• Tidak ada hasil yang ditemukan

Produksi Rotan

Penelitian yang telah dilakukan, yang meliputi hasil wawancara dan kuisioner dapat diketahui bahwa bahwa masyarakat yang mengambil rotan ada yang pulang pada hari itu juga dan ada yang bertahan mencari rotan selama beberapa hari. Jarak pengambilan rotan tidak terlalu jauh ke dalam hutan ada juga yang jauh dari tempat tinggal. Ini disebabkan ketersediaan rotan di pinggiran hutan tersebut sudah sedikit, dikarenakan pada waktu sebelumnya tidak ada larangan mengambil rotan secara besar-besaran. Walaupun rotan diperjual belikan sesama masyarakat sekitar hutan saja untuk meningkatkan ekonomi keluarga namun banyak juga yang menjual kepada pengumpul yang datang ke rumah petani rotan tersebut.

Pekerjaan mengambil dan pengrajin rotan dilakukan masyarakat sekarang ini hanya sekedar kerja sampingan. Sebagian besar masyarakat memiliki pekerjaan utama berkebun sayur mayur. Dulu sewaktu tidak ada larangan dari pemerintah pekerjaan mengambil rotan dilakoni sebagai pekerjaan utama. Setelah ada larangan dan sanksi yang tegas, pengambilan rotan dilakukan hanya sambilan saja karena masyarakat takut akan sanksi yang diberikan pemerintah.

Hanya petani rotan yang memiliki surat ijin aja yang masih melakukan pengambilan rotan sebagai pekerjaan utama dan itupun tidak diperbolehkan mengambil melebihi kapasitas di dalam surat ijin tersebut karena sehabis keluar dari

hutan mengambil rotan harus melapor kepada pos kehutanan untuk pemeriksaan. Masyarakat tidak melaksanakan pembudidayaan terhadap rotan dikarenakan mereka tidak tau cara pembudidayaan rotan tersebut.

Hasil survey dan pengamatan serta wawancara yang telah dilakukan menunjukkan bahwa di lae pondom hanya terdapat 31 orang yang menjadi petani rotan dan itupun tidak semuanya menjadi pengrajin rotan, karena tidak semua tahu bagaimana mengayam rotan menjadi bentuk keranjang ataupun menjadi bentuk lain. Petani rotan yang tidak tahu mengayam rotan tersebut lebih suka menjual langsung kepada pengumpul rotan yang biasanya datang langsung ke rumah.

Pengrajin di Kabupaten Dairi ini kebanyakan mendapatkan rotan dari Desa Lae Pondom dan sekitarnya yang dipasok oleh agen yang menampung rotan tersebut dari Desa Lae Pondom, para pengerajin ini juga tidak banyak mendapatkan perhatian dari pemerintah sehingga pengerajin dalam mengembangkan usahanya sering terkendala dalam modal. Hasil kerajinan rotan ini merupakan produk yang cukup digemari oleh masyarakat lokal maupun internasional.

Pola Pengambilan Rotan

Jenis roran yang di ambil masyarakat adalah rotan cacing (Calamus melanoloma Mart), hal itu dikarekan karena hanya jenis rotan tersebut yang banyak di jumpai dan laku di jual. Masyarakat yang tidak memiliki surat ijin dalam pengambilan rotan hanya mengambil rotan dari kawasan hutan dekat pemukiman aja atau dari sekitar lahan yang akan di buka untuk perladangan, itu sebabnya mereka bisa langsung pulang ke rumah karena jarak yang terlalu jauh, dan mejadi pekerjaan sambilan di samping pekerjaan utama berkebun sedangkan masyarakat yang memiliki

surat ijin mengambil rotan jauh masuk ke hutan agar hasilnya jauh lebih banyak karena merupakan pekerjaan utama.

