Bab ini menjelaskan tentang hasil uji coba yang telah dilakukan untuk menjawab pertanyaan yang diberikan pada perumusan masalah. Selain itu, diberikan pula algoritme ekstraksi data dan pereduksian data menggunakan metode EOF berbasis SVD. Selanjutnya dihitung nilai kesalahan dengan menggunakan error norm matriks dari mode EOF hasil reduksi.
Eksplorasi data TRMM 3B43
Data yang diperoleh dari data TRMM 3B43 merupakan data global untuk seluruh dunia. Oleh karena itu, perlu dilakukan ekstrasi data atau pemotongan data pada wilayah cakupan Indonesia untuk menganalisis data yang akan digunakan dalam penelitian. Berikut ini algoritme ekstrasi data curah hujan TRMM 3B43:
Algoritme 1
1. Penentuan domain wilayah Indonesia yang akan dianalisis yaitu 60 LU–110 LS dan 950 BT–410 BT.
2. Pemotongan data curah hujan TRMM 3b43 yang memiliki format HDF ke dalam grid berukuran 185 x 73 sehingga jumlah pixel yang diperoleh 13505 untuk setiap bulannya selama 204 bulan atau selama 17 tahun.
3. Reshaping data yang sudah dipotong untuk setiap bulannya.
4. Pengurutan data yang sudah di-reshape berdasarkan urutan waktu (t). 5. Pembentukan matriks data (X).
Eksplorasi data diawali dengan menyajikan pola data yang tersedia dalam bentuk visual berdasarkan grid data global. Gambar 4 menunjukkan ilustrasi visual data TRMM 3B43 untuk seluruh dunia atau global dengan letak koordinat 500LU–500LS dan 1800B–1800BB pada bulan Januari tahun 2014. Ukuran grid data dengan koordinat tersebut yaitu 1440 x 400 pixel.
Gambar 4 Peta penyebaran data curah hujan Januari 2014 secara seluruh dunia atau global 500LU – 500LS dan 1800BB – 1800BT.
13
Proses pemotongan data sesuai dengan domain wilayah Indonesia yaitu 60 LU–110 LS dan 950 BT–1410 BT, sehingga untuk setiap satu bulan diperoleh matriks X berukuran 185 x 73 dengan jumlah pixel sebanyak 13505. Gambar 5 menunjukkan ilustrasi visual data curah hujan TRMM 3B43 untuk wilayah Indonesia pada bulan Januari 2014.
Setelah dilakukan pemotongan untuk setip bulannya kemudian masing– masing data di-reshape. Selanjutnya, diurutkan berdasarkan urutan waktu sehingga diperoleh matriks berukuran 13505 x 204.
Analisis Empirical Orthogonal Function (EOF)
Seperti yang telah dijelaskan dalam pendahuluan bahwa metode EOF merupakan suatu metode yang digunakan untuk menentukan pola-pola dominan pada data yang berevolusi pada pola spasial dan temporal. Data curah hujan yang diukur dalam suatu pengamatan biasanya memiliki dimensi matriks data yang sangat besar. Salah satu tujuan dari analisis EOF dalam penelitian ini adalah untuk mereduksi data sehingga memudahkan analisis data baik secara temporal maupun spasial. Oleh karena itu, dalam penelitian ini EOF berbasis SVD digunakan untuk memperoleh nilai singular dan vektor singular serta komponen utama atau mode EOF dari matriks data. Tahapan analisis metode EOF terhadap data curah hujan TRMM 3B43 secara khusus akan disajikan dalam algoritme di bawah ini.
Algoritme 2 analisis EOF 1. Diberikan matriks data .
2. Pereduksian matriks data dengan SVD .
3. Penentuan nilai singular dari yang terbesar . 4. Penentuan skor komponen utama atau mode EOF .
5. Penentuan proporsi varian dari i komponen utama berdasarkan persamaan (6). 6. Penentuan jumlah mode EOF yang digunakan berdasarkan ukuran persentase
kumulatif varian lebih dari 80%.
7. Analisis data secara spasial dan temporal.
Gambar 5 Peta penyebaran data curah hujan Januari 2014 pembesaran dari kotak kecil untuk wilayah Indonesia 60 LU – 110 LS dan 950 BT – 1410 BT.
14
8. Perhitung error norm matriks.
Pada bagian ini disajikan hasil perhitungan numerik yang diperoleh dari metode EOF. Sebelum dilakukan analisis dari hasil reduksi data, terlebih dahulu ditentukan berapa jumlah komponen utama yang akan digunakan sebagai analisis selanjutnya. Terdapat banyak kriteria dalam pemilihan jumlah komponen utama yang akan diikutsertakan ke dalam analisis EOF. Akan tetapi dalam penelitian ini banyaknya komponen utama yang digunakan dilihat dari persentase varian kumulatif. Menurut Jolliffe IT (2002) komponen utama hanya diikutsertakan jika mempunyai proporsi varian kumulatif lebih dari 80%.
