. Seperti kutipan berikut.

“Perhatian saya akhirnya terpusat pada anak ini. Kemudian saya mengetahui bahwa namanya steven. Rupanya dia sudah terlatih untuk mengalah, tidak pernah menuntut, dan tidak pernah melibatkan diri kecuali dengan laki-laki tersebut”

(Darma, 2018: 10).

Terlalu mengalah dan penurut merupakan kompromi yang dilakukan oleh tokoh Steven agar dia dapat menjaga keamanannya dari orang-orang sekitarnya.

Keterasingan

Dalam Novel Olenka banyak sekali bentuk keterasingan yang disajikan pengarang. Keterasingan ini diangkat dalam beberapa pokok bahasan sehingga para penulis dapat melihat secara rinci beberapa sifat tokoh.

Bentuk keterasingan juga berpengaruh terhadap cara pandang dalam memaknai hidup. Keterasingan diartikan sebagai situasi yang dialami oleh manusia dari perasaan yang dihadapinya terhadap hilangnya keyakinan pada hidup yang dijalani, sehingga menjadikannya beranjak dengan kehidupan nyata. Perasaan terasing yang dialami dapat muncul ketika manusia berada dalam suatu lingkungan tetapi seseorang tersebut lebih memilih untuk mementingkan kepentingan pribadinya (Rais, 2017: 51). Seperti kutipan berikut.

Ketika saya memuji cerpennya, Wayne menunjukkan sikap meragukan ketulusan saya. Rupanya dia tidak percaya bahwa saya benar-benar mengagumi cerpennya.

Kemudian dia menunjukkan sikap seolah-olah saya tidak mengerti cerpennya dan memuji-muji cerpen tersebut hanya untuk menyenangkan hatinya” (Darma, 2018:

22).Di sini terlihat jelas bahwa tokoh Wayne dalam novel ini menunjukkan keterasingannya terhadap pujian orang lain dengan cara mementahkan omongan orang yang memujinya dengan kembali memberikan tanggapan sebaliknya.

Koeswara (1987: 16) menyatakan, bahwa dalam keterasingan, individu mengalami bukan hanya keterputusan dengan sesama akan tetapi juga keterputusan atau kehilangan kontak dengan alam dan dengan Tuhan, sehingga dia tinggal sendirian di dalam individualitasnya, dan berhubungan dengan hanya pada dirinya sendiri. Pendek

(29)

18 kata, orang yang mengalami keterasingan telah menemukan jiwa dari diri yang kehilangan gairah hidup, merasa tidak berdaya dan tidak berharga. Bentuk keterasingan dapat berpengaruh besar terhadap bentuk keabsurdan akibat dari pemikiran maupun keadaan yang tergambar dalam kehidupan. Oleh sebab itu, bentuk keterasingan dapat diklasifikasikan melalui ciri-ciri yang meliputi kekosongan, keterputusasaan dan rasa asing.

Kematian

Istilah kematian dalam absurditas merupakan penggambaran keadaan terpuruk seseorang atau bentuk hinaan yang menyebabkan seorang tokoh dalam cerita merasa

“mati” terhadap apa yang dijalani. Dalam novel Olenka pengarang menyajikan beberapa percakapan yang isinya umpatan dari satu tokoh ke tokoh lain sebagai bentuk hinaan yang bertujuan menghilangkan jejak karya tokoh tersebut.

Camus (1999: 6) mengungkapkan bahwa bunuh diri disebut sebagai pengakuan dari pelaku yang kalah dari hidup dengan tidak memahami tentang kehidupan. Bunuh diri adalah perbuatan semata-mata mengakui bahwa “Hidup sudah tidak layak dijalani”.

Demikianlah, setelah Olenka menyambutnya dengan baik, dengan gaya yang sangat gegabah, Wayne menuduh Olenka hanya sebagai tukang gambar, bukan pelukis.

Memang Wayne memuji-muji bakat Olenka sebagai tukang gambar, tetapi bagi Wayne tukang gambar tidak mempunyai arti apa-apa. Seperti kutipan berikut.

“Yang harus kita hormati hanyalah pelukis,” kata Wayne menurut Olenka. Sekian banyak ilustrasi Olenka dianggapnya sebagai “sampah”, “tidak orisinal”, “tidak mempunyai kepribadian”, “komersial”, dan “hanya mereka yang tidak mempunyai jiwa seni yang tinggi yang sudi membuang-buang waktu untuk membuat gambar semacam itu” (Darma, 2018: 82-83).

