• Tidak ada hasil yang ditemukan

4.1. Deskripsi Wilayah

4.1.1. Profil Daerah Kabupaten Karo Gambaran Umum

Secara geografis Daerah Kabupaten Karo terletak antara 02o50’ s/d 03o19’ LU dan 97o55’ s/d 98 o38’ BT. Daerah Kabupaten Karo terletak di daerah dataran tinggi bukit barisan dengan total luas administrasi 2.127,25 km² atau 212.725 ha. Wilayah Kabupaten Karo berbatasan dengan:

- Kabupaten Langkat dan Deli Serdang dibagian Utara; - Kabupaten Simalungun dibagian Timur;

- Kabupaten Dairi dibagian Selatan; dan

- Propinsi Nanggro Aceh Darusalam dibagian Barat.

Ibukota Kabupaten Karo adalah Kabanjahe yang terletak sekitar 76 km sebelah selatan kota Medan ibukota Provinsi Sumatera Utara.

Topografi

Ditinjau dari kondisi topografinya, wilayah kabupaten karo terletak didataran tinggi bukit barisan dengan elevasi terendah + 140 m diatas permukaan laut (Paya lah-lah Mardingding) dan yang tertinggi ialah + 2.451 meter diatas

permukaan laut (Gunung Sinabung). Daerah kabupaten karo yang berada di

daerah dataran tinggi bukit barisan dengan kondisi topografi yang berbukit dan bergelombang, maka diwilayah ini ditemui banyak lembah-lembah dan alur-alur sungai yang dalam dan lereng-lereng bukit yang curam/terjal. Sebagaian besar

(90%) wilayah Kabupaten Karo berada pada ketinggian/elevasi +140 m s/d 1400 m diatas permuka an air laut.

Pada wilayah Kabupaten Karo terdapat dua hulu daerah aliran sungai (DAS) yang besar yakni DAS sungai Wampu dan DAS sungai Lawe Alas. Sungai Wampu bermuara ke Selat Sumatera dan Sungai Renun (Lawe Alas) bermuara ke Lautan Hindia.

Iklim

Tipe iklim daerah Kabupaten Karo adalah E2 menurut klasifikasi Oldeman

dengan bulan basah lebih tiga bulan dan bulan kering berkisar 2-3 bulan atau A menurut Koppen dengan curah hujan rata-rata di atas 1.000 mm/tahun dan merata sepanjang tahun. Curah hujan tahunan berkisar antara 1.000-4.000mm/tahun, dimana curah hujan terbesar terjadi pada bulan basah yaitu Agustus sampai dengan Januari dan Maret sampai dengan Mei.

Kependudukan

Hasil Sensus tahun 2000 jumlah penduduk Kabupaten Karo adalah 283.713 jiwa. Pada tahun 2011 sebesar 354.242 yang mendiami wilayah seluas 2.127,25 Km². Kepadatan penduduk adalah sebesar 166,53 jiwa/ Km². Ditinjau dari segi etnis, penduduk Kabupaten Karo mayoritas adalah suku Karo sebanyak 95%, sedangkan suku lainnya seperti suku Batak Toba/Tapanuli, Jawa, Simalungun, dan suku lainnya hanya sedikit jumlahnya (dibawah 5%).

Kecamatan Simpang Empat

Kecamatan Simpang Empat adalah salah satu dari 17 kecamatan yang ada di Kabupaten Karo dengan ibukota kecamatan di desa Ndokum Siroga yang

berjarak 7 km dari Kabanjahe sebagai ibukota kabupaten dan 84 km dari Medan ibukota propinsi. Kecamatan Simpang Empat dengan luas ± 93,48 km2 berada pada ketinggian rata-rata 1300-1600m diatas permukaan laut dengan temperatur 16 o C - 17 o C dengan batas batas wilayah sebagai berikut:

- Sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Kabanjahe dan Berastagi

- Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Payung

- Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Naman Teran dan Kecamatan

Merdeka

- Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Kabanjahe.

