• Tidak ada hasil yang ditemukan

4.1. Gambaran Umum Industri Tahu Kecamatan Parung 4.1.1. Kabupaten Bogor

Perindustrian Kabupaten Bogor telah mampu mendorong peningkatan laju pertumbuhan ekonomi serta menjadi penggerak perkembangan pembangunan daerah. Kelompok Industri Kecil mempunyai peranan yang strategis dalam peningkatan pendapatan, penyerapan tenaga kerja, kesempatan berusaha serta membantu mengatasi kemiskinan. Industri kecil, industri rumah tangga dan kerajinan telah dibina dan didorong perkembangannya. Terutama industri yang berorientasi pada pemanfaatan sumberdaya alam dan tenaga kerja. Pengembangan sektor ini ditempuh melalui strategi pengembangan sentra industri.

Salah satu industri yang berada di Kabupaten Bogor adalah industri tahu, yang terpusat di daerah Parung (BPS Kabupaten Bogor, 2007). Kecamatan Parung dengan penduduk berjumlah 92.582 jiwa dan terdiri dari sembilan desa memiliki banyak perajin tahu sebagai sumber mata pencaharian.

4.1.2 Produsen Tahu Kecamatan Parung

Kecamatan Parung terdiri dari sembilan Desa, yaitu Desa Cogreg, Desa Waru Jaya, Desa Waru, Desa Parung, Desa Bojong Indah, Desa Bojong Sempu, Desa Pemagarsari, Desa Jabon Mekar, dan Desa Iwul. Dari keesembilannya, Desa Iwul dan Desa Bojong Sempu merupakan desa dengan jumlah perajin tahu terbanyak karena sudah menjadi mata pencaharian utama bagi sebagian masyarakat.

23

Desa Bojong Sempu memiliki kerjasama berbentuk mitra dengan sebuah lembaga yang membimbing masyarakat daerah setempat untuk memajukan potensi yang mereka miliki, yaitu industri tahu. Perajin tahu yang menjadi anggota dalam binaan lembaga ini dinamakan Masyarakat Mandiri (MM) yang sudah berjumlah 123 perajin (lampiran 1). Selain itu masih terdapat perajin yang belum menjadi anggota, sehingga jumlah perajin di Desa Bojong Sempu berjumlah lebih dari 123. Skala usaha yang dijalankan merupakan skala usaha mikro, dengan tenaga kerja berkisar antara 2-5 orang dan produksi menggunakan 10-30 kg kacang kedelai perhari, dan skala kecil yaitu menggunakan 10-15 orang tenaga kerja dan produksi 100kg kacang kedelai perhari (Tambunan, 2001). Hasil produksi dipasarkan ke beberapa wilayah sekitar terutama bagi perajin skala rumah tangga. Sedangkan untuk perajin skala kecil, memasarkan produksi ke beberapa wilayah di luar Kecamatan Parung.

Desa Iwul memiliki penduduk dengan mata pencaharian sebagian besar sebagai perajin tahu. Tidak ada data pasti dari kelurahan mengenai jumlah pasti perajin tahu di desa ini, tetapi di perkirakan 85 persen penduduk mengandalkan usaha produk tahu.

Desa lain yang berada di wilayah Kecamatan Parung sejenis dengan Desa Iwul dan Bojong Sempu, hanya saja jumlah perajin tahu tidak sebanyak di kedua desa, hanya 2-4 perajin. Tahu yang diproduksi terdiri dari tahu putih, kuning, dan coklat (sudah digoreng). Dari wawancara denga n perajin dan penjual kedelai di lingkungan setempat, kacang kedelai yang digunakan merupakan kacang kedelai impor dari Amerika Serikat.