Kutipan percakapan Wayne yang ditujukan kepada Olenka merupakan bentuk absurditas yang mengarah pada wujud mematikan kemauan yang dimiliki Olenka. Mulai dari kata “sampah” yang mencela hasil karya olenka dengan menganggapnya tidak berharga, “tidak orisinal” dimaksudkan untuk mengatakan bahwa hasil karya olenka meniru hasil karya orang lain) “tidak mempunyai kepribadian” untuk menggambarkan bahwa Olenka tidak mempunyai pendirian tegas dalam tema lukisannya, “komersial”

(30)

19 dan “hanya mereka yang tidak mempunyai jiwa seni yang tinggi yang sudi membuang- buang waktu untuk membuat gambar semacam itu”.

Penyebab Ending Kegagalan dalam Novel Olenka

Ada beberapa hal yang melatar belakangi ending kegagalan dalam novel Olenka, sebagian besar ialah pandangan yang salah oleh tokoh Fanton Drummond dalam menyikapi sikap dari beberapa tokoh. Salah satu kesalahan pandangan yang dialami oleh Fanton Drummond ialah saat ia salah mengartikan perhatian yang berlebih dari tokoh Olenka. Hal tersebut tergambar pada angan-angan yang ia ceritakan. Seperti kutipan berikut.

“Saya juga sering merasa dia lari menyebrangi padang rumput atau melompat dari satu pohon ke pohon lain. Kadang-kadang saya juga merasa dia menarik baju saya, menjewer kuping saya, atau mendenguskan napas dibelakang leher saya. Bahkan, kadang-kadang saya merasa dia menyelinap di bawah selimut saya, sambil menggelitik saya. Kalau saya bangun, dia lari sambil memberi pertanda supaya saya mengejar” (Darma, 2018: 6).

Tokoh ini juga kurang memperhatikan bahwa pernyataan yang terlontar dari tokoh Olenka menggambarkan kekaguman yang hebat terhadap sosok Wayne. Sehingga, tokoh Olenka masih bertahan dengan kehidupan rumah tangganya hingga waktu yang lama.

Dia mengakui bahwa dia mencintai Wayne karena Wayne primitif. Sekaligus dia membencinya dan menghinanya karena Wayne dungu. Seperti kutipan berikut.

”Adalah sudah selayaknya Wayne sering menabrak-nabrak kesulitan,” katanya”

(Darma. 2018: 39).

Ketika seseorang telah mengalami peristiwa yang dapat membuatnya tidak dapat melihat makna yang terdapat dalam setiap proses hidup yang dijalani, maka bentuk bunuh diri dapat hadir sebagai keputusan akhir. Dalam hal ini, bunuh diri merupakan pilihan seorang manusia saat merasa bahwa hidup tidak lagi mempunyai makna dan suatu pilihan untuk keluar dari sesuatu yang absurd tersebut (Rais, 2017: 51).

Yang terakhir ialah ketertarikan terhadap tokoh Olenka membuat Fanton Drummond tidak menyadari bahwa ekspresi saat ia berbicara dengan tokoh M.C,

(31)

20 sehingga menimbulkan keraguan terhadap keseriusan yang tergambar dalam ucapan M.C. Seperti kutipan berikut.

“Saya takut tergelincir seperti kebanyakan perempuan sekarang; kawin, mempunyai anak dan menderita bersama- sama anak saya” (Darma, 2018: 177).

Kesulitan tokoh M.C dalam menarik perhatian Fanton Drummond membuat titik temu permasalahan yang tadinya diharapkan menemukan titik penyelesaian ternyata semakin jauh. Hal ini pula yang membuat Fanton Drummond mempunyai hasrat untuk mengejar kembali wanita yang diidamkannya yaitu Olenka.

Dari banyak kasus, mulai yang paling sederhana sampai yang paling kompleks, absurditas akan semakin besar manakala unsur-unsur pembandingnya bertambah. Perasaan absurditas muncul dari perbandingan antara keadaan nyata dengan keadaan abstrak/semu, antara suatu tindakan dan dunia yang mengatasinya. Keadaan absurd pada hakikatnya merupakan suatu penceriaan. Jadi absurd itu terdapat dalam diri manusia dan di dunia bersama-sama. Sementara itu absurditas adalah satu-satunya ikatan yang menyatukan keduanya. Werdiningsih (2013 :55) Implikasi Pembahasan dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia Di SMA

Materi analisis novel memiliki cabang bahasan dalam mata pelajaran bahasa Indonesia.

Materi ini biasanya terkait struktur novel dan unsur intrinsik. Dalam pembelajaran dalam kelas tersusun dari tiga bagian yaitu perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Berikut ini implikasi analisis absurditas novel Olenka dalam pembelajaran bahasa Indonesia di SMA.

