• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Balok Beton Bertulang Bambu Profil dengan Variasi Susunan Tulangan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Balok Beton Bertulang Bambu Profil dengan Variasi Susunan Tulangan"

Copied!
49
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS BALOK BETON BERTULANG BAMBU PROFIL

DENGAN VARIASI SUSUNAN TULANGAN

PURNAMA DWI PUTRA

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Balok Beton Bertulang Bambu Profil dengan Variasi Susunan Tulangan adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2013

Purnama Dwi Putra

(4)

ABSTRAK

PURNAMA DWI PUTRA.Analisis Balok Beton Bertulang Bambu Profil dengan Variasi Susunan Tulangan.Dibimbing oleh Meiske Widyarti dan Fengky Satria Yoresta.

Beton adalah suatu campuran yang terdiri dari agregat halus, agregat kasar, batu pecah, atau agregat lain yang dicampur menjadi satu dengan suatu pasta yang terbuat dari semen dan air membentuk suatu massa mirip batuan (McCormac 2004). Penggunaan beton bertulang dalam pembangunan yang membutuhkan biaya tinggi menimbulkan fenomena yang menarik untuk mencari material pengganti tulangan baja. Tujuan dari penelitian ini mengukur kekuatan mekanik bambu betung, mengukur beban maksimum dan momen runtuh pada benda uji beton bertulang bambu, dan membandingkan kapasitas kuat balok uji bertulang bambu profil terhadap balok uji bertulang baja. Pengukuran kapasitas balok beton bertulang dibagi menjadi dua yaitu beton bertulang baja sebagai kontrol dan beton bertulang bambu dengan 4 variasi susunan berbeda dengan berdimensi

. Pengujian balok beton bertulang dilakukan dengan mengacu SNI 03 – 4154 – 1996 “Metode Pengujan Kuat Lentur Beton dengan Balok Uji

Sederhana yang Dibebani Terpusat Langsung”.Momen runtuh rata-rata balok tipe

1, 2, 3, 4, dan kontrol secara berurutan yaitu 3.318,23 Nm, 2.306,57 Nm, 2.554,89 Nm, 3.001,86 Nm, dan 3.498,49 Nm. Hasil pengujian lentur menunjukkan bahwa balok bertulang baja (kontrol) mempunyai nilai kapasitas kuat balok yang tertinggi. Balok bertulang bambu yang memiliki nilai kapasitas kuat mendekati nilai kontrol adalah balok tipe 1 dengan persentase 94,85% karena balok tipe 1 memiliki susunan tulangan profil yang vertikal sehingga mampu menahan beban yang besar.

Kata kunci : beton bertulang bambu, variasi tulangan bambu, kapasitas kuat balok

ABSTRACT

PURNAMA DWI PUTRA. Analisis of Variation Composition Bamboo Profile for Concrete Beam Reinforcement. Supervised by Meiske Widyarti and Fengky Satria Yoresta.

(5)
(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik

pada

Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan

ANALISIS BALOK BETON BERTULANG BAMBU PROFIL

DENGAN VARIASI SUSUNAN TULANGAN

PURNAMA DWI PUTRA

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)

Judul Skripsi : Analisis Balok Beton Bertulang Bambu Profil dengan Variasi Susunan Tulangan

Nama : Purnama Dwi Putra NIM : F44090041

Disetujui oleh

Dr. Ir. Meiske Widyarti, M.Eng Pembimbing I

Fengky Satria Yoresta, ST, MT Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof.Dr.Ir. Budi Indra Setiawan, M.Agr Ketua Departemen

(10)

PRAKATA

Puji syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT karena atas karunia, rahmat dan hidayah dari-Nya lah maka penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini

dengan judul “Analisis Balok Beton Bertulang Bambu Profil dengan Variasi

Susunan Tulangan”. Karya ilmiah ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk

mendapatkan gelar Sarjana Teknik di Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebanyak-banyaknya kepada :

1. Dr. Ir. Meiske Widyarti, M.Eng. selaku pembimbing akademik pertama yang telah memberikan arahan dan bimbingan dalam penelitian dan penyusunan skripsi

2. Fengky Satria Yoresta, ST. MT. selaku pembimbing akademik kedua yang telah memberikan arahan dan bimbingannya selama melakukan penelitian. 3. Orang tua dan keluarga besar yang selalu memberikan doa yang tulus untuk

kelancaraan pelaksanaan rangkaian penelitian.

4. Septiana Wulandari atas dukungan moral dan saran-sarannya.

5. Seluruh teman-teman SIL angkatan 46 atas bantuannya selama pelaksanaan penelitian.

Terima kasih juga diucapkan kepada semua pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah banyak membantu dalam pembuatan usulan ini. Semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan di negeri ini.

Bogor, September 2013

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

Ruang Lingkup Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA 3

Beton 3

Struktur Balok 4

Analisis Struktur 6

METODOLOGI PENELITIAN 7

Waktu dan Tempat 7

Alat dan Bahan 7

Prosedur Penelitian 7

HASIL DAN PEMBAHASAN 14

Hasil Pengujian Bambu 14

Kuat Tekan Beton 16

Hasil Pengujian Lentur Balok 19

Perilaku Lentur Balok 21

KESIMPULAN DAN SARAN 30

Simpulan 30

Saran 31

DAFTAR PUSTAKA 31

LAMPIRAN 32

(12)

DAFTAR TABEL

1 Kelas dan mutu beton 4

2 Massa jenis bambu 5

3 Komposisi tulangan bambu profil 10

4 Tegangan tarik bambu 14

5 W/C rasio 17

6 Nilai slump beton 17

7 Hasil pengujian tekan kubus beton 18 8 Hasil perhitungan pengujian balok 19

DAFTAR GAMBAR

1 Grafik tegangan-regangan beton 3 2 Reaksi perletakkan pembebanan titik 6

3 Tahapan penelitian 8

4 Susunan tulangan pada penampang balok 9 5 Posisi buku bambu tulangan. 9 6 Spesimen uji tarik bambu 10 7 Spesimen uji lentur kulit bambu 11 8 Spesimen uji lentur daging bambu 11 9 Balok uji beton bertulang bambu 13 10 Balok uji beton bertulang baja 13 11 Pengujian kuat tarik bambu 14 12 Grafik pengujian kuat tarik bambu 15 13 Pengujian lentur daging bambu 16 14 Pengujian lentur daging bambu 16 15 Diagram batang momen runtuh balok 20 16 Grafik hubungan beban-lendutan pada balok 21 17 Grafik beban-defleksi balok tipe 1. 22 18 Grafik beban-defleksi balok tipe 2 23 19 Grafik beban-defleksi balok tipe 3 23 20 Grafik beban-defleksi balok tipe 4. 24 21 Grafik beban-defleksi balok kontrol 25 22 Grafik beban – defleksi balok dengan tulangan dua buku di tepi bentang 25 23 Grafik beban – defleksi balok dengan tulangan satu buku di tengah

bentang 26

24 Grafik beban – defleksi balok dengan tulangan satu buku di jarak 1/3

dari tepi bentang. 27

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

(14)
(15)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Penggunaan beton bertulang dalam pembangunan membutuhkan biaya yang tinggi. Pembangunan dengan biaya yang lebih terjangkau dan tidak mengurangi kekuatan bangunan menimbulkan fenomena yang cukup menarik untuk diteliti. Bahan-bahan yang unggul menjadi prioritas utama dalam penggunannya sebagai bahan bangunan sehingga mengakibatkan ketersediaannya yang terbatas dan mahal.

Dewasa ini, bambu sering digunakan sebagai bahan konstruksi karena sifatnya yang keras, kuat, ulet, mudah dibelah, dan mudah dikerjakan. Jenis bambu yang sering digunakan oleh masyarakat tradisional adalah bambu jenis betung dan ori karena memiliki sifat yang kuat dibandingkan dengan bambu jenis lainnya.

Beton merupakan suatu material yang sampai sekarang merupakan material yang banyak digunakan dalam pembangunan karena sifatnya yang kuat, keras dan kaku. Komposisi pembentuk beton antara lain semen, agregat halus, agregat kasar, dan air menjadikan beton mempunyai kekuatan tekan yang tinggi. Nilai kekuatan beton dapat diketahuidengan melakukan pengujian kuat tekan terhadap benda uji silinder ataupun kubus yang dibebani dengan gaya tekan sampai mencapai beban maksimum.

