Analisis Fluktuasi Harga Minyak Mentah Dunia Terhadap Harga Karet Domestik
Uji Stasioner Data
Metode pengujian yang digunakan untuk mengetahui stasioneritas data adalah uji ADF (Augmenteed Dicky Fuller) dengan menggunakan taraf nyata 5%. Jika nilai t-ADF lebih besar dari nilai kritis MacKinnon, maka dapat disimpulkan data yang digunakan adalah stasioner (tidak mengandung akar unit). Pengujian akar-akar unit ini dilakukan pada tingkat level sampai dengan first difference. Hasil uji stasioneritas data dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Hasil pengujian akar unit
Variabel Nilai ADF Level Nilai ADF 1stDifference
t-ADF MacKinnon 5 % t-ADF MacKinnon 5 %
HKDom 0,130496 -1,945456 -9,020794 -1,945525 HMMD 0,122778 -1,945456 -4,721124 -1,945525 HKD -0,472639 -1,945669 -6,218872 -1,945525 PK 0,493303 -1,945456 -10,81925 -1,945525 INF -0,590185 -1,945669 -4,881005 -1,945525 NTR 0,181035 -1,945669 -4,545202 -1,945669
Sumber : Data diolah
Hasil pengujian akar unit pada level menunjukkan bahwa semua variabel tidak stasioner pada taraf nyata 5%. Akan tetapi, semua variabel stasioner pada pada
first difference dalam taraf nyata 5%. Penggunaan variabel yang tidak stasioner pada penelitian akan menghasilkan regresi yang semu (spurious regression). Regresi semu menghasilkan hubungan antara dua variabel atau lebih yang terlihat signifikan secara statistik tetapi hasil penelitian berbeda dengan fenomena ekonomi yang sebenarnya terjadi. Oleh karena itu, pengujian akar unit dilanjutkan dengan melakukan uji akar unit pada tingkat first difference. Setelah dilakukan pengujian akar unit ke tingkat first difference, semua variabel telah stasioner pada derajat yang sama, yaitu derajat integrasi satu. Penggunaan data first difference memiliki kekurangan yaitu akan menghilangkan informasi jangka panjang. Oleh karena itu untuk menganalisis informasi jangka panjang akan digunakan data level sehingga model VAR akan dikombinasikan dengan model koreksi kesalahan (error correction model) menjadi VECM.
Pengujian Stabilitas VAR
Sebelum masuk pada tahapan analisis yang lebih jauh, hasil estimasi sistem persamaan VAR yang telah terbentuk perlu diuji stabilitasnya. Stabilitas VAR perlu diuji karena jika hasil estimasi stabilitas VAR tidak stabil maka analisis IRF dan FEVD menjadi tidak valid.
Tabel 4 Hasil uji stabilitas VAR
Root Modulus 0,938473 – 0,038462i 0,939261 0,938473 + 0,038462i 0,939261 0,819190 – 0,150550i 0,832909 0,819190 + 0,150550i 0,832909 0,349395 – 0,740849i 0,819106 0,349395 + 0,740849i 0,819106 0,633113 – 0,376059i 0,736378 0,633113 + 0,376059i 0,736378 -0,281210 0,281210 0,271514 0,271514 -0,126700 – 0,173303i 0,214678 -0,126700 + 0,173303i 0,214678
Berdasarkan hasil pengujian tersebut, suatu sistem VAR dikatakan stabil jika seluruh akar atau roots-nya memiliki modulus lebih kecil dari satu. Pada penelitian ini, berdasarkan uji stabilitas VAR yang ditunjukkan pada Tabel 4 dapat disimpulkan bahwa estimasi stabilitas VAR yang akan digunakan untuk analisis IRF dan FEVD telah stabil dengan lag maksimum 2 dengan kisaran nilai modulus ada diantara (0,214–0,939) < 1. Hasil uji stabilitas dapat dilihat pada Tabel 4.
