• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sistem Usahatani Padi Sawah dan Fungsi Produksi di Daerah Penelitian Kegiatan usahatani padi sawah terdiri dari pengolahan lahan, penanaman, pengontrolan, pemberian pupuk, penyemprotan pestisida, penyiangan dan panen. Pengolahan Lahan

Kegiatan awal yang dilakukan dalam usahatani padi sawah adalah pengolahan tanah dengan maksud agar tanah lebih mudah ditanami, kegiatan awal dari pengolahan tanah adalah membajak tanah tersebut. Kemudian dilakukan pembajakan untuk ke dua kalinya agar tanah tidak lagi berbentuk bongkahan, bersamaan dengan penggemburan dilakukan pembersihan pematang sawah dari ruput agar pematang sawah bersih alat yang digunakan biasanya cangkul parang dan sabit. Di daerah penelitian sendiri, sistem pembiayaan untuk mengolah tanah pada umumnya menggunakan jasa traktor. Lahan akan akan dibajak sebanyak 2 kali dengan biaya rata-rata Rp 1.322.000/Ha.

Penanaman

Penggunaan benih memiliki peranan penting dalam kelangsungan usahatani padi sawah. Di daerah penelitian, petani pada umumnya menggunakan benih Ciherang, IR 64 dan juga Bestari. Namun rekomendasi penggunaan pupuk di daerah penelitian untuk tiap benih pada umumnya sama. Menurut data dari Departemen Pertanian, produktivitas Ciherang adalah 6 – 8,5/Ha dengan produksi rata-rata 6 ton/Ha. Penanaman dilakukan setelah tanah yang dibajak menjadi lunak lalu didatarkan untuk menyebar benih persemaian, setelah benih berumur 27 hari

paling lama 1 bulan maka benih dicabut dan siap ditanam pada lahan yang diusahakan. Kegiatan selanjutnya adalah pencabutan benih dan persemaian dan penanaman benih ke lahan sawah dengan jarak tanam yang bervariasi sesuai dengan kebiasaan petani di daerah tersebut dan umumnya kegiatan ini dilakukan oleh wanita, sebelum penanaman biasanya dilakukan pemberian racun keong untuk membasmi keong dan pemupukan untuk kesuburan tanah.

Perawatan

Di daerah penelitian, perawatan yang dilakukan petani yaitu berupa pemupukan, penyiangan dan juga penyemprotan pestisida. Umumnya tenaga kerja yang dikerahkan untuk melakukan perawatan adalah tenaga kerja dalam keluarga.

Pemupukan

Kegiatan pemupukan yang dilakukan oleh petani di daerah penelitian memiliki frekuensi yang berbeda-beda tergantung kebutuhan di lapangan. Apabila daun terlihat berwarna kuning pucat pada saat usia pertumbuhan maka akan diberikan tambahan pupuk. Anjuran pemupukan dengan menggunakan Bagan Warna Daun (BWD) dan peta status hara P dan K sawah dengan skala 1 : 50.000 tidak dilakukan oleh petani di daerah penelitian. Penelitian di lapangan menunjukkan bahwa pemupukan dilakukan petani dua kali selama masa tanam yaitu pada umur 14 hari dan 40 hari. Hal ini sudah sesuai dengan rekomendasi pemupukan pada umumnya yaitu 2-3 kali sesuai kondisi lahan. Namun untuk daerah penelitian belum diuji kebutuhan pupuk sesuai dengan kondisi tanah. Perawatan yang dilakukan tidak mempengaruhi penggunaan pupuk, namun mempengaruhi jumlah penggunaan

pestisida terutama keong pada saat musim hujan. Sawah harus senantiasa dipantau untuk mencegah masuknya keong ke dalam sawah saat terjadi hujan.