24

4.2. Hasil Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Pembelian Tahu dengan Regresi Logistik

Hasil regresi logistik keputusan pembelian produk tahu apabila mengandung bahan baku transgenik terhadap ibu rumah tangga dengan variabel umur, pendidikan, pendapatan, jumlah anggota keluarga, manfaat, pengaruh, dan fokus pembelian menghasilkan tabel klasifikasi antara nilai asal peubah respon dengan nilai prediksinya berdasarkan analisis regresi logistik. Dari hasil prediksi diperoleh rata-rata prediksi yang benar adalah 94.00 persen yang berarti model bisa dikatakan baik, dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1. Hasil Olahan Keputusan Konsumen yang dianalisis dengan Regresi Logistik Predicted Y Percentage Observed 0 1 Correct 0 45 4 91.80 Y 1 2 49 96.10 Overall Percentage 94.00

Sumber : Data Primer Kecamatan Parung, 2007

Dugaan variabel yang merupakan hasil olahan dengan regresi logistik dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2. Hasil Olahan Variabel yang Mempengaruhi Keputusan Konsumen dengan Regresi Logistik

Variabel B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

Umur .104 .073 2.001 1 .157 1.109 Pendidikan -1.630 .883 3.409 1 .065 .196 Pendapatan 1.089 .753 2.092 1 .148 2.971 Pengaruh -1.970 1.885 1.092 1 .296 .139 Fokus Membeli -5.869 1.924 9.307 1 .002 .003 Manfaat -1.961 1.656 1.402 1 .236 .141 Jml Keluarga 1.400 .636 4.842 1 .028 4.056 constant 7.787 3.885 4.019 1 .045 2410.146

25

Selain itu, karakteristik konsumen yang menjadi responden dapat dilihat pada Tabel 4.3. Dari 100 orang responden ibu rumah tangga, untuk variabel umur maka responden yang paling kecil adalah umur 20 tahun dan paling tua adalah umur 70 tahun.

Tabel 4.3. Karakteristik Umum Responden Konsumen

Karakteristik Konsumen Jumlah %

Umur 20 – 26 14 14 27 – 33 24 24 34 – 40 36 36 41 – 47 11 11 48– 54 9 9 55 – 61 5 5 62 – 70 1 1 Total 100 100

Tingkat Pendidikan Terakhir

SD 37 37 SMP 17 17 SMU 29 29 D 9 9 S1 7 7 S2 1 1 Total 100 100

Pendapatan Rata-Rata Keluarga /bulan

< Rp 1.000.000 41 41 Rp 1.000.000 - Rp 1.999.999 40 40 Rp 2.000.000 - Rp 2.999.999 14 14 Rp 3.000.000 - Rp 3.999.999 1 1 Rp 4.000.000 - lebih 4 4 Total 100 100 Jumlah Keluarga 1 - 3 Orang 19 19 4 - 6 Orang 69 69 7 - 9 Orang 9 9 > 9 Orang 3 3 Total 100 100

Sumber : Data Primer Kecamatan Parung, 2007

Berikut ini akan dijelaskan pengaruh masing- masing variabel yang nyata terhadap keputusan pembelian produk tahu yang apabila mengandung bahan baku

26

transgenik. Taraf nyata yang digunakan dalam interpretasi data sebesar 20 persen. Hal ini dikarenakan penelitian yang dilakukan merupakan penelitian sosial, yang variabel bebasnya dapat terus berubah seiring waktu dan latar belakang yang berbeda-beda.

4.2.1. Umur

Nilai-p pada variabel umur sebesar 0.157 yang berarti bahwa peubah umur berpengaruh terhadap keputusan pembelian produk tahu. Nilai odds ratio yang diperoleh sebesar 1.109 yang berarti bahwa semakin bertambah usia seseorang maka rasio peluang membeli produk dibandingkan yang tidak membeli produk adalah 1.109 kali, dengan kata lain memilih untuk membeli apabila produk mengandung baha n baku transgenik daripada tidak membeli. Batas terkecil umur yang ditetapkan dalam penelitian ini adalah 20 tahun sampai 70 tahun (Tabel 4.3.).

4.2.2. Tingkat Pendidikan

Nilai-p pada variabel pendidikan sebesar 0.065 yang berarti bahwa peubah tingkat pendidikan berpengaruh terhadap keputusan pembelian produk tahu. Nilai

odds ratio yang diperoleh sebesar 0.196 yang berarti bahwa semakin tinggi pendidikan seseorang maka rasio peluang membeli produk dibandingkan yang tidak membeli produk adalah 0.196 kali. Hal ini dapat diartikan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan, maka konsumen semakin tidak ingin membeli.

