• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Umum

BMT Tadbirul Ummah dibentuk pertama kali pada tanggal 20 Desember 1995 dengan jumlah pendiri (anggota awal koperasi) sebanyak 20 orang dengan total setoran modal awal pendirian koperasi sebesar Rp 9 juta. Pada awal pendiriannya, BMT Tadbirul Ummah masih berbentuk Lembaga Pembiayaan Swadaya Masyarakat (LPSM) dan kemudian dibantu oleh Yayasan PERAMU (Pemberdayaan Mustadhafiin) sebagai pendamping dan inisiator. BMT Tadbirul Ummah berbadan hukum koperasi pada tanggal 8 Agustus 1998 dengan akta pendirian No. 05/BH-KDK/VII/1998. Produk yang ditawarkan berupa pengumpulan dana dan produk pembiayaan. Terdapat dua produk pengumpulan dana yang dimiliki BMT Tadbirul Ummah yaitu TAMAM (Tabungan Mitra Muamalah) dan DERMA (Deposit Mitra Muamalah). Produk pembiayaan yang BMT Tadbiirul Ummah miliki adalah jual beli dengan akad murabahah,salam dan istishna. Kerja sama atau bagi hasil dengan akad mudharabah dan musyarakah. Sewa dengan akad ijarah dan ijarah muntahiya bittamlik serta gadai syariah dengan akad qardh.

Total simpanan lancar (tabungan) sampai akhir 2011 adalah Rp. 2.221 miliar dengan jumlah nasabah 2 632 orang (Tabel 5). Jumlah tabungan ini meningkat selama 3 tahun terakhir begitu juga dengan total aset dan simpanan berjangka (deposito). Dana Pihak Ketiga (DPK) berupa tabungan dan deposito

meningkat secara rata-rata yaitu sebesar 31.26% dan 51.14%. Pembiayaan dan aset meningkat secara rata-rata sebesar 21.06% dan 23.49%. BMT Tadbiru Ummah mempunyai nilai LDR (Loan to Deposit Ratio) sebesar 112.31% pada tahun 2011, hal ini mengindikasikan bahwa BMT tersebut mempunyai fungsi intermediasi penyaluran kredit sangat baik, dana pihak ketiga disalurkan dengan optimal.

Proses pengajuan pembiayaan dari BMT Tadbirul Ummah tergolong dan mudah bagi pelaku UMKM. Berdasarkan penelitian dilapangan, mayoritas lama pencairan dana adalah 3-5 hari yaitu sebanyak 58% sedangkan 48% lainnya 1-2 minggu . BMT memberikan kemudahan dalam proses permohonan kredit, hanya dibutuhkan 2 kali untuk datang ke BMT yaitu pada proses pengajuan dan pengambilan dana. Biaya administrasi BMT Tadbirul Ummah juga tergolong murah yaitu rata-rata sebesar Rp 59 ribu. Pembayaran cicilan yang fleksibel disesuaikan dengan kemampuan nasabah (harian, mingguan, dan bulanan).

Tabel 5 Perkembangan Tabungan, Deposito, Pembiayaan dan Aset BMT Tadbirul Ummah 2009-2011

Keterangan 2009 2010 2011 Perkembangan

(%) Tabungan (Juta Rupiah) 1 271 1 527 2 221 31.26 Jumlah mitra (Orang) 2 138 2 472 2 632 6.07 Deposito (Juta Rupiah) 988 1 441 2 950 51.14

Jumlah mitra (Orang) 119 112 153 26.79

Pembiayaan (Juta Rupiah) 3 647 3 634 4 604 21.06

Jumlah mitra (Orang) 627 700 724 3.31

Aset (Juta Rupiah) 3 329 4 455 5 823 23.49 Sumber : BMT Tadbirul Ummah 2012

BMT Khairu Ummah terletak di Kecamatan Leuwiliang di Kabupaten Bogor. BMT ini dibentuk oleh Yayasan Muhammadiyah yang bertujuan untuk membantu pengusaha muslim yang termasuk kategori kecil/mikro. Beralamat di Gedung Muhamadiyah Jalan Raya Leuwiliang No. 106. Akta Pendirian No. 11060/BH/KWK.10/5; 24 Agustus 1994. BMT Khairu Ummah didirikan dengan maksud yang lebih khusus yaitu : i) menghimpun dan mengelola serta menjaga keamanan dana umat yang ingin terbebas dari praktik pembungaan uang (rentenir) melalui pengelolaan syariah; ii) membantu permodalan usaha kecil dan mikro; iii) pengambilan keuntungan dari pembiayaan tidak didasarkan pada bunga tetapi didasarkan pada bagi hasil, jual beli, sewa dan jasa yang dihalalkan syariat Islam. Produk penyaluran dana ummat terdiri dari Al-Murabahah, Mudharabah , Musyarakah, Ijarah, Hiwalah dan Qardhul Hasan.