Perencanaan

Dalam proses perencanaan guru terlebih dahulu menentukan materi apa saja yang diajarkan sehingga sesuai dengan kompetensi dasar. Jika mengacu pada analisis absurditas maka ada beberapa kompetensi dasar yang terkait dengan hal tersebut.

a. Menganalisis teks cerita sejarah, berita, iklan, editorial/opini, dan cerita fiksi dalam novel baik melalui lisan maupun tulisan

b. Menginterpretasi makna teks cerita sejarah, berita, iklan, editorial/opini, dan cerita fiksi dalam novel baik secara lisan maupun tulisan

c. Memproduksi teks cerita sejarah, berita, iklan, editorial/opini, dan cerita fiksi dalam novel yang koheren sesuai dengan karakteristik teks baik secara lisan maupun tulisan.

(32)

21 Pelaksanaan

Dalam pelaksanaan pembelajaran khususnya materi terkait analisis absurditas maka terlebih dahulu guru menerangkan dan memberikan contoh mengenai absurditas. Selanjutnya peserta didik diberi stimulus agar dapat aktif. Oleh karena itu, jika materi lain kita masih sibuk mencari bahan untuk menstimulasi peserta didik. materi absurditas merupakan stimulus alami bagi peserta didik, karena dari kalimat dan pemilihan kata, materi absurditas mengandung kiasan –kiasan yang jenaka sehingga tidak membuat jenuh peserta didik.

Nurgiantoro (2010:150-151) menyatakan plot sebuah cerita fiksi menjadi lima bagian yaitu exposistion, rising action, climax, falling action, dan denouement. Nantinya alur ini juga dapat memperlihatkan pergumulan dalam pemikiran pengarang novel Olenka. Jika kita mengambil satu contoh sebagai berikut.

Exposition adalah tahapan pengenalan karakter tokoh dan setting sebuah cerita.

Dalam tahapan ini, karakter bisa diperkenalkan lewat dialog atau ungkapan pikiran.

Salah satunya ketika Fanton Drummond menggambarkan sosok Olenka sebagai berikut.

“Pertemuan saya dengan seseorang yang kemudian saya ketahui bernama Olenka terjadi secara kebetulan ketika pada suatu hari saya naik lift bersama tiga anak gembel masing-masing berumur lebih kurang enam, lima dan empat tahun dan sepintas lalu kecuali ke kumalan pakaian dan kekotoran tubuhnya mereka tampak seperti Olenka masing-masing mempunyai hidung yang seolah-olah dapat dicopot mata biru laut dan wajah lancat” (Darma, 2018: 3).

Pengarang novel menceritakan pandangan tokoh Fanton terhadap tokoh lain. Sudut pandang yang diambil oleh pengarang Novel ialah penggambaran melalui fisik. Di sini terlihat pemakain kalimat “masing-masing mempunyai hidung yang seolah-olah dapat dicopot” menimbulkan kesan jenaka sehingga siswa lebih aktif pada waktu pembelajarn.

Selanjutnya guru membagi kelompok untuk melakukan pencarian data pada novel yang telah ditentukan dan kemudian dianalisis.

Evaluasi

Pada tahap evaluasi guru dengan teliti harus memperhatikan hasil pekerjaan siswa dengan seksama meliputi sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Nilai sikap diambil dari interaksi antara peserta didik maupun dengan guru pengajar. Sedangkan nilai pengetahuan diambil dari ketelitian peserta didik dalam menganalisis kalimat atau paragraf absurditas sesuai dengan jenisnya masing-masing.

(33)

22 SIMPULAN

Berdasarkan penelitian di atas dapat disimpulkan sebagai berikut.

1) Keterkaitan unsur intrinsik penokohan, alur, latar, dan tema dalam novel “Olenka”

karya Budi Darma itu sangatlah berkaitan karena dalam novel tersebut terdapat keterkaitan antar unsur yang lainnya. Karakter yang terdapat dalam tokoh atau penokohan akan menceritakan alur, latar, dan tema yang sangat runtut. Sehinngga dalam novel Olenka terdapat keterkaitan unsur intrinsik penokohan, alur, latar, dan tema yan saling berhubungan.