Gambar 1. Tanaman rotan cacing yang diambil masyarakat

Ciri-ciri rotan yang diambil masyarakat adalah rotan berwarna kuning dan hijau tua, dengan panjang minimal tiga meter. Rotan yang berkualitas baik adalah rotan berwarna hijau tua sedangkan rotan berwarna kuning adalah rotan yang masih muda atau tidak memanjat. Menurut Junuminro (2000), tanda-tanda rotan sudah siap panen adalah daun dan durinya sudah patah, warna durinya sudah berubah menjadi hitam atau kuning kehitam-hitaman serta sebagian batangnya sudah tidak dibalut oleh pelepah daun dan telah berwarna hijau. Masyarakat mengetahui bahwa rotan yang baik dipanen adalah rotan berwarna hijau. Akan tetapi rotan yang berukuran 3 meter atau berwarna kuning sudah di ambil masyarakat.

Gambar 2 contoh tanaman rotan yang sudah dapat dipanen

Pengambilan rotan oleh masyarakat pun secara sederhana, hanya bermodalkan pisau arit untuk memotong dan parang untuk membersihkan jalan yang menghalangi. Rotan yang sudah diambil di pikul sendiri di pundak lalu di kumpulkan di suatu tempat sebelum akhirnya di ambil semua pada waktu mau pulang.

Jenis-Jenis Rotan Rotan Cacing

Rotan cacing tumbuh secara berumpun dan tumbuh tegak. Dalam satu rumpun dapat mencapai 30-50 batang. Batang rotan cacing berwarna hijau kekuningan, setelah dirunti berwarna kuning telur, mengkilap, agak keras dan kuat. Panjang batang dapat mencapai 50 m dan diameter 0,5-0,9 cm dengan panjang ruas 15-40 cm. Daun rotan cacing berwarna hijau tua dan tidak mengkilap, dengan klasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom : Plantae (Tumbuhan)

Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji) Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga) Kelas : Liliopsida (berkeping satu / monokotil) Sub Kelas : Arecidae

Ordo : Arecales

Famili

Genus

Spesies : Calamus melanoloma Mart.

Gambar 3. Rotan Cacing Pemanfaatan rotan

Para petani rotan melakukan pemanenan dengan berbagai ragam. Bagi yang mempunyai ijin dapat mengambil rotan jauh ke dalam hutan sedangkan yang belum mempunyai ijin takut masuk ke dalam hutan karena akan ditangkap oleh pihak dinas

kehutanan, maka mereka hanya mengambil rotan dari pinggiran hutan di dekat rumahnya atau dari hutan yang di buka untuk lahan. Rotan yang diambil oleh masyarakat desa Lae pondom tersebut hanya dilakuan pengawetan seadanya misalnya hanya dengan pengeringan saja. Hal itu dikarenakan karena mereka tidak mengetahui teknik-teknik pengawetan yang ada. Mereka juga mengatakan tidak terlalu memikiri hal itu karena selain menambah biaya operasional juga dikarekan pengumpul biasanya langsung datang begitu mereka keluar dari hutan.

Potensi Persediaan Rotan

Banyak masyarakat yang mengambil rotan pulang pada hari itu juga dikarenakan rotan semakin sulit didapat sehingga bila lokasi pertama yang dituju rotannya sudah habis, hari berikutnya masyarakat akan langsung menuju lokasi lain. Rotan semakin sulit didapat dikarenakan hutan sudah mulai habis atau perubahan hutan alam menjadi hutan tanaman industri sehingga masyarakat juga sudah mulai mengalihkan sumber mata pencahariannya ke sektor pertanian seperti bertanam kopi dan tanaman palawija. Bahan baku rotan yang diambil masyarakat sangat bergantung dari hutan alam. Bila hutan alam berubah fungsi atau habis maka masyarakat yang sumber mata pencahariannya dari mengambil dan mengolah rotan akan hilang. Kondisi saat ini, hutan tempat tumbuh rotan tersebut sudah mulai dialihkan menjadi hutan tanaman yang homogen.