Pendapatan Rata-Rata Keluarga per Bulan

Nilai-p pada variabel pendapatan rata-rata keluarga per bulan sebesar 0.148 yang berarti bahwa peubah pendapatan rata-rata keluarga per bulan

27

berpengaruh terhadap keputusan pembelian produk tahu. Nilai odds ratio yang diperoleh sebesar 2.971 yang berarti bahwa semakin tinggi pendapatan rata-rata sebuah keluarga per bulan maka rasio peluang ibu rumah tangga membeli produk dibandingkan yang tidak membeli produk adalah 2.971 kali, dengan kata lain memilih untuk membeli apabila produk mengandung bahan baku transgenik daripada tidak membeli. Hal ini bertentangan dengan hipotesis disebabkan karena seseorang yang berpenghasilan tinggi belum tentu memiliki daya pikir yang baik untuk mengkonsumsi sesuatu berdasarkan gizi yang terkandung.

4.2.3. Jumlah Anggota Keluarga

Nilai-p pada variabel jumlah anggota keluarga sebesar 0.028 yang berarti bahwa peubah jumlah anggota keluarga berpengaruh terhadap keputusan pembelian produk tahu. Nilai odds ratio yang diperoleh sebesar 4.056 yang berarti bahwa semakin banyak jumlah anggota keluarga maka rasio peluang membeli produk dibandingkan yang tidak membeli produk adalah 4.056 kali, dengan kata lain memilih untuk membeli apabila produk tahu mengandung bahan baku transgenik daripada tidak membeli.

4.2.4. Pengaruh

Nilai-p pada variabel pengaruh sebesar 0.296 yang berarti bahwa peubah pengaruh, tidak berpengaruh secara nyata terhadap keputusan pembelian produk tahu. Nilai odds ratio yang diperoleh sebesar 0.139 yang berarti bahwa rasio variabel pengaruh untuk membeli adalah 0.139 kali dibandingkan tidak membeli. Namun pengaruh yang paling besar dapat dilihat pada Tabel 4.4.

28

Tabel 4.4. Perolehan Data Responden Konsumen Variabel Pengaruh

Pengaruh Jumlah % Keputusan

0 1

Satu Arah 68 68 32 (65.31%) 36 (70.59%) Dua Arah 32 32 17 (34.69%) 15 (29.41%)

Total 100 100 49 (100%) 51 (100%)

Sumber : Data Primer Kecamatan Parung, 2007. Ket : 0 = Berhenti Membeli; 1 = Tetap Membeli

Responden yang menyatakan tidak membeli transgenik lagi mendapat pengaruh lebih besar dari satu arah yang bisa berupa media elektronik dan media cetak sebanyak 65.31 persen dibandingkan dengan pengaruh dari dua arah, yaitu berlangsung secara tanya dan jawab. Begitu pula dengan responden yang menyatakan tetap membeli tahu, pengaruh satu arah yaitu media elektronik dan media cetak lebih besar dibandingkan pengaruh dua arah, yaitu sebesar 70.59 persen.

4.2.5. Fokus Membeli

Nilai-p pada variabel fokus pembelian sebesar 0.002 yang berarti bahwa peubah fokus pembelian berpengaruh terhadap keputusan pembelian produk tahu. Nilai odds ratio yang diperoleh sebesar 0.003 yang berarti bahwa fokus pembelian mempengaruhi konsumen untuk membeli daripada tidak membeli tahu berbahan baku transgenik sebesar 0.003 kali, dengan kata lain lebih memilih untuk tidak membeli.

Dari kecocokan jawaban antara fokus pembelian dengan keputusan pembelian tahu, maka konsumen yang fokus pembelian karena kandungan gizi lebih memilih tidak membeli tahu apabila berbahan baku transgenik dibandingkan konsumen yang fokus terhadap harga dan rasa yang lebih cenderung untuk tetap

29

mengkonsumsi tahu apabila mengandung bahan baku transgenik. Perolehan jawaban responden dapat dilihat pada Tabel 4.5.

