• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Responden dan Kepala Keluarga

Karakteristik responden dan kepala keluarga merupakan hasil wawancara dengan menggunakan kuesioner yang dibagikan kepada 180 responden pada enam kecamatan di Kota Bogor, Jawa Barat. Karakteristik responden dapat dilihat dari kondisi demografi, salah satunya adalah jenis kelamin responden seperti yang terlihat pada Gambar 4. Gambar 4 menunjukkan bahwa mayoritas responden yang ditemui adalah perempuan sekitar 55% atau 100 jiwa, sedangkan sisanya sekitar 45% atau 80 jiwa adalah laki-laki. Hal ini disebabkan karena ibu rumah tangga lebih mudah ditemui pada siang hari dan mayoritas yang diwawancarai adalah ibu rumah tangga. Selain itu, ibu rumah tangga lebih mengetahui segala urusan rumah tangga baik itu pengeluaran atau pun pendapatan pada rumah tangga tersebut.

20

Sumber: Data primer 2015 (diolah)

Gambar 6 Jenis Kelamin Responden Penelitian di Kota Bogor

Terdapat pula karakteristik kepala keluarga seperti usia, lama mendapatkan pendidikan, jenis pekerjaan utama, jumlah tanggungan serta pendapatan perbulan seperti dapat dilihat pada kondisi demografi sebagaimana ditunjukkan dalam Tabel 6. Tabel 6 memperlihatkan bahwa mayoritas kepala keluarga responden berusia 30 hingga 39 tahun yaitu sekitar 41 % atau sebanyak 75 jiwa dan usia 40 hingga 49 tahun yaitu sekitar 24 % atau 43 jiwa. Dari sisi pendidikan, terdapat sekitar 62 % atau 113 jiwa kepala keluarga yang pendidikan akhirnya adalah S1. Urutan selanjutnya adalah kepala keluarga dengan pendidikan akhir S2 yaitu sebesar 16% atau 28 jiwa. Hal ini mencerminkan bahwa masyarakat Kota Bogor sudah menyadari pentingnya pendidikan. Jika dilihat dari sisi jenis pekerjaan utama, mayoritas kepala keluarga yang diwawancarai bekerja sebagai PNS yaitu sebanyak 101 jiwa atau 57%, dan swasta sebanyak 65 jiwa atau 36%. Selain memiliki jenis pekerjaan utama, mayoritas masyarakat Kota Bogor juga memiliki pekerjaan sampingan seperti membuka berbagai jenis usaha untuk menambah penghasilan dari pekerjaan utama sehingga dapat terlihat bahwa masyarakat menganggap pekerjaan sebagai salah satu hal yang penting untuk mencukupi kehidupan hidupnya.

Tabel 6 Demografi Kepala Keluarga di Kota Bogor

Variabel Jumlah (jiwa) Persentase (%) Usia (tahun) 1. < 30 27 15 2. 30-39 75 41 3. 40-49 43 24 4. > 50 35 20 Tingkat pendidikan (tahun)

1. Lulus SMA atau dibawahnya 12 6 2. Pendidikan akhir diploma 22 13 3. Pendidikan akhir S1 113 62 4. Pendidikan akhir S2 28 16 5. Pendidikan akhir S3 5 3 Jenis pekerjaan 1. PNS 101 57 2. Swasta 65 36 3. Pensiunan 14 7 45% 55%

Jenis Kelamin Responden

21

Variabel Jumlah

(jiwa)

Persentase (%)

Besar Keluarga (orang) 1. 2 54 30

2. 3 52 28

3. 4 43 24

4. 5 27 16

5. 6 4 2

Pendapatan per bulan (rupiah) 1. < Rp 5.000.000 41 23 2. Rp 5.000.000 – Rp 7.500.000 85 47 3. >Rp 7.500.000 54 30

Sumber : Data Primer 2015 (diolah)