Pada umumnya petani di daerah penelitian menggunakan pupuk bersubsidi yaitu urea, ZA, NPK, SP-36 dan organik. Petani juga menggunakan pupuk lainnya yang bukan pupuk bersubsidi seperti mutiara, S5 dan pupuk cair karena dianggap dapat memicu pertumbuhan padi lebih cepat. Proses untuk memperoleh pupuk bersubsidi yang dilakukan di daerah penelitian yaitu dengan memesan pupuk bersubsidi sesuai dengan kebutuhan melalui kelompok tani, yaitu dengan mengisi RDKK. Kemudian pupuk yang sudah dipesan diambil dan membayar pupuk yang telah dipesan dari kios pengecer . Petani responden tidak banyak menggunakan pupuk non subsidi karena harganya yang mahal. Sementara perbedaan kualitas pupuk urea bersubsidi yang berwarna merah muda dirasakan berbeda oleh sebahagian besar petani dibandingkan dengan pupuk urea berwarna putih. Pupuk urea berwarna putih bertahan lebih lama di dalam tanah dibandingkan dengan yang berwarna merah muda walaupun kandungan dan komposisi tetap sama (N=46%).

Penyiangan

Sementara kegiatan penyiangan dilakukan agar tanaman bersih dari tumbuhan pengganggu sehingga tanaman dapat tumbuh dengan baik, alat yang digunakan dalam penyiangan biasanya sabit dan parang, penyiangan di daerah penelitian biasanya dilakukan oleh tenaga kerja pria. Selain itu, petani harus sering mengadakan kontrol terhadap padi sawah terkhusus pada saat musim penghujan dan padi sawah masi berumur satu bulan, hal ini dikarenakan usahatani sawah di

daerah penelitian rentan terhadap serangan keong dan juga untuk mengantisipasi kerusakan pada bedengan yang mengakibatkan keong mudah masuk.

Pemberantasan Hama Penyakit dan Serangga

Untuk kegiatan penyemprotan pestisida, petani di daerah penelitian menggunakan produk yang berbeda-beda atau bervariasi antara satu petani dengan petani yang lain dan dengan frekuensi rata-rata 4 kali pada musim tanam terakhir.

Panen

Kegiatan terakhir pada usahatani padi sawah adalah panen, pengerjaan kegiatan ini juga bervariasi di daerah penelitian, ada yang menggunakan tenaga kerja manusia yang umumnya didatangkan dari luar kota seperti Kisaran, sementara beberapa petani menggunakan tenaga kerja mesin threaser yang dioperasikan oleh tenaga kerja manusia. Untuk musim tanam terakhir terjadi peningkatan baik dari segi produksi maupun harga padi sawah. Hal ini menguntungkan petani padi sawah di daerah penelitian.

Perkembangan Distribusi Pupuk Bersubsidi di Kabupaten Deli Serdang Untuk identifikasi masalah 1, mengenai perkembangan distribusi pupuk di Kecamatan Tanjung Morawa, Kabupaten Deli Serdang , pada umumnya petani tidak kesulitan untuk memperoleh pupuk bersubsidi. Pupuk yang dibutuhkan petani dapat diperoleh dari kios-kios penyedia pupuk dan saprodi lainnya. Dilihat dari segi waktu, petani dapat memperoleh pupuk bersubsidi sesuai dengan pesanan pupuk pada RDKK dengan jumlah yang dibutuhkan. Namun apabila dilihat dari segi harga, pupuk yang dibeli oleh petani jauh berbeda dari HET yang sudah ditetapkan pemerintah untuk tahun 2012. Dimana perbandingan HET untuk

tiap-tiap pupuk bersubsidi dengan harga yang dibeli oleh petani dapat dilihat dalam tabel sebagai berikut:

Tabel 12. Perbandingan Harga Beli Rata-Rata Petani dengan HET 2012 Jenis Pupuk HET 2012 Harga Rata-Rata yang dibeli Petani