Tabel 1 Nilai singular dan persentase kumulatif analisis EOF Mode EOF Nilai Singular Persentase Varian
Individual Kumulatif 1 903.17 30.68 30.68 2 585.47 19.89 50.57 3 495.16 16.82 67.4 4 336.38 11.43 78.83 5 329.49 11.19 90.03 6 293.39 3.12 93.15 7 221.19 1.78 94.93 8 214.66 1.01 95.94 … … … … 202 27.53 0.03 99.65 203 27.42 0.03 99.82 204 26.43 0.03 100
Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat bahwa lima nilai singular terbesar menunjukkan persentase varian kumulatif sebesar 90.03%. Hal ini berarti bahwa seluruh matriks data X dapat diwakili dengan lima mode EOF atau KU. Oleh karena itu, analisis selanjutnya menggunakan lima mode EOF dengan varian terbesar.
Tabel 2 Nilai komponen utama hasil analisis EOF
Grid EOF1 EOF2 EOF3 EOF4 EOF5 EOF6 ... EOF204 1 6.022 -0.715 -2.398 3.110 -3.229 5.087 ... 0.094 2 5.950 -1.016 -2.173 3.076 -3.258 5.165 ... 0.068 3 6.219 -1.447 -2.144 3.212 -3.362 4.843 ... 0.138 4 6.202 -1.304 -2.266 3.287 -3.557 4.535 ... 0.109 5 6.465 -0.940 -2.392 3.578 -3.649 4.559 ... 0.391 6 6.220 -0.903 -2.818 3.554 -4.085 4.279 ... 0.333 10 6.721 -1.041 -3.054 2.877 -4.666 4.316 ... -0.066 ... ... ... ... ... ... ... ... ... 13505 10.601 -5.787 3.628 1.883 3.235 1.863 ... -0.028
15 Skor komponen utama atau mode EOF yang diperoleh merupakan skor yang menunjukkan besar kecilnya nilai atau kontribusi dari setiap komponen utama terhadap masing-masing unit pengamatan. Nilai skor komponen utama dapat bernilai positif maupun negatif. Nilai positif berarti suatu komponen utama memberi kontribusi yang besar dan berpengaruh positif terhadap unit pengamatan demikian pula sebaliknya. Dalam penelitian ini skor komponen utama diperoleh dari hasil kali nilai singular vektor kiri dengan nilai singular. Tabel 2 menunjukkan nilai dari mode EOF atau skor komponen utama yang diperoleh dari hasil reduksi data dengan menggunakan metode EOF berbasis SVD.
Secara umum, vektor singular mendeskripsikan hubungan daerah-daerah yang memiliki variabilitas curah hujan yang besar. Daerah dengan curah hujan varian yang bernilai positif dapat dibedakan dengan daerah yang memiliki varian curah hujan yang bernilai negatif. Nilai positif menunjukkan curah hujan di atas rata-rata, sedangkan nilai negatif menunjukkan curah hujan di bawah rata-rata. Selanjutnya dari lima nilai singular terbesar yang diperoleh dari hasil reduksi dianalisis baik secara spasial maupun temporal. Pola spasial tersebut dapat dibentuk setelah mereshape kembali masing-masing dari mode EOF.
Pola spasial merupakan hasil visualisasi skor komponen utama dari masing–masing mode EOF. Mode EOF1 menjelaskan varian data sebesar 30.68% dari total varian. Gambar 6 menunjukkan keadaan curah hujan di wilayah Indonesia selama 204 bulan. Curah hujan pada mode ini memiliki skala yang berkisar di antara -30 sampai dengan 10. Mode EOF1 menjelaskan bahwa curah hujan yang tinggi terdapat di sebagian besar wilayah Indonesia, namun sebagian besar pulau Papua memiliki curah hujan yang cukup rendah.
16
Gambar 7 menunjukkan pola spasial untuk mode EOF2 dengan varian curah hujan sebesar 19.89%. Curah hujan yang tinggi terdapat pada bagian barat pulau Sumatra dan Jawa. Sebagian wilayah kalimantan dan Papua memiliki curah hujan yang bernilai positif. Curah hujan pada mode ini bernilai positif dan negatif dengan skala berkisar antara -15 sampai 15.
Mode EOF3 pada Gambar 8 menunjukkan curah hujan di wilayah barat Indonesia cukup tinggi atau sangat dominan, sebaliknya wilayah timur Indonesia memiliki curah hujan yang rendah. Pada mode ini nilai curah hujan berkisar di antara -15 sampai 10.
Gambar 9 menunjukkan mode EOF4 yang memiliki nilai curah hujan berkisar antara -8 sampai 6. Dapat di lihat dari Gambar 10 di sebagian besar pulau–pulau besar di Indonesia memilik curah hujan yang cukup tinggi.
Gambar 7 Pola spasial mode EOF2
17
Gambar 10 menunjukkan pola spasial untuk mode EOF5. Mode ini memiliki nilai curah hujan yang berkisar diantara -8 sampai 8 dan menjelaskan sebagian besar wilayah Indonesia memiliki curah hujan yang rendah.