Hasil pengamatan dilapangan terdapat dua persepsi masyarakat mengenai potensi rotan di masa yang akan datang. Sebagian kecil masyarakat menyatakan potensi rotan tidak akan habis karena rotan yang ditebang menghasilkan tunas yang lebih banyak. Sebagian lagi, masyarakat menyatakan bahwa potensi rotan akan habis dikarenakan hutan tempat tumbuh rotan sudah habis. Luas hutan yang semakin habis menyebabkan keberadaan hewan juga terancam, dimana hewan seperti burung, kera, monyet dan luang merupakan pemencar biji rotan. Hal lain yang membuat potensi rotan berkurang dikarenakan rotan yang belum masak tebang masyarakat tetap mengambilnya. Ketidaktahuan masyarakat mengenai teknik pemungutan rotan secara lestari yang dapat memberi kesempatan untuk terjadinya regenerasi secara alami dan rendahnya kesadaran untuk melakukan penanaman dapat juga menjadi penyebab menurunnya potensi rotan. Potensi rotan juga habis dikarenakan tidak seimbangnya pertumbuhan rotan dengan pemanenan rotan. Kurangnya potensi rotan dikarenakan masyarakat tidak pernah menanam rotan. Pemerintah juga tidak pernah melakukan upaya budidaya di daerah ini. Syarat tumbuh rotan yang sangat ketat membuat budidaya rotan sangat sulit dikembangkan. Syarat tumbuh antara lain harus ada pohon-pohon besar sebagai media untuk merambat. (Dephut Prov. Sumatera Utara, 2008). Program budidaya rotan dalam bentuk hutan rakyat membantu masyarakat mengambil rotan dalam jarak yang lebih dekat. Selain itu, masyarakat tidak mengambil rotan secara illegal karena volume rotan yang dihasilkan dalam bentuk hutan rakyat lebih besar dan dengan adanya kelompok tani, membuat perizinan lebih mudah dan biaya yang lebih rendah. Karena tanaman rotan yang tumbuh secara berumpun dan mengelompok, maka umur dan tingkat ketuaan rotan yang siap

dipanen berbeda. Sehingga pemungutan rotan dilakukan secara tebang pilih dan hal ini akan terlaksana dengan baik bila masyarakat yang mengelolah rotan melalui hutan rakyat. Adanya pengelolaan tanaman rotan, masyarakat tidak perlu mengambil rotan yang masih muda sehingga kualitas rotan lebih baik yang akan berdampak terhadap kekuatan rotan.

Pengambilan rotan di daerah ini masih dilakukan secara sederhana dan dengan alat yang sederhana pula. Alat yang dibutuhkan mengambil rotan di hutan adalah parang, pisau, sepatu, dan sarung tangan, namun tidak sedikit masyarakat hanya membawa parang dan pisau. Sulitnya mengambil rotan di hutan alam membuat pemanenan rotan tidak dilakukan secara lestari, dan lagi menggunakan alat yang sederhana. Rotan yang melilit batang pohon, membuat ujung batang harus ditebang. Budidaya rotan melalui hutan rakyat membuat masyarakat lebih mudah mengambil rotan karena jarak tanam yang sudah diatur, sehingga batang rotan tidak melilit batang pohon yang di dekatnya. Adapun kendala yang dihadapi masyarakat dalam mengambil rotan adalah masyarakat tidak memiliki izin pengambilan.

Nilai Ekonomi Tanaman Rotan

Nilai ekonomi adalah nilai suatu barang atau jasa jika diukur dengan uang. Nilai ekonomi hasil rotan dapat juga diartikan sebagai nilai / harga hasil rotan yang dimanfaatkan yang dapat ditukarkan dengan uang. rotan juga termasuk sumber daya hutan yang nilai ekonominya sangat menjanjikan. Ichwandi (1996) mengatakan bahwa penelitian ekonomi sumber daya hutan adalah suatu metode atau teknik untuk

mengekstimasi nilai uang dari barang atau jasa yang diberikan oleh suatu kawasan hutan.

Hasil rotan telah tercipta puluhan produk yang benar-benar dibutuhkan oleh kehidupan manusia masa kini, seperti obat-obatan, makanan, perabotan rumah tangga, hiasan rumah, dan sebagainya. rotan adalah tanaman yang sangat bernilai ekonomi tinggi, hal ini disebabkan karena tanaman rotan bisa diolah menjadi berbagai macam produk yang bermanfaat. Antara lain dapat kita lihat banyak dijual berbagai macam produk dari rotan berupa Kursi, Meja, keranjang dan lain sebagainya.