2) Wujud absurditas dalam novel Olenka itu yaitu (1) makna hidup, wujud makna hidup dalam aspek inkoheren yang menyatakan adanya tindakan berupa konflik antara manusia dengan lingkungannya. Terlalu mengalah dan penurut merupakan kompromi yang dilakukan oleh tokoh agar dia dapat menjaga keamanannya dari orang-orang sekitarnya, (2) wujud makna hidup dalam aspek inkoheren yang menyatakan adanya tindakan berupa konflik antara manusia dengan lingkungannya, dan (3) kematian . 3) Penyebab ending dalam novel “Olenka” disini itu dapat simpulkan bahwa 1) Tokoh

ini juga kurang memperhatikan bahwa pernyataan yang terlontar dari tokoh Olenka menggambarkan kekaguman yang hebat terhadap sosok Wayne. Sehingga, tokoh Olenka masih bertahan dengan kehidupan rumah tangganya hingga waktu yang lama, 2) ketika seseorang mengalami krisis kehidupan yang menyebabkan dirinya tidak dapat melihat keindahan yang ada di setiap tahapan kehidupannya, hal tersebut dapat diartikan sebagai tanda bahwa ia telah mencapai akhir perjalanan hidupnya. Bunuh diri menjadi fokus pada perubahan manusia ketika dirasa tidak ada kehidupan, yaitu

(34)

23 dan pilihan untuk keluar dari sesuatu tidak masuk akal (absurd), dan 3) kesulitan tokoh M.C dalam menarik perhatian Fanton Drummond membuat titik temu permasalahan yang tadinya diharapkan menemukan titik penyelesaian ternyata semakin jauh. Hal ini pula yang membuat Fanton Drummond mempunyai hasrat untuk mengejar kembali wanita yang diidamkannya yaitu Olenka.

SARAN

Saran dalam penelitian mengenai analisis absurditas dalam novel “Olenka” karya Budi Darma di antaranya sebagai berikut.

1) Bagi pembaca, hasil penelitian ini dapat membantu mengkaji, mengapresiasi, serta memahami absurditas dalam novel “Olenka” karya Budi Darma menjadi acuan dalam mengekspresikan karya sastra.

2) Bagi pengajar sastra, hasil penelitian ini dapat menggunakan aspek pengungkapan absurditas dalam novel “Olenka” karya Budi Darma sebagai bahan acuan dan bahan ajar untuk pemelajaran di sekolah menengah atas maupun perguruan tinggi terhadap peserta didik.

3) Bagi peneliti selanjutnya, hasil penelitian ini membahas tentang representasi aspek pengungkapan absurditas dalam novel “Olenka” karya Budi Darma yang relevan dalam pembelajaran sastra. Oleh karena itu, perlu adanya penelitian yang lebih lanjut, dengan kajian dalam perspektif yang lebih baik, lebih luas, dan lebih lengkap.

(35)

24 DAFTAR PUSTAKA

Adi, Sinari Birul.2016. Absurditas Dalam Drama LES MOUCHES Karya Jean-Paul Sartre Sebuah Pendekatan Semiotik. Yogyakrta: Universitas Gadjah Mada. Vol XV. https://media.neliti.com/media/publications/266324-absurditas-dalam- drama-les-mouches-karya-c964846f.pdf. (Online) Diakses 27 desember 2020.

Aminuddin, 2004. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar Baru Algensindo Bandung.

Aninsi, dkk. (2019). Absurditas Dalam Drama Caligula Karya Albert Camus: Tinjauan Dari Teori Hermeneutika Paul Ricœur. Semarang: Jurusan Bahasa dan Sastra Asing, Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Semarang.

https://lib.unnes.ac.id/34399/1/2311413008maria.pdf. (Online) Di akses tanggal 27 Desember 2020.

Arikunto, S. (2013). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.

Ariyanti, Lisetyo. (2007). Kajian Absurditas dalam Novel Orang Aneh karya Albert Camus. Proceeding PESAT (Psikologi, Ekonomi, Sastra, Arsitek, dan Sipil).

Vol.2. ISSN 1858-2559. Auditorium Kampus Gunadarma 21-22 Agustus 2007.

Camus, Albert. 1999. Mite Sisifus Pergulatan dengan Absurditas. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Uatama.2013.Sampar. Yayasan Obor Indonesia

Damsar. (2011). Pengantar Sosiologi Pendidikan. Jakarta, DkI Jakarta, Indonesia:

Kencana.

Darma, Budi. (2004). Pengantar Teori Sastra. Jakarta: Pusat Bahasa, Departemen Pendidikian Nasional.

Darma, Budi.1983. Penulis Orang-orang Blamingtoon “Olenka”. Jakarta: Balai Pustaka Dort, Bernard. (1979). Theatre en jeu. Paris: Seuil. A Collection of Articles Summarizing the Modern Debates on the Role of Theatre, by One Who Was Professor of Theatre Studies, and Also, for a Time, Responsible for the Direction du Theatre.

