• Tidak ada hasil yang ditemukan

Produksi dan Rendemen

Tabel 20. menunjukkan getah pinus yang diolah, hasil produksi gondorukem dan terpentin serta rendemen selama 5 tahun terakhir PGT. Sindangwangi. Getah pinus yang diolah selama 5 tahun terakhir berkisar antara 53,6-64,5%. Hal ini menunjukkan kurangnya pasokan bahan baku. PGT. Sindangwangi mengolah getah pinus sebesar 5.435,4 ton pada tahun 2005 dan menghasilkan gondorukem sebesar 3.710,6 ton (rendemen = 68,3%) dan terpentin sebesar 758,65 ton (rendemen = 14,0%). Rendemen selama 5 tahun berkisar 59,8-78,9% untuk gondorukem dan berkisar 13,6-16,1% untuk terpentin. Perhitungan rendemen dimaksudkan untuk mengetahui efesiensi pengolahan bahan baku getah pinus menjadi gondorukem dan terpentin. Tingkat rendemen gondorukem yang diperoleh belum memenuhi target yang ditetapkan oleh Perum Perhutani Unit III Jawa Barat, yaitu 80%. Sedangkan rendemen terpentin sudah memenuhi target yang ditetapkan oleh Perum Perhutani Unit III Jawa Barat- Banten, yaitu sebesar 12% (Tabel 20).

Biaya Produksi

Biaya produksi pengolahan getah pinus menjadi gondorukem dan terpentin di PGT.Sindangwangi terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tersebut dihitung untuk setiap tahapan dan komponennya. Tabel 21 dan 22. menunjukkan biaya tetap dan biaya variabel menurut tahapan dan komponennya. Biaya tetap terbesar menurut tahapannya yaitu pada umum sebesar Rp. 2.496,4 juta atau Rp. 672,8/kg (48,7%). Sedangkan menurut komponennya, biaya tetap terbesar pada penyusutan sebesar Rp. 2.042,0 juta atau Rp. 550,3/kg (39,9%), dan biaya paling kecil pada komponen gaji sebesar Rp. 587 juta atau Rp. 158,2/kg (11,5%). Sedangkan biaya variabel terbesar menurut tahapannya, yaitu pada tahap persiapan bahan baku sebesar Rp. 8.548,0 juta atau Rp. 2.303,7/kg (72,36%). Sedangkan berdasarkan komponennya biaya bahan baku sebesar Rp. 7.810,2 juta atau Rp.2.104,8/kg (66,11%).

54 Tabel 20. Rekapitulasi Produksi dan Pendapatan PGT. Sindangwangi Tahun 2001 - 2005

Item Satuan Tahun

2001 2002 2003 2004 2005 Rata-rata

Kapasitas terpasang Ton/Th 10.000 10.000 10.000 10.000 10.000 10.000

Getah yang diolah Ton/Th 5.363,0 5.672,3 6.447,7 5.840,6 5.435,4 5.751,8

Persentase Pengolahan % 53,6 56,7 64,5 58,4 54,4 57.5

Gondorukem

Total produksi Ton/Th 4.231,9 3.393,9 5.034,2 4.075,7 3.710,6 4.089.3

penjualan dalam negeri Ton/Th 2.912,9 2.722 3.205,2 2.450,4 2.169,6 2.692,0 ekspor Ton/Th 1.319,0 671.9 1.829,0 1.625,2 1.541,0 1.397,3 Rendemen % 78,9 59,8 78,1 69,8 68,3 71,0 Harga jual dalam negeri Rp/Kg 3.125 4.025 3.250 3.633 4.953 3.706 eksport Rp/Kg 4.695 4.200 3.425 3.850 5.375 4.199 Pendapatan Rp Milyar 8,12 18,52 18,52 15,34 19,31 16,83 Terpentin

Total produksi Ton/Th 726,5 815,0 1.037,2 853,7 758,7 838,3

penjualan dalam negeri Ton/Th 610,4 752,8 867,2 514,4 428,0 634,6 ekspor Ton/Th 116,1 62,2 170,1 339,3 330,7 203,7 Rendemen % 13,6 14,4 16,1 14,6 14,0 15,0 Harga jual dalam negeri Rp/Kg 4.125 4.414 3.923 3.668 5.055 4.051 ekspor Rp/Kg 4.300 4.630 4.120 3.930 5.240 4.297 Pendapatan Rp Milyar 2,20 3,92 4,24 3.42 3,91 3,91