Kecamatan Simpang Empat sebagai salah satu pemerintahan telah ada sejak pra-kemerdekaan yang disebut dengan istilah kerajaan yang dipimpin oleh seorang raja yang disebut Sibayak Lingga yang kekuasaannya meliputi :

- Urung Sitelu Uru yang diperintah oleh Raja Urung merga Karo-Karo

- Urung Tigapancur yang diperintah oleh Raja Urung merga Sembiring

Gurukinayan

- Urung Siempat Teran yang diperintah oleh Raja Urung merga Karo-Karo

Sitepu

4.2. Deskripsi Data atau Sample 4.2.1. Keadaan Umum Petani

Jumlah petani hortikultura yang menggunakan kredit adalah sebanyak 22 orang dan petani yang tidak menggunakan kredit mikro sebanyak 22 orang. Dimana luas tanah yang diusahakan untuk tanaman hortikultura ini adalah seluas 2.518 m untuk yang menggunakan kredit mikro dan 2.650 m yang tidak

menggunakan kredit mikro, sedangkan untuk jumlah rata rata secara keseluruhan adalah seluas 2.584 m. Dengan rata rata tingkat pendidikan sampel penelitian ini yaitu lulusan SLTP dan SMA.

4.3. Hasil Analisis dan Pembahasan

Dari penelitian yang dilakukan di tempat penelitian diketahui bahwa petani yang memperoleh kredit di daerah penelitian berjumlah 22 orang yang berasal dari 6 desa di Kecamatan Simpang Empat. Rata rata kredit yang dipinjam petani sebesar Rp. 20.727.273 dengan bunga 1,55% dan jangka waktu 23 bulan. Jumlah kredit yang diminta petani nilainya bervariasi mulai dari Rp. 10.000.000 hingga Rp. 40.000.000. Biasanya petani yang memperoleh kredit ini merupakan referensi dari petani sebelumnya yang sudah mendapat kredit.

4.3.1. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Peminjaman Kredit di

Kecamatan Simpang Empat

Berdasarkan hasil regresi pada faktor suku bunga kredit, luas tanaman dan jumlah tanggungan terhadap jumlah permintaan kredit yang dilakukan dengan bantuan SPSS sesuai lampiran regresi linier berganda diperoleh nilai konstanta dan koefisien model regresi. Dan dengan memasukkan seluruh koefisien dan konstansa ke dalam model yang telah dibuat maka diperoleh persamaan sebagai berikut:

4.3.1.1. Uji Kesesuaian (Test Goodness of Fit) Model Dan Uji Hipotesis

Hasil analisis hubungan antara jumlah kredit yang diterima oleh petani sampel dengan suku bunga kredit, luas tanaman dan jumlah tanggungan petani sampel disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8. Pengaruh Suku Bunga Kredit, Luas Tanaman, Jumlah Tanggungan dan Pendapatan Terhadap Jumlah Kredit

Variabel Koefisien Regresi Std.Error t Hitun g Sig Ket Konstanta 1.364E7 7269121.470 1.877 .078

Suku Bunga -6711766.272 3494764.324 -1.921 .072 Tidak Nyata

Luas Tanaman 248406.517 169109.888 1.469 .160 Nyata

Jumlah Tanggungan

3672878.087 1040447.249 3.530 .003 Nyata

Pendapatan .020 .031 .658 .519 Tidak Nyata

Sumber: Lampiran

1. Koefisien Determinasi

Koefisien determinasi (R2) digunakan untuk mengukur seberapa besar

kemampuan variabel bebas dalam menerangkan variasi terikat. Nilai koefisien

determinasi (R2) yang diperoleh sebesar 0.602. Koefiesien determinasi ini

menunjukan bahwa jumlah pinjaman (Y) dapat dijelaskan oleh Suku Kredit Kredit (X1), Luas tanaman (X2), jumlah tanggungan (X3) dan pendapatan (X4) sebesar 60,20% sedangkan sisanya sebesar 39,80% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak dimasukkan kedalam persamaan.