Pada era modern ini banyak dijumpai beton bertulang bambu sebagai pengganti tulangan baja yang harganya terus meningkat. Beton bertulang bambu telah menjadi inovasi sejak tahun 1990an. Menurut Khare (2005) balok bertulang bambu sangat disarankan untuk daerah yang terbatas dalam ketersediaan tualangan baja polos. Menurut penyidikan yang telah dilakukan, kekuatan tegangan tarik ultimit dari bambu sekitar 1000 – 2000 kg/cm2 dimana nilai tersebut merupakan ½ sampai ¼ dari tegangan tarik ultimit besi (Surjokusumo dan Nugroho, 1993), sehingga sangat menarik untuk direncanakan peningkatan potensi bambu sebagai material pengganti besi agar dapat mengurangi biaya pembuatan beton bertulang baja.

Penelitian yang dilakukan oleh Surjokusumo dan Naresworo (1993) adalah beton bertulang bambu profil yang menggunakan bambu jenis tali dan bambu andong. Perlakuan yang dilakukan pada tulangan adalah dengan membuat profil berlubang di bentang bambu dan dililit dengan kawat sebagai penghubung geser. Sedangkan pada penelitian ini, bambu yang digunakan adalah bambu jenis betung. Perlakuan yang dilakukan yaitu dengan membentuk susunan profil tulangan yang ditinjau dari penampang balok. Selain itu, modifikasi yang diberikan adalah modifikasi jumlah dan posisi buku di bentang bambu serta pemberian paku sebagai penghubung geser.

(16)

2

mengetahui potensi bambu untuk menggantikan kontribusi tulangan baja.Selain itu, perlu diketahui mutu beton bertulang bambu sebagai pengganti tulangan baja yang dapat menjadi pilihan untuk diaplikasikan pada balok dan kolom rumah sederhana yang lebih terjangkau.

Perumusan Masalah

Bertitik tolak dari latar belakang masalah di atas permasalahan pokok yang ada antara lain sebagai berikut :

1. Apakah sifat mekanik tulangan bambu menyerupai sifat mekanik tulangan baja.

2. Apakah balok beton bertulang bambu berpotensi untuk dapat dijadikan sebagai konversi balok beton bertulangan baja.

3. Balok dengan susunan tulangan bambu profil manakah yang nilai kekuatannya mendekati kekuatan balok tulangan baja.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut :

1. Mengukur kekuatan mekanik bambu betung sebagai pengganti tulangan baja

2. Mengukur beban maksimum dan momen runtuh pada benda uji beton bertulang bambu.

3. Mengukur perbandingan kapasitas kuat balok uji bertulang bambu dengan balok uji bertulang baja.

Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah mengetahui kapasitas kuat balok beton bertulang bambu. Balok beton bertulang bambu yang memiliki kekuatan mendekati kapasitas kuat balok bertulang baja dapat dijadikan sebagai alternatif pengganti balok tulangan baja.

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini diantaranya sebagai berikut:

1. Balok yang didesain adalah balok bertulang bambu betung dan bertulang baja rangkap sebagai kontrol.

(17)

3

TINJAUAN PUSTAKA

Beton

Beton adalah suatu campuran yang terdiri dari agregat halus, agregat kasar, batu pecah, atau agregat lain yang dicampur menjadi satu dengan suatu pasta yang terbuat dari semen dan air membentuk suatu massa mirip batuan (McCormac 2004). Beton memiliki kekuatan tekan yang tinggi tetapi lemah terhadap kuat tariknya. Kekuatan tekan beton dapat ditentukan dengan melakukan uji kegagalan terhadap benda uji kubus 15 cm x 15 cm x 15 cm. Kekuatan tekan beton juga dapat digambarkan dengan grafik hubungan tegangan-regangan seperti Gambar 1 berikut.

Gambar 1 Grafik tegangan-regangan beton

Beton normal tegangan tekan f’c terletak pada nilai regangan 0,002 sampai

0,003. Setelah titik maksimum dilalui, kurva akan turun dengan bertambahnya nilai regangan hingga benda uji hancur pada nilai regangan mencapai 0,003 – 0,005. SK SNKI T-15-1991-03 pasal 3.3.2 menetapkan bahwa regangan tekan maksimum (c) adalah 0,003 sebagai batas hancur. Sesuai dengan teori

elastisitas, kemiringan awal kurva menggambarkan nilai modulus elastisitas beton.

Sampai saat ini beton masih menjadi pilihan utama dalam pembuatan struktur. Sifat-sifat dan karakteristik material penyusun beton akan mempengaruhi kinerja beton yang dibuat. Kinerja beton ini harus disesuaikan dengan kelas dan mutu beton yang dibuat. Sehingga dalam penggunaannya dapat disesuaikan dengan bangunan ataupun konstruksi yang akan dibangun untuk mendapatkan hasil yang memuaskan dan sesuai dengan yang dibutuhkan.

(18)

4

dan mutu lainnya yang lebih tinggi harus dilakukan percobaan campuran rencana guna dapat menjamin tercapainya kekuatan karakteristik yang diinginkan dengan menggunakan bahan-bahan susunan yang ditentukan. Menurut PBI’ 71beton dibagi dalam kelas dan mutu pada Tabel 1 sebagai berikut:

Tabel 1 Kelas dan mutu beton Kelas beton Mutu beton Kuat tekan

beton

Beton bertulang merupakan kombinasi dua unsur bahan yaitu tulangan baja dan beton yang digunakan secara bersama sehingga desain stuktur elemen beton bertulang dilakukan berdasarkan prinsip yang berbeda dengan perencanaan dan desain suatu bahan (Nasution A 2009). Beton mempunyai kekuatan tekan yang besar, tetapi tidak mampu menerima gaya tarik. Kuat tarik beton bervariasi antara 8% - 15 % dari kuat tekannya.Ini berarti tulangan baja yang ditanam dalam beton menjadi unsur kekuatan yang memikul tegangan tarik.

Struktur Balok

Balok merupakan komponen pemikul momen yang akan menyalurkan beban ke kolom. Balok dimodelkan sebagai frame yang memiliki joint yang kaku sehingga momen-momen maksimum terjadi di ujung balok.Struktur balok yang diberi beban lentur akan mengakibatkan terjadinya momen lentur pada balok tersebut, sehingga akan terjadi deformasi (regangan) lentur dalam balok tersebut. Regangan-regangan yang terjadi tersebut akan menimbulkan tegangan pada balok. Sifat utama beton yang kurang mampu menahan tarik, mengakibatkan perlunya penahan tegangan tarik pada beton dengan cara memasang baja tulangan pada daerah tarik sehingga terbentuk struktur beton bertulang yang dapat menahan lenturan. Apabila gaya geser yang bekerja sangat besar maka perlu dipasang baja tulangan tambahan untuk menahan geser tersebut (Fauzan dan Riswan 2002).

(19)

5 Jenis tulangan baja untuk beton dibedakan menurut tulangan polos atau berulir (deformed). Tulangan polos adalah batang baja yang permukaan sisi luarnya rata tidak bersirip atau berulir, sedangkan tulangan deform adalah batang baja dengan permukaan sisi luar tidak rata, tetapi bersirip atau berukir (Nasution A 2009). Kuat leleh/yield point tulangan baja (fy) bagi beton bertulang minimum

240 MPa dan tidak boleh melebihi nilai 550 MPa sedangkan nilai modulus elastisitas untuk tulangan non pratekan sebesar 200.000 MPa.

Tulangan Bambu

Bambu merupakan tanaman yang tidak bergantung pada musim dan hidupnya mengelompok membentuk suatu rumpun. Batang bambu berbentuk silinder dengan garis tengah atau diameter antara 2 cm – 30 cm dan panjangnya dapat mencapai 3 m – 35 m. Panjang garis tengah dan ketebalan batang bambu bergantung dari jenis spesies dan umur tanaman bambu. Batang bambu umumnya berongga dan terbagi atas interval-interval yang dibatasi oleh simpul atau ruas. Rongga antara ruas-ruas tersebut dipisahkan oleh diafragma (Surjokusumo dan Nugroho 1993).