Total pendapatan Rp Milyar 10,32 22,44 22,76 18,76 23,22 20,74

Tabel 23. menunjukkan struktur biaya berdasarkan komponennya. Biaya terbesar adalah biaya bahan baku sebesar Rp. 7.810,216 juta atau Rp. 2.105/kg gondorukem (46,2%), disusul dengan biaya bahan penolong sebesar Rp. 2.983,777 juta atau Rp. 804/ kg gondorukem (17,6%) dan biaya penyusutan sebesar Rp. 2.042,035 juta atau Rp. 550/kg gondorukem (12,1%). Biaya variabel sendiri mempunyai bobot yang lebih besar daripada biaya tetap, yaitu sebesar 69,8% atau Rp. 11.813,563 juta sedangkan biaya tetap mempunyai bobot 30,0% atau Rp. 5.072,682 juta. Hal ini berarti biaya variabelnya lebih dari dua kali lipat dari pada biaya tetap. Besarnya biaya bahan baku berbanding lurus dengan biaya bahan penolong karena semakin besar bahan baku yang digunakan maka penggunaan bahan penolong yang digunakan juga semakin banyak. Tabel 23. juga menunjukkan biaya per kilogram gondorukem. Biaya tetap per kilogram yang digunakan adalah sebesar Rp. 1.380/ kg gondorukem dan biaya variabel sebesar Rp. 3.184/kg gondorukem, sehingga biaya totalnya Rp. 4.564/kg.

Perhitungan ini berbeda dengan perhitungan yang dilaporkan pihak Perhutani (Tabel 24). Tabel 24. menunjukkan biaya terbesar adalah biaya bahan baku yaitu Rp. 7,8 milyar atau Rp. 2.105/kg gondorukem. Kemudian biaya bahan penolong yaitu sebesar Rp. 2,98 milyar atau Rp. 804/kg gondorukem. Perbedaan terjadi pada biaya tetap. Dalam hal ini pihak Perhutani tidak memperhitungkan penyusutan dan bunga modal semua investasi, tetapi hanya memperhitungkan investasi yang dianggap penting. Sedangkan dalam penelitian ini semua investasi dihitung penyusutan dan bunga modalnya seperti yang disajikan pada Tabel lampiran 2.

Untuk mengurangi biaya variabel yang besar dapat dengan mengurangi pekerja borongan yang banyak pada tahap persiapan bahan baku, karena pada tahap ini sebenarnya pihak PGT. Sindangwangi dapat bekerja sama dengan penyadap agar menyerahkan hasil langsung ke pabrik sehingga tidak memerlukan biaya untuk upah pekerja borongan yang mengambil getah dari para penyadap.

56 Tabel 21. Rekapitulasi biaya tetap dan biaya variabel (Rp Juta / tahun) setiap tahapan dan komponen PGT.Sindangwangi tahun 2005.

Tahapan

Biaya Tetap ( Rp Juta / tahun) Biaya Variabel (Rp Juta / tahun) Penyusutan Bunga modal Gaji Sub total Prosentase (%) Bahan baku Bahan penolong Upah Sub total Persentase (%) Total Persentase (%) Persiapan Bahan Baku

- - - - -

7.810,

2 0,3 737,6 8.548,0 72,4 8.548,0 50,5

Pengolahan Bahan Baku 1.313,2 996,1 - 2309,4 45,1 - 2.983,8 231,7 3215,5 27,2 5.524,9 32,6

Pengujian Produk 101,5 20,7 - 122,2 2,4 - - - 0,0 0,0 122,2 0,7 Pengolahan Limbah 71,6 59,0 - 130,5 2,5 - - - 0,0 0,0 130,5 0,8 Pemasaran 21,7 41,0 - 62,7 1,2 - - 50,3 50,3 0,4 113,0 0,7 Umum 534,0 457,3 587 2496,4 48,7 - - - 0,0 0,0 2.496,4 14,7 Tota l Jumlah) 2.042,0 1.574, 2 587 5.121, 3 100,0 7.810, 2 2.984,0 1.019, 6 11.813, 8 100,0 16.935, 1 100,0 Persentase (%) 39,9 30,7 11,5 100,0 66,1 25,3 8,6 100,0

Tabel 22. Rekapitulasi biaya tetap dan biaya variabel (Rp / kg gondorukem) setiap tahapan dan komponen PGT.Sindangwangi tahun 2005.