Untuk menguji hipotesis secara serempak, dilakukan dengan uji F, dan secara parsial, dilakukan dengan uji t, dengan tingkat signifikansi dalam penelitian ini menggunakan α 5% atau 0,05. Hasil pengujian hipotesis diuraikan dalam bagian berikut.

2. Uji pengaruh variabel secara serempak

Hasil uji pengaruh variabel secara serempak dengan menggunakan uji F, menunjukkan bahwa nilai signifikansi F adalah sebesar 0,002. Nilai ini diperoleh lebih kecil dari probabilitas kesalahan yang ditolelir, yaitu α 5% atau dapat diketahui melalui uji F. Hal ini menunjukkan bahwa H0 ditolak atau H1 diterima, yaitu variabel Suku Kredit Kredit (X1), Luas tanaman (X2), jumlah tanggungan (X3) jumlah tanggungan (X3) dan pendapatan (X4), secara serempak berpengaruh nyata terhadap variabel jumlah kredit (Y).

Setelah dilakukan uji variabel secara serempak, pembahasan dilanjutkan dengan pengaruh variabel secara parsial. Hasil uji pengaruh variabel secara parsial dengan menggunakan uji t, adapun hasilnya sebagai berikut:

a. Pengaruh Suku Bunga Kredit (X1) Terhadap Jumlah Kredit (Y)

Tabel 8 menunjukkan bahwa suku bunga kredit (X1) memiliki nilai

signifikansi t sebesar 0,072 lebih besar dari α (0,05). Hal ini menunjukkan bahwa H0 diterima atau H1 ditolak, yaitu suku bunga kredit (X1) secara parsial berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah kredit (Y) yang dipinjam oleh petani sampel.

Jadi jika dilihat di daerah penelitian, suku bunga kredit tidak berpengaruh terhadap jumlah pinjaman petani sampel di daerah penelitian. Karena suku bunga kredit memiliki peraturan tersendiri dari perbankan. Suku bunga kredit merupakan ketetapan yang dapat berubah seiring waktu sesuai dengan program perbankan.

b. Pengaruh Luas Tanaman (X2) Terhadap Jumlah Kredit (Y)

Tabel 8 menunjukkan nilai signifikansi t sebesar 0,160 lebih besar dari α (0,05). Hal ini menunjukkan bahwa H0 diterima atau H1 ditolak, yaitu luas tanaman (X2) secara parsial berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah kredit (Y) yang dipinjam oleh petani sampel.

c. Pengaruh Jumlah Tanggungan (X3) Terhadap Jumlah Kredit (Y)

Tabel 8 menunjukkan nilai signifikansi t sebesar 0,003 lebih kecil dari α (0,05). Hal ini menunjukkan bahwa H0 ditolak atau H1 diterima, yaitu jumlah tanggungan (X3) secara parsial berpengaruh nyata terhadap jumlah pinjaman (Y) petani hortikultura. Nilai koefisien regresi sebesar 3.822.771,721 menunjukkan

bahwa setiap adanya pertambahan jumlah tanggungan (X3) sebanyak 1 orang,

maka akan terjadi penambahan jumlah kredit (Y) sebesar Rp 3.822.771,721dan

sebaliknya.

d. Pengaruh Pendapatan (X4) Terhadap Jumlah Kredit (Y)

Tabel 8 menunjukkan nilai signifikansi t sebesar 0,887 lebih besar dari α

(0,05). Hal ini menunjukkan bahwa H0 diterima atau H1 ditolak, yaitu

pendapatan (X4) secara parsial berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah kredit (Y) yang dipinjam oleh petani sampel.

Uji asumsi klasik faktor-faktor yang mempengaruhi peminjaman kredit mikro pada petani hortikultura di Kecamatan Simpang Empat disajikan sebagai berikut.