Kadar air merupakan presentase kandungan air yang terdapat pada batang bambu. Kadar air rata-rata semua jenis bambu kering udara menurut Janssen (1991) adalah sebesar 12 %, tergantung umur bambu.Massa jenis bambu juga tergantung pada umur bambu. Tabel 2 berikut ini merupakan nilai massa jenis bambu dengan kadar air 12% menurut Janssen (1991):

(20)

6

1. Sebaiknya digunakan bambu yang sudah tua usianya sehingga daya serap dan kelembabannya kecil.

2. Melapisi batang bambu tua dengan bahan kedap air seperti vernis, cat, atau cairan aspal untuk mengurangi kadar air yang cenderung diserap. Akan tetapi hal tersebut harus dihindarkan dari licinnya permukaan bambu akibat pemakaian bahan-bahan tersebut karena dapat mengurangi daya lekat pasta semen.

Sifat mekanis adalah sifat-sifat yang berhubungan dengan kekuatan bahan dan merupakan ukuran kemampuan bahan untuk mengubah bentuk dan ukurannya yang disebabkan oleh gaya luar.

1. Kuat Tarik

Kuat tarik atau tegangan tarik ( adalah suatu ukuran intensitas pembebanan tarik yang dinyatakan oleh gaya dan dibagi oleh luas di tempat gaya tersebut bekerja (Iremonger 1990). Selain tegangan tarik, hasil yang didapat dari pengujian tarik adalah tegangan leleh/yield strength (fy) bambu.

2. MOE dan MOR

Modulus of Elasticity (MOE) adalah ukuran kemampuan suatu bahan menahan lentur tanpa terjadi perubahan bentuk yang tetap. Nilai dari MOE ini akan digunakan untuk menentukan sifat kekakuan bambu. Modulus of Rupture (MOR) merupakan ukuran kekuatan suatu bahan pada saat menerima beban maksmum yang menyebabkan terjadinya kerusakan.

Analisis Struktur

Analisis struktur pada pengujian balok sederhana dilakukan dengan pembebanan yang menyebabkan terjadinya lenturan. Perletakkan sendi – rol dalam Gambar 2 hanya terdapat reaksi – reaksi vertikal atau tidak ada gaya horizontal pada batang. Untuk menahan pembebanan yang demikian sebuah batang haruslah ditunjang pada satu atau lebih posisi menurut panjangnya sehingga menyebabkan gaya-gaya internal salah satunya adalah momen lentur (Mr). Momen lentur adalah jumlah total aljabar momen-momen gaya eksternal yang bekerja pada sembarang satu sisi penampang yang ditinjau (Iremonger 1990).

(21)

7

METODOLOGI PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian “Analisis Balok Beton Bertulang Bambu Profil dengan Variasi

Susunan Tulangan” dilaksanakan selama 3 bulan pada bulan Mei – Juli 2013.

Pengambilan data dilaksanakan dengan 2 tahap yaitu data yang diperoleh dari pengujian mekanik bambu dan pengujian lentur beton dengan balok uji sederhana. Pengujian mekanik bambu dilakukan di laboratorium Rekayasa Desain Bangunan Kayu, Departemen Hasil Hutan sedangkan pengujian lentur balok beton di laboratorium Kekuatan Bahan, Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Pertanian Bogor.

Alat dan Bahan

Bahan yang digunakan dalam melakukan penelitian adalah bambu Betung (umur 3-4 tahun) yang diambil dari Desa Cibereum Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor, agregat halus, agregat kasar, semen Portland, air bersih, paku, karung goni bekas. Adapun peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain meteran, gergaji kayu, spidol permanen, golok, timbangan, circular saw, jangka sorong, UTM (Universal Testing Machine) merk Shimadzu kapasitas 60 ton, UTM merk Instron kapasitas 5 ton,dial gauge/deflektometer merk Peacock dengan ketelitian 0,01 mm, bekisting balok 15 cm x 15 cm x 60 cm, spesimen kubus beton 15 cm x15 cm x 15 cm untuk pengujian kuat tekan, cangkul, adukan beton, 1 set alat slump, pelat besi, dan alat tulis.

Prosedur Penelitian

(22)

8

Gambar 3Tahapan penelitian

Desain balok beton bertulang

Penampang balok yang digunakan pada penelitian ini berdimensi 15 cm x 15 cm. Panjang balok beton bertulang yaitu 60 cm. Tipe tulangan balok yang akan digunakan ada 5 tipe yaitu 4 tipe balok bertulang bambu dan 1 tipe balok bertulang baja sebagai kontrol. Bambu yang digunakan adalah bambu jenis Betung dengan ketebalan ± 1 cm dan diameter penampang ± 12 cm, sedangkan baja yang digunakan yaitu baja polos berdiameter 10 mm dan besi sengkang berdiameter 8 mm. Pada Gambar 4 berikut merupakan bentuk susunan tulangan pada penampang balok uji sederhana.

Analisis Hasil

Desain balok beton

bertulang

MULAI

Penyusunan

Tugas Akhir Selesai

Pengujian bambu

MOE dan MOR Kuat tarik bambu

Pengerjaan bambu

Berat jenis kering udara Pemotongan

profil

Pengerjaan Beton

Concrete mix

Slump tes

Curring beton

PengujianBeton

Ujian Lentur Balok Uji tekan

(23)

9 Gambar 4 Susunan tulangan pada penampang balok

Keterangan :

Tipe 1 = dua bagian bambu yang disusun vertikal dengan kulit bambu saling berhadapan di tengah susunan

Tipe 2 = dua bagian bambu disusun horizontal dengan kulit bambu saling berhadapan di tengah susunan

Tipe 3 = dua bagian bambu yang disusun horizontal dengan kulit bambu berada di atas tulangan

Tipe 4 = dua bagian bambu yang disusun horizontal dengan kulit bambu berada di bawah tulangan

Kontrol = Tulangan baja polos dengan diameter 10 mm dan sengkang berdiameter 8 mm

Modifikasi adanya buku pada tulangan bambu dibuat bervariasi. Setiap susunan tulangan mempunyai 3 variasi buku yang berbeda yaitu 2 buku di tepi bentang, 1 buku di tengah bentang, dan 1 buku dari jarak 1/3 tepi bentang (Gambar 5). Variasi posisi buku ini diharapkan dapat berpengaruh pada kuat lentur balok bertulang bambu. Selain modifikasi buku, ada juga modifikasi penghubung geser. Modifikasi ini dilakukan untuk menambah lekatan tulangan bambu pada beton. Bahan yang digunakan sebagai penghubung geser pada tulangan adalah paku kecil yang diberikan pada tulangan bambu.

Gambar 5 Posisi buku bambu tulangan. Keterangan :

Tulangan (a) = dua buku tulangan di tepi bentang (a)

(b)

(24)

10

Tulangan (b) = satu buku tulangan di tengah bentang

Tulangan (c) = satu buku tulangan di jarak 1/3 dari tepi bentang

Pengerjaan Bambu

Bambu betung yang sudah dipilih adalah bambu dengan diameter luar ± 12 cm. Bambu tersebut ditebang dengan cara mengambil jarak 30 cm dari pangkal ujung bawah batang untuk mencegah air tertampung pada sisa bambu yang akan merusak akar rimpang bambu. Bambu yang sudah ditebang, dipotong-potong sesuai ukuran rencana benda uji yaitu uji lentur dengan panjang 58 cm.Setelah dipotong dengan panjang 58 cm, bambu dibelah menjadi dua bagian. Masing-masing bagian bambu yang dipergunakan sebagai tulangan hanya 2/3 dari total luas penampang bambu. Total jumlah tulangan bambu untuk seluruh spesimen adalah 24 buah bagian bambu. Jumlah potongan bambu yang diperlukan untuk pembuatan benda uji tersebut dapat dilihat pada Tabel 3. Semua bambu yang sudah dipotong tersebut kemudian didiamkan selama 3-4 hari untuk pengeringan kadar air. Setelah bambu cukup kering, tulangan bambu tersebut ditimbang agar mendapatkan berat jenis bambu kering udara.

Tabel 3Komposisi tulangan bambu profil Penampang

Pengujian bambu yang dilakukan adalah pengujian tarik dan pengujian lentur bambu. Pembuatan sampel uji tarik dan lentur spesimen bambu dilakukan dengan mengacu ASTM D143-09 “Standard Test Methods for Small Clear Specimens of Timber”.Spesimen kuat tarik membutuhkan 7 buah spesimen dengan penampang terkecil 3 mm x 5 mm (Gambar 6). Spesimen kuat lentur bambu dibuat dengan dimensi 20 mm x 20 mm x 300 mm yang membutuhkan 10 spesimen yaitu 5 spesimen untuk lentur kulit bambu (Gambar 7) dan 5 spesimen untuk lentur daging bambu (Gambar 8). Alat yang digunakan pada pengujian ini adalah jangka sorong dan Universal Testing Machine (UTM) merk Instron.