Urea Rp1,600.00 Rp 1,670.00

Za Rp1,670.00 Rp 1,670.00

Sp-36 Rp1,400.00 Rp 2,200.00

NPK Rp2,300.00 Rp 2,500.00

Organik Rp700.00 Rp 600.00

Sumber : Data Dinas Pertanian dibandingkan dengan lampiran 5

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa harga pupuk bersubsidi yang dibeli petani untuk pupuk Urea, SP-36 dan NPK lebih tinggi dari pada HET yang sudah ditetapkan pemerintah sementara untuk pupuk organik, harga yang dibeli petani lebih murah daripada HET pupuk yang diberlakukan pemerintah. Petani dengan modal sedikit pada umumnya akan membeli pupuk bersubsidi secara eceran tidak per karung/zak sehingga ada biaya tambahan yang ikut diperhitungkan seperti kantong plastik, karet dan sebagainya. Oleh karena itu, perlu pengawasan lebih lanjut dari pemerintah untuk peninjauan ke lapangan tentang penyaluran pupuk bersubsidi untuk menghindari permainan harga oleh pihak-pihak yang ingin mengambil keuntungan. Ketergantungan petani terhadap pupuk non organik mengakibatkan petani sulit beralih kepada pupuk organik. Hal ini dapat dilihat dari sedikitnya petani yang menggunakan pupuk organik.

Efisiensi Pemakaian Pupuk Bersubsidi di Desa Wonosari

Faktor-faktor produksi yang diidentifikasikan mempengaruhi produksi padi khususnya di Wonosari meliputi benih/benih, pupuk Urea bersubsidi, pupuk ZA, pupuk NPK bersubsidi,pupuk SP-36 bersubsidi, pestisida dan tenaga kerja. Penggunaan pupuk sesuai dengan rekomendasi yang telah ditetapkan pemerintah

akan mempengaruhi produksi yang dihasilkan. Kelebihan penggunaan pupuk akan mengakibatkan tanaman keracunan. Oleh karena itu, sangat penting untuk memperhatikan kandungan unsur hara yang dibutuhkan tanaman. Adapun jumlah penggunaan pupuk bersubsidi beserta rekomendasi untuk tanaman padi sawah adalah sebagai berikut:

Tabel 13. Perbandingan Penggunaan Pupuk dengan Rekomendasi

N o. Jenis Pupuk Bersubsidi Rata-Rata Penggunaan (Kg/Ha) Rekome ndasi (Kg/Ha) Pencapai an (%) 1 . Urea 160,268 250 64 2 . ZA 100 100 100 3 . NPK Phonska 163,391 300 54,46 4 . SP-36 62 100 62

Sumber : Lampiran 5 (Diolah) Dibandingkan dengan Rekomendasi Pupuk

Penggunaan pupuk bersubsidi di daerah penelitian untuk urea, NPK Phonska dan SP-36 masih jauh diatas rekomendasi. Hal ini dikarenakan kondisi lahan yang cukup subur dan juga tidak semua petani responden menggunakan keempat jenis pupuk bersubsidi tersebut. Sementara untuk pupuk ZA, penggunaan rata-rata di lapangan sudah sesuai dengan rekomendasi walaupun tidak semua petani menggunakan pupuk ZA pada usahataninya. Untuk NPK Phonska hanya 54,46% dari rekomendasi dikarenakan petani responden pada umumnya memilih antara menggunakan pupuk urea dan NPK Phonska.

Untuk identifikasi masalah 2, dalam mengetahui efisiensi teknis usahatani padi sawah di Wonosari dilakukan dengan analisis regresi terhadap faktor-faktor produksi dengan menggunakan software SPSS 17. Sebelum melakukan estimasi

maka dilakukan pengujian terlebih dahulu untuk memenuhi asumsi regresi linier berganda yaitu:

a. Uji Linieritas

Untuk pengaruh faktor-faktor yang mempengaruhi produksi daun teh kering didapat Fhitung= 215,422 > Ftabel

b. Uji Multikolinieritas

=1,84, sehingga persamaan yang digunakan adalah linier (dapat dilihat pada lampiran 10).