Masyarakat desa Lae Pondom masyarakat hanya mengambil rotan cacing saja karena hanya jenis rotan tersebut yang banyak ditemukan di daerah tersebut.

Gambar 4. Penjemuran rotan

Penjemuran rotan biasanya mereka tumpuk di rumah. Hanya dianginkan. Karena tidak terlalu memakan tempat di dalam rumah.

Masyarakat di Desa Lae Pondom terbiasa mengayam rotan cacing itu untuk dijadikan barang kebutuhan. Mereka tidak butuh waktu lama untuk

menyelesaikannya. Hanya dengan bermodalkan alat yang sederhana mereka dengan terampil mengayam rotan tersebut.

Gambar 5. Pengayaman rotan

Pemanfaan rotan di desa Lae Pondom, kecamatan Tanjung Baringin tersebut diolah secara tradisional dan hanya untuk kepentingan sehari-hari. Adapun hasil pengolahan yang mampu mereka buat dari rotan adalah mulai dari keranjang pikul, peralatan rumah tangga, peralatan untuk di ladang.

Adapun produk yang dihasilkan biasanya : 1. Keranjang pikul untuk sepeda motor

Keranjang seperti ini lumayan mahal harganya berkisar sekitar Rp 200.000, namun tidak selalu ada yang memesan. Makanya tidak banyak di produksi. Keranjang pikul ini di buat hanya jika da pemesanan. Itupun tidak semua petani rotan mengetahuinya karena terlalu rumit dan cukup lama mengerjainya.

2. Tempat untuk mencuci kopi

Gambar 7. Keranjang untuk mencuci kopi

Harga untuk sebuah keranjang di jual seharga Rp 25.000. untuk keranjang ini sangat banyak peminatnya. Karena rata-rata petani memerlukannya untuk di bawa ke ladang. Untuk membuat jenis keranjang ini cukuplah singkat dan tidak terlalu rumit.

Hasil lampiran pendapatan dapat disimpulkan bahwa pendapatan masyarakat petani rotan baik dari hasil memanen rotan dan tambahan penghasilan dari sampingan rata-rata hanya cukup memenuhi kebutuhan sehari-hari. Hal ini dikarekan karenakan harga hasil dari produk rotan tidaklah cukup tinggi. 1 kg rotan hanya dihargai sebesar Rp.3000 untuk rotan mentah, sedangkan untuk rotan yang olahan setengah jadi (sudah digoreng pakai minyak tanah) di hargai sebesar Rp.15.000. namun karena harga minyak tanah naik dan susah untuk di cari, maka tidak ada lagi masyarakat yang melakukan penggorengan.

Produk rotan itu kebanyakan mereka gunakan untuk keperluan sehari-hari. Kecuali untuk keranjang pikul harganya lumayan mahal, tetapi tidak banyak yang

memesannya. Keranjang tersebut hanya di buat jika ada pesanan dari orang, sedangkan untuk pengumpul rotan dalam partai besar yang mengambil rotan dari masyarakat yang mempunyai ijin, tidak dipasarkan di daerah desa tersebut. Biasanya pengumpul membawa rotan mentah tersebut ke medan untuk diolah menjadi produk yang lebih baik agar harganya menjadi lebih mahal.

Teknologi pengolahan

Teknologi pengolahan yang dimaksud adalah pengolahan rotan menjadi produk tetapi tidak menggunakan mesin. Perlakuan teknologi pengolahan selain menjemur adalah dengan cara menggoreng dengan minyak tanah. Namun tekonologi pengolahan dengan cara tersebut tidak lagi digunakan di karenakan harga minyak tanah yang mahal dan langka. Apabila dilakukan pengolahan dengan cara penggorengan itu maka keuntungan yang didapatkan akan sangat tipis. Hampir seluruh masyarakat membuat produk dari rotan tanpa sentuhan teknologi. Masyarakat yang menerapkan teknologi dengan yang tidak menerapkan teknologi sama-sama memiliki pendapatan di tingkat pendapatan yang tidak jauh berbeda.