Jika ditinjau dari aspek besar keluarga, responden paling banyak didominasi oleh keluarga dengan besar keluarga sebanyak 2 jiwa yaitu mayoritas responden yang diwawancarai belum memiliki anak sebesar 54 jiwa atau 30%. Selain itu, besar keluarga sebanyak 3 jiwa hampir mendominasi yaitu sekitar 52 jiwa atau 28%. Selanjutnya jika dilihat dari sisi pendapatan per bulan, mayoritas responden didominasi oleh keluarga dengan total pendapatan diantara Rp 5 juta hingga Rp 7.5 juta yaitu sekitar 47% atau 85 jiwa kemudian diikuti oleh keluarga dengan pendapatan per bulan lebih dari Rp 7.5 juta yaitu sekitar 30% atau 54 jiwa. Dari 180 responden yang diwawancarai, total pendapatan rumah tangga paling besar adalah sebesar Rp18 000 000 sedangkan total pendapatan yang diperoleh rumah tangga di Kota Bogor paling banyak berjumlah Rp5 000 000. Rata-rata pendapatan masyarakat dalam satu bulan yaitu sebesar Rp5 180 000 dan dengan rata-rata pendapatan tersebut, dapat diketahui bahwa pendapatan masyarakat di Kota Bogor sudah mencapai nishab zakat pendapatan dan tergolong cukup memenuhi kebutuhan sehari-hari. Nishab zakat pendapatan setara dengan 522 kg beras, apabila dikonversi dengan harga beras pada Bulan Mei 2015 yaitu sebesar Rp9 000 maka akan didapatkan bahwa batas wajib zakat pendapatan adalah sebesar Rp4 698 000 dan hampir mayoritas responden yang diwawancarai sudah tergolong wajib zakat.

Sumber : Data Primer 2015 (diolah)

Gambar 7 Kepemilikan Rekening Responden Penelitian di Kota Bogor

60% 5%

35%

Kepemilikan Rekening

22

Gambar 5 memperlihatkan bahwa semua responden memiliki rekening di bank yaitu terdapat 106 jiwa atau 58% memiliki rekening di bank konvensional saja dan hanya 5% atau 10 jiwa memiliki rekening di bank syariah saja sedangkan sebanyak 64 jiwa atau 35% responden memiliki rekening pada bank konvensional dan bank syariah. Walaupun responden yang memiliki rekening di bank syariah tergolong sedikit, tetapi hal tersebut tidak mempengaruhi keinginan responden untuk berinfak karena responden yang hanya memiliki rekening di bank konvensional pun memiliki keinginan untuk berinfak.

Faktor-Faktor yang Memengaruhi Alokasi Infak Rumah Tangga Penelitian ini menggunakan beberapa variabel laten yang artinya variabel tersebut tidak dapat diukur secara langsung tetapi dapat diukur menggunakan manifes variabel. Variabel laten dalam penelitian ini adalah variabel laten keimanan, penghargaan, kepekaan dan kepuasan yang diukur dengan menggunakan manifes variabel. Manifes variabel adalah variabel yang digunakan untuk mengoperasionalkan variabel laten dan terukur yang dapat dilihat melalui factor loading dan alpha croncbach. Factor loading dan alpha croncbach digunakan untuk mereduksi manifes agar manifes variabel dapat digunakan untuk mewakili variabel laten. Menurut Nunnaly dalam Sahara (2012), nilai factor loading dari tiap manifes variabel yang dapat digunakan harus diatas 0.5 dan nilai alpha croncbach harus di atas 0.7 agar dapat mewakili variabel laten. Software yang digunakan untuk mengetahui untuk mengetahui nilai factor loading dan alpha croncbach adalah software Stata 13.0.

Tabel 7 Factor loading dan alpha croncbach variabel

Variabel Factor

Loading

Alpha Croncbach Keimanan

Selalu menjalankan shalat lima waktu setiap hari 0.613 Menjalankan shalat di awal waktu

Melakukan shalat secara berjamaah

Melaksanakan shalat sunnah minimal 3 kali dalam seminggu

0.520

Menyadari pentingnya zakat 0.685

Selalu melaksanakan puasa Ramadhan 0.699 Terbiasa dalam membaca Al-Qur’an 0.699 Selalu mensyukuri kondisi yang dialami 0.553

Takut akan dosa jika melakukan pelanggaran agama 0.573 0.805 Penghargaan

Mendapatkan kemudahan rezeki setelah berinfak

Merasa bangga setelah berinfak 0.719

Merasa sudah dapat sedikit mengurangi kesulitan orang yang diberi infak

0.719 0.753 Altruism (Kepekaan)

Sering tolong menolong dengan warga sekitar 0.677 Berupaya untuk bersyukur kepada Allah lewat

berinfak

0.690 Selalu merasa iba ketika melihat fakir/miskin 0.744

23

Variabel Factor

Loading

Alpha Cronchbach

Senang membantu fakir/miskin 0.808

Merasa bersalah saat tidak berinfak ketika ada yang membutuhkan

0.743 0.859 Kepuasan Diri

Senang dapat meningkatkan kondisi ekonomi fakir/miskin

0.664 Menyadari bahwa ada hak orang lain dalam hartanya 0.646 Menyadari harta yang dimiliki menjadi bersih setelah

berinfak

0.636

Merasa menjadi panutan setelah berinfak 0.722

Sumber : Data Primer 2015 (diolah)