4.3.1.2. Uji Asumsi Klasik

Pengujian asumsi klasik meliputi uji multikolinieritas, uji normalitas dan uji heterokedastisitas.

A. Uji Multikolinieritas

Uji ini pada dasarnya digunakan untuk menguji apakah ada hubungan linier di antara variabel-variabel bebas dalam model regresi. Salah satu

pendeteksian pengujian ini adalah dengan pendekatan Tolerance Value dan

Variance Inflaction Factor (VIF). Jika nilai Tollerance mendekati 1 dan VIF sekitar angka 10 maka variabel dikatakan bebas multikolinieritas. Namun, jika nilai Tollerance dibawah 0,1 dan VIF di atas 10 maka terjadi multikolinieritas. Setelah dilakukan analisis pada data jumlah kredit, suku bunga kredit, luas tanaman dan jumlah tanggungan tidak terjadi gejala multikolinieritas. Hasil uji asumsi multikolinieritas disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9. Hasil Uji Asumsi Multikolinearitas Model Jumlah Kredit

Model Collinearity Statistics

Tolerance VIF

(Constant)

Suku Bunga Kredit 0.974 1.027

Luas Tanaman 0.903 1.107

Jumlah Tanggungan 0.891 1.122

Pendapatan 0.856 1.169

Sumber: Lampiran

Dari Tabel 9 menunjukkan bahwa masing-masing variabel bebas memiliki nilai toleransi (tolerance) lebih besar dari 0,1 dan nilai VIF lebih kecil dari 10. Hal ini menunjukkan tidak terjadinya multikolinieritas. Maka dapat disimpulkan

bahwa model regresi linier jumlah kredit petani hortikultura hortikultura terbebas dari masalah multikolinieritas.

B.Uji Heteroskedastisitas

Hasil uji heteroskedastisitas dengan menggunakan analisis grafik disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2. Grafik Uji Heteroskedastisitas Model Jumlah Kredit Petani Hortikultura

Hasil uji heteroskedastisitas dengan menggunakan analisis grafik untuk model jumlah kredit petani hortikultura disajikan pada Gambar 2. Gambar 2 menunjukkan bahwa penyebaran titik-titik varian residual adalah sebagai berikut:

b. Titik data tidak mengumpul hanya di atas atau di bawah saja.

c. Penyebaran titik-titik data tidak dapat membentuk pola bergelombang

menyebar kemudian menyempit dan melebar kembali. d. Penyebaran titik-titik data tidak berpola.

Hal ini menunjukkan tidak terjadinya heteroskedastisitas. Maka dapat dinyatakan model regresi linier jumlah kredit petani hortikultura terbebas dari masalah heteroskedastisitas.

C. Uji Normalitas

Hasil uji normalitas residual model regresi linier pendapatan usahatani hortikultura sebagai berikut:

Tabel 10. Hasil Uji Normalitas Model Jumlah Kredit Petani Hortikultura One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardized Residual

N 22

Normal Parametersa,,b Mean .0000000

Std. Deviation 4.86912965E6

Most Extreme Differences Absolute .172

Positive .172

Negative -.097

Kolmogorov-Smirnov Z .806

Asymp. Sig. (2-tailed) .535

a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data. Sumber: Lampiran

Tabel 10 menunjukkan bahwa nilai signifikansi lebih besar dari α 0,05. Nilai sig sebesar 0,535, sehingga Ho diterima yang artinya residual terdistribusi

normal. Maka dapat dinyatakan bahwa model regresi linier jumlah kredit petani hortikultura hortikultura memenuhi asumsi normalitas.

