• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil Pengujian Bambu Kuat Tarik Sejajar Serat

Bambu merupakan material alam yang dapat dimanfaatkan secara lansung layaknya kayu. Pada umumnya, bambu memiliki kekuatan tarik yang tinggi dibandingkan dengan kayu. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan pengujian kuat tarik yang dilakukan pada daging bambu dengan dimensi terkecil 3 mm x 5 mm (Gambar 11).

Gambar 11 Pengujian kuat tarik bambu

Hasil dari pengujian tersebut menunjukkan bahwa nilai rata-rata tegangan tarik bambu sejajar serat adalah 229,93 MPa atau 2.343,83 kg/cm2dengan defleksi maksimum rata-rata 1.63 mm dari 7 buah benda uji. Selain

tegangan tarik, pengujian tersebut menghasilkan tegangan leleh bambu (fy) dengan rata-rata 179,83 MPa atau 1.955,37 kg/cm2 seperti terlihat pada Tabel 4. Hasil tersebut dapat diklasifikasikan sebagai kayu dengan kualitas I. Grafik hubungan tegangan – regangan dapat dilihat selengkapnya pada Gambar 12.

Tabel 4 Tegangan tarik bambu No Pmax (kgf) fy (MPa) σ tr|| (Mpa) 1 359,60 182,04 235,18 2 234,80 130,43 153,56 3 389,87 178,59 254,97 4 327,18 186,60 213,98 5 444,79 216,33 290,89 6 378,93 209,55 247,82 7 325,85 155,29 213,10

15

Gambar 12 Grafik pengujian kuat tarik bambu

Berdasarkan SNI 07 – 2052 – 2002 tentang “Baja Tulangan Beton”

menunjukkan bahwa bambu memiliki kekuatan tarik dengan persentase 60,5 % dari kekuatan tulangan baja mutu sedang dengan tegangan tarik 380 MPa, sedangkan tegangan leleh bambu memiliki kekuatan 76,5 % dari tegangan leleh baja mutu sedang 235 MPa. Tegangan tarik dan tegangan leleh merupakan hal yang paling berperan pada tulangan balok, karena sifat balok yang lentur akibat pembebanan.

Mulyono (2003) menyatakan bahwa nilai kuat tekan beton dengan kuat tariknya tidak berbanding lurus. Menurut perkiraan kasar, nilai kuat tarik beton berkisar antara 8% - 15% dari kuat tekannya. Kecilnya kuat tarik ini merupakan kelemahan dari dari beton biasa. Untuk mengatasinya, beton dikombinasikan dengan tulangan beton yang memiliki kuat tarik yang tinggi.

Kuat Lentur Bambu Tegak Lurus Serat

Pengujian lentur bambu dilakukan dengan 2 bagian yaitu pengujian lentur daging dan pengujian lentur kulit bambu. Kondisi benda uji yang digunakan yaitu batang bambu yang bebas buku. Pengujian tersebut dilakukan 2 bagian bertujuan untuk menganalisa perbedaan posisi/susunan tulangan bambu yang ditinjau dari penampang balok beton. Masing-masing pengujian menggunakan 5 buah benda uji atau lima kali pengulangan. Posisi dari pengujian lentur daging dan kulit bambu dapat dilihat pada Gambar 13 dan Gambar 14.

Modulus of elastiscity (MOE) adalah nilai kekakuan suatu bahan yang diberi perlakuan lentur. Nilai rata-rata MOE daging bambu yaitu 5.156,32MPa atau 52.615,5 kg/cm2, sedangkan kekakuan kulit bambu adalah 6.211,89 MPa atau 63.386,59 kg/cm2. Hal tersebut menunjukkan bahwa kekakuan kulit bambu yang diberi beban lentur lebih besar daripada kekakuan daging bambu.