Gambar 6 Spesimen uji tarik bambu

20 mm

20 mm

3 mm x 5 mm

(25)

11

Gambar 7 Spesimen uji lentur kulit bambu

Gambar 8 Spesimen uji lentur daging bambu

Pengujian Bambu

1. Pengujian kuat tarik bambu dilakukan untuk memperoleh data beban (P) dan defleksi . Data tersebut kemudian diolah menggunakan persamaan 1 dan 2 untuk memperoleh nilai tegangan leleh bambu (fy) dan tegangan tarik

bambu .

(1)

(2)

dimana:

fy = Tegangan leleh bambu (MPa)

= Tegangan tarik bambu (MPa)

= Beban dibawah batas proporsi (N)

= Beban maksimum (N) A = Luas penampang tarik (mm2)

2) Pengujian lentur dilakukan untuk mendapat nilai MOE dan MOR. Persamaan 3 dan 4 berikut ini dapat digunakan untuk menghitung nilai MOE dan MOR.

(3)

(4)

dimana :

MOE = Modulus of Elasticity (MPa) MOR = Modulus of Rupture (MPa)

P = Beban dibawah batas proporsi (N)

300 mm

20 mm 20 mm

Kulit Bambu

P

P

(26)

12

Pmax = Beban maksimum (N)

b = Lebar (mm) h = Tinggi (mm)

L = Panjang bentang (mm) = Defleksi (mm)

Pengerjaan beton

1. Concrete Mix Desain

Beton yang akan digunakan pada penelitian ini adalah beton dengan kuat tekan kubus rencana (f’c)17,5 MPa dan w/c = 0,54. Concrete mix design mengacu pada metode American Concrete Institute (ACI 318-89).

2. Slump Tes Beton

Perbandingan campuran material penyusun beton disesuaikan dengan hasil

concrete mix yang telah didesain sebelumnya. Slump tes beton dilakukan setelah pengadukan adonan beton yang masih segar menggunakan 1 set alat slump. Nilai slump akan didapatkan dengan menghitung rata-rata ketinggian beton yang telah dislump dengan slump cone. Berikut ini merupakan rumus yang dapat digunakan untuk menghitung nilai slump.

(5)

(6)

dimana :

hrata-rata = Tinggi rata-rata beton (cm)

htinggi = Tinggi beton tertinggi (cm)

hrendah = Tinggi beton terendah (cm)

hawal = Tinggi awal beton / slump cone (cm)

Slump = Nilai Slump (cm) 3. Perawatan/curring beton

Perawatan beton dilakukan untuk menjaga suhu dan kualitas beton selama pegeringan. Cara yang digunakan untuk curring balok beton adalah dengan menggunakan karung goni basah yang diselimutkan pada balok tersebut. Curring

beton dilakukan setiap hari selama 28 hari dengan membasahi karung goni dengan air.

Pengujian beton

1. Uji Tekan Kubus beton

Uji tekan kubus beton dilakukan untuk mengetahui kualitas beton. Kubus beton yang akan diuji berukuran 15 m x 15 cm x 15 cm yang sudah berumur 14 dan 28 hari. Alat yang digunakan pada pengujian ini yaitu UTM merk Shimadzu kapasitas 30 ton. Berikut ini merupakan rumus yang dapat digunakan untuk

(27)

13

(7)

dimana :

f’c = Kuat tekan beton (MPa) Pmax = Beban maksimum (N)

A = Luas tekan penampang (mm2) 2. Uji Lentur Balok Beton bertulang

Balok yang sudah siap uji yaitu balok beton yang sudah berumur 28 hari. Pengujian lentur dilakukan dengan metode center point loading atau balok dengan dibebani terpusat dengan panjang bentang 45 cm dan batas toleransi 9 mm (SNI 03 – 4154 – 1996) seperti yang terlihat pada Gambar 9 dan Gambar 10. Alat yang digunakan yaitu UTM merk Shimadzu tipe UMH-30 dengan kapasitas 30 ton dan deflektometer. Data yang harus dicatat adalah angka yang ditunjukkan pada jarum panel UTM dan Dial Gauge setiap 10 detik. Jika benda uji telah mengalami kerusakan maka pengujian dapat dihentikan.

Gambar 9 Balok uji beton bertulang bambu

Gambar 10 Balok uji beton bertulang baja

Data dari pegujian balok yang didapat adalah data beban (P) dan data defleksi . Data tersebut kemudian diolah dengan persamaan 8 untuk mendapatkan nilai momen runtuh (Mr)

(8)

dimana:

Pmax = beban maksimum (N)

(28)

14

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Pengujian Bambu

Kuat Tarik Sejajar Serat

Bambu merupakan material alam yang dapat dimanfaatkan secara lansung layaknya kayu. Pada umumnya, bambu memiliki kekuatan tarik yang tinggi dibandingkan dengan kayu. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan pengujian kuat tarik yang dilakukan pada daging bambu dengan dimensi terkecil 3 mm x 5 mm (Gambar 11).

Gambar 11 Pengujian kuat tarik bambu

Hasil dari pengujian tersebut menunjukkan bahwa nilai rata-rata tegangan tarik bambu sejajar serat adalah 229,93 MPa atau 2.343,83 kg/cm2dengan defleksi maksimum rata-rata 1.63 mm dari 7 buah benda uji. Selain tegangan tarik, pengujian tersebut menghasilkan tegangan leleh bambu (fy)

dengan rata-rata 179,83 MPa atau 1.955,37 kg/cm2 seperti terlihat pada Tabel 4. Hasil tersebut dapat diklasifikasikan sebagai kayu dengan kualitas I. Grafik hubungan tegangan – regangan dapat dilihat selengkapnya pada Gambar 12.

Tabel 4 Tegangan tarik bambu No Pmax

(kgf)

fy

(MPa)

σ tr||

(29)

15

Gambar 12 Grafik pengujian kuat tarik bambu

Berdasarkan SNI 07 – 2052 – 2002 tentang “Baja Tulangan Beton” menunjukkan bahwa bambu memiliki kekuatan tarik dengan persentase 60,5 % dari kekuatan tulangan baja mutu sedang dengan tegangan tarik 380 MPa, tariknya tidak berbanding lurus. Menurut perkiraan kasar, nilai kuat tarik beton berkisar antara 8% - 15% dari kuat tekannya. Kecilnya kuat tarik ini merupakan kelemahan dari dari beton biasa. Untuk mengatasinya, beton dikombinasikan dengan tulangan beton yang memiliki kuat tarik yang tinggi.

Kuat Lentur Bambu Tegak Lurus Serat

Pengujian lentur bambu dilakukan dengan 2 bagian yaitu pengujian lentur daging dan pengujian lentur kulit bambu. Kondisi benda uji yang digunakan yaitu batang bambu yang bebas buku. Pengujian tersebut dilakukan 2 bagian bertujuan untuk menganalisa perbedaan posisi/susunan tulangan bambu yang ditinjau dari penampang balok beton. Masing-masing pengujian menggunakan 5 buah benda uji atau lima kali pengulangan. Posisi dari pengujian lentur daging dan kulit bambu dapat dilihat pada Gambar 13 dan Gambar 14.

Modulus of elastiscity (MOE) adalah nilai kekakuan suatu bahan yang diberi perlakuan lentur. Nilai rata-rata MOE daging bambu yaitu 5.156,32MPa atau 52.615,5 kg/cm2, sedangkan kekakuan kulit bambu adalah 6.211,89 MPa atau 63.386,59 kg/cm2. Hal tersebut menunjukkan bahwa kekakuan kulit bambu yang diberi beban lentur lebih besar daripada kekakuan daging bambu.

(30)

16

Gambar 13 Pengujian lentur daging bambu

Gambar 14 Pengujian lentur daging bambu

Modulus of rupture (MOR) adalah suatu nilai tegangan suatu bahan yang diberi beban lentur. Nilai rata-rata MOR daging bambu adalah 62 MPa atau 633,38 kg/cm2, sedangkan nilai MOR kulit bambu adalah 80,98 MPa atau 826,36 kg/cm2. Hasil perhitungan dari pengujian lentur bambu selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran1, sedangkan grafik pengujian lentur bambu disajikan pada Lampiran 2.