Tabel 4.5. Perolehan Data Responden Konsumen Variabel Fokus Pembelian

Fokus Membeli Jumlah % Keputusan

0 1

Harga 40 40 2 (4.09%) 38 (74.50%)

Rasa 17 17 4 (8.16%) 13 (25.50%)

Kandungan Gizi 43 43 43 (87.75) 0 (0.00%)

Total 100 100 49 (100%) 51 (100%)

Sumber : Data Primer Kecamatan Parung, 2007 Ket : 0 = Berhenti Membeli; 1 = Tetap Membeli 4.2.6. Manfaat

Nilai-p pada variabel manfaat sebesar 0.236 yang berarti bahwa peubah manfaat tidak berpengaruh terhadap keputusan pembelian produk tahu. Nilai odds ratio yang diperoleh sebesar 0.141. Manfaat yang diperoleh konsumen sebagai sumber protein ataupun selingan makanan tidak mempengaruhi keputusan pembelian tahu. Manfaat yang diperoleh konsumen dari mengkonsumsi tahu sebagai lauk sumber protein atau makanan selingan tidak mempengaruhi konsumen untuk membeli atau tidak tahu yang berbahan baku transgenik.Data dapat dilihat pada Tabel 4.6.

Tabel 4.6. Perolehan Data Responden Konsumen Variabel Manfaat

Manfaat Jumlah % Keputusan

0 1

Lauk sumber protein 88 88 42 (85.71%) 46 (90.20%) Makanan selingan 12 12 7 (14.29%) 5 (9.80%)

Total 100 100 49 (100%) 51 (100%)

Sumber : Data Primer Kecamatan Parung, 2007. Ket : 0 = Berhenti Membeli; 1 = Tetap Membeli

30

Dari tujuh variabel, lima signifikan terhadap keputusan pembelian tahu yaitu umur, pendidikan, pendapatan, fokus membeli, dan jumlah keluarga. Sementara variabel tidak signifikan yaitu pengaruh dan manfaat.

4.3. Hasil Analisis Deskriptif Konsumen Tahu

Dari hasil kuesioner yang telah dilakukan terhadap 100 responden ib u rumah tangga, Kecamatan Parung, diperoleh jawaban yang menyatakan akan berhenti total mengkonsumsi tahu, tetap mengkonsumsi tahu, dan mengurangi mengkonsumsi tahu apabila mengandung bahan baku transgenik.

Secara umum masyarakat terutama ibu rumah tangga di Kecamatan Parung lebih banyak yang belum mengetahui lebih jelas mengenai isu transgenik, tetapi apabila hal ini bisa membahayakan kesehatan maka lebih memilih tidak membeli. Sedangkan, bagi yang baru mendengar dan belum mengetahui dengan jelas akibat yang ditimbulkan, selama belum ada larangan jelas dari pemerintah mereka lebih memilih untuk tetap mengkonsumsi. Perolehan data dapat dilihat pada Tabel 4.7.

Tabel 4.7. Perolehan Jawaban Keputusan Pembelian Konsumen

Perolehan Jawaban Jumlah %

Berhenti Total Mengkonsumsi Tahu 49 49.00 Mengurangi Mengkonsumsi Tahu 18 18.00

Tetap Mengkonsumsi Tahu 33 33.00

Total 100 100.00

Sumber : Data Primer Kecamatan Parung, 2007

Persentase penurunan rata-rata konsumen yang akan mengkonsumsi Tahu apabila mengandung bahan baku transgenik dapat dilihat pada Tabel 4.8. Pengurangan konsumsi terbanyak yaitu jumlah awal mengkonsumsi sebanyak

31

empat kali dalam seminggu menjadi satu kali, dengan persentase penurunan sebesar 75.00 persen.