0 500 1000 1500 2000 2500 3000 0.00 0.20 0.40 0.60 Tegangan (kg/cm2) Regangan sampel 1 sampel 2 sampel 3 sampel 4 sampel 5 sampel 6 sampel 7 Rata-rata 351,57 179,83 229,93

16

Gambar 13 Pengujian lentur daging bambu

Gambar 14 Pengujian lentur daging bambu

Modulus of rupture (MOR) adalah suatu nilai tegangan suatu bahan yang diberi beban lentur. Nilai rata-rata MOR daging bambu adalah 62 MPa atau 633,38 kg/cm2, sedangkan nilai MOR kulit bambu adalah 80,98 MPa atau 826,36 kg/cm2. Hasil perhitungan dari pengujian lentur bambu selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran1, sedangkan grafik pengujian lentur bambu disajikan pada Lampiran 2.

Kuat Tekan Beton

Seperti yang telah diuraikan, beton merupakan adukan/campuran antara semen, agregat halus, agregat kasar dan air. Kuat tekan beton (f’c) yang

direncanakan yaitu sebesar 17,5 MPa. Perencanaan campuran beton atau concrete mixing pada penelitian ini mengacu pada peraturan American Concrete Institute

(ACI) No 318-89. Hasil dari perencanaan tersebut dihasilkan perbandingan massa antara semen : agregat halus : agrgegat kasar = 1 : 2 : 2,6.

Rasio air-semen juga penting dalam perencanaan beton basah, karena mempengaruhi nilai slump pada beton. Nilai rasio air-semen atau W/C rasio yang ditetapkan ASTM pada tulisan Nasution A (2009) dapat dilihat pada Tabel 5.

17 Beton dengan kuat tekan rencana 17,5 MPa pada penelitian ini menggunakan W/C rasio sekitar 0,75.

Tabel 5 W/C rasio Kekuatan tekan

beton 28 hari Nilai rata-rata W/C kg/cm2 Mpa 410 41 0,44 330 33 0,53 260 26 0,62 190 19 0,73 150 15 0,80

Slump merupakan perbedaan tinggi dari adukan dalam suatu cetakan berbentuk kerucut terpancung terhadap tinggi dari adukan setelah cetakan diambil. Nilai slump juga menandakan suatu kekenyalan atau keenceran adukan dan kehalusan adukan beton basah. Nilai slump pada lima kali pengecoran yang dilakukan yaitu 8,65 cm, 11,45 cm, 8,85 cm, 9,5 cm, dan 10,25 cm seperti yang terlihat pada Tabel 6 dibawah ini. Nilai tersebut sudah sesuai dengan nilai slump yang disarankan oleh metode ACI dan SNI. Menurut aturan ACI dan SNI nilai slump untuk struktur balok sebesar 10,1 cm dengan toleransi ± 2 cm.

Tabel 6 Nilai slump beton hrendah (cm) htinggi (cm) hrata-rata (cm) Slump (cm) Pengecoran Tipe balok 19,5 23,2 21,35 8,65 3 18 19,1 18,55 11,45 4 19 23,3 21,15 8,85 2 22,5 18,5 20,5 9,5 1 21 18,5 19,75 10,25 kontrol

Massa rata-rata dari kubus beton adalah 2140 kg/m3. Hasil dari pengujian tekan menunjukkan bahwa kubus beton dengan umur 14 hari mempunyai kuat tekan rata-rata 4,99 MPa atau 50,89 kg/cm2, sedangkan kubus beton dengan umur 28 hari atau umur beton dengan kekuatan maksimum mempunyai kuat tekan 6,84 MPa atau 69,78 kg/cm2. Hasil dari perhitungan kubus beton selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 7 berikut.

18

Tabel 7 Hasil pengujian tekan kubus beton

No Kuat Tekan 14 Hari Kuat Tekan 28 Hari Massa kgf/cm2 Mpa Massa kgf/cm2 Mpa 1 2.138,074 64,00 6,27 2.141,481 90,67 8,89 2 2.142,222 54,44 5,34 2.140,741 60,00 5,88 3 2.140,444 34,22 3,35 2.140,444 58,67 5,75 Rata-rata 2.140,25 50,89 4,99 2.140,89 69,78 6,84