Setelah melihat table Coefficient terdapat nilai VIF untuk masing-masing variable mempunyai nilai < 10 dan nilai Tolerance > 0,1. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 14. Uji Multikolinieritas dengan Menggunakan Statistik Kolinieritas No. Variabel bebas Collinearity Statistics

Tolerance VIF

1 Dummy luas lahan .351 2,851

2 benih 0,125 7,974 3 urea bersubsidi 0,142 7,020 4 ZA bersubsidi 0,208 4,813 5 NPK bersubsidi 0,138 7,269 6 SP-36 bersubsidi 0,712 1,405 7 Pestisida 0,216 4,630 8 Tenaga Kerja 0,093 10,749 Sumber : Lampiran 16

Dari tabel 15, dapat dilihat bahwa nilai Tolerance dan VIF Tenaga Kerja cukup tinggi sebesar 0,093 dan 10,749. Hal tersebut diperkuat dengan nilai korelasi yang cukup tinggi (umumnya diatas 0,9) antara Produksi terhadap Tenaga Kerja dan Benih dengan Tenaga Kerja berarti ada gejala multikolinieritas. Penggunaan tenaga kerja di daerah penelitian pada umumnya menggunakan

sistem borongan dengan rata- rata biaya Rp 5.216.000/Ha. Oleh karena itu, pengaruh tenaga kerja dianggap telah terwakili dengan luas lahan dikeluarkan dari persamaan.

c. Heterokesdasitas

Untuk mengetahui apakah penelitian ini terjadi heteroskesdasitas adalah dengan melihat gambar scater plot dimana apabila tidak terjadi heteroskesdasitas maka titik akan bersebar tanpa membentuk pola tertentu. Berikut ini adalah gambar dari scatterplot penelitian.

Gambar 3. Scatterplot Hasil Uji Heteroskedastisitas

Adapun dasar pengambilan keputusan dilakukan dengan dasar analisis sebagai berikut:

a. Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit) maka mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas.

b. Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas.

Dari gambar di atas titik-titik regresi tersebar tanpa membentuk pola tertentu dengan demikian disimpulkan bahwa tidak terjadi heteroskesdasitas pada penelitian.

d. Uji Normalitas

Uji asumsi normalitas digunakan untuk menguji apakah dalam suatu model regresi, varibel dependen atau keduanya mempunyai distribusi normal atau mendekati normal (Santoso, 2000). Berdasarkan penjelasan tersebut bahwa Apabila asumsi normalitas tidak terpenuhi maka baik uji F ataupun uji-t, dan nilai estimasi nilai variabel dependen menjadi tidak valid. Untuk mendekati normalitas pada model regresi yaitu dengan melihat penyebaran data (titik) pada sumbu diagonal dari grafik normal plot. Adapun kriteria penentuan normalitas dalam data statistik yaitu :

a. Jika data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas.

b. Jika data menyebar jauh dari garis diagonal dan tidak mengikuti arah garis diagonal, maka model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas.

Untuk menganalisis normalitas data, dapat dilihat pada grafik Normal P-Plot sebagai berikut :

Gambar 4. Grafik Normal P-Plot

Berdasarkan keterangan pada Gambar 2 diatas, bahwa terlihat titik-titik yang menyebar disekitar garis diagonal serta penyebarannya mengikuti garis tersebut. Dasi hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa model regresi yang digunakan telah memenuhi asumsi normalitas.

Hasil estimasi adalah sebagai berikut:

Setelah variabel tenaga kerja dikeluarkan, didapatkan hasil akhir dari estimasi faktor-faktor yang mempengaruhi produksi padi sawah sebagai berikut: Y = -309,745 + 941,621D +67,972X1 + 4,487X2 - 0.557X3 + 2,827X4 + 11,585X5 (-0,675) (1,174) (3,666) (0,876) (-0,130) (0,726) + 24,798X (1,995) 6 R2 R = 0,927 = 0.860

Nilai koefisien determinasi sebesar 0,86 menunjukkan bahwa 86% variasi variabel produksi padi sawah dapat dijelaskan oleh variabel-variabel bebas dalam

model dan sisanya sebesar 0,14 ditentukan oleh variabel-variabel lain di luar model.