Tabel 4.8. Persentase Penurunan Pembelian Tahu

Jumlah Awal Mengkonsumsi Jumlah Setelah Mengetahui isu Transgenik Penurunan Total Responden yang mengurangi Konsumsi Tahu (dalam minggu) (dalam minggu) % (orang)

7 2 71.43 1 5 2 60.00 2 5 3 70.43 2 4 1 75.00 1 4 3 69.43 1 3 1 66.67 8 2 1 68.43 3 Total 18 Rata-Rata Penurunan 26.74

Sumber : Data Primer Kecamatan Parung, 2007

Berkurangnya jumlah dan berhenti total konsumsi tahu setelah mengetahui isu transgenik menyebabkan konsumen memilih produk lain sebagai sumber protein. Produk pengganti yang akan di konsumsi dapat dilihat pada Tabel 4.9. Tabel 4.9. Produk Pengganti Tahu apabila Mengandung Transgenik Pilihan

Responden Konsumen

Jenis Sumber Protein Responden %

Ikan 20 37.04 Daging Sapi 7 12.96 Telur 13 24.07 Daging Ayam 10 18.53 Kacang-kacangan 4 7.40 Total 54 100.00

Sumber : Data Primer Kecamatan Parung, 2007

Responden menjawab lebih dari satu mengenai sumber protein yang akan mereka beli sebagai pengganti tahu. Ikan yang dimaksud dalam tabel diatas adalah ikan basah (bukan asin). Ikan menjadi sumber protein pengganti yang terbanyak karena ikan memiliki kandungan gizi yang banyak dan masih bisa terjangkau

32

daripada ayam dan daging. Sedangkan kacang-kacangan yang dimaksud adalah kacang hijau dan kacang merah. Hal ini karena kacang hijau dan kacang merah merupakan sumber protein nabati sama dengan tahu yang berasal dari kacang kedelai.

4.4. Hasil Analisis Deskriptif Respon Perajin Tahu Terhadap Bahan Baku Transgenik Pada Tahu

Hasil wawancara terhadap perajin tahu mengenai isu kedelai transgenik yang merupakan bahan baku pembuatan tahu dapat dilihat pada Tabel 4.10.

Tabel 4.10. Hasil Wawancara Keputusan Perajin Tahu terhadap Penggunaan Kacang Kedelai Transgenik

Keputusan Perajin Jumlah %

Tetap Menggunakan Kacang Kedelai Impor Amerika 25 83.33 Berhenti Menggunakan Kacang Kedelai Impor Amerika 5 16.67

Total 30 100

Sumber : Data Primer Kecamatan Parung, 2007

Perajin yang tetap menggunakan kacang kedelai seperti saat ini lebih banyak daripada yang berhenti menggunakan. Dalam menganalisis jawaban wawancara perajin maka hasil wawancara dibagi menjadi dua sisi, yaitu sisi konsumen dan sisi perajin. Pada sisi konsumen merupakan lanjutan dari hasil penelitian terhadap konsumen sebelumnya, yang ditanyakan kepada perajin untuk diketahui pendapatnya. Sedangkan pada sisi perajin merupakan wawancara bagaimana perajin dalam memandang bahan baku kedelai transgenik.

Dari sisi konsumen pada penelitian sebelumnya, isu transgenik tidak membuat seluruh konsumen berhenti mengkonsumsi tahu, sehingga perajin akan tetap menggunakan kacang kedelai seperti biasa. Menurut perajin, konsumen

33

mereka merupakan kalangan menengah kebawah yang secara ekonomi lebih memilih lauk pauk sebagai sumber protein yang terjangkau oleh konsumen, sehingga tahu akan tetap menjadi pilihan.

Dari sisi perajin mengenai bahan pangan transgenik, mengatakan selama ini belum me lihat bahaya dari tahu yang mereka buat, sehingga memutuskan untuk tetap menggunakan bahan baku seperti saat ini. Selain itu, belum ada ketegasan dari pemerintah mengenai dampak dari bahan pangan transgenik. Sedangkan bagi perajin yang berhenti dan akan mencari alternatif lain sebagai bahan baku mengatakan apabila benar bahan pangan transgenik membahayakan konsumen, pada akhirnya akan menyulitkan mereka juga sebagai perajin. Keseluruhan perajin mengatakan bahwa apabila kacang kedelai yang biasa mereka gunakan sebagai bahan baku harus dihentikan, pemerintah harus siap menyediakan pengganti kacang yang memiliki harga dan mutu yang sama.

Dokumen terkait