Tabel di atas menyatakan bahwa kuat tekan beton maksimum yaitu pada umur 28 hari masih dibawah kuat beton yang direncanakan. Kuat tekan beton rencana adalah 17,5 MPa sedangkan kuat tekan beton hasil pengujian yaitu 6,84 MPa. Hal tersebut bisa terjadi karena disebabkan olehfaktor water cemen rasio

dan selanjutnya akan mempengaruhi nilai slump beton. Beton yang baik adalah beton dengan nilai slump yang sangat mendekati nilai yang disyaratkan di atas untuk mendapatkan kuat tekan sesuai rencana. Selain itu faktor yang dapat mempengaruhi water cemen rasio dan komposisi campuran antara lain serapan air dan kadar air pada agregat yang tinggi, modulus halus butir dan gradasi agregat yang tidak merata, dan kekuatan agregat yang rendah yang perlu diuji terlebih dahulu serta penyimpanan agregat yang perlu diperhatikan.

Menurut Mulyono (2003), serapan air yang kebasahannya hampir sama dengan agregat dalam beton tidak akan menambah atau mengurangi air dari pastanya. Kondisi tersebut adalah kondisi jenuh permukaan kering (JPK) atau

saturated surface dry (SSD). Kadar air yang demikianlah yang baik digunakan untuk perencenaan struktur beton karena kondisi agregat yang terlalu jenuh dengan air maupun yang terlalu kering akan mempengaruhi angka water cement rasio dan nilai slump yang telah direncanakan sehingga mempengaruhi water cemen rasio dan komposisi concrete mix design.

Distribusi ini dapat dibedakan menjadi tiga yaitu gradasi sela, menerus dan seragam. Agregat dengan gradasi menerus yang sering digunakan dalam campuran beton karena semua ukuran agregat terdistribusi dengan baik dan merata. Gradasi ini dibutuhkan untuk mendapatkan angka pori yang lebih kecil dan kemampatan yang tinggi sehingga terjadi interlocking yang diperlukan dalam campuran beton yang baik.

Kekuatan agregat sangat mempengaruhi kekuatan tekan beton. Agregat yang cukup aman digunakan dalam campuran beton adalah agregat yang memiliki kuat tekan lebih tinggi dari beton. Untuk menguji kekuatan agregat dapat mengunakan bejana Rudelloff ataupun Los Angeles Test.

Kegagalan perencanaan campuran beton/mixing concrete yang terjadi dapat dimungkinkan karena beberapa hal yang telah disebutkan. Oleh karena itu, perlu diselidiki lebih lanjut tentang kualitas material dasar campuran/adukan untuk mendapatkan kuat tekan beton yang sesuai.

19

Hasil Pengujian Lentur Balok Kekuatan balok

Fungsi utama struktur balok adalah menahan beban lentur merata maupun terpusat. Seperti yang telah diuraikan di atas, momen lentur adalah jumlah total aljabar momen-momen gaya eksternal yang bekerja pada sembarang satu sisi penampang yang ditinjau pada suatu perletakkan. Momen runtuh balok beban terpusat pada balok terjadi pada tengah bentang perletakkan sendi dan rol. Balok beton yang diuji adalah balok sederhana dengan tumpuan sendi dan rol yang diberi beban terpusat. Momen runtuh rata-rata balok tipe 1, 2, 3, 4, dan kontrol secara berurutan yaitu 3.318,23 Nm, 2.306,57 Nm, 2.554,89 Nm, 3.001,86 Nm, dan 3.498,49 Nm. Dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa balok kontrol atau balok bertulang baja masih unggul dalam momen runtuh balok. Hasil momen runtuh balok tersebut dapat dilihat pada Gambar 15 sedangkan data hasil perhitungan disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8 Hasil perhitungan pengujian balok Balok No P Max (Kgf) Momenexp. (Nm) Tipe 1 1 2.930 3.233,621 2 2.800 3.090,15 3 3.290 3.630,926 rata-rata 3.318,233 Tipe 2 1 2.340 2.582,483 2 2.010 2.218,286 3 1.920 2.118,96 rata-rata 2.306,576 Tipe 3 1 2.960 3.266,73 2 2.010 2.218,286 3 1.975 2.179,659 rata-rata 2.554,892 Tipe 4 1 2.530 2.792,171 2 2.630 2.902,534 3 3.000 3.310,875 rata-rata 3.001,86 kontrol 1 3.210 3.542,64 2 3.130 3,454,35 rata-rata 3,498,49