Total varian yang dijelaskan oleh lima komponen utama atau mode EOF tersebut lebih dari setengah keseluruhan varian, karena pada analisis EOF ini diambil keseluruhan data set dari 204 bulan. Lima mode EOF menjelaskan 90.03% dari varian curah hujan total yang merupakan nilai capaian cukup tinggi.
Vektor singular menunjukkan plot data time series atau pola temporal dari analisis EOF. Gambar 11 menunjukkan variasi penampakan curah hujan tahunan selama 17 tahun dari mode EOF. Dilihat dari proporsi varian, mode EOF1 memiliki varian terbesar yaitu sebesar 30.07% dari total varian. Grafik temporal yang dihasilkan mode EOF1 pada Gambar 11a memperlihatkan siklus dengan periode tahunan yang dominan berada di setiap titik puncaknya. Hal ini diduga pengaruh fenomena musiman yang terjadi setiap tahunnya. Pada mode ini nilai
Gambar 9 Pola spasial mode EOF4
18
tertinggi berada pada tahun 2002, artinya pada tahun tersebut curah hujan di Indonesia banyak bervariasi dengan perubahan variannya cukup besar. Pola tahunan juga terdapat pada mode EOF2 yang terlihat pada Gambar 11b.
Mode EOF3 yang terlihat pada Gambar 11c dengan proporsi varian masing–masing 19.89% dan 16.82%. Selain itu, dapat ditunjukkan pula semakin lemahnya variasi penampakan bulanan mode EOF4 pada Gambar 11d dan mode EOF 5 pada Gambar 11e. Mode-mode tersebut menggambarkan pola bulanan dengan proporsi varian 11.43% dan 11.19%.
Gambar 11 Deret waktu atau pola temporal koefisien vektor singular mode EOF1 sampai mode EOF5
19 Berdasarkan hasil dari analisis EOF, dapat diketahui seberapa besar analisis EOF mampu mewakili matriks data yang sebenarnya. Jika mode EOF dari hasil reduksi data menggunakan SVD maka reduksi dari matriks adalah
. Karena nilai singular atau varian Ʃ disusun dengan urutan terbesar ke yang terkecil maka suku-suku yang nilai singularnya sangat kecil tidak banyak berpengaruh pada pola spasial dari matriks data . Dari sini untuk menentukan nilai error norm matriks dari matriks data , misalkan ̃ , dan . Oleh karena itu, nilai error norm matriks diperoleh dengan meminimumkan ‖ ̃‖ ∑ ∑ ( ̂) Hasil perhitungan error norm matriks dapat di lihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Nilai Error Norm untuk masing-masing mode EOF Mode
EOF Error Mode
EOF Error Mode
EOF Error 1 0.6482 16 0.1112 18 0.1090 2 0.5482 17 0.1486 19 0.1077 3 0.3724 18 0.1446 20 0.1070 4 0.3648 19 0.1436 21 0.1055 5 0.3248 20 0.1387 22 0.1043 6 0.2449 21 0.1348 23 0.1031 7 0.2377 22 0.1323 24 0.1010 8 0.2082 23 0.1319 25 0.1003 9 0.2052 24 0.1273 26 0.0984 10 0.1877 25 0.1236 27 0.0967 11 0.1845 26 0.1215 28 0.0961 12 0.1765 27 0.1207 29 0.0948 13 0.1651 28 0.1162 30 0.0941 14 0.1598 29 0.1126 31 0.0931 15 0.1514 30 0.1121 32 0.0915
Tabel 3 menunjukkan nilai error norm matriks dari hasil perhitungan. Mode EOF1 memiliki nilai error norm matriks sebesar 0.6482 artinya jika hanya digunakan satu mode EOF maka nilai kesalahan sebesar 64.82%. Selanjutnya jika digunakan 2 mode EOF, diperoleh nilai error norm sebesar 0.5482 atau tingkat kesalahannya sebesar 54.82%, sehingga untuk 5 mode EOF tingkat kesalahannya sebesar 32.48%. Oleh karena itu, langkah ini bertujuan untuk melihat keefektifan suatu metode dalam mereduksi data curah hujan sehingga semakin kecil nilai kesalahan yang diperoleh semakin baik hampiran data reduksi yang mampu mewakili data asli. Besar kecilnya nilai error memperlihatkan representasi kedekatan antara data asli dengan data hasil reduksi. Nilai kesalahan Ilustrasi visual yang menggambarkan tingkat kesalahan tersebut ditunjukkan pada Gambar 12 dan nilai error norm relatif dapat dilihat pada Tabel 3 dan lebih lengkapnya pada lampiran 7.
21 adalah matriks skor EOF atau komponen utama. Skor komponen utama dapat dituliskan
Oleh karena itu, untuk merekonstruksi kembali matriks data hasil reduksi menjadi matriks data asli dapat menggunakan persamaan ∑ . Sebagai contoh Gambar 13 menunjukkan rekonstruksi matriks data hasil reduksi menjadi matriks data asli untuk data curah hujan wilayah Indonesia pada bulan Januari 2013.