Total simpanan lancar (tabungan) sampai akhir 2011 adalah Rp. 4.736 miliar dengan jumlah nasabah 6 946 orang (Tabel 6). Total aset mencapai 8.862 miliar dan jumlah pembiayaan yang disalurkan Rp. 5.644 miliar dengan jumlah nasabah pembiayaan sebanyak 868 orang. Jumlah ini meningkat drastis dari tahun 2009, tabungan meningkat 54.58 % dengan perkembangan rata nasabah 10.90 %. Begitu juga dengan deposito dan pembiayaan secara berturut-turut 42.74 %. BMT Khairu Ummah mempunyai nilai LDR pada tahun 2011 sebesar 113.93 %, hal ini mengindikasikan bahwa BMT Khairu Ummah mempunyai fungsi intermediasi sangat baik sehingga dana pihak ketiga disalurkan dengan optimal.

Tabel 6 Perkembangan Tabungan, Deposito, Pembiayaan dan Aset BMT BMT Khairu Ummah 2009-2011 Keterangan 2009 2010 2011 Perkembangan (%) Tabungan (Juta Rupiah) 2 017 2 707 4 736 54.58 Jumlah mitra(Orang) 649 6 161 6 946 10.90 Deposito (Juta Rupiah) 837 1 292 1 694 42.74 Jumlah mitra(Orang) 46 54 80 32.77 Pembiayaan (Juta Rupiah) 2 592 3 483 5 644 48.20

Jumlah mitra (Orang) 509 703 868 30.79

Aset (Juta Rupiah) 3 726 6 033 8 862 54.39

Sumber : BMT Khairu Ummah 2012

BMT Khairu Ummah yang terletak di dekat pasar tradisional Leuwiliang menjadikannya salah satu solusi pembiayaan efektif bagi usaha mikro dan kecil. Mayoritas nasabah adalah peperdagangan sedangkan sisanya penjual jasa dan industri pengolahan. Persyaratan yang diberikan BMT tersebut tidak memberatkan nasabah untuk permohonan pembiayaan. Berdasarkan data dilapangan 78% proses pencairan dana pinjaman adalah 3-5 hari sedangkan sisanya 20% 2-3 minggu dan 12% 1-2 hari. Syarat administrasi yang wajib dipenuhi adalah fotokopi KTP, surat nikah serta membayar biaya administrasi yang tergolong murah yaitu rata-rata Rp 227 ribu. BMT memberikan kemudahan dalam pembayaran cicilan yang fleksibel sesuai kemampuan nasabah (harian, mingguan dan bulanan).

Berdasarkan kenyataan di lapangan, BMT Khairu Ummah mempunyai andil besar dalam permodalan usaha kecil atau mikro karena letaknya yang di dekat pasar tradisional, namun jika dilihat dari nilai LDR masing-masing BMT tersebut, BMT Tadbirul Ummah 112.31% dan BMT Khairu Ummah 113.93%. Maka dapat disimpulkan kedua BMT tersebut menyalurkan seluruh dana pihak ketiga dengan baik.

Akses UMKM Terhadap Pembiayaan Mikro Syariah Dan Dampaknya Terhadap Perkembangan Usaha

Karakteristik Responden

Responden dalam penelitian ini sebanyak 90 responden yang terdiri dari 30 responden yang mendapatkan pembiayaan mikro syariah BMT Tadbirul Ummah, 30 responden yang mendapatkan pembiayaan mikro syariah BMT Khairu Ummah, dan 30 responden yang tidak mendapatkan pembiayaan mikro syariah BMT dan berada di sekitar lokasi BMT tersebut.