20

Gambar 15 Diagram batang momen runtuh balok

Balok bertulang bambu yang memiliki momen runtuh paling tinggi dan mendekati nilai balok kontrol adalah balok tipe 1. Balok tipe 1 memiliki persentase momen runtuh sebesar 94,85% dari balok kontrol. Hal tersebut terjadi kerena susunan tulangan bambu tipe 1 memiliki posisi tulangan yang vertikal sehingga inersia yang dimiliki besar. Inersia yang besar ini sangat mempengaruhi balok untuk menahan beban serta momen runtuh yang lebih besar seperti yang sering dijumpai pada balok baja berprofil I. Menurut Cahyono (2011), tegangan lentur adalah besarnya nilai kuat tarik tidak langsung dari benda uji berbentuk balok yang diperoleh dari hasil pembebanan benda uji tersebut atau hasil bagi antara momen lentur dengan inersia balok sehingga semakin besar nilai inersia balok maka tegangan yang terjadi pada balok semakin kecil sehingga beban yang diterima lebih besar.

Selain posisi tulangan, nilai slump pada beton balok tipe 1 memiliki nilai yang mendekati nilai slump yang disyaratkan. Nilai slump yang disyaratkan sebesar 10,1 cm, sedangkan nilai slump yang mendekati nilai tersebut yaitu campuran beton yang digunakan pada balok kontrol dengan nilai 10,25 cm dan campuran beton yang digunakan pada balok tipe 1 dengan nilai 9,5 cm. Hal tersebut membuktikan bahwa nilai slump dan water cemen rasio sangat mempengaruhi nilai kapasitas balok.

Selain balok tipe 1, balok bertulang bambu tipe 4 juga memiliki nilai momen runtuh mendekati balok kontrol. Persentase nilai momen runtuhnya sebesar 85,8 % dari kuat lentur balok kontrol. Menurut susunan tulangan bambu menunjukkan bahwa kulit bambu pada tulangan balok terdapat di bawah tulangan tekan maupun tulangan tarik. Letak kulit bambu pada tulangan tersebut yang berperan menahan beban lenturan pada balok dari atas, khususnya pada daerah tarik balok. Menurut hasil penelitian Morisco (1999), kulit bambu merupakan bagian bambu yang paling kuat. Karakteristik kulit bambu lebih kuat daripada daging bambu dimana tegangan tarik kulit bambu jenis betung tiga kali lipat lebih kuat daripada daging bambu.

3.318,23 2.306,58 2.554,89 3.001,86 3.498,49 0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500

Tipe 1 Tipe 2 Tipe 3 Tipe 4 Kontrol

Momen runtuh (Nm)

21

Perilaku Lentur Balok Analisa lentur balok

Hubungan beban-lendutan balok beton bertulang pada dasarnya dapat diidealisasikan menjadi bentuk triliniear yang diperlihatkan pada Gambar 16. Hubungan ini terdiri atas tiga daerah sebelum terjadinya runtuh pada saat mencapai beban maksimum. Selain itu, setelah mencapai beban maksimum perilaku balok yang ditunjukkan yaitu perilaku daktail. Daktail adalah perilaku balok pada saat menahan beban setelah mencapai beban maksimum (Nawy, 1996).

Gambar 16 Grafik hubungan beban-lendutan pada balok I = Perilaku elastisitas balok pra-retak

II = Perilaku pasca-retak balok

III = Perilaku pasca-servicebility, dimana tulangan balok mulai leleh. IV = Perilaku daktail

Menurut hasil dari pengujian balok dengan 3 pengulangan menunjukkan bahwa beberapa balok susunan tulangan bambu memiliki pola grafik yang sama tetapi ada juga balok dengan pola grafik berbeda pada pengulangan tersebut. Pola grafik yang tidak sama dalam pengulangan tersebut dapat disebabkan oleh kondisi tertentu pada tulangan bambu saat pengujian.