4.3.2. Analisis Biaya dan Pendapatan Usahatani 4.3.2.1. Analisis Biaya

Biaya yang dikeluarkan petani hortikultura terdiri dari biaya tenaga kerja, biaya pembelian bambu, biaya pupuk kandang, dan biaya pupuk NPK-Ponska. Adapun perbandingan jumlah biaya yang dikeluarkan petani pemakai kredit dan tidak pemakai kredit adalah sebagai berikut:

Tabel 11. Nilai dan Persentase dari Masing-masing Jenis Biaya Petani Hortikultura yang Pemakai Kredit dan yang tidak Pemakai Kredit di Kecamatan Simpang Empat

No Petani

Nilai

(Rp) Persentase (%)

1 2

Petani Pemakai Kredit Petani tidak Pemakai Kredit

129.555.144 129.926.929 49,93 50.07 Jumlah 259.482,073 100,00 Sumber: Lampiran

Jumlah biaya petani yang tidak memakai kredit lebih besar dibandingkan dengan petani yang pemakai kredit. Jumlah biaya petani hortikultura pemakai kredit sebesar Rp. 129.555.144 dan jumlah biaya petani hortikultura yang tidak pemakai kredit sebesar Rp. 129.926.929, dengan persentasi petani hortikultura pemakai kredit sebesar 49.93% dan persentasi petani hortikultura yang tidak pemakai kredit sebesar 50,07%.

4.3.2.2. Penerimaan dan Pendapatan Usahatani

Besar kecilnya pendapatan usahatani sangat ditentukan oleh besar kecilnya produksi dan harga pada saat panen. Pada penelitian yang dilakukan di Kecamatan

Simpang Empat harga yang diterima oleh petani sama saja di setiap daerah. Adapun penerimaan dan pendapatan usahatani petani hortikultura pemakai kredit adalah sebagai berikut:

Tabel 12. Analisis Biaya dan Pendapatan Usahatani Petani Hortikultura Pemakai Kredit Per Musim Tanam di Kecamatan Simpang Empat.

No Uraian Satuan Volume Biaya

(Rp)

A Biaya Tidak Tetap

- bambu

- Biaya Pupuk NPK

- Biaya Pupuk Kandang

- Tenaga Kerja Buah Goni Goni HOK 2.441 110 5.287 1.484 11.580.911 12.086.949 31.720.093 74.167.191

Jumlah Biaya Tidak Tetap Rp 129.555.144

Jumlah Total Biaya Produksi (Tc) Rp 129.555.144

Sumber: Lampiran

Petani hortikultura pemakai kredit memperoleh sebesar Rp. 169.511.523 per luas tanam produksi hortikultura yang sama (dalam luas 10.000 m) permusim tanam 16 bulan di Kecamatan Simpang Empat. Total biaya yang dikeluarkan sebesar Rp 129.555.144 per musim tanam. Untuk R/C diketahui sebesar 2,31 artinya setiap biaya Rp 1 yang dikeluarkan akan menghasilkan penerimaan sebesar Rp 2,31. Hal ini disebabkan karena penerimaan yang tinggi (harga jual tinggi dan produksi yang tinggi) dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan.

B Output Produksi Harga

Jual

Penerimaan Produksi Hortikultura Buah

kecil

Produksi Hortikultura Buah Besar 20.112 Kg 531,16 Goni 2550 14.125 Rp 243.466.667 Rp 55.600.000

C Penerimaan Total Biaya Pendapatan (TR-TC)

Rp 299.066.667 Rp 129.555.144 Rp 169.511.523

D Penerimaan Total Biaya R/C (TR/TC)

untuk diusahakan apabila nilai R/C ratio > 1, maka usahatani petani hortikultura pemakai kredit di daerah penelitian layak untuk diusahakan.