Tabel 7 Statistik Deskriptif Karakteristik Responden

Variabel Mean (Rata-rata) Nilai Maksimum Nilai Minimum Standar Deviasi Responden BMT Tingkat Usia Lama Pendidikan JumlahAnggotaKeluarga Lama Usaha 40.7 10.5 4.2 9.4 63 18 9 30 22 2 1 2 9.24 3.45 1.56 6.53 Responden Non BMT Tingkat Usia Lama Pendidikan

Jumlah Anggota Keluarga Lama Usaha 40.0 9.8 3.9 9.6 62 16 7 33 21 1 1 1 10.07 3.44 1.61 8.43 Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden yang banyak mendapatkan pembiayaan mikro syariah BMT adalah laki-laki. Responden laki-laki yang mendapatkan pembiayaan mikro syariah BMT berjumlah 40 orang atau sebesar 66.7% dan 20 orang lainnya berjenis kelamin perempuan. Begitu juga dengan responden yang tidak mendapatkan pembiayaan mikro syariah BMT didominasi oleh laki-laki berjumlah 20 orang dan 10 orang berjenis kelamin perempuan. Karakteristik responden dilihat berdasarkan tingkat usia, lama pendidikan, jumlah anggota keluarga serta karakteristik usaha mengenai lama usaha ditampilkan dalam bentuk statistik deskriptif pada Tabel 7.

Responden BMT memiliki rata-rata usia dalam masa produktif yaitu 15-64 tahun, begitu juga dengan responden Non BMT yang memiliki usia rata-rata 40.09 tahun. Nilai standar deviasi sebesar 9.24 untuk responden BMT dan 10.07 untuk Responden Non BMT menunjukkan bahwa usia yang sangat bervariasi atau beragam dan nilainya cukup tersebar dari rata-rata usia kedua responden tersebut.

Tingkat pendidikan responden BMT dan non BMT rata-rata pada sekolah menengah atas (10 tahun). Tingkat pendidikan rata-rata antara responden BMT dan non BMT hampir sama artinya kemampuan responden dalam mengelola usaha nya juga hampir sama. Lama usaha rata-rata 9 tahun untuk responden BMT dan non BMT, sehingga dapat disimpulkan karakteristik responden BMT dan Non BMT tidak jauh berbeda.

Karaketeristik Usaha Responden

UMKM yang menjadi objek penelitian memiliki jenis usaha yang cukup beragam, meliputi perdagangan, jasa dan industri pengolahan makanan minuman. Jumlah masing-masing unit usaha pada responden BMT dan responden Non BMT dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5 Jenis Usaha Responden

Gambar 5 menunjukkan bahwa jenis usaha responden BMT didominasi pada sektor industri pengolahan yaitu sebesar 28 unit (46.7 %) yaitu sebagian besar industri pengolahan makanan dan minuman serta sisanya kerajinan. Sisanya Sektor perdagangan 41.6 % yaitu berupa kedai toserba dan makanan serta minuman seperti bakso, mi ayam dan sebagainya. Kemudian sektor jasa 11.6 % yaitu jasa fotokopi dan pangkas rambut. Hal ini disebabkan letak BMT yang dekat dengan Pasar leuwilang untuk Khairu Ummah sehingga mayoritas jenis usaha

adalah perdagangan. Pada responden Non BMT jenis usaha yang paling banyak

dijalankan adalah perdagangan yaitu sebesar 15 unit usaha (50 %) yaitu perdagangan mebel dan makanan minuman. Kemudian diikuti dengan jasa 26.7 % berupa fotokopi dan buruh lepas sedangkan industri pengolahan 23.3 % yaitu berupa pengolahan makanan dan minuman. Responden Non BMT tersebut masih berada di sekitar BMT Khairu Ummah dan BMT Tadbirul Ummah.

Lama Usaha Responden

Responden BMT dan responden Non BMT memiliki nilai relatif lama usaha hampir sama. Rata-rata lama usaha responden BMT 9.4 tahun dan responden Non BMT 9.6 tahun. Nilai standar deviasi yang tinggi pada kedua responden tersebut menunjukkan bahwa tingginya keragaman nilai lama usaha (tahun). Lama usaha responden BMT paling banyak berada pada interval kurang dari 10 tahun, yaitu sebesar 56.67 % didominasi oleh jenis usaha perdagangan sebanyak 17 unit dan diikuti dengan interval 10 hingga 20 tahun sebesar 33.33 % didominasi oleh jenis usaha industri pengolahan sebanyak 11 unit, sisanya berada pada interval lebih dari 20 tahun yaitu sebesar 10 % didominasi oleh jenis usaha perdagangan sebanyak 3 unit. Hal ini membuktikan bahwa BMT sebagai solusi pembiayaan bagi UMKM yang masih baru berdiri.Tabel 8 menunjukkan responden Non BMT

juga paling banyak berada pada interval kurang dari 10 tahun, yaitu sebesar 86.67 % dan diikuti dengan interval lebih dari 20 tahun sebesar 20 % dan sisanya berada di interval 10 tahun hingga 20 tahun sebesar 13.33 %.