Kuat Tekan Beton

Seperti yang telah diuraikan, beton merupakan adukan/campuran antara semen, agregat halus, agregat kasar dan air. Kuat tekan beton (f’c) yang direncanakan yaitu sebesar 17,5 MPa. Perencanaan campuran beton atau concrete mixing pada penelitian ini mengacu pada peraturan American Concrete Institute

(ACI) No 318-89. Hasil dari perencanaan tersebut dihasilkan perbandingan massa antara semen : agregat halus : agrgegat kasar = 1 : 2 : 2,6.

(31)

17 Beton dengan kuat tekan rencana 17,5 MPa pada penelitian ini menggunakan W/C rasio sekitar 0,75.

Tabel 5 W/C rasio Kekuatan tekan

beton 28 hari Nilai rata-rata W/C

Slump merupakan perbedaan tinggi dari adukan dalam suatu cetakan berbentuk kerucut terpancung terhadap tinggi dari adukan setelah cetakan diambil. Nilai slump juga menandakan suatu kekenyalan atau keenceran adukan dan kehalusan adukan beton basah. Nilai slump pada lima kali pengecoran yang dilakukan yaitu 8,65 cm, 11,45 cm, 8,85 cm, 9,5 cm, dan 10,25 cm seperti yang terlihat pada Tabel 6 dibawah ini. Nilai tersebut sudah sesuai dengan nilai slump yang disarankan oleh metode ACI dan SNI. Menurut aturan ACI dan SNI nilai slump untuk struktur balok sebesar 10,1 cm dengan toleransi ± 2 cm.

(32)

18

Tabel 7 Hasil pengujian tekan kubus beton

No Kuat Tekan 14 Hari Kuat Tekan 28 Hari MPa. Hal tersebut bisa terjadi karena disebabkan olehfaktor water cemen rasio

dan selanjutnya akan mempengaruhi nilai slump beton. Beton yang baik adalah beton dengan nilai slump yang sangat mendekati nilai yang disyaratkan di atas untuk mendapatkan kuat tekan sesuai rencana. Selain itu faktor yang dapat mempengaruhi water cemen rasio dan komposisi campuran antara lain serapan air dan kadar air pada agregat yang tinggi, modulus halus butir dan gradasi agregat yang tidak merata, dan kekuatan agregat yang rendah yang perlu diuji terlebih dahulu serta penyimpanan agregat yang perlu diperhatikan.

Menurut Mulyono (2003), serapan air yang kebasahannya hampir sama dengan agregat dalam beton tidak akan menambah atau mengurangi air dari pastanya. Kondisi tersebut adalah kondisi jenuh permukaan kering (JPK) atau

saturated surface dry (SSD). Kadar air yang demikianlah yang baik digunakan untuk perencenaan struktur beton karena kondisi agregat yang terlalu jenuh dengan air maupun yang terlalu kering akan mempengaruhi angka water cement rasio dan nilai slump yang telah direncanakan sehingga mempengaruhi water cemen rasio dan komposisi concrete mix design.

Distribusi ini dapat dibedakan menjadi tiga yaitu gradasi sela, menerus dan seragam. Agregat dengan gradasi menerus yang sering digunakan dalam campuran beton karena semua ukuran agregat terdistribusi dengan baik dan merata. Gradasi ini dibutuhkan untuk mendapatkan angka pori yang lebih kecil dan kemampatan yang tinggi sehingga terjadi interlocking yang diperlukan dalam campuran beton yang baik.

Kekuatan agregat sangat mempengaruhi kekuatan tekan beton. Agregat yang cukup aman digunakan dalam campuran beton adalah agregat yang memiliki kuat tekan lebih tinggi dari beton. Untuk menguji kekuatan agregat dapat mengunakan bejana Rudelloff ataupun Los Angeles Test.

(33)

19

Hasil Pengujian Lentur Balok

Kekuatan balok

Fungsi utama struktur balok adalah menahan beban lentur merata maupun terpusat. Seperti yang telah diuraikan di atas, momen lentur adalah jumlah total aljabar momen-momen gaya eksternal yang bekerja pada sembarang satu sisi penampang yang ditinjau pada suatu perletakkan. Momen runtuh balok beban terpusat pada balok terjadi pada tengah bentang perletakkan sendi dan rol. Balok beton yang diuji adalah balok sederhana dengan tumpuan sendi dan rol yang diberi beban terpusat. Momen runtuh rata-rata balok tipe 1, 2, 3, 4, dan kontrol secara berurutan yaitu 3.318,23 Nm, 2.306,57 Nm, 2.554,89 Nm, 3.001,86 Nm, dan 3.498,49 Nm. Dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa balok kontrol atau balok bertulang baja masih unggul dalam momen runtuh balok. Hasil momen runtuh balok tersebut dapat dilihat pada Gambar 15 sedangkan data hasil perhitungan disajikan pada Tabel 8.

(34)

20

Gambar 15 Diagram batang momen runtuh balok

Balok bertulang bambu yang memiliki momen runtuh paling tinggi dan mendekati nilai balok kontrol adalah balok tipe 1. Balok tipe 1 memiliki persentase momen runtuh sebesar 94,85% dari balok kontrol. Hal tersebut terjadi kerena susunan tulangan bambu tipe 1 memiliki posisi tulangan yang vertikal sehingga inersia yang dimiliki besar. Inersia yang besar ini sangat mempengaruhi balok untuk menahan beban serta momen runtuh yang lebih besar seperti yang sering dijumpai pada balok baja berprofil I. Menurut Cahyono (2011), tegangan lentur adalah besarnya nilai kuat tarik tidak langsung dari benda uji berbentuk balok yang diperoleh dari hasil pembebanan benda uji tersebut atau hasil bagi antara momen lentur dengan inersia balok sehingga semakin besar nilai inersia balok maka tegangan yang terjadi pada balok semakin kecil sehingga beban yang diterima lebih besar.

Selain posisi tulangan, nilai slump pada beton balok tipe 1 memiliki nilai yang mendekati nilai slump yang disyaratkan. Nilai slump yang disyaratkan sebesar 10,1 cm, sedangkan nilai slump yang mendekati nilai tersebut yaitu momen runtuh mendekati balok kontrol. Persentase nilai momen runtuhnya sebesar 85,8 % dari kuat lentur balok kontrol. Menurut susunan tulangan bambu menunjukkan bahwa kulit bambu pada tulangan balok terdapat di bawah tulangan tekan maupun tulangan tarik. Letak kulit bambu pada tulangan tersebut yang berperan menahan beban lenturan pada balok dari atas, khususnya pada daerah tarik balok. Menurut hasil penelitian Morisco (1999), kulit bambu merupakan bagian bambu yang paling kuat. Karakteristik kulit bambu lebih kuat daripada daging bambu dimana tegangan tarik kulit bambu jenis betung tiga kali lipat lebih kuat daripada daging bambu.

Tipe 1 Tipe 2 Tipe 3 Tipe 4 Kontrol

Momen runtuh (Nm)

(35)

21

Perilaku Lentur Balok

Analisa lentur balok

Hubungan beban-lendutan balok beton bertulang pada dasarnya dapat diidealisasikan menjadi bentuk triliniear yang diperlihatkan pada Gambar 16. Hubungan ini terdiri atas tiga daerah sebelum terjadinya runtuh pada saat mencapai beban maksimum. Selain itu, setelah mencapai beban maksimum perilaku balok yang ditunjukkan yaitu perilaku daktail. Daktail adalah perilaku balok pada saat menahan beban setelah mencapai beban maksimum (Nawy, 1996).

Gambar 16 Grafik hubungan beban-lendutan pada balok I = Perilaku elastisitas balok pra-retak

II = Perilaku pasca-retak balok

III = Perilaku pasca-servicebility, dimana tulangan balok mulai leleh. IV = Perilaku daktail

Menurut hasil dari pengujian balok dengan 3 pengulangan menunjukkan bahwa beberapa balok susunan tulangan bambu memiliki pola grafik yang sama tetapi ada juga balok dengan pola grafik berbeda pada pengulangan tersebut. Pola grafik yang tidak sama dalam pengulangan tersebut dapat disebabkan oleh kondisi tertentu pada tulangan bambu saat pengujian.