Tahapan

Biaya tetap (Rp / kg gondorukem) Biaya variabel (Rp / kg gondorukem) Penyusutan Bunga modal Gaji Sub total Prosentase (%) Bahan baku Bahan penolong Upah Sub total Persentase (%) Total Prosentase (%)

Persiapan Bahan Baku - - - 2.104,8 0,1 198,8 2.303,7 72,4 2.303,7 50,5

Pengolahan Bahan Baku 353,9 268,5 - 622,4 45,1 - 804,1 62,5 866,6 27,2 1.489,0 32,6

Pengujian Produk 27,4 5,6 - 32,9 2,4 - - - 0,0 0,0 32,9 0,7 Pengolahan Limbah 19,3 15,9 - 35,2 2,5 - - - 0,0 0,0 35,2 0,8 Pemasaran 5,8 11,1 - 16,9 1,2 - - 13,5 13,5 0,4 30,5 0,7 Umum 143,9 123,2 158,2 672,8 48,7 - - - 0,0 0,0 672,8 14,7 Total Jumlah) 550,3 424,2 158,2 100,0 100,0 2.104,8 804,2 274,8 100,0 100,0 4.564,0 26,9 Persentase (%) 39,9 30,7 11,5 100,0 66,1 25,3 8,6 100,0 45

Tabel 23. Rekapitulasi biaya tetap dan biaya variabel PGT.Sindangwangi tahun 2005

Komponen biaya Rp Juta/Tahun Rp/Kg Prosentase (%)

Biaya Tetap 5.121,522 1.380 30,2

penyusutan 2.042,035 550 12,1 bunga modal 1.574,188 424 9,3 gaji kep&peg pabrik 587,045 158 3,5

umum 918 247 5,4 Biaya Variabel 11.813,563 3.184 69,8 bahan baku 7.810,216 2.105 46,2 bahan penolong 2.983,777 804 17,6 upah 1.019,570 275 6,0 Total 16.935,085 4.564 100

Tabel 24. Rekapitulasi Biaya Tetap dan Biaya Variabel Menurut KPH Bandung Utara, Perum Perhutani Unit III Jawa Barat-Banten 2005

Komponen biaya Rp Juta/Tahun Juta/Kg Prosentase (%)

Biaya Tetap 1.892,5 510 13,8

penyusutan 387,2 104 2,8

bunga modal 0,0 0 0,0

gaji kep&peg pabrik 587,0 158 4,3

umum 918,3 247 6,7 Biaya Variabel 11.813,6 3.184 86,2 bahan baku 7.810,2 2.105 57,0 bahan penolong 2.983,8 804 21,8 upah 1.019,6 275 7,4 Total 13.70, 1 3.694 100,0

Analisis Harga Pokok

Harga pokok gondorukem diperhitungkan dengan memperhatikan besarnya keuntungan yang ingin diperoleh oleh perusahaan, yaitu sebesar 18% dari biaya produksi. Atas dasar ini, besarnya harga pokok gondorukem sebesar Rp. 4.462/kg. Harga pokok tersebut lebih kecil dari pada harga jual dalam negeri yang besarnya Rp. 4.953/kg tetapi lebih kecil lagi dari pada harga diekspor yang besarnya Rp 5.375 kg. Sehingga apabila gondorukem tersebut dijual ekspor maka perusahaan akan mendapatkan keuntungan yang lebih besar dari pada dijual dalam negeri.

Kecilnya harga jual gondorukem dalam negeri karena kualitasnya masih rendah (rata-rata gondorukem kualitas WW) sedangkan kualitas gondorukem yang baik (kualitas X) diekspor keluar negeri. Apabila kualitas gondorukem yang dihasilkan berkualitas tinggi maka harga jual akan dapat dinaikkan.