Tabel 8 Lama Usaha Responden Lama Usaha

(Tahun)

Responden BMT Responden Non BMT Jumlah (Unit) (%) Jumlah (Unit) (%) < 10 34 56.67 26 86.67 10-20 20 33.33 4 13.33 > 20 6 10 6 20

Responden Non BMT yang memiliki lama usaha paling banyak yaitu dibawah 10 tahun didominasi oleh jenis usaha perdagangan sebanyak 14 unit, untuk interval 10 sampai 20 tahun didominasi oleh jenis usaha perdagangan juga sebanyak 3 unit dan di atas 20 tahun didominasi oleh jenis usaha jasa yaitu sebanyak 2 unit. Responden BMT dan responden Non BMT lebih banyak menjalankan usahanya di sektor perdagangan yaitu sebesar 50 % dan 66.67 %, hal ini membuktikan bahwa keterjangkauan UMKM yang lebih dekat dengan BMT mempunyai akses yang lebih tinggi.

Tabel 9 Penguasaan Aset Responden

Aset

Responden BMT Responden Non BMT

Nilai Rata-rata

(Juta Rupiah) (%)

Nilai Rata-rata

(Juta Rupiah) (%)

Total Aset Lahan 125.54 86.4 301.31 71.6

Total Aset Non Lahan 19.69 13.6 120.12 28.4

Total Aset 145.02 100 421.43 100

Jumlah total aset responden BMT dan Non BMT dapat dilihat pada tabel 9. Penguasaan total asset (collateral) responden Non BMT lebih besar empat kali lipat daripada responden BMT. Aset yang dimiliki oleh responden BMT adalah aset lahan yang bersifat non liquid (sulit dicairkan), sehingga sulit untuk dijadikan modal usaha. Responden Non BMT mempunyai aset yang tinggi, sehingga akses pembiayaan kepada bank konvensional semakin mudah. Aset yang besar dapat dijadikan agunan untuk memperoleh pembiayaan yang besar pula sedangkan responden BMT asetnya cenderung lebih kecil dari responden non BMT. Akses pembiayaan yang diperoleh oleh responden BMT cenderung lebih kecil kepada bank konvensional. BMT hadir sebagai solusi pembiayaan UMKM yang memiliki aset kecil karena BMT menjadikan agunan sebagai syarat sekunder dalam administrasi.

Akses Responden pada Lembaga Keuangan

Tabel 10 Akses Simpanan Responden pada Lembaga Keuangan

Akses Simpanan

Responden BMT Responden Non BMT Nilai Rata-rata (Rupiah) Partisipasi (%) Nilai Rata-rata (Rupiah) Partisipasi (%) Formal Bank 2 600 000 n = 5 (8,33%) 13 547 619 n = 21 (70%) Semi Formal BMT 5 154 143 n = 60 (100%) 2 320 000 n = 5 (16.67%) Akses tabungan responden Non BMT lebih besar daripada responden BMT pada lembaga keuangan formal sedangkan pada lembaga keuangan semiformal (BMT) responden BMT lebih besar. Sebagian besar alasan responden adalah karena persyaratan yang mudah dan adanya sistem jemput bola. Sistem jemput bola yang diterapkan BMT memudahkan nasabah dalam menabung dan meminjam.

Tabel 11 Akses Pinjaman Responden pada Lembaga Keuangan Akses Pinjaman

Responden BMT Responden Non BMT Nilai Rata-rata (Rupiah) Partisipasi (%) Nilai Rata-rata (Rupiah) Partisipasi (%) Formal Bank 66 250 000 n = 2 (3.33%) 120 466 666 n = 20 (66.67%) Semi Formal BMT 15 004 839 n = 60 (100%) 10 618 750 n = 6 (20%) Informal Tetangga/Saudara Bank Keliling 17 500 00 500 000 n = 2 (6.67%) n = 2 (6.67%) Koperasi 5 000 000 n = 1 (1.67%)

Hanya sebagian kecil responden BMT mempunyai akses pinjaman pada lembaga keuangan formal. Akses pinjaman responden BMT ke lembaga keuangan formal lebih kecil daripada responden Non BMT. Hal ini menunjukkan bahwa BMT masih merupakan penunjang (komplementer) bagi nasabah BMT untuk mendapatkan pembiayaan produktif.