Penentuan Lag Optimal
Langkah selanjutnya untuk mengestimasi model VAR. harus terlebih dahulu menentukan lag optimal yang akan digunakan dalam estimasi VAR. Penentuan lag
optimal penting dilakukan dalam metode VAR karena lag optimal dari variabel endogen merupakan variabel independen yang digunakan dalam model. Pengujian panjang lag optimal ini sangat berguna untuk menghilangkan masalah autokorelasi dalam sistem VAR yang digunakan sebagai analisis stabilitas VAR. Penggunaan
lag optimal diharapkan dapat menghilangkan masalah autokorelasi. Panjang lag
optimal akan dicari dengan menggunakan kriteria informasi yang tersedia seperti
Log Likelihood (LogL), Likehood Ratio (LR), Final Prediction Error (FPE), Akaike Information Criterion (AIC), Schwarz Information Criterion (SC) dan Hannan-Quinn Criterion (HQ). Berikut merupakan hasil pengujian lag optimal.
Tabel 5 Hasil pengujian lag optimal
Lag LogL LR FPE AIC SC HQ
0 158,2970 NA 4,88e-10 -4,414406 -4,220136 -4,337332 1 476,9588 572,6676 1,35e-13 -12,60750 -11,24761* -12,06799 2 547,8266 115,0317 5,04e-14 -13,61816 -11,09265 -12,61621* 3 587,5476 57,56667* 4,81e-14* -13,72602* -10,03488 -12,26162 Keterangan : Cetak tebal menunjukkan lag optimal yang dipilih
Sumber : Data diolah
Pada Tabel 5 di atas dapat dilihat pilihan lag optimal menurut beberapa kriteria pemilihan. Berdasarkan kriteria SC, lag optimal yaitu lag 1 dan menurut HQ lag yang optimal adalah lag 2. Sementara itu. lag yang optimal menurut LR, FPE dan AIC adalah lag 3. Akan tetapi, pemilihan lag optimal menurut kriteria SC seringkali menghasilkan output yang understimate sedangkan pemilihan lag 3 sudah tidak relevan karena berdasarkan uji stabilitas VAR, lag stabil maksimum yang dapat digunakan adalah lag 2. Oleh karena itu, berdasarkan kriteria informasi yang terpenuhi yaitu Hannan-Quin Criterion (HQ), maka lag optimum yang digunakan adalah lag ke-2. Implikasinya dari sisi ekonomi. penggunaan lag 2 sebagai lag optimal artinya semua variabel yang ada dalam persamaan saling memengaruhi satu sama lain bukan saja pada periode yang sama namun variabel-variabel tersebut saling terkait dua periode sebelumnya.
Uji Kointegrasi
Tujuan dari uji kointegrasi pada penelitian ini yaitu menentukan apakah grup dari variabel yang tidak stasioner pada tingkat level tersebut memenuhi persyaratan proses integrasi. Pengujian kointegrasi pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode uji kointegrasi dari Johansen Trace Statistic test.
Informasi jangka panjang diperoleh dengan menentukan rank kointegrasi terlebih dahulu. Hal ini bertujuan untuk mengetahui berapa sistem persamaan yang
dapat menerangkan dari keseluruhan sistem yang ada. Kriteria pengujian kointegrasi pada penelitian ini didasarkan pada trace statistic. Jika nilai trace statistic lebih besar daripada nilai kritis 5% maka hipotesis alternatif yang menyatakan jumlah kointegrasi diterima sehingga dapat diketahui berapa jumlah persamaan yang terkointegrasi dalam sistem.
Tabel 6 Hasil uji kointegrasi
Hipotesis Eigenvalue Trace
Statistic Nilai kritis 5% Prob.** None * 0,688202 197,9410 107,3466 0,0000 At most 1 * 0,546812 117,5284 79,34145 0,0000 At most 2 * 0,344127 62,91844 55,24578 0,0091 At most 3 0,262167 33,81503 35,01090 0,0668 At most 4 0,146745 12,83645 18,39771 0,2514 At most 5 0,026968 1,886377 3,841466 0,1696
Keterangan : Cetak tebal menunjukkan trace statistic > nilai kritis 5% = terjadi kointegrasi Sumber : Data diolah
Pada Tabel 6 dapat dilihat bahwa hasil uji Johansen terdapat 3 hubungan kointegrasi yaitu saat nilai trace statistic lebih besar daripada nilai kritisnya. Hasil ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan jangka panjang antar variabel dalam model. sehingga model VAR dapat dikombinasikan dengan ECM menjadi VECM.