Kualitas gondorukem dipengaruhi oleh kualitas getah pinus yang diolah dan cara pengolahannya. Maka diperlukan pengawasan yang ketat terhadap getah yang diolah terutama pada pihak penyadap. Selain itu diperlukan juga modifikasi dalam proses pengolahannya. Sehingga dengan begitu diharapkan dapat meningkatkan harga jualnya.

Analisis Rugi Laba

Tabel 25. menunjukkan besarnya produksi gondorukem dan terpentin, nilai investasi, BEP, ROI, pendapatan dan laba untuk tahun 2005. Menurut hasil penelitian, besarnya produksi gondorukem adalah 3.710,6 ton dan terpentin sebesar 758,7 ton, nilai investasi sebesar Rp. 15,7 milyar, biaya produksi sebesar

Tabel 25. Laporan rugi-laba PGT. Sindang wangi 2005

Item Unit Nilai

Perhitungan KPH

Hasil Produksi Ton 4.469,3 4.469,3

Gondorukem Ton 3.710,6 3.710,6

Terpentin Ton 758,7 758.7

Investasi Rp Milyar 15,7 15,7

Biaya total1) Rp Milyar 16,9 13,7

Rp/kg 4.564 3.694

Biaya tetap Rp Milyar 5,1 1.9

Rp/kg 1.380 510

Biaya variabel Rp Milyar 11,8 11,8

Rp/kg 3.184 3.184

Harga jual

Gondorukem Rp/kg 5.128 5.128

Terpentin Rp/kg 5.136 5.136

Harga Jual rata-rata Rp/kg 5.130 5.130

Pendapatan Gondorukem Rp Milyar 19,31 19,31 Terpentin Rp Milyar 3,91 3,91 Total Rp Milyar 23,22 23,22 Laba Rp Milyar 6,32 9,52 BEP Ton/th 2.620,76 976,36 % 26,21 9,76 ROI % 40,25 60,64

Keterangan: 1. Biaya tetap dihitung dengan memperhitungkan penyusutan semua inventaris sedangkan laporan dari KPH hanya memperhitungkan mesin, bangunan dan bengkel.

Rp. 16,9 milyar, BEP sebesar 2.620,76 ton atau 26,2%, ROI sebesar 40,3%, pendapatan sebesar Rp. 19,31 milyar dan laba sebesar Rp. 6,32 milyar. Sedangkan menurut laporan dari KPH, dapat diketahui keuntungannya yaitu sebesar Rp 9,52 milyar, BEP 976,36ton dan ROI 0,61%.

PGT.Sindangwangi memproduksi gondorukem diatas BEP. Hal ini menunjukkan bahwa PGT. Sindangwangi tidak mengalami kerugian dalam kegiatan produksinya. Dilain pihak PGT. Sindangwangi sudah mendapatkan keuntungan dari hasil penjualan gondorukem dan terpentin. Tetapi perusahaan masih jauh berproduksi dari kapasitas terpasangnya, untuk itu perusahaan perlu menambah produksinya agar memperoleh keuntungan yang lebih besar lagi.

Agar perusahaan dapat berproduksi lebih besar lagi maka perusahaan harus menambah bahan baku getah pinus. Penambahan getah pinus dapat dilakukan dengan memasok getah dari KPH-KPH yang lain selain dari Perum Perhutani Unit III Jawa Barat-Banten, tentunya paling tidak dengan memperhitungkan biaya transportasi dan sebagainya agar tidak menambah biaya yang dikeluarkan.

Selain itu, untuk meningkatkan keuntungan dapat menggunakan berbagai cara, diantaranya adalah dengan meningkatkan kualitas produk yang dihasilkan, baik itu produk berupa gondorukem, maupun terpentin sebagai hasil sampingannya. Peningkatan kualitas produk gondorukem dan terpentin yaitu dengan jalan meningkatkan getah pinus sebagai bahan bakunya. Peningkatan kualitas ini diharapkan dapat meningkatkan harga jual sehingga pendapatan juga meningkat.