Gambar 6 Akad Pembiayaan/Pinjaman

Gambar 6 menunjukkan bahwa akad pinjaman yang digunakan nasabah

terhadap BMT didominasi oleh akad murabahah sebesar 93 %, sedangkan sisanya

ijarah sebanyak 5 % dan hiwalah sebanyak 2 %. Kenyataannya, tidak ada satu

akad pun yang menggunakan mudharabah (bagi hasil) sebagai salah satu ciri khas

pembiayaan syariah. Akad murabahah atau akad jual beli lebih menjamin pendapatan BMT karena risiko lebih kecil daripada akad lainnya.

Tabel 12 Alasan Pengajuan BMT Sebagai Pembiayaan

Alasan Persentase (%)

Persyaratan Mudah 42.71

Margin rendah 6.79

Sistem syariah 3.88

Lokasi terjangkau 17.47

Pencairan dana cepat 16.50

Jangka waktu pembayaran lama 2.91

Kedekatan personal 9.70

BMT sebagai pembiayaan UMKM khususnya usaha mikro mempunyai beberapa kelebihan utama. Berdasarkan penelitian di lapangan, sebanyak 42.71% alasan responden memilih BMT karena persyaratannya mudah dibandingkan lembaga keuangan formal seperti bank (Tabel 12). Alasan lainnya adalah lokasi terjangkau, karena BMT berada di sekitar usaha tersebut sehingga memudahkan untuk proses pengajuan pinjaman dan pembayaran cicilan.

Alasan selanjutnya adalah pencairan dana yang cepat, pencairan relatif 3-5 hari yaitu sebanyak 70% nasabah tergolong cepat jika dibandingkan bank yang memerlukan waktu lebih dari satu seminggu. Alasan marjin rendah hanya 6.79% dari seluruh responden, berdasarkan data di lapangan marjin BMT Tadbirul Ummah rata-rata 39% per tahun dan BMT Khairu Ummah rata-rata 38% sedangkan bunga pada nasabah Bank Konvensional disekitar BMT tersebut rata-rata 24.2%. Biaya administrasi untuk pinjaman pada BMT juga tergolong murah

yaitu rata-rata Rp 60 ribu pada BMT Tadbirul Ummah sedangkan BMT Khairu ummah rata-rata sebesar Rp 227 ribu.

Berdasarkan data di atas credit rationing yang terjadi pada BMT Khairu Ummah cukup tinggi sebesar 60% atau 18 orang sedangkan 40% yang tidak mendapat credit rationing. Adanya credit rationing ini dapat merugikan sebagian pihak nasabah, khususnya yang memiliki lama usaha pendek dan frekuensi pinjaman di BMT tersebut masih kecil.

Gambar 7 Credit Rationing pada BMT Khairu Ummah dan Tadbirul Ummah Nasabah yang memiliki frekuensi pinjaman kecil dengan kata lain nasabah tersebut masih baru menjadi anggota BMT tersebut, karena BMT mengandalkan asal kekeluargaan dan kepercayaan yang kuat. Kepercayaan tersebut dibangun dengan cara pendekatan antara pihak BMT (kolektor) dengan nasabah melalui survey langsung ke tempat usaha dengan adanya sistem jemput bola.

Kerutinan kolektor mengunjungi nasabah dalam pembayaran cicilan akan membentuk sebuah kepercayaan. Lain halnya dengan BMT Tadbirul Ummah, rasio antara nasabah yang mendapat credit rationing dan tidak mendapat credit rationing sangat tinggi. Nasabah yang mendapat credit rationing sebesar 17% atau 5 orang sedangkan 83% tidak mendapat credit rationing. Total UMKM yang mendapat credit rationing sebesar 23 unit atau 38.3%. Nilai pengajuan pinjaman dengan realisasi pada BMT Tadbirul Ummah ini tidak jauh berbeda, bahkan ada nasabah yang mendapatkan pinjaman lebih dari yang diajukan.