Granger-Causality Test
Uji kausalitas granger (Granger Causality Test) dilakukan untuk melihat hubungan timbal balik antara dua variabel. Hal ini dilakukan karena setiap variabel dalam penelitian mempunyai kesempatan untuk menjadi variabel endogen maupun eksogen. Hasil pengujian tersebut dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7 Hasil analisis uji bivariate granger causality model fluktuasi harga minyak mentah dunia terhadap harga karet alam domestik
Hipotesis Nol Obs F-Stat Prob Kausalitas
Harga minyak mentah dunia tidak
memengaruhi harga karet alam domestik 70 3,73574 0,0291 Tidak Harga karet alam dunia tidak
memengaruhi harga karet alam domestik 70 8,65224 0,0005 Tidak Harga karet alam domestik tidak
memengaruhi produksi karet alam 70 4,93313 0,0101 Tidak
Harga minyak mentah dunia tidak
memengaruhi harga karet dunia 70 3,58932 0,0332 Tidak
Harga minyak mentah tidak memengaruhi
produksi karet alam 70 10,2088 0,0001 Tidak
Harga karet alam dunia tidak
memengaruhi produksi karet alam 70 4,69105 0,0125 Tidak
Berdasarkan Tabel 7 dapat dilihat bahwa terdapat enam hubungan yang signifikan (menolak Ho). Hubungan yang terjadi terdiri dari 6 hubungan searah. Keenam hubungan searah tersebut diantaranya adalah hubungan antara lain: (1) harga minyak mentah dunia dengan harga karet alam domestik Indonesia; (2) harga karet alam dunia dengan harga karet alam Indonesia; (3) harga karet domestik Indonesia dengan produksi karet alam Indonesia; (4) harga minyak mentah dunia dengan harga karet alam dunia; (5) harga minyak mentah dunia dengan produksi karet alam Indonesia dan (6) harga karet alam dunia dengan produksi karet domestik Indonesia.
Harga minyak mentah dunia berhubungan searah dengan variabel harga karet alam domestik, harga karet alam dunia dan produksi karet alam Indonesia. Hal ini mengandung pengertian bahwa perubahan harga minyak mentah dunia akan memengaruhi harga karet alam domestik, harga karet alam dunia, produksi karet alam Indonesia. Sebaliknya variabel harga karet alam domestik, harga karet alam dunia, produksi karet alam tidak dapat memengaruhi harga minyak mentah dunia. Hubungan searah juga terjadi antara harga karet alam dunia dan harga karet alam domestik. Hal ini menunjukkan bahwa perubahan harga karet alam dunia akan memengaruhi harga karet alam domestik tetapi perubahan harga karet alam domestik tidak memengaruhi harga karet alam dunia. Secara grafis dapat dilihat pada Gambar 8.
Sumber: Data diolah
Gambar 8 Hubungan antar variabel berdasarkan granger causality test
Selanjutnya, harga karet alam dunia dan harga karet alam domestik juga berhubungan searah dengan produksi karet alam. Artinya perubahan harga karet alam domestik dan dunia akan memengaruhi produksi karet alam domestik sebaliknya, perubahan produksi karet alam domestik tidak memengaruhi harga karet alam domestik dan dunia. Hal ini menunjukkan bahwa harga merupakan sinyal yang digunakan produsen untuk memproduksi komoditi. Adanya peningkatan harga karet alam di pasar domestik dan dunia akan menjadi intensif bagi produsen karet alam untuk meningkatkan produksinya.
Hasil Estimasi Vector Error Correction Model (VECM)
Hasil estimasi VECM menunjukkan hubungan jangka pendek dan panjang antara harga karet alam domestik (HKDom), harga minyak mentah dunia (HMMD),
Harga Karet Alam Dunia Harga Karet Alam Domestik Produksi Karet Alam Indonesia Harga Minyak Mentah Dunia
harga karet alam dunia (HKD), produksi karet alam domestik (PK), inflasi Indonesia (INF) dan nilai tukar (NTR). Pada estimasi ini, harga karet alam domestik sebagai variabel dependen sedangkan harga minyak mentah dunia, harga karet alam dunia, produksi karet alam domestik, inflasi dan nilai tukar yang masing-masing pada lag 1 dan lag 2 sebagai variabel independennya.