Endraswara, Suwardi. 2003. Metode Penelitian Sastra. Yogyakarta: Penerbit Pustaka Widyatama.

Fananie, Z. (1982). Telaah Sastra. Surakarta, Jawa Tengah, Indonesia: Universitas Muhammadiyah Press.

(36)

25 Fatmawati, N. I. (2020, Februari). Pierre Bourdieu dan konsep dasar kekerasan

Simbolik. Jurnal Politik dan Sosial Masyarakat, 12, 53.

Kusumaningtyas, Vita. 2018. Absurditas Dalam Roman “Moi Qui N’ai Pas Connu Les Hommes” Karya Jacqueline Harpman. YOGYAKARTA: UNIVERSITAS Negeri Yogyakarta. HYPERLINK

"https://eprints.uny.ac.id/57179/1/ABSURDITAS%20DALAM%20ROMAN.pdf"

https://eprints.uny.ac.id/57179/1/ABSURDITAS%20DALAM%20ROMAN.pdf . (Online) di akses tanggal 19 Februari 2020

Moleong, Lexy J.2015.Metode Penelitian Kualitatif.Bandung:Remaja Rosdakarya Nurgiyantoro, B. (2009). Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta, D.I Yogyakarta,

Indonesia: Universitas Gajah Mada Press.

Nurgiyantoro,Burhan. 2010. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada Press

Nurgiyantoro, Burhan.(2015). Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada Press.

Pierre, Bourdiue. 1986. The Form of Capital. Westport: Grenwood Press.

Pierre, Bourdiue.1990. (Habitus x Modal)+Ranah=Praktik "Pengantar Paling komprehensif Pemikiran Pierre Bourdieu. Yogyakarta: Jalasustra

Pradopo, Rachmat Djoko. 1993. Pengkajian Puisi. Yogyakarta: Gadjahmada University Press.

Purwantini. (1999, April). Undang-Undang Perlindungan Hak Cipta Bidang Sastra.

Masyarakat kebudayaan dan Politik, 63.

Riyadi, Ridlwan, dan Affandy. 2018. Absurditas Dalam DramaDag Dig Dug Karya Putu Wijaya dan Novel Payudara Karya Chavchay Syaifullah . Universitas Muhammadiyah Surabaya. Lingua Franca: Jurnal Bahasa, Sastra, dan

Pengajarannya P-ISSN: 2302-5778 Vol 6 No. 1 Februari 2018 Hal 111 – 119 E- ISSN: 2580-3225 Vol 2 No. 1 Februari 2018 Hal 111 – 119. HYPERLINK

"http://journal.um surabaya.ac.id/index.php/lingua/article/view/1444/1242"

http://journal.um-surabaya.ac.id/index.php/lingua/article/view/1444/1242 (Online) diakses tanggal 19 Februari 2020

Sudjiman, Panuti (Ed). 1984. Kamus Istilah Sastra. Jakarta: Gramedia.

(37)

26 Tamaraw, J. (2015). Analisis Sosiologi Sastra terhadap Novel 5 CM karya Donny

Dirgantoro. 2.

Utami, E. D. (2018). Absurditas dalam Novel Sampar karya Albert Camus. Simi- Pedagogis, p. 3.

Referensi

Dokumen terkait

Tugas utama dalam manejemen material adalah menyediakan material yang diperlukan oleh bagian pelaksanaan dilapangan untuk melaksanakan pekerjaan yang telah

Hasil penelitian pada masing- masing variabel menunjukkan bahwa ada perbedaan hubungan masing-masing variabel nilai tukar, tingkat suku bunga dan jumlah uang

Belajar IPA Ditinjau dari Minat Terhadap Lingkungan pada Siswa Kelas V SD Se-Desa Sibangkaja Tahun Pelajaran 2010/2011” yang membuktikan bahwa pembelajaran yang

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan menghitung perkalian dan pembagian pecahan dengan menggunakan media kartu domino matematika pada siswa kelas V

- Cedera stabil : jika bagian yang terkena tekanan hanya bagian medulla spinalis anterior, komponen vertebral tidak bergeser dengan pergerakan normal, ligamen posterior tidak

Respon pelaksanaan program pembelajaran evaluasi oleh mahasiswa peserta mata kuliah untuk 5 subfaktor, yaitu variasi model yang digunakan, keterlibatan berpikir,

Penerapan data mining dengan teknik klasifikasi menggunakan algoritma C4.5 yang dilakukan menghasilkan sebuah informasi dalam memprediksi masa studi tepat waktu mahasiswa di