Adapun penerimaan dan pendapatan usahatani petani hortikultura tidak pemakai kredit adalah sebagai berikut:

Tabel 13. Analisis Biaya dan Pendapatan Usahatani Petani Hortikultura Tidak Pemakai Kredit Per Musim Tanam di Kabupaten Karo

No Uraian Satuan Volume Biaya

(Rp)

A Biaya Tidak Tetap

- bambu

- Biaya Pupuk NPK

- Biaya Pupuk Kandang

- Tenaga Kerja Buah Goni Goni HOK 2.344 108 5.368 1.507 10.461.021 11.913.806 32.201.987 75.344.115

Jumlah Biaya Tidak Tetap Rp 129.926.929

Jumlah Total Biaya Produksi (Tc) Rp 129.926.929

B Output Produksi Harga

Jual

Penerimaan Produksi Hortikultura Buah

kecil

Produksi Hortikultura Buah Besar 22.512 Kg 562,88 Goni 2550 14.125 Rp 213.372.129 Rp 32.543.440

C Penerimaan Total Biaya Pendapatan (TR-TC)

Rp 245.915.570 Rp 129.926.929 Rp 115.988.641

D Penerimaan Total Biaya R/C (TR/TC)

Rp 245.915.570 Rp 129.926.929 1,89

Sumber: Lampiran

Pendapatan petani hortikultura tidak pemakai kredit di Kecamatan Simpang Empat diperoleh sebesar Rp 115.988.641 per 301 per luas tanam produksi hortikultura yang sama (dalam luas 10.000 m) permusim tanam 16 bulan. Total biaya yang dikeluarkan sebesar Rp 129.926.929 per musim tanam. Untuk R/C diketahui sebesar 1,89 artinya setiap biaya Rp 1 yang dikeluarkan akan menghasilkan penerimaan sebesar Rp 1,89. Hal ini disebabkan karena penerimaan

yang tinggi (harga jual tinggi dan produksi yang tinggi) dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan. Berdasarka kriteria yang menyatakan bahwa usahatani dapat dikatakan layak untuk diusahakan apabila nilai R/C ratio > 1, maka usahatani petani hortikultura hortikultura tidak pemakai kredit di daerah penelitian layak untuk diusahakan.

4.3.1. Hasil Analisis Perbedaan Pendapatan Petani Hortikultura

Hortikultura Pemakai Kredit dan Tidak Pemakai Kredit a. Nilai signifikansi pada uji F

Hipotesis uji F sebagai berikut:

Ho: Kedua varians sama (varians pendapatan petani pemakai kredit dan tidak pemakai kredit adalah sama).

H1: Kedua varians berbeda (pendapatan petani pemakai kredit dan tidak pemakai kredit adalah berbeda).

Nilai signifikansi uji F diperoleh sebesar 0,834, dimana nilai F lebih besar daripada α= 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa Ho diterima dan H1 ditolak. Jadi dapat disimpulkan bahwa kedua varians yaitu varians pendapatan petani pemakai kredit dan tidak pemakai kredit adalah sama.

b. Nilai signifikansi pada t Tabel

Hipotesis uji t sebagai berikut:

H1: Ada perbedaan pendapatan petani pemakai kredit dan tidak pemakai kredit.

Nilai signifikansi t diperoleh sebesar 0,273 lebih besar daripada α= 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa Ho diterima dan H1 ditolak. Jadi dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan pendapatan pendapatan petani pemakai kredit dan tidak pemakai kredit. Pada Tabel Group Statistik pada lampiran, terlihat rata-rata mean untuk petani pemakai kredit 2.815.500 dan mean untuk petani tidak pemakai kredit sebesar 3.388.700, artinya rata-rata pendapatan petani pemakai kredit lebih sedikit dari petani tidak pemakai kredit.

Nilai t hitung negatif, yang berarti pendapatan petani pemakai kredit lebih rendah dari petani tidak pemakai kredit.

Pembahasan

Hasil penelitian yang dilakukan pada hipotesis 1 diperoleh bahwa secara serentak seluruh faktor (suku bunga kredit, luas tanaman dan jumlah tanggungan) yang dimasukkan ke dalam persamaan memiliki pengaruh yang nyata dan signifikan. Namun secara parsial diketahui bahwa faktor luas tanaman dan jumlah tanggungan yang berpengaruh nyata, sedangkan faktor suku bunga kredit tidak berpengaruh.