Balok bertulang bambu tipe 1 memiliki grafik yang cukup stabil atau sama pada 3 kali pengulangan seperti yang ditunjukkan Gambar 17. Daerah (1) merupakan daerah elastis balok yang mempunyai pola relatif sama. Daerah (2) pada grafik menunjukkan kondisi balok yang mulai retak akibat pembebanan. Pada daerah ini pola grafik yang ditunjukkan juga relatif sama pada tiap-tiap benda uji, sedangkan pada daerah (3) grafik terdapat satu benda uji yang polanya berbeda.

(36)

22

Gambar 17Grafik beban-defleksi balok tipe 1. Keterangan : tulangan mengalami penurunan kekuatan pada lendutan 3.25 mm, sedangkan balok tipe 1.1 dan 1.3 mengalami penurunan kekuatan pada lendutan 4,95 dan 4,34 mm. Hal tersebut disebabkan karena terdapatnya buku yang letaknya di titik pembebanan sehingga tidak adanya paku pada tengah bentang dimana terjadinya momen lentur yang paling besar. Menurut penelitian Morisco (1999) menyatakan bahwa buku bambu ada sebagian serat yang berbelok, dan sebagian lagi tetap lurus. Serat yang berbelok ini sebagian menuju sumbu batang, sedangkan bagian lain menjauhi sumbu batang, sehingga pada buku arah gaya tidak lagi sejajar semua serat. Oleh karena itu buku bambu adalah bagian yang paling lemah terhadap gaya tarik sejajar sumbu batang.

Daerah (4) pada grafik menunjukkan perilaku daktail balok setelah mencapai kekuatan maksimum. Dari grafik tersebut terlihat bahwa balok tipe 1.2 dengan buku di tengah bentang memiliki sifat yang daktail. Hal tersebut ditandai dengan bentuk grafik yang landai pada saat penurunan kekuatan.

Balok bertulang bambu tipe 2 memiliki pola grafik yang relatif sama seperti yang ditunjukkan Gambar 18 pada 3 kali pengulangan hanya saja berbeda pada daerah elastisnya. Daerah (1) yang ditunjukkan oleh grafik merupakan daerah elastisitas balok yang mempunyai pola berbeda pada setiap benda uji. Pada balok tipe 2 ini yang memiliki kekakuan paling tinggi yaitu balok 2.2 dengan letak satu buku bambu di tengah tulangan dan yang paling rendah adalah tipe 2.1 dengan dua buku bambu yang terdapat di tepi tulangan.

(37)

23

Gambar 18 Grafik beban-defleksi balok tipe 2.

Daerah (2) pada grafik menunjukkan kondisi balok yang mulai retak akibat pembebanan.Pada daerah ini pola grafik yang ditunjukkanberbeda-beda karena daerah tersebut tidak dimiliki oleh balok tipe 2.2, sehingga setelah kondisi elastis perilaku yang ditunjukkan selanjutnya adalah tulangan bambu yang mulai leleh disertai keretakan. Hal tersebut bisa terjadi karena tidak terdapatnya penghubung geser atau paku pada tengah tulangan atau buku bambu. Seperti yang telah yaitu pada lendutan 0,48 mm. Daerah (4) yaitu penurunan kekuatan atau perilaku daktail juga memiliki pola yang sama di setiap benda uji. Jika dilihat dari bentuk grafik, perilaku daktail balok tipe 2 sangat baik karena penurunan grafik yang landai setelah mencapai kekuatan maksimum dibanding balok bertulang bambu tipe lain.

Gambar 19 Grafik beban-defleksi balok tipe 3

(38)

24

Pengujian balok tipe 3 dilakukan dengan pengambilan data hanya sampai pada kekuatan maksimum, sehingga pola penurunan kekuatan pada pengujian ini tidak dapat dianalisis. Pada umumnya pola grafik balok tipe 3 sama tetapi balok tipe 3.3 yang mengalami perbedaan pola lentur seperti yang ditunjukkan Gambar 19. Daerah elastis (1) balok tersebut berada pada beban 0 kg – 1.300 kg, sedangkan daerah (2) adalah perilaku keretakan sekaligus lelehnya tulangan sampai mencapai kekuatan maksimum. Pada daerah tersebut balok tipe 3.3 mengalami perbedaan pola dimana tidak terjadi peningkatan kekuatan yang curam pada saat keretakan mulai timbul tetapi pola yang ditunjukkan grafik yaitu kenaikan kekuatan yang landai. Hal tersebut bisa terjadi karena luas tulangan balok 3.3 memiliki luas penampang yang lebih kecil.

Gambar 20 Grafik beban-defleksi balok tipe 4.

Hasil dari pengujian balok tipe 4 pada umumnya memiliki pola grafik yang bervariasi setiap benda ujinya seperti yang ditunjukkan Gambar 20. Pola grafik balok tipe 4.1 memiliki daerah elastisitas, retak awal, tulangan leleh, dan penurunan kekuatan yang sangat ideal. Sedangkan pola grafik balok tipe 4.2 memiliki nilai elastisitas yang rendah. Selain itu grafik penurunan yang ditunjukkan balok 4.2 juga cukup curam artinya setelah mencapai kekuatan maksimum balok tersebut terjadi patahan pada tulangan bambu. Patahan tersebut disebabkan karena posisi buku yang letaknya pas di titik pembebanan.

Daerah elastis balok 4.3 memiliki nilai yang mendekati elastisitas balok 4.1. Pola peningkatan kekuatan setelah tulangan leleh yang ditunjukkan oleh grafik cukup landai. Hal tersebut dikarenakan kulit bambu yang terdapat di bawah tulangan memiliki kekakuan yang tinggi meskipun beton telah mengalami leleh. Kekakuan tersebut terjadi akibat tidak terdapatnya buku bambu pada tengah bentang sehingga serat kulit bambu lebih kompak.

(39)

25

Gambar 21 Grafik beban-defleksi balok kontrol

Gambar 21 di atas merupakan grafik hasil dari pengujian balok bertulang baja sebagai kontrol atau pembanding dari balok bertulang bambu. Grafik tersebut terlihat bahwa balok kontrol memiliki peningkatan kekuatan yang sangat curam. Akan tetapi kekakuan atau elastisitas dari balok masih rendah dibanding dengan daerah elastisitas balok bertulang bambu.

Modifikasi pada tulangan bambu perlu dilakukan untuk kondisi-kondisi tertentu. Bentang tulangan bambu sepanjang 58 cm tidak terhindarkan dari keberadaan buku. Buku memisahkan beberapa bagian buluh bambu yang disebut ruas. Menurut penelitian Ramadhan A (2006), keberadaan buku pada bambu memliki kekuatan yang lebih pada bambu. Hal tersebut dimungkinkan karena adanya serat di buku yang lebih padat dan sekat pembatas buluh yang keras.

Gambar 22 Grafik beban – defleksi balok dengan tulangan dua buku di tepi bentang

Menurut grafik pada Gambar 22 menunujukkan bahwa daerah elastis balok bertulang dengan dua buku di tepi bentang berada di antara pembebanan 320 kg – 1.000 kg. Setelah itu, daerah plastis beton dengan ditandai muculnya keretakan mengalami peningkatan. Peningkatan di daerah palstis tersebut ditunjukkan dengannaiknya pola grafik yang tinggi meskipun tidak curam. Hal tersebut disebabkan karena terdapatnya paku dari tengah bentang sampai batas buku di tepi

(40)

26

bentang sehingga lekatan antar tulangan dengan beton yang dibebani terpusat lebih kokoh.

Setelah mencapai kekuatan maksimum, balok akan menunjukkan perilaku penurunan grafik atau sifat daktail. Pola grafik yang memiliki sifat daktail yang serupa terjadi pada balok tipe 2 dan 4 dengan peurunan yang landai. Secara umum, pola grafik balok dengan dua buku tulangan di tepi bentang serupa tetapi tidak untuk penurunan grafik atau kedaktailannya.

Gambar 23 Grafik beban – defleksi balok dengan tulangan satu buku di tengah bentang

Gambar 23 di atas menunujukkan bahwa daerah elastis balok bertulang dengan satu buku di tengah bentang berada di antara pembebanan 400 kg – 900 kg pada balok tipe 1, 3, dan 4 sedangkan balok tipe 2 memiliki elastisitas pada pembebanan 1.710 kg. Setelah itu, daerah plastis beton dengan ditandai muculnya keretakan mengalami peningkatan kekuatan. Hal tersebut ditunjukkan dengan peningkatan pola grafik yang curam sampai kekuatan maksimum. Pola grafik yang curam pada daerah plastis disebabkan karena terdapatnya buku di titik pembebanan yang sifatnya keras seperti yang telah dijelaskan.