Nilai F-hitung 43,06 dengan nilai signifikansi 0,00. F-tabel 0,1 (7,49) adalah 1,84 sehingga F-hitung > F-tabel dan signifikansi 0,000<0,005 dengan demikian bahwa secara serempak variabel luas lahan, benih, pupuk Urea bersubsidi, pupuk ZA bersubsidi, pupuk NPK bersubsidi, pupuk SP-36 bersubsidi dan pestisida berpengaruh nyata terhadap produksi padi sawah di lokasi penelitian

Apabila signifikansi t yang digunakan sebagai ukuran, maka nilai signifikansi t tersebut harus dibandingkan dengan tingkat alpha (α= 0,1). Apabila signifikansi

thitung > ttabel, maka dinyatakan signifikan. Namun apabila Apabila signifikansi thitung < ttabel, maka dinyatakan tidak signifikan. Apabila hal ini terjadi maka tidak ada tidak ada pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Adapun pembahasan uji signifikansi akan dijelaskan sebagai berikut :

a. Luas Lahan

Nilai thitung pada variabel dummy luas lahan 1,174 < nilai ttabel

b. Benih

sebesar 1,67, dengan nilai signifikan (0,246) di atas 0,1 maka secara statistik luas lahan tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah produksi padi sawah. Hal ini dikarenakan penggunaan lahan yang dimiliki petani belum optimal untuk menghasilkan produksi.

Nilai thitung pada variabel benih 3,666 > nilai ttabel sebesar 1,67, dengan nilai signifikan (0,001) di bawah 0,1 maka secara statistik benih yang digunakan untuk kegiatan usahatani padi berpengaruh nyata terhadap jumlah produksi padi. Nilai koefisien regresi sebesar 67,972 menunjukkan bahwa penambahan jumlah benih sebesar 1 kg akan

meningkatkan produksi rata-rata sebesar 67,972 kg. Penggunaan benih pada umumnya jauh diatas rekomendasi (Rekomendasi: 25 kg/Ha ; Realisasi rata-rata 62 Kg/Ha). Hal ini dikarenakan padi rentan terhadap serangan keong. Oleh karena itu, petani menyiapkan tanaman pengganti apabila terjadi serangan keong. Semakin besar jumlah yang digunakan jjjjmaka akan menghasilkan produksi yang semakin tinggi. Namun hal ini harus disesuaikan dengan kondisi lahan yang ada juga input usahatani yang digunakan. Salah satu penyebab bahwa benih berpengaruh terhadap jumlah produksi padi disebabkan karena sebagian besar petani responden di lokasi penelitian telah menggunakan benih unggul diantaranya varietas Ciherang, IR64, dan Bestari. Benih yang digunakan para petani responden diperoleh dari balai penangkaran benih yang ada di daerah Tanjung Morawa, sehingga petani tidak kesulitan untuk memperoleh benih bersertifikat sesuai dengan keinginan petani.

c. Pupuk Urea Bersubsidi

Nilai thitung pada variabel pupuk 0,876 < nilai ttabel (1,67), dengan nilai signifikan (0,385) di atas 0,1 maka secara statistik pupuk Urea yang digunakan untuk kegiatan usahatani padi berpengaruh nyata terhadap jumlah produksi padi. Hal ini dikarenakan penggunaan pupuk urea disesuaikan dengan kebutuhan tanaman dan juga berdasarkan hasil uji BWD di lapangan. Meskipun jumlah rata-rata urea yang digunakan petani responden jauh lebih rendah dari pada rekomendasi pupuk bersubsidi yaitu 160,268 kg/Ha (Rekomendasi : 250kg/Ha) namun

sebagian besar petani sudah mengetahui kebutuhan pupuk pada usahataninya.

d. Pupuk ZA Bersubsidi

Nilai thitung pada variabel pupuk -0,13 < nilai ttabel

e. Pupuk NPK Phonska Bersubsidi

sebesar 1,67, dengan nilai signifikan (0,897) di atas 0,1 maka secara statistik pupuk ZA yang digunakan untuk kegiatan usahatani padi tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah produksi padi. Hal ini dikarenakan jumlah rata-rata pupuk ZA bersubsidi yang digunakan petani responden meskipun sudah sesuai dengan rekomendasi yaitu 100,032 kg/Ha namun tidak semua petani menggunakan pupuk ZA untuk usahataninya. Hanya 37 orang responden dari 60 responden yang menggunakan pupuk ZA pada usahataninya