Berdasarkan hasil estimasi VECM, variabel independen yang memengaruhi harga karet alam domestik dalam jangka panjang antara lain : variabel harga minyak mentah dunia, harga karet alam dunia, produksi karet alam domestik dan inflasi. Variabel harga minyak mentah dunia pada lag 1 berpengaruh positif sebesar 6,21 pada taraf nyata 5% artinya apabila harga minyak mentah dunia satu bulan lalu meningkat sebesar 1%, maka akan menyebabkan harga karet alam domestik bulan ini meningkat sebesar 6,21% pada taraf nyata 5%. Hal ini sudah sesuai dengan hipotesis awal yang menyatakan adanya hubungan positif antara harga minyak mentah dunia dengan harga karet alam domestik.
Variabel produksi karet alam pada lag 1 berpengaruh negatif sebesar 30,71 pada taraf nyata 5% artinya jika produksi karet alam satu bulan lalu meningkat sebesar 1% maka akan menyebabkan harga karet alam domestik bulan ini menurun sebesar 30,71% pada taraf nyata 5%. Hal ini sudah sesuai dengan hipotesis awal yang menyatakan bahwa produksi karet alam domestik berhubungan negatif dengan harga karet alam domestik. Ketika produksi karet alam meningkat. maka harga karet alam domestik akan mengalami penurunan. Berikut ini merupakan hasil estimasi faktor-faktor yang memengaruhi harga karet domestik dalam jangka panjang.
Tabel 8 Faktor-faktor yang memengaruhi harga karet alam domestik dalam jangka panjang
Variabel Koefisien t-statistik
D(Harga minyak mentah dunia (-1)) 6,21 -3,90
D(Produksi karet alam (-1)) -30,71 10,55
D(Inflasi (-1)) 2,76 -3,73
D(Harga karet alam dunia (-1)) -0,02 0,01
D(Nilai tukar riil (-1)) -5,85 1,38
Keterangan : cetak tebal = signifikan pada taraf nyata 5% = 1.96 Sumber : Data diolah
Sedangkan variabel inflasi pada lag 1 berpengaruh positif sebesar 2,76 pada taraf nyata 5% artinya jika inflasi meningkat sebesar 1% pada satu bulan sebelumnya maka akan menyebabkan harga karet alam domestik bulan ini meningkat sebesar 2,76% pada taraf nyata 5%. Hal ini sudah sesuai dengan hipotesis awal yang menyatakan bahwa inflasi berhubungan positif dengan harga karet alam domestik.
Variabel harga karet alam dunia pada lag 1 tidak signifikan pada taraf nyata 5%. Hal ini sesuai dengan penelitian (Anwar 2005) dalam Zebua (2008) menyatakan bahwa pasar karet alam tidak terintegrasi secara penuh sehingga hukum satu harga (The Law of One Price) tidak berlaku. Oleh karena itu, kenaikan harga karet alam di pasar dunia tidak direspon dengan kenaikan harga karet alam di pasar domestik. Selain itu, variabel nilai tukar riil pada lag 1 juga tidak signifikan memengaruhi harga karet alam domestik dalam jangka panjang.
Impulse Response Function (IRF)
Impulse Response Function (IRF) merupakan suatu metode yang digunakan untuk menentukan respon suatu variabel endogen terhadap suatu guncangan tertentu. Analisis IRF diperlukan untuk mengukur pengaruh suatu guncangan pada suatu waktu terhadap variabel endogen pada saat ini dan masa yang akan datang. Hal ini dikarenakan, guncangan suatu variabel x tidak hanya berpengaruh terhadap variabel x saja tetapi juga memengaruhi semua variabel endogen lainnya. Pada analisis IRF ini, dapat dilihat respon dinamika jangka panjang setiap variabel apabila ada guncangan (shock) tertentu sebesar satu standar deviasi pada setiap persamaan. Analisis IRF juga bertujuan untuk mengisolasi suatu guncangan agar dapat dilihat secara lebih spesifik pengaruh suatu guncangan terhadap variabel lain dan juga melihat berapa lama pengaruh tersebut terjadi. Berikut disajikan dalam Gambar 9.