Jika dilihat dari kekuatan maksimum, balok dengan buku di tengah bentang tulangan masih lebih rendah dari kekuatan maksimum rata-rata balok dengan dua buku tulangan di tepi bentang. Hal tersebut terjadi karena tidak adanya paku di tengah bentang dimana pembebanan balok diberikan. Tidak adanya paku tersebut menyebabkan lekatan beton dengan tulangan kurang kokoh sehingga beban yang dapat ditahan akan lebih rendah.

(41)

27

Gambar 24 Grafik beban – defleksi balok dengan tulangan satu buku di jarak 1/3 dari tepi bentang.

Gambar 24 di atas menunujukkan bahwa daerah elastis balok bertulang dengan satu buku di jarak 1/3 dari tepi bentang berada di antara pembebanan 600 kg – 1.200 kg. Daerah plastis balok dengan ditandai lelehnya beton mengalami peningkatan kekuatan yang tidak seragam.Pola grafik yang curam terjadi pada balok tipe 1 dan tipe 2, sedangkan pola grafik yang landai terjadi pada balok tipe 3 dan tipe 4.

Setelah mencapai kekuatan maksimum, balok akan menunjukkan perilaku penurunan grafik atau sifat daktail. Pola grafik yang memiliki sifat daktail yang serupa terjadi pada balok tipe 1 dan 4 dengan peurunan yang curam sedangkan balok tipe 2 mengalami penurunan grafik yang landai. Secara umum, balok dengan satu buku di jarak 1/3 dari tepi bentang meiliki pola grafik yang tidak konsisten.

Menurut grafik hasil pengujian secara umum keberadaan buku pada tengah bentang tulangan dapat mengurangi kekuatan balok bertulang bambu. Hal tersebut disebabkan tidak adanya paku di titik pembebanan sehingga lekatan beton dengan tulangan rendah dan mampu menahan beban yang lebih rendah pula. Selain itu, kekuatan balok kontrol masih lebih tinggi dibanding kekuatan balok bertulang bambu. Akan tetapi, elastisitas atau kekakuan balok bertulang baja masih lebih rendah daripada balok bertulang bambu.

Pola retak balok

(42)

28

Gambar 25 Keretakan yang terjadi pada balok sederhana

Retak lentur awal yang terjadi memang selalu berada pada daerah tarik selanjutnya retak menyebar sedikit demi sedikit ke daerah tekan. Retak yang terjadi pada daerah tekan tersebut tidak terlalu banyak dan lebar. Dalam penelitian ini,retak yang terjadi pada balok bertulang bambu tidak hanya keretakan tarik, tetapi juga keretakan geser. Retak yang terjadi pada balok kontrol merupakan retak lentur yang terjadi pada daerah tarik seperti yang terlihat pada Gambar 26, sedangkan pada balok tipe 1, 2, 3, dan 4 keretakan yang terjadi adalah retak tarik dan retak geser.

Gambar 26 Pola retak pada balok kontrol

Tulangan geser pada umumnya disebut sengkang yang fungsinya untuk menahan gaya geser yang terjadi balok. Pada balok kontrol tulangan geser atau besi sengkang telah didesain sehingga tidak terjadi retak geser pada balok tersebut. Retak geser pada balok bisa terjadi karena tidak adanya tulangan geser yang didesain.

Gambar 27 Pola retak balok tipe 1

Retak lentur

(43)

29

Gambar 28 Pola retak balok tipe 2

Pola keretakan balok tipe 1 dan tipe 2 pada Gambar 27 dan Gambar 28 sangat tipikal yaitu retak lentur yang terjadi tepat tegak lurus dari arah pembebanan. Retak lentur yang terjadi berawal dari lelehnya beton pada daerah tarik balok. Retak lentur balok tersebut juga disertai retak geser yang terjadi di sisi balok. Bersamaan dengan meningkatnya beban, retak geser bertambah panjang sampai ke ujung balok. Retak tersebut bisa disebabkan tidak adanya pengikat atau sengkang pada tulangan bambu, sehingga gesernya posisi bambu pada saat pembebanan sangat mungkin terjadi. Selain itu, pergeseran posisi bambu juga bisa terjadi pada saat pengecoran. Hal tersebut juga dikarenakan tidak terdapatnya tulangan geser untuk menstabilkan tulangan pada saat pengecoran.

Gambar 29 Pola retak balok tipe 3

Gambar 30 Pola retak balok tipe 4

Pola retak balok tipe 3 dan 4 berbeda dengan pola retak balok tipe 1 dan 2. Pada Gambar 29 dan Gambar 30 terlihat bahwa retak lentur yang terjadi membentuk sudut miring mendekati sudut 45o. Bersamaan dengan meningkatnya beban yang diberikan, arah retak tersebut melebar mendekati titik pembebanan yang bekerja. Selain itu, retak lentur tersebut juga disertai retak geser yang terjadi di satu sisi balok. Sedangkan pada balok tipe 3, retak geser terjadi di kedua sisi badan balok. Hal tersebut disebabkan pergeseran posisi tulangan yang menyebabkan terjadinya selip yang tinggi.

Retak lentur

Retak geser Retak geser

Retak lentur

Retak geser Retak lentur

(44)

30

Menurut Romel (2010), penambahan tulangan geser longitudinal akan meningkatkan kapasitas beban retak geser dan beban ultimit balok tinggi. Kenaikan tersebut mencapai 87,5% untuk beban retak geser dan 83,2% untuk beban ultimit balok dengan 3 lapis tulangan longitudinal dibandingkan terhadap balok tanpa tulangan geser. Penambahan tulangan geser longitudinal, akan meningkatkan kapasitas beban yang dapat diterima oleh struktur balok tinggi. Peningkatan ini terjadi dikarenakan adanya tambahan perkuatan dari tulangan arah longitudinal atau horizontal yang mampu menahan gaya geser yang terjadi akibat beban. Tulangan longitudinal tersebut mampu memberikan aksi perlawanan bersama-sama sengkang setelah retak diagonal terjadi pada daerah bentang geser. Namun demikian penambahan tulangan geser longitudinal ini harus tetap diperhitungkan terhadap batasan rasio penulangan maximum (ρmax) agar tidak

terjadi kondisi over-reinforced.

Selain retak lentur dan retak geser, retak rambut juga terjadi pada permukaan balok bertulang bambu sebelum pengujian dilakukan. Hal tersebut terjadi karena sifat bambu yang higroskopis yaitu suatu bahan yang dapat menyerap air. Seperti yang telah diuraikan di atas, bahwa bambu dapat menyerap air 25% dari volume bambu tersebut yang dapat mengurangi kandungan air pada beton basah.

KESIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Menurut analisa penelitian beton bertulang bambu bisa menjadi peluang sebagai pengganti beton bertulang baja. Beberapa kesimpulan dari hasil kajian eksperimen pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Tulangan bambu betung memiliki sifat yang mendekati sifat mekanis baja mutu sedang. Kuat tarik bambu betung adalah 229,93 MPa, sedangkan tegangan leleh bambu (fy) adalah 179,83 MPa. Berdasarkan

SNI 07 – 2052 – 2002 tentang “Baja Tulangan Beton” dan dari hasil pengujian menunjukkan bahwa bambu betung memiliki kekuatan tarik 60,5 % dan tegangan leleh bambu betung 76,5 % dari baja mutu sedang. Kondisi tersebut menunjukkan bambu betung bisa menjadi alternatif pengganti tulangan baja.

(45)

31 3. Kapasitas kuat balok bertulang baja (kontrol) masih unggul daripada balok

bertulang bambu. Kapasitas balok bertulang bambu tipe 1 mendekati nilai kontrol yaitu 3.318,23 Nm dengan persentase 94,85%.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian di atas, perlu adanya penyidikan terlebih dahulu terhadap karakteristik bahan penyusun beton yaitu agregat halus dan agregat kasar agar mendapat kuat beton yang sesuai dengan yang direncanakan. Kelayakan peralatan pelaksanaan juga perlu diperhatikan seperti molen untuk pengadukan beton basah yang lebih merata. Selain itu, pengikat atau sengkang pada bambu juga harus didesain agar tidak terjadinya retak geser pada pengujian lentur balok beton bertulang.