Nilai thitung pada variabel pupuk 0, 726 < nilai ttabel

f. Pupuk SP-36 Bersubsidi

(1,67), dengan nilai signifikan (0,472) di atas 0,1 maka secara statistik pupuk NPK yang digunakan untuk kegiatan usahatani padi tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah produksi padi. Hal ini dikarenakan jumlah rata-rata pupuk NPK bersubsidi yang digunakan petani responden jauh lebih rendah dari pada rekomendasi yaitu 163,391 kg/Ha (Rekomendasi : 300kg/Ha). Hal ini dikarenakan petani yang menggunakan urea pada usahataninya akan mengurangi jumlah penggunaan pupuk NPK.

Nilai thitung pada variabel pupuk 1,995 > nilai ttabel sebesar 1,67, dengan nilai signifikan (0,052) di bawah 0,1 maka secara statistik pupuk SP-36

yang digunakan untuk kegiatan usahatani padi berpengaruh nyata terhadap jumlah produksi padi. Sehingga nilai koefisien regresi sebesar 11,585 menunjukkan bahwa peningkatan alokasi pupuk sebesar 1 kg akan meningkatkan produksi sebesar 11,585 kg dengan asumsi faktor yang lain dalam keadaan konstan. Penggunaan pupuk SP-36 belum sesuai dengan rekomendasi pemupukan yaitu rata-rata 62 kg/Ha (rekomendasi : 100 kg/Ha).

g. Pestisida

Nilai thitung pada variabel pestisida 1,900 > nilai ttabel

Tingkat efisiensi teknik (ET) dianalisis dengan membandingkan besaran produksi dilapangan dengan besaran produksi yang dapat dicapai di daerah tersebut (Soekartawi, 2003) atau dapat dituliskan:

sebesar 1,67, dengan nilai signifikan (0,063) di atas 0,1 maka secara statistik pestisida yang digunakan untuk kegiatan usahatani padi berpengaruh nyata terhadap jumlah produksi padi. Sehingga nilai koefisien regresi sebesar 24,798 menunjukkan bahwa peningkatan alokasi pestisida sebesar 1 liter akan meningkatkan produksi sebesar 24,798 kg dengan asumsi faktor yang lain dalam keadaan konstan. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, bahwa penggunaan pestisida di lokasi penelitian cukup beragam, namun yang paling dominan adalah racun keong, dan juga pestisida cair.

ET = ��

Dimana Ŷ�untuk varietas Ciherang adalah 8500 kg/Ha dengan rata-rata produksi 6000 kg/Ha. ( Sumber: Balai Penelitian Padi Murni Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang).

ET = 7742

8500 = 0,91 < 1, tidak efisien

Kesimpulan: H0 tolak, H1 terima

Efisiensi harga penggunaan pupuk Urea, ZA, SP-36, NPK bersubsidi pada tanaman padi sawah di Desa Wonosari Kecamatan Tanjung Morawa, Kabupaten Deli Serdang tidak efisien.

Secara teknis, usaha tani padi sawah di daerah penelitian belum efisien, namun produksi yang dihasilkan sudah berada di atas produksi rata-rata Ciherang yaitu 7742 kg/Ha.

Efisiensi alokatif dari pupuk bersubsidi terhadap produksi pada kegiatan usahatani padi dapat diketahui dengan cara menghitung rasio nilai produk marjinal dengan harga masing-masing faktor-faktor produksi per satuannya (NPMx/Px). Berdasarkan pada hasil analisis regresi bahwa terdapat variabel yang berpengaruh nyata dan tidak berpengaruh nyata dalam terhadap jumlah produksi padi. Dalam analisis efisiensi alokatif terhadap faktor produksi, hanya variabel yang berpengaruh nyata terhadap produksi padi yang dianalisis dengan menggunakan rumus efisiensi alokatif. Dalam hal ini faktor pupuk bersubsidi yang berpengaruh nyata adalah variabel pupuk Urea bersubsidi, NPK bersubsidi, dan SP-36 bersubsidi. Variabel pupuk bersubsidi lain yaitu pupuk ZA memiliki pangaruh yang tidak nyata, sebab koefisien elastisitasnya sama dengan nol atau mendekati nol. Hasil analisis efisiensi alokatif pupuk bersubsidi tersebut dapat dilihat pada