Sumber : Data diolah
Gambar 9 Hasil analisis Impulse Response Funtion (IRF)
-.04 .00 .04 .08 .12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Response of LN_HKDOM to LN_HKDOM
-.04 .00 .04 .08 .12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Response of LN_HKDOM to LN_HMMD -.04 .00 .04 .08 .12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Response of LN_HKDOM to LN_HKD -.04 .00 .04 .08 .12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Response of LN_HKDOM to LN_PK -.04 .00 .04 .08 .12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Response of LN_HKDOM to LN_NTR -.04 .00 .04 .08 .12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Response of LN_HKDOM to LN_INF Response to Cholesky One S.D. Innovations
Respon harga karet alam domestik terhadap guncangan variabel harga karet alam itu sendiri selama 12 bulan ke depan pada Gambar 9 menunjukkan bahwa variabel harga karet alam domestik memiliki respon yang positif dan berfluktuatif. Titik respon tertinggi terjadi pada bulan ke-9 yaitu sebesar 12,61% dan berfluktuasi di kisaran 9,36%-12,61%. Sementara itu, respon harga karet alam domestik terhadap guncangan harga minyak mentah dunia selama 12 bulan ke depan direspon positif dan berfluktuasi. Pada bulan pertama, guncangan harga minyak mentah dunia belum direspon oleh harga karet domestik. Sementara itu, titik respon terendah terjadi pada bulan ke-1 sebesar 0% dan titik respon tertinggi bulan ke-11 sebesar 6,7%. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa respon harga karet alam domestik terhadap guncangan harga minyak mentah dunia berfluktuasi di kisaran 0%-6,7%.
Respon yang diberikan oleh harga karet alam domestik dengan adanya guncangan harga karet dunia direspon dengan fluktuatif positif. Titik respon terendah terjadi pada bulan ke-1 yaitu sebesar 0%. Respon harga karet alam domestik terhadap guncangan harga karet alam dunia dimulai dari bulan ke-2 dan mencapai titik tertinggi pada bulan ke-10 sebesar 5,27%. Sementara itu, jika terjadi guncangan yang disebabkan oleh produksi karet alam, harga karet alam domestik akan memberikan respon secara positif dan berfluktuatif. Pada Gambar 9 dapat dilihat respon awal harga karet alam domestik adalah sebesar 0% yang berarti guncangan produksi belum direspon oleh harga karet domestik. Pada bulan ke-2, harga karet alam domestik mulai menunjukkan respon sebesar 0,13% terhadap guncangan produksi karet alam. Titik respon tertinggi terjadi pada bulan ke-5 yaitu sebesar 2,1%. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa respon harga karet alam domestik terhadap guncangan produksi karet alam cenderung berfluktuasi di kisaran 0-2,1%.
Harga karet alam domestik memberikan respon negatif terhadap guncangan inflasi selama 12 bulan ke depan. Seperti yang terlihat pada Gambar 9, respon awal harga karet alam domestik adalah sebesar 0% dan negatif meningkat hingga mencapai 3,96% pada bulan ke-11. Selanjutnya, guncangan yang disebabkan oleh nilai tukar riil terhadap harga karet alam domestik direspon positif dan berfluktuasi. Respon terendah terjadi pada bulan ke-1 yaitu sebesar 0% yang berarti guncangan nilai tukar belum direspon oleh harga karet alam domestik dan respon tertinggi terjadi pada bulan ke-11 yaitu sebesar 7,32%. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa respon harga karet alam domestik terhadap guncangan nilai tukar cenderung berfluktuasi di kisaran 0-7,32%.
Analisis Forecast Error Variance Decomposition (FEVD)
FEVD merupakan suatu metode yang dapat dilakukan untuk melihat bagaimana perubahan dalam suatu variabel yang ditunjukkan oleh perubahan error variance. Metode FEVD digunakan untuk menghitung dan menganalisis seberapa besar pengaruh acak guncangan dari variabel tertentu terhadap variabel endogen. Metode ini menunjukkan struktur dinamis dalam model VAR/VECM dan dapat digunakan untuk melihat kekuatan dan kelemahan masing-masing variabel memengaruhi variabel lainnya dalam kurun waktu yang panjang.