Tabel 7 menunjukkan bahwa ada beberapa manifes variabel yang memiliki alpha croncbach dibawah 0.5 dan factor loading dibawah 0.7 yaitu dua manifes variabel dari variabel laten keimanan, satu manifes variabel dari variabel laten penghargaan, dan satu manifes variabel dari variabel laten kepuasan diri. Manifes variabel yang tidak memenuhi syarat harus dihapus karena tidak dapat mewakili variabel laten dan kemudian dihitung untuk mendapatkan nilai alpha croncbach dengan sisa manifes variabel yang telah memenuhi syarat. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan software Stata 13.0 melalui model regresi Ordinal (Logit) dan didapatkan hasil seperti pada Tabel 8 bahwa dari 10 variabel terdapat tiga yang signifikan. Tabel 8 menunjukkan bahwa variabel pendapatan berpengaruh positif dan signifikan terhadap besarnya persentase infak per pendapatan pada taraf nyata 1% dengan nilai 0.000. Nilai Odds Ratio pada variabel pendapatan adalah 1.046 yang artinya kenaikan pendapatan satu satuan, peluang seseorang tersebut membayar infak lebih dari 5% lebih besar 1.046 kalinya dibandingkan seseorang yang membayar infak kurang dari 5%. Hal ini sesuai dengan penelitian Amanta (2014) yang menyatakan bahwa variabel pendapatan memiliki pengaruh yang positif terhadap besarnya alokasi infak rumah tangga di Desa Pasir Eurih Kabupaten Bogor.

Tabel 8 Faktor-faktor yang memengaruhi alokasi infak rumah tangga di Kota Bogor

Variabel Bebas Koefisien Std. Err. Z P>|z| Odds Ratio Pendidikan -0.048 0.127 -0.38 0.704 0.952 Umur 0.038 0.020 1.83 0.068 * 1.038 Besar Keluarga -0.055 0.173 -0.32 0.750 0.946 Pendapatan 0.045 0.010 4.19 0.000 *** 1.046 Keimanan 1.061 0.317 3.34 0.001 *** 2.889 Penghargaan -0.013 0.250 -0.05 0.956 0.986 Kepekaan -0.296 0.353 -0.84 0.401 0.743 Kepuasan -0.240 0.346 -0.69 0.487 0.786 Dummy PNS 0.308 0.747 0.41 0.680 1.361 Dummy Swasta 0.439 0.776 0.57 0.572 1.551

Keterangan: Berdasarkan model Logit ***Signifikansi pada taraf nyata 1%; *Signifikansi pada taraf nyata 10%

24

Selain variabel pendapatan, variabel keimanan berpengaruh positif dan signifikan terhadap besarnya persentase infak per pendapatan pada taraf nyata 1% dengan nilai 0.001. Nilai Odds Ratio pada variabel keimanan adalah 2.889 artinya semakin tinggi keimanan seseorang maka peluang seseorang yang membayar infak lebih dari 5% adalah 2.889 kalinya dibandingan dengan keimanan yang rendah, seperti halnya dalam penelitian Sariningrum (2011) yang menyatakan bahwa keimanan merupakan faktor utama yang menjadi alasan seseorang untuk berzakat. Variabel umur berpengaruh positif dan signifikan terhadap besarnya persentase infak per pendapatan pada taraf nyata 10% dengan nilai 0.068. Nilai Odds Ratio pada variabel umur adalah 1.038 artinya semakin tua umur seseorang maka peluang seseorang yang membayar infak lebih dari 5% adalah 1.038 kalinya dibandingan dengan umur yang lebih muda.