Tabel 15. Hasil Analisis Efisiensi Harga Faktor Produksi Efisiensi

Harga

Alokasi Faktor produksi efisien atau tidak efisien

Urea (X2) 8,07 Tidak efisien

ZA (X3) -1,00 Tidak efisien

NPK (X4) 4,06 Tidak efisien

Pupuk SP-36 (X6) 18,94 Tidak efisien Sumber: Lampiran 17

Kesimpulan: Ho tolak, H1 terima

Efisiensi harga penggunaan pupuk Urea, ZA, SP-36, NPK bersubsidi pada tanaman padi sawah di Desa Wonosari Kecamatan Tanjung Morawa, Kabupaten Deli Serdang tidak efisien.

Dari hasil analisis regresi faktor-faktor produksi pada usahatani padi sawah di desa Wonosari Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang, penggunaan pupuk SP-36 bersubsidi, pupuk Urea bersubsidi, ZA bersubsidi, NPK bersubsidi tidak efisien dimana dalam hal tersebut pemakaian input yang tidak tepat sehingga perlu ditambah untuk mencapai hasil produksi yang maksimum. Petani tidak dapat mengontrol harga, baik harga jual produksi gabah maupun harga input produksi. Oleh karena itu, untuk mengubah NPM/Px supaya menjadi 1, yang dapat dilakukan petani adalah dengan mengubah Produk Marginal (PM) atau dengan kata lain mengoptimalkan penggunaan setiap input produksi untuk mencapai efisiensi. Untuk mengoptimalkan penggunaan input produksi, petani

perlu memperhatikan sistem tanam, pengolahan lahan dan penggunaan teknologi. Rumpun yang lebih banyak dari umumnya akan membutuhkan pupuk yang lebih banyak pula, namun belum tentu memberikan produksi yang lebih tinggi. Selain itu, kondisi sekitar akan mempengaruhi penggunaan input produksi. Misalnya; di daerah Wonosari dekat dengan pabrik yang menghasilkan limbah yang tidak berbahaya untuk usahatani padi sawah namun menguntungkan. Hal ini dikarenakan pabrik tersebut (Indocafe) menghasilkan limbah yang mengandung N tinggi. Namun perlu untuk ketelitian kekurangan unsur hara yang dibutuhkan padi sawah. Sehingga terjadi keseimbangan unsur hara di dalam tanah untuk pertumbuhan padi sawah sehingga dapat meningkatkan produksi.

Perkembangan Produksi dan Produktivitas Padi sawah di Kabupaten Deli Serdang

Untuk identifikasi masalah 3, mengenai perkembangan produksi di Kabupaten Deli Serdang dapat dilihat pada grafik berikut:

Gambar 5. Perkembangan Produksi di kabupaten Deli Serdang dari tahun 2005-2011 (Ton)

Dari gambar grafik, dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan produksi padi sawah dari tahun 2005 hingga 2007 yaitu sebesar 27.654 ton jika dibandingkan dengan produksi 2005, namun mengalami penurunan di tahun 2008 sebesar 4587

358.888 383.541 386.542 381.955 389.597 441.897 441.049 300 350 400 450 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011

Produksi

ton dan kemudian meningkat hingga di tahun 2010 dengan besar peningkatan yaitu 59.942 ton dibandingkan dengan produksi 2008. Namun 2011 kembali mengalami penurunan sebesar 848 ton dari tahun 2010. Pentingnya memantau kembali penggunaan input produksi secara efisien untuk dapat meningkatkan kembali produksi padi sawah baik dari sisi pemerintah maupun dari sisi petani itu sendiri.

Gambar 6. Perkembangan Produktivitas di Kabupaten Deli Serdang dari Tahun 2005-2011dalam Ton/Ha

Dari gambar grafik di atas, dapat dilihat bahwa dari tahun 2005 hingga

Dokumen terkait