Dapat disimpulkan bahwa kredit mikro yang diterima oleh petani sebagian digunakan untuk kegiatan konsumsi. Hal ini dijelaskan dari faktor jumlah tanggungan yang akan menambah beban biaya petani yang berpengaruh. Petani yang menggunakan kredit yang diperoleh dari lembaga perbankan adalah untuk konsumsi tidak sesuai dengan tujuan awal kredit tersebut disalurkan. Hal ini tentu

saja bertentangan dengan tujuan pemberian kredit tersebut. Dimana pada awalnya pemberian kredit ini ditujukan untuk modal kerja, namun beralih menjadi konsumtif. Keadaan ini sesuai dengan teori yang dipaparkan oleh Mubyarto. Dimana petani menggunakan dana tunai yang diperoleh dari perbankan sebagian untuk biaya hidup (Cost of Living/COL).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap usaha tani petani hortikultura hortikultura yang memakai kredit mikro pendapatan usaha hortikultura Rp 169.511.523 dan yang tidak memakai kredit Rp 115.988.641. Dilihat pendapatan tersebut diperoleh selisih pendapatan sebesar Rp 53.522.882 dengan pendapatan yang paling besar merupakan petani yang memakai kredit.

Dilihat dari segi biaya baik petani hortikultura hortikultura yang memakai kredit sebesar Rp. 129.555.144 dan yang tidak memakai kredit dengan biaya sebesar Rp. 129.926.929 dimana jumlah biaya yang dikeluarkan oleh petani hortikultura hortikultura yang memakai kredit hampir sama dengan yang tidak memakai kredit. Secara keseluruhan tata cara tanam hingga panen, petani hortikultura hortikultura yang memakai kredit dan yang tidak memakai kredit dilihat di lapangan sama dengan perlakuan yang sama.

Keuntungan yang diperoleh oleh petani hortikultura hortikultura yang memakai kredit sebanyak Rp 169.511.523 dengan R/C ratio sebesar 2,31 sedangkan untuk yang tidak memakai kredit Rp 115.988.641 dengan R/C ratio sebesar 1,81. Berdasarkan kenyataan lapangan bahwa perbedaan pendapatan petani hortikultura hortikultura yang memakai kredit memiliki produksi lebih sedikit. Dengan jumlah pendapatan yang lebih sedikit ini maka keuntungan yang diperoleh oleh petani hortikultura yang memakai kredit menjadi lebih sedikit.

Dari hasil uji beda sampel juga diperoleh bahwa pendapatan petani pemakai kredit dengan tidak pemakai kredit tidak terdapat varians perbedaannya. Observasi di lapangan yang dilakukan pada saat melakukan wawancara dengan petani sampel memang tidak terdapat perbedaan tersebut. Petani pemakai kredit dan yang tidak pemakai kredit melakukan cara bercocok tanam yang sama. Sehingga perbedaan pendapatan yang diperoleh oleh keduanya pun hampir sama.

Penelitian sebelumnya mengenai hal ini belum pernah dilakukan namun penelitian yang dilakukan oleh Sri Widodo pada tahun 2008 mengenai pengaruh pemberian kredit modal kerja terhadap penghasilan petani ikan di Kecamatan Sleman menyatakan bahwa penghasilan petani ikan dipengaruhi oleh kredit dan modal kerja. Berbeda dengan hasil penelitian tersebut penelitian di Kecamatan Simpang Empat ini tidak menunjukkan pengaruh kredit terhadap pendapatan.

Alasan para petani untuk meminjam uang terutama lebih banyak dikarenakan untuk berjaga-jaga. Uang yang diperoleh petani disimpan untung penggunaan keadaan yang penting. Hal ini sesuai dengan teori permintaan uang dimana individu melakukan pinjaman uang untuk berjaga jaga selain untuk kebutuhan konsumsi dan membiayai transaksi yang dilakukan.