Balok bertulang bambu tipe 1 memiliki grafik yang cukup stabil atau sama pada 3 kali pengulangan seperti yang ditunjukkan Gambar 17. Daerah (1) merupakan daerah elastis balok yang mempunyai pola relatif sama. Daerah (2) pada grafik menunjukkan kondisi balok yang mulai retak akibat pembebanan. Pada daerah ini pola grafik yang ditunjukkan juga relatif sama pada tiap-tiap benda uji, sedangkan pada daerah (3) grafik terdapat satu benda uji yang polanya berbeda.

22

Gambar 17Grafik beban-defleksi balok tipe 1. Keterangan :

Balok 1.1 = dua buku di tepi bentang, Balok 1.2 = satu buku di tengah bentang,

Balok 1.3 = satu buku di jarak 1/3 dari tepi bentang.

Daerah (3) grafik menunjukkan tulangan pada balok mulai leleh sebelum mencapai beban maksimum. Balok tipe 1.2 yang memiliki buku di tengah tulangan mengalami penurunan kekuatan pada lendutan 3.25 mm, sedangkan balok tipe 1.1 dan 1.3 mengalami penurunan kekuatan pada lendutan 4,95 dan 4,34 mm. Hal tersebut disebabkan karena terdapatnya buku yang letaknya di titik pembebanan sehingga tidak adanya paku pada tengah bentang dimana terjadinya momen lentur yang paling besar. Menurut penelitian Morisco (1999) menyatakan bahwa buku bambu ada sebagian serat yang berbelok, dan sebagian lagi tetap lurus. Serat yang berbelok ini sebagian menuju sumbu batang, sedangkan bagian lain menjauhi sumbu batang, sehingga pada buku arah gaya tidak lagi sejajar semua serat. Oleh karena itu buku bambu adalah bagian yang paling lemah terhadap gaya tarik sejajar sumbu batang.

Daerah (4) pada grafik menunjukkan perilaku daktail balok setelah mencapai kekuatan maksimum. Dari grafik tersebut terlihat bahwa balok tipe 1.2 dengan buku di tengah bentang memiliki sifat yang daktail. Hal tersebut ditandai dengan bentuk grafik yang landai pada saat penurunan kekuatan.

Balok bertulang bambu tipe 2 memiliki pola grafik yang relatif sama seperti yang ditunjukkan Gambar 18 pada 3 kali pengulangan hanya saja berbeda pada daerah elastisnya. Daerah (1) yang ditunjukkan oleh grafik merupakan daerah elastisitas balok yang mempunyai pola berbeda pada setiap benda uji. Pada balok tipe 2 ini yang memiliki kekakuan paling tinggi yaitu balok 2.2 dengan letak satu buku bambu di tengah tulangan dan yang paling rendah adalah tipe 2.1 dengan dua buku bambu yang terdapat di tepi tulangan.

0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 0 1 2 3 4 5 6 7 8 Beban (kg) Defleksi (mm) Balok 1.1 Balok 1.2 Balok 1.3 (1) (2) (3) (4)

23

Gambar 18 Grafik beban-defleksi balok tipe 2.

Daerah (2) pada grafik menunjukkan kondisi balok yang mulai retak akibat pembebanan.Pada daerah ini pola grafik yang ditunjukkanberbeda-beda karena daerah tersebut tidak dimiliki oleh balok tipe 2.2, sehingga setelah kondisi elastis perilaku yang ditunjukkan selanjutnya adalah tulangan bambu yang mulai leleh disertai keretakan. Hal tersebut bisa terjadi karena tidak terdapatnya penghubung geser atau paku pada tengah tulangan atau buku bambu. Seperti yang telah diuraikan di atas bahwa buku bambu memiliki sifat yang sangat keras sehingga terlalu sulit untuk dipaku.

Daerah (3) grafik menunjukkan tulangan pada balok mulai leleh sebelum mencapai beban maksimum yang relatif sama pada tiap benda uji. Hanya saja pada tipe 2.2 kekuatan maksimum balok terjadi lebih awal dari benda uji lain yaitu pada lendutan 0,48 mm. Daerah (4) yaitu penurunan kekuatan atau perilaku daktail juga memiliki pola yang sama di setiap benda uji. Jika dilihat dari bentuk grafik, perilaku daktail balok tipe 2 sangat baik karena penurunan grafik yang landai setelah mencapai kekuatan maksimum dibanding balok bertulang bambu tipe lain.