DAFTAR PUSTAKA

[BSN] Badan Standarisasi Nasional.1996. Metode Pengujan Kuat Lentur Beton dengan Balok Uji Sederhana yang Dibebani Terpusat Langsung SNI 03 – 4154 – 1996. Jakarta (ID): BSN.

[BSN] Badan Standarisasi Nasional.2002. Baja Tulangan Beton SNI 07 – 2052 – 2002. Jakarta (ID): BSN.

[PBI] Direktorat Penyelidikan Masalah Bangunan. 1971. Peraturan Beton Bertulang Indonesia N.I – 2. Bandung (ID): Yayasan Lembaga Penyelidikan Masalah Bangunan.

Cahyono B. 2011. Kajian Kuat Lentur Beton Kertas (Papercrete) dengan Bahan Tambah Serat Nylon [skripsi]. Surakarta (ID): Universitas Sebelas Maret. Fauzan M, Riswan D. 2002. Analisa dan perhitungan konstruksi gedung

perkantoran bidakara pancoran [skripsi]. Padang (ID): Universitas Andalas. Iremonger MJ. 1990. Dasar Analisis Tegangan. Jakarta (ID): UI Pr. Terjemahan

dari :Basic Stress Analysis.

Janssen J JA. 1991. Mechanical propertis of bamboo. Eindhoven (NL): Eindhoven University of Technology.

Khare L. 2005. Perfomance evaluation of bamboo reinforced concrete beams

[Internet]. [Diunduh 2013 April 28]; Texas (US): University of Texas. Tersedia pada :http://www.learningace.com/doc/1491267/bfa7323e7f692f daf7e7679125bd5c89/umi-uta-1098.

Mark AA, Russell AO. 2011. A comparative study of bamboo reinforced concrete beams using different stirrup materials for rural construction. International Journal Of Civil And Structural Engineering (IJCSER) [Internet]. [Diunduh 2013 Mei 4]; 2(1): 0976-4399. Tersedia pada http://www.ipublishing. co.in/ijcserarticles/twelve/articles/voltwo/EIJCSE3033.pdf

McCormac JC. 2004. Desain Beton Bertulang. Jilid ke-1.Sumargo, penerjemah; Simarmata L, editor. Jakarta (ID): Penerbit Erlangga. Terjemahan dari:

Design of Reinforced Concrete Fifth Edition.

(46)

32

Nasution A. 2009. Analisis dan Desain Struktur Beton Bertulang. Bandung (ID): ITB Pr.

Nawy GE. 1985. Beton Bertulang – Suatu Pendekatan Dasar. Suryoatmono B, penerjemah. Bandung (ID): PT. Refika Aditama. Terjemahan dari:

Reinforced Concrete – A Fundamental Approach.

Noorhidana VA, Syahland SJ.2009. Kajian eksperimental pengaruh bentuk penampang balok terhadap beban maksimum dan kekauan balok beton bertulang. REKAYASA Jurnal Sipil Dan Perencenaan [Internet]. [Diunduh 2013 Agustus 21]; 2(13): 199-208. Tersedia pada :http://ftsipil. unila.ac.id/ejournals/index.php/jrekayasa/article/view/12/pdf

Nuroji. 2004. Studi eksperimental lekatan antara beton dan tulangan pada beton mutu tinggi. Media Komunikasi Teknik Sipil [Internet]. [Diunduh 2013 September 12]; 3(12): 28-27. Tersedia pada http://ejournal. undip.ac.id/index.php/mkts/article/view/2739/2427

Ramadhan A. 2006. Ketahanan tekan dan lentur bambu sebagai bahan tiang penyangga pada bagan apung [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB.

Rommel E. 2010. Pemakaian perkuatan geser longitudinal sebagai upaya peningkatan kapasitas balok tinggi beton bertulang [Internet]. [Diunduh 2013 Agustus 21]; Malang (ID): Erwin Rommel Corner. Tersedia pada: http://erwinrommel.staff.umm.ac.id/2010/02/04/seminar-tentang-balok-tinggi/.

Sevalia JK, dkk. 2013. Study on bamboo as reinforcement in cement concrete.

International Journal Of Engineering Research And Applications (IJERA) [Internet]. [Diunduh 2013 Agustus 21]; 3(2) : 1181-1190. Tersedia pada :http://www.ijera.com/papers/Vol3_issue2/GK3211811190.pdf

Sunggono V. 1984. Teknik Sipil. Bandung (ID) : NOVA

Surjokusumo S, Nugroho N. 1993. Studi Penggunaan Bambu Sebagai Bahan Tulangan Beton [laporan penelitian]. Bogor (ID): Fakultas kehutanan IPB. Wikana I, Widayat Y. 2007. Tinjauan kuat lentur balok beton bertulan dengan

(47)

33 Lampiran 1 Hasil pengujian lentur bambu

TabelPengujian lentur daging bambu

Tabel Pengujian lentur kulit bambu

No

Max MOE MOR

(kgf) kgf/cm2 Mpa kgf/cm2 Mpa 1 165,15 66.338,59 6.501,18 867,02 84,97 2 173,76 70.015,88 6.861,56 912,24 89,40 3 163,28 65.525,41 6.421,49 857,24 84,01 4 152,88 64.019,48 6.273,91 802,64 78,66 5 131,93 51.033,58 5.001,29 692,65 67,88

rata-rata 63.386,59 6.211,89 826,36 80,98

No

Max MOE MOR

(48)

34

Lampiran 2 Grafik pengujian lentur bambu

(49)

35

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Mojokerto pada tanggal 3 April 1991 dari ayah Riyadi (alm) dan ibu Nurdiana. Penulis adalah putra kedua dari dua bersaudara. Tahun 2009 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Puri Mojokerto dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB dan diterima di Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Fakultas Teknologi Pertanian. Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten praktikum mata kuliah Ilmu Ukur Wilayah pada semester genap tahun ajaran 2011/2012. Penulis juga pernah aktif sebagai pengurus Divisi Musik MAX IPB pada tahun 2009-2010. Bulan Juni – Agustus 2012 penulis melaksanakan Praktik Lapang di suatu

perusahaan kontraktor BUMN PT Nindya Karya dengan judul “Studi Tentang

Pemancangan Concrete Spun Pile (CSP) Proyek Dermaga 103, 104 dan 105 Tj.

Priok”.

Penulis juga aktif mengikuti lomba yang pernah diadakan di kampus IPB. Beberapa prestasi yang pernah diraih oleh penulis antara lain adalah Juara III Kompetisi Cipta Lagu IPB Art Contest tahun 2010, Juara I Cabang Bola Basket

Red’s Cup tahun 2011, dan Juara II Cabang Sprint 100 meter Red’s Cup tahun

Gambar

Gambar 1 berikut.
Tabel 1 Kelas dan mutu beton
Gambar 3Tahapan penelitian
Gambar 5 Posisi buku bambu tulangan.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Selepas tempoh 12 bulan tamat, Wood akan menyemak jumlah saham belian yang terdapat pada akaun saham dalam talian anda; hanya saham yang anda beli layak menerima saham padanan.

Kesimpulan dari penelitian yang dilakukan oleh penulis yaitu: pertama, rukun dan syarat jaminan dalam praktik pinjaman atau utang piutang tersebut telah terpenuhi dan barang atau

Berdasarkan tabel 4.5 tentang morfologi eritrosit setelah menstruasi yang diamati dengan memperhatikan 3 komponen diantaranya yaitu Shape (bentuk), Size (ukuran), dan

Komponen Perancangan Arsitektur Lansekap: Prinsip – Unsur dan Aplikasi.. Jakarta:

Setelah dilakukan analisis regresi logistik didapatkan bahwa peubah penjelas yang berpengaruh terhadap status penggunaan metode kontrasepsi (kategori yang tidak memakai)

Penulisan makalah ini menunjukkan hal yang berkaitan dengan apa- apa saja mengenai hukum-hukum, tata cara pelaksanaan yang terkait tentang hubungan jual beli

memperoleh pengalaman yang bermakna dalam mencapai kompetensi dasar, berfungsi sebagai narasumber dan fasilita- tor dalam menjawab pertanyaan peserta didik yang

Ini dikategorikan bahwa kemampuan siswa kelas XI SMA 1 Mejobo Kudus sebelum menggunakan Video Recorded dikategorikan cukup.Hasil penelitian dalam post test sesudah menggunakan