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Nilai koefisien determinasi (R2) yang diperoleh sebesar 0,602. Koefesien determinasi ini menunjukan bahwa jumlah kredit (Y) yang dipinjam oleh

petani hortikultura dapat dijelaskan oleh Suku Kredit Kredit (X1), Luas

tanaman (X2), jumlah tanggungan (X3) dan pendapatan (X4) sebesar 60,20% sedangkan sisanya sebesar 39,80% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak dimasukkan kedalam persamaan. Nilai signifikansi F adalah sebesar 0,002. Nilai ini diperoleh lebih kecil dari probabilitas kesalahan yang ditolelir, yaitu α 5%, sehingga Suku Kredit Kredit (X1), Luas tanaman (X2), jumlah tanggungan (X3) dan pendapatan (X4), secara serempak berpengaruh nyata terhadap variabel jumlah kredit (Y). sedangkan secara parsial, hanya jumlah tanggungan saja ang berpengaruh nyata.

2. Dari hasil uji beda rata rata nilai signifikansi t diperoleh sebesar 0,273 lebih besar daripada α= 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa Ho diterima dan H1 ditolak. Sehingga disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan pendapatan pendapatan petani pemakai kredit dan tidak pemakai kredit

5.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan, maka dapat disarankan sebagai berikut:

1. Sebaiknya petani lebih memperhatikan penggunaan kredit mikro yang di

peroleh dari perbankan agar tujuan pengambilan kredit mikro menjadi tepat sasaran dan lebih berguna bagi petani dan dapat menambah penerimaan

2. Bagi peneliti agar mencoba meneliti apakah ada perbedaan pendapatan petani sebelum dan sesudah petani menerima kredit mikro.

DAFTAR PUSTAKA

Buku :

Abdullah, B. 2006. Perbankan Sepatutnya Lebih Serius Garap Usaha Mikro, Kecil

dan Menengah (UMKM). Kompas, 10 Maret 2006.

Agung, J, B. Kusmiarso, B. Pramono, E. G. Hutapea, A. Prasmuko, dan N. J.

Prastowo. 2001. Credit Crunch di Indonesia Setelah Krisis : Fakta

Penyebab dan Implikasi Kebijakan. Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter Bank Indonesia, Jakarta.

Astiko. 1996. Manajemen Perkreditan. Penerbit Andi Offset, Yogjakarta. Arikunto, S. 2002. Prosedur Penelitian. Rinneka Cipta, Jakarta.

Bank Indonesia. 2005. Hasil Penelitian Profil Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) di Indonesia. Bank Indonesia, Jakarta.

Gilarso, T. 1993. Pengantar Ilmu ekonomi Bagian Mikro. Penerbit Kanisius,

Jogyakarta.

Gujarati, DN. 1978. Ekonometrika Dasar. Erlangga Indonesia, Jakarta.

Hadi, P.U., Mayrowani, H. Supriyati dan Sumedi. 2000. Review and Outlook

Pengembangan Komoditas Hortikultura. Seminar Nasional Perspektif Pembangunan Pertanian dan Kehutanan Tahun 2001 ke Depan. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Bogor.

Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sumatera Utara. 2011. Kecamatan Simpang Empat dalam Angka.

_______. 2012. Karo dalam Angka.

Manurung, A H. 2008. Modal Untuk Bisnis UKM. PT Kompas Media Nusantara,

Jakarta.

Mubyarto, 1995. Pengantar Ekonomi Pertanian. LP3ES, Jakarta. ________. 1989. Pengantar Ekonomi Pertanian. LP3ES, Jakarta.

Notohadinegoro, T. Dan Johara, 2005. Faktor Tanah dalam Pengembangan Hortikultura. UGM Press, Jogjakarta.

Nuryakin, C dan Perry W. 2006. Perilaku Penawaran Kredit Bank Indonesia:

Kasus Pasar Oligopoli Periode Januari 2001-Juli 2005. Buletin Ekonomi

Dokumen terkait