Simulasi FEVD dalam penelitian ini diproyeksikan selama 12 periode (12 bulan). Analisis FEVD dalam penelitian ini bertujuan untuk melihat seberapa besar peranan perubahan harga minyak mentah dunia, harga karet alam dunia, produksi
karet alam domestik, inflasi Indonesia dan nilai tukar riil dalam menjelaskan perubahan harga karet alam domestik. Berdasarkan Gambar 10, harga karet alam domestik dipengaruhi secara dominan oleh harga karet alam satu bulan sebelumnya. Pada periode bulan ke-1, harga karet alam domestik 100% dipengaruhi oleh harga karet alam domestik. Pengaruh harga karet alam domestik terhadap harga karet alam domestik itu sendiri mengalami penurunan namun masih mendominasi sampai pada bulan ke-12 sebesar 59,68%.
Kontribusi terbesar variabel lain terhadap harga karet alam domestik dipengaruhi nilai tukar riil sebesar 1,33% pada bulan ke-2 dan terus meningkat hingga mencapai 15,57% pada bulan ke-12. Selanjutnya, variabel yang memiliki kontribusi terbesar lainnya dalam memengaruhi harga karet alam domestik yaitu harga minyak mentah dunia sebesar 2,14% pada bulan ke-2 dan terus meningkat hingga mencapai 12,56% pada bulan ke-10. Sementara itu, variabel harga karet alam dunia memengaruhi harga karet domestik sebesar 1,78% pada bulan ke-2 dan terus meningkat hingga mencapai 7,74% pada bulan ke-12.
Pengaruh variabel produksi terhadap harga karet alam domestik cenderung berfluktuasi yaitu sebesar 0,007% pada bulan ke-2 dan mengalami kenaikan hingga mencapai 1,13% pada bulan ke-5 serta menurun hingga sebesar 0,59% pada bulan ke-12. Selain itu, variabel lain yang juga memengaruhi harga karet alam domestik adalah inflasi. Inflasi memengaruhi harga karet alam domestik sebesar 0,04% pada bulan ke-2 dan mengalami kenaikan hingga mencapai 3,81% pada bulan ke-10. Hasil analisis FEDV dapat dilihat pada Gambar 10.
Sumber : Data diolah
Gambar 10 Hasil analisis Forecast Error Variance Decomposition (FEDV) Berdasarkan hasil analisis FEDV yang telah dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa variabel yang paling memengaruhi harga karet alam domestik pada bulan ke-2 yaitu harga karet alam itu sendiri (sebesar 94,68%), harga karet
0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100% Bulan ke-1 Bulan ke-2 Bulan ke-3 Bulan ke-4 Bulan ke-5 Bulan ke-6 Bulan ke-7 Bulan ke-8 Bulan ke-9 Bulan ke-10 Bulan ke-11 Bulan ke-12 HKDom HMMD HKD PK NTR INF
alam dunia (sebesar 1,78%), harga minyak mentah dunia (sebesar 2,14%), inflasi Indonesia (sebesar 0,04%), nilai tukar riil (sebesar 1,33%) dan produksi karet alam domestik (sebesar 0,007%). Pada bulan ke-2 ini, dapat dilihat bahwa variabel harga yang terdiri dari harga karet alam domestik, harga karet alam dunia, harga minyak mentah dunia memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap harga karet alam domestik dibandingkan dengan variabel-variabel nonharga seperti inflasi Indonesia, nilai tukar rill dan produksi karet alam domestik. Sedangkan pada bulan ke-12, harga karet domestik dipengaruhi oleh harga karet alam domestik itu sendiri (59,68%), nilai tukar riil (15,57%), harga minyak mentah dunia (12,56%), harga karet alam dunia (7,74%), inflasi Indonesia (3,81%) dan produksi karet alam domestik (0,59%). Rata-rata harga karet alam selama 12 bulan ke depan dipengaruhi oleh harga karet alam domestik sebesar 72,61%, nilai tukar rill sebesar 10,93%, harga minyak mentah dunia sebesar 8,36%, harga karet alam dunia sebesar 5,4%, inflasi sebesar 2,01% dan produksi karet alam sebesar 0,6%.