Gambar 19 Grafik beban-defleksi balok tipe 3

0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 0 1 2 3 4 5 6 7 Beban (kg) Defleksi (mm) Balok 3.1 Balok 3.2 Balok 3.3 (1) (2) 0 500 1000 1500 2000 2500 0 1 2 3 4 5 6 7 8 Beban (kg) Defleksi (mm) Balok 2.1 Balok 2.2 Balok 2.3 (1) (2) (3) (4)

24

Pengujian balok tipe 3 dilakukan dengan pengambilan data hanya sampai pada kekuatan maksimum, sehingga pola penurunan kekuatan pada pengujian ini tidak dapat dianalisis. Pada umumnya pola grafik balok tipe 3 sama tetapi balok tipe 3.3 yang mengalami perbedaan pola lentur seperti yang ditunjukkan Gambar 19. Daerah elastis (1) balok tersebut berada pada beban 0 kg – 1.300 kg, sedangkan daerah (2) adalah perilaku keretakan sekaligus lelehnya tulangan sampai mencapai kekuatan maksimum. Pada daerah tersebut balok tipe 3.3 mengalami perbedaan pola dimana tidak terjadi peningkatan kekuatan yang curam pada saat keretakan mulai timbul tetapi pola yang ditunjukkan grafik yaitu kenaikan kekuatan yang landai. Hal tersebut bisa terjadi karena luas tulangan balok 3.3 memiliki luas penampang yang lebih kecil.

Gambar 20 Grafik beban-defleksi balok tipe 4.

Hasil dari pengujian balok tipe 4 pada umumnya memiliki pola grafik yang bervariasi setiap benda ujinya seperti yang ditunjukkan Gambar 20. Pola grafik balok tipe 4.1 memiliki daerah elastisitas, retak awal, tulangan leleh, dan penurunan kekuatan yang sangat ideal. Sedangkan pola grafik balok tipe 4.2 memiliki nilai elastisitas yang rendah. Selain itu grafik penurunan yang ditunjukkan balok 4.2 juga cukup curam artinya setelah mencapai kekuatan maksimum balok tersebut terjadi patahan pada tulangan bambu. Patahan tersebut disebabkan karena posisi buku yang letaknya pas di titik pembebanan.

Daerah elastis balok 4.3 memiliki nilai yang mendekati elastisitas balok 4.1. Pola peningkatan kekuatan setelah tulangan leleh yang ditunjukkan oleh grafik cukup landai. Hal tersebut dikarenakan kulit bambu yang terdapat di bawah tulangan memiliki kekakuan yang tinggi meskipun beton telah mengalami leleh. Kekakuan tersebut terjadi akibat tidak terdapatnya buku bambu pada tengah bentang sehingga serat kulit bambu lebih kompak.

0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Beban (kg) Defleksi (mm) Balok B41 Balok B42 Balok B43

25

Gambar 21 Grafik beban-defleksi balok kontrol

Gambar 21 di atas merupakan grafik hasil dari pengujian balok bertulang baja sebagai kontrol atau pembanding dari balok bertulang bambu. Grafik tersebut terlihat bahwa balok kontrol memiliki peningkatan kekuatan yang sangat curam. Akan tetapi kekakuan atau elastisitas dari balok masih rendah dibanding dengan daerah elastisitas balok bertulang bambu.

Modifikasi pada tulangan bambu perlu dilakukan untuk kondisi-kondisi tertentu. Bentang tulangan bambu sepanjang 58 cm tidak terhindarkan dari keberadaan buku. Buku memisahkan beberapa bagian buluh bambu yang disebut ruas. Menurut penelitian Ramadhan A (2006), keberadaan buku pada bambu memliki kekuatan yang lebih pada bambu. Hal tersebut dimungkinkan karena adanya serat di buku yang lebih padat dan sekat pembatas buluh yang keras.