Produksi getah pinus di Perum Perhutani sangat beragam dari tahun ke tahun pada setiap Unit, hal ini berkaitan dengan luas areal sadapan dan jumlah pohon yang disadap. Produksi getah pinus Perum Perhutani rata-rata per tahun adalah sebesar 81.096,0 ton. Produktivitas rata-rata getah pinus tersebut per satuan luas adalah 0,5416 ton/ha, sedangkan produktivitas rata-rata per satuan pohon yang disadap adalah 0,0027 ton/pohon, rata-rata pohon yang disadap adalah 201 pohon/ha (Tabel 18).

Dengan mengacu nilai rata-rata luas sadapan dalam Tabel 18. dan rata- rata produksi, baik produksi rata-rata per hektar, maupun produksi rata-rata per

pohon dalam Tabel 18. tersebut, maka dapat diperhitungkan perkiraan produksi getah pinus di wilayah Perum Perhutani, sebagai mana disajikan dalam Tabel 26. berikut ini.

Tabel 26. Produksi Getah Pinus Perum Perhutani Berdasar Produktivitas Rata- rata Per Hektar dan Per Pohon

Unit Luas Sadapan (Ha)

Rata-rata Jumlah Pohon yang

Disadap

Produksi (Ton) berdasar Produktivitas Per Ha Per Pohon

Unit I 76.509,4 262 42.026,61 42.095,47

Unit II 53.643,6 124 30.705,6 30.598,31

Unit III 19.669 176 8.406,53 8.308,19

Total 149.772 201 81.116,52 41.281,26

Berdasarkan hasil perhitungan produksi getah rata-rata per tahun dengan menggunakan pendekatan produktivitas rata-rata per hektar dan produktivitas rata-rata per pohon, sebagaimana disajikan dalam Tabel 26. ternyata hasilnya relatif sama dengan realisasi produksi rata-rata dalam kurun waktu 5 tahun sebagai mana tercantum dalam Tabel 18. oleh karena itu dalam pendugaan produksi getah di Perhutani dapat dilakukan, baik dengan menggunakan pendekatan produktivitas rata-rata per hektar, maupun dengan menggunakan pendekatan produktivitas rata-rata per pohon.

Selain itu, berdasarkan perhitungan terhadap produktivitas rata-rata getah dari KPH-KPH Kelas Perusahaan Pinus, diperoleh produktivitas rata-rata getah pinus pada setiap unit Perum Perhutani adalah 562,7 kg/ha untuk Unit I ( Jawa Tengah), 417,6 kg/ha untuk Unit II (Jawa Timur) dan 442,7 kg/ha untuk Unit III (Jawa Barat). Berdasarkan informasi ini dan mengacu pada data realisasi luas sadapan rata-rata per tahun dalam Tabel 18. maka produksi getah pinus di Perum Perhutani seharusnya rata-rata adalah 74.160,87 ton per tahun, yaitu Unit I sebesar 43.051,8 ton, Unit II sebesar 22.401,6 ton dan Unit III sebesar 8.063,2 ton. Produksi getah pinus yang dihitung berdasarkan produktivitas rata-rata per hektar pada masing-masing Unit ini, hasilnya berbeda jika dibandingkan dengan realisasi produksi rata-rata tahunan yang tercantum pada Tabel 18. maupun dibandingkan dengan hasil perhitungan produksi yang dimaksud dalam Tabel 26. maka peningkatan getah pinus dapat ditingkatkan agar jumlah produksi juga dapat meningkat.

Peningkatan jumlah getah yang diolah dapat dilakukan dengan jalan menambah pasokan getah dari KPH-KPH selain dari Perum Perhutani Unit III Jawa Barat-Banten saja. Selain itu juga dapat dengan jalan menambah jumlah pohon pinus sebagai penghasil getah. Selain itu teknik penyadapan juga mempengaruhi jumlah getah yang disadap. Permasalahan-permasalahan yang timbul yang mengakibatkan kurangnya jumlah pasokan getah pinus sebagai bahan baku untuk produksi gondorukem dan terpentin sangat komplek, diantarnya adalah sebagai berikut :