Berdasarkan data kedua BMT di atas, maka dapat dilihat bahwa BMT

Khairu Ummah lebih banyak melakukan credit rationing daripada BMT Tadbirul

Ummah. Adanya credit rationing ini dilakukan untuk mengurangi gagal bayar

seperti pada penelitian terdahulu yang dilakukan Klonner dan Rai (2003)

menyimpulkan bahwa dengan adanya credit rationing maka akan ada peningkatan

Faktor-faktor yang Memengaruhi Akses UMKM terhadap Pembiayaan Mikro Syariah BMT

Analisis faktor-faktor yang memengaruhi akses UMKM terhadap pembiayaan syariah BMT dilakukan dengan menggunakan model logit. Hasil dari model tersebut diuji dengan menggunakan aplikasi software SPSS 19. Secara keseluruhan, model mampu mengklasifikasikan responden dengan mengakses kredit dari BMT maupun Non BMT sebesar 76.6% artinya model logit secara keseluruhan dapat menjelaskan faktor-faktor yang memengaruhi akses UMKM terhadap pembiayaan syariah BMT dan Non BMT.

Tabel 13 menunjukkan faktor-faktor yang memengaruhi peluang akses UMKM terhadap pembiayaan syariah BMT. Variabel yang signifikan pada taraf nyata 10 % adalah pendidikan, omset usaha, total aset dan dummy jenis usaha satu. Variabel pendidikan memiliki nilai odds ratio sebesar 1.154 artinya UMKM yang memiliki pendidikan lebih tinggi mempunyai peluang lebih besar untuk mendapatkan akses pembiayaan BMT. Pendidikan yang tinggi akan memengaruhi kemampuan manajerial responden dalam mengelola usahanya.

Variabel dummy jenis usaha satu memiliki nilai odds ratio sebesar 0.196 artinya UMKM yang jenis usahanya selain perdagangan (jasa dan industri rumah tangga) mempunyai peluang lebih besar untuk memperoleh akses kredit dari BMT. Rata-rata kredit perdagamgan sebesar Rp 27 juta sedangkan jasa sebesar Rp 34 juta dan industru rumah tangga sebesar Rp 15 juta. Hal serupa yang temukan oleh Septiana (2013) yaitu variabel jenis usaha mempengaruhi akses UMKM terhadap pembiayaan BMT

Variabel omset usaha dan total aset memiliki nilai odds ratio hampir satu, artinya variabel tersebut mempunyai peluang akses yang sama pada kredit BMT. UMKM dengan total aset dan omset usaha besar ataupun kecil memiliki peluang akses kredit yang sama oleh BMT.

Tabel 10 Faktor-faktor yang Memengaruhi Akses UMKM terhadap Pembiayaan Lembaga Keuangan Mikro Syariah

Model Logit

Variabel Parameter

Dugaan P-value Odds Ratio

Konstanta -0.733 0.481 0.480

Pendidikan 0.144 0.073* 1.154

Jumlah Anggota Keluarga 0.262 0.105 1.299

Omset Usaha 0.001 0.015** 1.001

Total Aset -0.001 0.009** 0.999

Dummy Jenis usaha satu -1.631 0.011** 0.196 Dummy Jenis usaha dua -0.966 0.242 0.381 Keterangan: * signifikan pada taraf nyata 10 %

**

Credit Rationing Pada Pembiayaan Lembaga Keuangan Mikro Syariah

Analisis faktor-faktor yang memengaruhi realisasi kredit pada BMT dilakukan dengan model logit. Hasil dari model tersebut diuji dengan menggunakan aplikasi software SPSS 19. Model mampu mengklasifikasikan responden dengan mengakses kredit dari BMT maupun Non BMT sebesar 83.1%. Model logit secara keseluruhan dapat menjelaskan faktor-faktor yang memengaruhi pembatasan kredit BMT. Tabel 14 menunjukkan Faktor-faktor yang memengaruhi peluang pembatasan kredit UMKM di lembaga keuangan mikro syariah. Variabel yang signifikan pada taraf nyata 10 % adalah lama usaha, frekuensi pinjaman dan Dummy BMT.