Perilaku Pengalokasian Infak Rumah Tangga

Pemerataan pendapatan dapat dilakukan untuk mengurangi kemiskinan yang terus melanda di Indonesia khususnya di Kota Bogor sehingga tidak terjadi adanya ketimpangan ekonomi. Salah satu alternatif yang dapat dilakukan adalah melalui infak mengingat mayoritas penduduk yang berada di Kota Bogor adalah beragama Islam dan infak dapat diberikan kepada siapa pun namun dalam berbentuk materi. Berikut ini terdapat data responden yang menyalurkan infak kepada kategori- kategori penerima infak:

Tabel 9 Sasaran Infak Responden Penelitian di Kota Bogor

Penerima infak Jumlah responden Persentase responden (%) Pengemis/Pengamen 83 15 Saudara/Keluarga 113 20 Yatim Piatu 99 18 Kotak Amal 141 26 Orang Tua 94 17 Lainnya 23 4

Sumber: Data Primer 2015 (diolah)

Tabel 9 memperlihatkan bahwa mayoritas responden menyalurkan infak melalui kotak amal yaitu dari 180 responden yang diwawancarai terdapat 141 jiwa atau 26% memberikan infaknya melalui kotak amal, seperti halnya dengan penelitian Alhasanah (2011) yang menyatakan bahwa sebagian besar responden yang rutin berinfak adalah responden yang mengikuti majelis taklim atau kegiatan sosial kemasyarakatan di lingkungannya karena kegiatan tersebut terdapat infak yang secara rutin dikeluarkan untuk kelancaran kegiatan tersebut. Ada pula responden yang memberikan infak secara langsung kepada saudara atau keluarga yaitu sebanyak 113 jiwa atau 20%. Infak dapat diberikan kepada siapapun dan diberikan kepada orang yang lebih membutuhkan dan orang yang terdekat seperti dalam potongan QS. Al-Baqarah ayat 177 yang artinya “... dan memberikan harta yang ia cintai kepada karib-kerabat...”.

25 Hasil penelitian pada Gambar 6 menunjukkan mayoritas rumah tangga mengeluarkan infaknya pada periode bulanan yaitu sebesar 46% atau 84 jiwa lalu pada periode mingguan yaitu sebesar 19% atau 34 jiwa sedangkan 5% atau 9 jiwa mengeluarkan infaknya dalam periode harian. Dapat dikatakan perilaku pengalokasian infak pada rumah tangga di Kota Bogor sudah cukup baik. Hal ini terlihat dari rutinnya masyarakat dalam berinfak yaitu dari 180 responden terdapat 127 responden yang rutin dalam berinfak baik itu harian, mingguan atau bulanan.

Sumber : Data Primer 2015 (diolah)

Gambar 8 Periode Berinfak Rumah Tangga di Kota Bogor

Manajemen perencanaan keuangan Islami memiliki ciri khas dengan meletakkan charity (zakat, infak, sedekah) sebagai prioritas yang paling utama dan untuk prioritas yang kedua adalah membayar utang karena utang adalah kewajiban yang wajib dipenuhi bagi yang memilikinya seperti sabda Rasulullah: “Menunda membayar hutang bagi orang mampu untuk membayar adalah kezhaliman” sedangkan pengeluaran rutin menjadi prioritas yang terakhir karena konsumsi dapat menjadi godaan atau ujian. Namun ternyata berdasarkan hasil lapang yang didapatkan dari 180 responden, prioritas yang didahulukan oleh masyarakat adalah pengeluaran rutin, donasi (zakat, infak, sedekah), investasi, baru kemudian diikuti oleh membayar utang. Membayar utang dijadikan prioritas yang paling terakhir oleh masyarakat.

Tabel 10 Prioritas Pengeluaran Rumah Tangga Responden di Kota Bogor

Prioritas Dana Prioritas Responden

1 2 3 4

Pengeluaran Rutin 117 36 0 27

Membayar Utang 43 46 13 78

Donasi (Zakat, Infak) 18 87 26 49

Investasi 2 11 141 26

Sumber : Data Primer 2015 (diolah)

Masyarakat masih banyak yang meletakkan pengeluaran rutin sebagai prioritas utamanya padahal seharusnya pengeluaran rutin berada pada urutan terakhir seperti dalam surat Al-Qasas ayat 77 yang artinya “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan oleh Allah kepadamu kebahagiaan akhirat, dan

5%

19%

46% 30%

Periode Berinfak

26

janganlah kamu melupakan bahagiamu dari kenikmatan dunia dan berbuat baiklah kepada orang lain sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu.” Ayat tersebut menunjukkan bahwa Allah memerintahkan untuk mengejar kebahagiaan akhirat tanpa melupakan kebahagiaan dunia. Membayar hutang adalah suatu kewajiban, tetapi pada kenyataannya kewajiban tersebut diletakkan pada prioritas yang paling akhir oleh masyarakat padahal hutang tidak akan hilang begitu saja walaupun yang berhutang telah meninggal dunia.

Dokumen terkait