1. Target produksi getah didasarkan pada produksi per pohon per hari, target produksi tersebut ditetapkan oleh unit namun kurang mempertimbangkan kondisi lapangan yang sangat beragam dalam hal altitude, aksesibilitas, ketersediaan tenaga penyadap, sehingga sulit untuk mencapai target tersebut. Saat ini produksi getah dari Perum Perhutani Unit III Jawa Barat- Banten berkurang, sebagai akibat dari adanya larangan menyadap getah pinus di areal Hutan Lindung dari Kepala Unit III. Hal Ini dilakukan oleh kepala Perum Perhutani Unit III Jawa Barat-Banten sebagai antisipasi dari kemungkinan kerusakan tegakan pinus dihutan lindung sebagai akibat dari sistem penyadapan pinus yang menggunakan sistem quare tanpa kontrol yang tepat. Berdasarkan survey yang dilakukan, banyak dijumpai quare yang sangat dalam, panjang dengan jumlah yang diperkenankan oleh Perum Perhutani.

2. Pada umumnya, penyadap kurang memperhatikan teknik penyadapan yang benar, karena tertekan oleh target produksi yanga harus dicapai. Sehingga tidak jarang ditemui beberapa bidang koakan pada satu pohon dengan panjang dan kedalaman yang membahayakan kelangsungan hidup pohon. 3. Penghasilan penyadap lebih rendah dari pada penghasilan lain, sehingga

Perum Perhutani kesulitan memperoleh tenaga kerja yang berkualitas tinggi dan bersedia bekerja penuh. Saat ini banyak pekerja yang bekerja paruh waktu, sehingga sangat berpengaruh pada kualitas getah dan volume yang dihasilkan.

4. Tidak ada kontrak kerja antara penyadap dengan Perum Perhutani sehingga penyadap dapat bekerja dengan seenaknya dan Perum Perhutani Unit III Jawa Barat-Banten tidak dapat memberikan teguran atau sanksi. Dalam hal penyadap berhalangan menyadap areal sadapannya, selama ini tidak dapat dialihkan ke penyadap lain.

5. Sistem penyadapan yang digunakan saat ini dianggap potensial menyebabkan pohon roboh. Sehingga penggunaannya pada areal hutan lindung sangat mengkhawatirkan, apalagi tanpa kontrol yang tepat dari Perum Perhutani.

Dari permasalahan diatas dapat mengakibatkan penurunan produksi getah pinus sebagai bahan baku pengolahan gondorukem dan terpentin, sehingga kapasitas terpasang pabrik PGT. Sindangwangi tidak dapat berproduksi secara maksimal dan efesien. Disamping itu sangat sulit memperoleh getah yang berkualitas. Untuk mengatasi masalah diatas perlu adanya langkah-langkah yang harus diambil oleh pihak Perum Perhutani Unit III Jawa Barat-Banten. Diantara langkah-langkah yang harus diambil adalah sebagai berikut :

1. Penambahan pohon pinus sebagai penghasil getah. Penambahan pohon pinus ini dapat dilakukan dengan menanami areal-areal hutan milik Perum Perhutani Unit III Jawa Barat-Banten yang kosong dengan pohon pinus. 2. Perlunya penyuluhan kepada para penyadap agar memperhatikan teknik

penyadapan getah yang benar, karena teknik penyadapan akan mempengaruhi jumlah dan kualitas getah yang dihasilkan. Selain itu teknik penyadapan yang salah juga akan membahayakan kelangsungan hidup pohon pinus.

3. Adanya kontrak kerja dengan penyadap agar penyadap tidak seenaknya, sehingga jumlah dan kualitas getah yang dihasilkan dapat meningkat.

Sistem Pemasaran

Gondorukem dan terpentin hasil produksi PGT. Sindangwangi dijual dalam maupun luar negeri. Untuk proses pemasarannya pihak PGT.Sindangwangi tidak melakukan sendiri. Sistem pemasaran gondorukem dan terpentin PGT. Sindangwangi disajikan pada gambar 9.

Gambar 9. Sistem pemasaran gondorukem dan terpentin.

PGT.SINDANGW ANGI

KPH BANDUNG UTARA

UNIT III JAWA

Dokumen terkait