Tabel 11 Faktor-faktor yang Memengaruhi Credit Rationing Pada UMKM di Lembaga Keuangan Mikro Syariah

Model Logit

Variabel Parameter

Dugaan P-value Odds Ratio

Konstanta 5.026 0.010 152.351

Pendidikan -0.174 0.170 0.840

Lama Usaha -0.130 0.081* 0.878

Dummy Jenis Usaha satu 1.203 0. 187 3.330 Dummy Jenis Usaha dua -1.858 0.216 0. 156

Frekuensi Pinjaman -0. 394 0. 057* 0. 675

Tabungan 0.000 0. 792 1.000

Total Pendapatan 0.000 0. 981 1.000

Dummy BMT -3.419 0. 001** 0.033

Keterangan: * signifikan pada taraf nyata 10 % **

signifikan pada taraf nyata 5 %

Variabel lama usaha memiliki nilai odds ratio sebesar 0.878 artinya UMKM yang memiliki lama usaha yang lebih tinggi memiliki peluang lebih besar untuk tidak mendapat credit rationing. UMKM yang telah beroperasi lebih lama mempunyai pendapatan usaha yang lebih stabil daripada usaha yang baru berdiri. Hal serupa juga ditemukan oleh Muhammmanah (2008) yaitu karakteristik usaha seperti omset usaha dan lama usaha mempengaruhi tingkat pengembalian kredit.

Variabel frekuensi pinjaman juga memengaruhi pembatasan kredit dan mempunyai nilai odds ratio 0.675 artinya UMKM yang memiliki frekuensi pinjaman lebih tinggi memiliki peluang lebih besar untuk tidak mendapat credit rationing. Frekuensi pinjaman yang tinggi akan menentukan credit history sdan kelayakan nasabah untuk mendapat pinjaman berikutnya. Hal serupa ditemukan oleh Xiangping et al (2010) yaitu frekuensi pinjaman mempengaruhi credit rationing di pedesaan Cina karena akses modal petani desa di cina sangat kecil dan sangat timpang dengan pemilik modal.

Variabel Dummy BMT memiliki nilai odds ratio sebesar 0.033 artinya peluang terjadinya credit rationing di BMT Khairu Ummah lebih besar daripada BMT Tadbirul Ummah.

Hal ini dapat dibuktikan dengan pesatnya perkembangan total pembiayaan BMT Khairu Ummah serta lokasi BMT yang dekat dengan pasar menjadikannya sebagai sumber modal utama pedagang di sekitar pasar. Perkembangan DPK BMT Khairu Ummah dari tahun 2009-2011 meningkat signifikan 48.65% setiap tahunnya serta perkembangan jumlah pembiayaan yang disalurkan 48.20% setiap tahunnya.

Berbeda dengan BMT Tadbirul Ummah yang mengutamakan persyaratan yang mudah dalam pengajuan pinjaman sehingga kebutuhan modal nasabah terpenuhi. Perkembangan DPK BMT Tadbirul Ummah juga cukup pesat yaitu sebesar 41.20% dan jumlah pembiayaan yang disalurkan 21.06% setiap tahunnya.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Responden BMT mempunyai akses tabungan dan pinjaman pada Lembaga

Keuangan Mikro (LKM) formal dan semiformal (BMT), rata-rata pinjaman pada LKM formal empat kali lipat lebih besar daripada BMT yang artinya BMT merupakan lembaga penunjang (komplementer) bagi sebagian UMKM. Akses kredit responden ke BMT hanya untuk pinjaman mikro sedangkan untuk pinjaman yang lebih besar responden menggunakan Bank Konvensional.

2. Pendidikan, jenis usaha (Jasa dan Industri pengolahan), omset usaha dan

total aset memengaruhi akses responden terhadap lembaga keuangan mikro syariah.

3. Lama usaha dan frekuensi pinjaman sangat memengaruhi adanya credit

rationing. Frekuensi pinjaman akan membentuk credit history yang memengaruhi keberlangsungan pinjaman berikutnya.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan adanya credit rationing menjadi kendala bagi UMKM yang masih baru terbentuk dan frekuensi pinjaman pada BMT tersebut masih kecil. Oleh karena itu :

1. Nasabah BMT harus menjaga kestabilan pendapatan untuk membangun credit history dengan mencegah terjadinya pembayaran cicilan yang macet untuk kelancaran guliran pinjaman berikutnya.

2. Pihak BMT juga harus mempertahankan sistem jemput bola yang merupakan kelebihan dari lembaga keuangan formal.

3. Keunggulan BMT dalam administrasi yang mudah dan cepat sebaiknya ditingkatkan untuk menjaga kualitas BMT tersebut

Dokumen terkait