Analisis Alur Pemasaran Rotan

Tabel 1. Total nilai pendapatan bersih petani rotan per bulan

Tabel di atas dapat disimpulkan bahwa pendapatan masyarakat dari rotan lebih besar daripada non rotan. Hal ini terjadi karena banyak yang mengutamakan

Sumber Pendapatan (I) Nilai Pendapatan (Rp) % I

Dari rotan 10.880.000 53.91

Non rotan I 9.300.000 46.08

Petani rotan Pengumpul

kerjaannya sebagai petani rotan. Karena mereka telah mengantongi ijin sehingga mereka bebas mengambil rotan dari dalam hutan.

Pola Distribusi rotan

Alur pemasaran hanya terjadi sekali saja, yaitu dari petani rotan kepada pengumpul yang datang ke rumah petani rotan.

Tabel 2. Analisis margin keuntungan (profit margin)

Pelaku Pasar Distribusi Harga Harga per KG (Rp) Persen(%) Petani rotan Harga Jual 3000 Biaya Produksi 1000 Margin Keuntungan 2000

Persen Margin keuntungan 66.66

Pengumpul I

Harga Beli 3000

Harga Jual -

Biaya Tataniaga - -

Margin Keuntungan -

Persen Margin keuntungan

Total Margin Keuntungan 2000

Biaya pemasaran adalah biaya-biaya yang dikeluarkan dalam pergerakan barang dari tangan produsen sampai konsumen akhir atau setiap biaya yang dikeluarkan untuk keprluan pemasaran. Besar kecilnya biaya pemasaran berbeda-beda untuk masing-masing lembaga pemasaran yang bersangkutan, karena proses pemasaran hanya terjadi sekali maka tidak banyak margin pemasaran yang diketahui. Hanya margin keuntungan di tingkat petani rotan yang ada sebesar 2000 atau 66.66 % dari setiap kg rotan yang mereka dapat.

Petani rotan konsumen

Tabel 3. Analisis margin pemasaran (marketing margin)

Pelaku Pasar Jenis Harga Harga per Kg (Rp) Persen(%) Petani rotan Harga Produksi 1000

Pengumpul I Harga Beli 3000

Pola Distribusi Rotan Olahan

Tabel 4. Analisis margin keuntungan (profit margin) pada pengerajin kerajang pikul Pelaku Pasar Distribusi Harga Harga / Unit = (Rp) Persen (%)

Petani Harga Jual 200000 Biaya Produksi 35000 Margin Keuntungan 165000 Persen Margin keuntungan 82.50 Konsumen Harga Beli 200000 Harga Jual Biaya Tataniaga Margin Keuntungan Persen Margin keuntungan

Margin keuntungan dari keranjang pikul sepeda motor sangat besar mencapai 82.50 %. Namun untuk jenis produk ini memiliki kendala yaitu tidak selamanya ada pesanan. Produk ini di buat hanya jika ada pesanan.

Tabel 5. Analisis margin keuntungan (profit margin) pada kerajang kopi

Pelaku Pasar Distribusi Harga Harga / Unit = (Rp) Persen (%)

Petani Harga Jual 25000

Biaya Produksi 4000 Margin Keuntungan 21000 Persen Margin keuntungan 84.00 konsumen Harga Beli 25000 Harga Jual Biaya Tataniaga Margin Keuntungan Persen Margin keuntungan

Margin keuntungan keranjang tempat mencuci kopi sangat besar mencapai 84 %. Hal ini terjadi karena biaya produksi yang tidak begitu mahal. Kendalanya untuk jenis produk ini juga hampir tidak ada, bahan baku dan bahan penunjang tersedia. Itu yang mengakibatkan harga biaya produksi murah. Juga untuk produk ini sangat laris dan terus ada pesanan karena adanya kebutuhan masyarakat sekitar akan tempat pencucian kopi yang disebabkan masyarakat desa mayoritas petani kopi.

BAB V

Dokumen terkait