Gambar 22 Grafik beban – defleksi balok dengan tulangan dua buku di tepi bentang

Menurut grafik pada Gambar 22 menunujukkan bahwa daerah elastis balok bertulang dengan dua buku di tepi bentang berada di antara pembebanan 320 kg –

1.000 kg. Setelah itu, daerah plastis beton dengan ditandai muculnya keretakan mengalami peningkatan. Peningkatan di daerah palstis tersebut ditunjukkan dengannaiknya pola grafik yang tinggi meskipun tidak curam. Hal tersebut disebabkan karena terdapatnya paku dari tengah bentang sampai batas buku di tepi

0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Beban (kg) Defleksi (mm) Balok K1 Balok K2 0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 0 2 4 6 8 Beban (kg) Defleksi (mm) Balok B11 Balok B21 Balok B31 Balok B41

26

bentang sehingga lekatan antar tulangan dengan beton yang dibebani terpusat lebih kokoh.

Setelah mencapai kekuatan maksimum, balok akan menunjukkan perilaku penurunan grafik atau sifat daktail. Pola grafik yang memiliki sifat daktail yang serupa terjadi pada balok tipe 2 dan 4 dengan peurunan yang landai. Secara umum, pola grafik balok dengan dua buku tulangan di tepi bentang serupa tetapi tidak untuk penurunan grafik atau kedaktailannya.

Gambar 23 Grafik beban – defleksi balok dengan tulangan satu buku di tengah bentang

Gambar 23 di atas menunujukkan bahwa daerah elastis balok bertulang dengan satu buku di tengah bentang berada di antara pembebanan 400 kg – 900 kg pada balok tipe 1, 3, dan 4 sedangkan balok tipe 2 memiliki elastisitas pada pembebanan 1.710 kg. Setelah itu, daerah plastis beton dengan ditandai muculnya keretakan mengalami peningkatan kekuatan. Hal tersebut ditunjukkan dengan peningkatan pola grafik yang curam sampai kekuatan maksimum. Pola grafik yang curam pada daerah plastis disebabkan karena terdapatnya buku di titik pembebanan yang sifatnya keras seperti yang telah dijelaskan.

Jika dilihat dari kekuatan maksimum, balok dengan buku di tengah bentang tulangan masih lebih rendah dari kekuatan maksimum rata-rata balok dengan dua buku tulangan di tepi bentang. Hal tersebut terjadi karena tidak adanya paku di tengah bentang dimana pembebanan balok diberikan. Tidak adanya paku tersebut menyebabkan lekatan beton dengan tulangan kurang kokoh sehingga beban yang dapat ditahan akan lebih rendah.

Menurut Nurodji (2004), pola keruntuhan pada tulangan yang memiliki sirip yaitu splitting failure sehingga ikatan ikatan pada tulangan tersebut sangat didominasi oleh interlocking antara permukaan tulangan dengan matriks beton di sekitarnya. Sedangkan keruntuhan pada tulangan polos adalah keruntuhan slip antara tulangan dengan beton.

0 500 1000 1500 2000 2500 3000 0 2 4 6 8 Beban (kg) Defleksi (mm) Balok B12 Balok B22 Balok B32 Balok B42

27

Gambar 24 Grafik beban – defleksi balok dengan tulangan satu buku di jarak 1/3 dari tepi bentang.

Gambar 24 di atas menunujukkan bahwa daerah elastis balok bertulang dengan satu buku di jarak 1/3 dari tepi bentang berada di antara pembebanan 600 kg – 1.200 kg. Daerah plastis balok dengan ditandai lelehnya beton mengalami peningkatan kekuatan yang tidak seragam.Pola grafik yang curam terjadi pada balok tipe 1 dan tipe 2, sedangkan pola grafik yang landai terjadi pada balok tipe 3 dan tipe 4.

Setelah mencapai kekuatan maksimum, balok akan menunjukkan perilaku penurunan grafik atau sifat daktail. Pola grafik yang memiliki sifat daktail yang serupa terjadi pada balok tipe 1 dan 4 dengan peurunan yang curam sedangkan balok tipe 2 mengalami penurunan grafik yang landai. Secara umum, balok dengan satu buku di jarak 1/3 dari tepi bentang meiliki pola grafik yang tidak konsisten.

Menurut grafik hasil pengujian secara umum keberadaan buku pada tengah bentang tulangan dapat mengurangi kekuatan balok bertulang bambu. Hal tersebut

Dokumen terkait